Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep business entity ditinjau dari tingkat pendidikan, besarnya modal usaha, dan pengalaman berwirausaha survei: pedagang kaki lima dalam kelompok resto PKL di kecamatan Depok Sleman Yogyakarta.

(1)

viii ABSTRAK

PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KONSEP BUSINESS ENTITY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, BESARNYA MODAL

USAHA DAN PENGALAMAN BERWIRAUSAHA

Survei : Pedagang Kaki Lima dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta.

Sella Windya Nugraheni Universitas Sanata Dharma

2009

Penelitian ini bertujuan mengetahui : (1) perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari tingkat pendidikan ; (2) perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari besarnya modal usaha ; (3) perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pengalaman berwirausaha.

Penelitian ini merupakan peneliian survei. Populasi dalam penelitian ini adalah Pedagang Kaki Lima di Resto PKL dan Taman Kuliner yang berjumlah 72 orang. Tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Tekhnik analisis data menggunakan Analysis of Variance.(ANOVA).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) tidak ada perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari tingkat pendidikan. (sign. value tingkat pendidikan = 0,095 > a = 0,05 ) ; (2) tidak ada perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari besarnya modal usaha. (sign. value besarnya modal usaha = 0,739 > a = 0,05 ) ; (3) ada perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pengalaman berwirausaha. (sign. value pengalaman berwirausaha = 0,012 < a = 0,05).


(2)

ix ABSTRACT

THE SMALL BUSINESS OWNER’S PERCEPTION ON BUSINESS ENTITY CONCEPTS PERCEIVED FROM LEVEL OF EDUCATION, CAPITAL SIZE,

AND ENTREPRENERSHIP EXPERIENCES

A survei done on Small Business Owner’s in the group of Resto PKL in Depok District Sleman Regency Yogyakarta

Sella Windya Nugraheni Sanata Dharma University

2009

The research aims to find out the differences of small business owner’s perception on Business Entity concepts perceived from (1) level of education, (2) capital size, (3) entreprenership experiences.

The study is a kind of an observation research. The sourses of population in this reseach are 72 small business owner’s in Resto PKL and Taman Kuliner in Depok District, Sleman Regency Yogyakarta. The techniques of collecting data is questionnaire. The technique of analysing the data is Analysis if Variance (ANOVA).

The results of the research show that : (1) there isn’t any different perception on Business Entity concepts perceived from level of education (sign. value = 0,095 > a = 0,05 ) ; (2) there isn’t any different perception on Business Entity concepts perceived from capital size (sign. value = 0,739 > a = 0,05 ) ; (3) there is any different perception on Business Entity concepts perceived from entreprenership experiences (sign. value = 0,012 < a = 0,05).


(3)

PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KONSEP BUSINESS ENTITY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, BESARNYA MODAL

USAHA, DAN PENGALAMAN BERWIRAUSAHA

Survei : Pedagang Kaki Lima dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Sella Windya Nugraheni 041334016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2009


(4)

i

PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KONSEP BUSINESS ENTITY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, BESARNYA MODAL

USAHA, DAN PENGALAMAN BERWIRAUSAHA

Survei : Pedagang Kaki Lima dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Sella Windya Nugraheni 041334016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2009


(5)

(6)

(7)

iv

PERSEMBAHAN

“Tuhan adalah penuntun

hidupku”

Skripsi ini kupersembahkan kepada: Yesus Kristus & Bunda Maria, Juru Slamatku

Bapak dan Ibuku tercinta Dek Iko Seluruh keluarga besarku


(8)

v

MOTTO

Dalam hidup ini, semua ada

waktunya…

Tuhan takkan terlambat, juga takkan

lebih cepat..

Dia jadikan indah tepat pada

waktunya…

“Hidup terlalu indah untuk dilewatkan

tanpa mencoba”


(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan ini sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 5 Februari 2009


(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Sanata Dharma: Nama : Sella Windya Nugraheni

Nomor Mahasiswa : 041334016

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KONSEP BUSINESS ENTITY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, BESARNYA MODAL

USAHA, DAN PENGALAMAN BERWIRAUSAHA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 20 Februari 2009 Yang menyatakan


(11)

viii ABSTRAK

PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KONSEP BUSINESS ENTITY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, BESARNYA MODAL

USAHA DAN PENGALAMAN BERWIRAUSAHA

Survei : Pedagang Kaki Lima dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta.

Sella Windya Nugraheni Universitas Sanata Dharma

2009

Penelitian ini bertujuan mengetahui : (1) perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari tingkat pendidikan ; (2) perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari besarnya modal usaha ; (3) perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pengalaman berwirausaha.

Penelitian ini merupakan peneliian survei. Populasi dalam penelitian ini adalah Pedagang Kaki Lima di Resto PKL dan Taman Kuliner yang berjumlah 72 orang. Tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Tekhnik analisis data menggunakan Analysis of Variance.(ANOVA).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) tidak ada perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari tingkat pendidikan. (sign. value tingkat pendidikan = 0,095 > a = 0,05 ) ; (2) tidak ada perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari besarnya modal usaha. (sign. value besarnya modal usaha = 0,739 > a = 0,05 ) ; (3) ada perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pengalaman berwirausaha. (sign. value pengalaman berwirausaha = 0,012 < a = 0,05).


(12)

ix ABSTRACT

THE SMALL BUSINESS OWNER’S PERCEPTION ON BUSINESS ENTITY CONCEPTS PERCEIVED FROM LEVEL OF EDUCATION, CAPITAL SIZE,

AND ENTREPRENERSHIP EXPERIENCES

A survei done on Small Business Owner’s in the group of Resto PKL in Depok District Sleman Regency Yogyakarta

Sella Windya Nugraheni Sanata Dharma University

2009

The research aims to find out the differences of small business owner’s perception on Business Entity concepts perceived from (1) level of education, (2) capital size, (3) entreprenership experiences.

The study is a kind of an observation research. The sourses of population in this reseach are 72 small business owner’s in Resto PKL and Taman Kuliner in Depok District, Sleman Regency Yogyakarta. The techniques of collecting data is questionnaire. The technique of analysing the data is Analysis if Variance (ANOVA).

The results of the research show that : (1) there isn’t any different perception on Business Entity concepts perceived from level of education (sign. value = 0,095 > a = 0,05 ) ; (2) there isn’t any different perception on Business Entity concepts perceived from capital size (sign. value = 0,739 > a = 0,05 ) ; (3) there is any different perception on Business Entity concepts perceived from entreprenership experiences (sign. value = 0,012 < a = 0,05).


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Akuntansi , Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada :

a. Romo Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama, S. J. selaku Rektor Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian kepada penulis.

b. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakulas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

c. Bapak Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma

d. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. selaku ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dhama


(14)

xi

e. Bapak Drs. Bambang Purnomo, S.E., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah besedia meluangkan waktu memberikan saran dan kritik yang sangat berarti dalam membimbing penyelesaian skripsi ini.

f. Bapak Drs. FX. Muhadi, M.Pd. dan Ibu Rita Eny Purwanti, S.Pd., M.Si. selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

g. Segenap staff pengajar Program Studi Pendidikan Akuntansi atas ilmu yang telah diberikan melalui perkuliahan.

h. Tenaga administrasi Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah membantu proses kelancaran dalam proses belajar selama ini.

i. Seluruh pedagang di Resto Pedagang Kaki Lima Mrican dan Taman Kuliner Condongcatur, khususnya Bapak Totok selaku Kepala Resto PKL Mrican dan Bapak Sugiharto S.Pd., S.Sos., M.P. selaku Kepala UPTD Taman Kuliner Condongcatur yang telah membantu kelancaran penelitian.

j. Seluruh keluargaku : Bapak terkasih, DS Tjihno Windryanto atas dukungan, nasihat, dan doanya, Ibu tersayang, N Nugri Mulyanti atas segala dukungan, doa, kesabaran dan perhatiannya, (terimakasih ya pak, buk, atas dukungan moril, materiil, dan spiritual yang diberikan sampai akhirnya aku lulus jadi sarjana), Dek Iko Pris H atas hiburan, semangat dan gamenya yang seru, seluruh keluarga besarku, terimakasih atas Eyang Uti, Mbah Uti, Pakde, Budhe, Om, Tante, Mas, Mbak dan Adik berikan begitu berarti untukku.


(15)

xii

k. Sahabat-sahabat terbaikku: Pascalia Vincentia M (atas segala bantuanmu, kesabaran, pinjaman bukumu yang sangat membantuku), C Rini W (atas semangat dan keceriaan yang selalu menemaniku) , Alfonsa Ika (atas semangatmu yang membara menjadi penyemangatku) , Febriantari Eka (terimakasih kamu selalu mau membantuku dengan sabar), Astri Tumanggor, Anastasia Swastika, Putri Kurnia J, Margaretha Novita, Yanita M, Barbarigo, Babbel, terimakasih atas semua dukungan, bantuan, hiburan, omelan, keceriaan dan kenangan terindah selama kuliah ini yang membuat hidupku lebih bermakna serta nasihat supaya aku segera lulus. Kalian adalah teman-teman yang hebat, terimakasih atas persahabatan yang kalian berikan selama 5 tahun ini. Walaupun nanti kita akan terpisah jarak dan waktu untuk mencari masa depan, kalian akan selalu dan tetap di hati tak akan terganti.

l. Teman-teman Pendidikan Akuntansi 2004 atas segala kebersamaan selama kuliah di Sanata Dharma yang tak akan pernah telupakan (aku sangat bahagia dan beruntung pernah mengenal kalian dalam hidupku)

m. Mas Andreas Triatmojo atas segala perhatian, semangat, nasihat, keceriaan yang telah diberikan selama 2 tahun 8 bulan ini sebagai pelengkap hidupku sehingga semua terlihat lebih indah.

n. Motor Astrea Grand ijoku yang selalu mengantar kemanapun aku pergi. Terimakasih atas jasamu...


(16)

(17)

xiv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN………... iii

PERSEMBAHAN……….. iv

MOTTO………...…………. … v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… vi

ABSTRAK………. vii

ABSTRACT………... viii

KATA PENGANTAR………... ix

DAFTAR TABEL………. xvi

DAFTAR LAMPIRAN………. xviii

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Batasan Masalah………... 5

C. Rumusan Masalah………... 5

D. Tujuan Penelitian………... 5

E. Manfaat Penelitian………... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA………... 7


(18)

xv

1. Persepsi………... 7

2. Business Entity……... 9

3. Pedagang Kaki Lima…... 12

4. Pendidikan... 17

5. Modal Usaha... 21

6. Pengalaman Berwirausaha... 25

B. Kerangka Berfikir... 30

C. Perumusan Hipotesis... 33

BAB III METODE PENELITIAN... 34

A. Jenis Penelitian... . 34

B. Tempat dan Waktu Penelitian... 34

C. Subjek dan Objek Penelitian... 34

D. Populasi... 35

E. Tekhnik Pengumpulan Data... 36

F. Operasionalisasi Variabel…... 36

G. Uji Instrumen Penelitian... 40

1. Uji Validitas………... 40

2. Uji Reliabilitas……... 43

I. Tekhnik Analisis Data…... 45

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 51


(19)

xvi

B. Analisis Data... 60

C. Pembahasan... 69

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN... 76

A. Kesimpulan... 76

B. Keterbatasan... 77

C. Saran... 78 DAFTAR PUSTAKA


(20)

xvii

DAFTAR TABEL

1. Tabel III.1 Operasionalisasi Varibel Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang

Konsep Business Entity... 37

2. Tabel III.2 Skor Pernyataan Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep Business Entity... 38

3. Tabel III.3 Rangkuman Uji Validitas untuk Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep Business Entity... 41

4. Tabel III.4 Tabel Batas Kelompok Dengan Menggunakan PAP II... 45

5. Tabel III.5 Tabel Batas Skala Perhitungan PAP II... 46

6. Tabel IV.1 Deskripsi Responden Berdasarkan Asal Resto... 52

7. Tabel IV.2 Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 52

8. Tabel IV.3 Deskripsi Responden Berdasarkan Besarnya Modal Usaha 53 9. Tabel IV.4 Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman Berwirausaha 54 10. Tabel IV.5 Deskripsi Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsp Business Entity... 55

11. Tabel IV.6 Deskripsi Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep Business Entity Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan... 56

12. Tabel IV.7 Deskripsi persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity Ditinjau Dari Besarnya Modal Usaha……….. 57


(21)

xviii

13. Tabel IV.8 Deskripsi persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity Ditinjau Dari Pengalaman Berwirausaha……... 59 14. Tabel IV.9 Hasil Pengujian Normalitas Persepsi Pedagang Kaki Lima tentang

Konsep Business Entity ditinju dari Tingkat Pendidikan... 60 15. Tabel IV.10 Hasil Pengujian Normalitas Persepsi Pedagang Kaki Lima tentang

Konsep Business Entity ditinju dari Besarnya Modal Usaha... 61 16. Tabel IV.11 Hasil Pengujian Normalitas Persepsi Pedagang Kaki Lima tentang

Konsep Business Entity ditinju dari Pengalaman

Berwirausaha... 62 17. Tabel IV.12 Hasil Pengujian Homogenitas... 63 18. Tabel IV.13 Tabel Anova Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business

Entity Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan………... 65 19. Tabel IV.14 Tabel Anova Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business

Entity Ditinjau Dari Besarnya Modal Usaha……… 67 20. Tabel IV.14 Tabel Anova Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business


(22)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner

Lampiran 2 Data Validitas dan Reliabilitas Lampiran 3 Data Induk Penelitian

Lampiran 4 Anaisis Data Lampiran 5 Tabel r Lampiran 6 Tabel f


(23)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini banyak kita jumpai pedagang kaki lima yang menggunakan gerobak dan tenda untuk menjajakan dagangannya. Mereka memilih tempat dan menghiasnya dengan tulisan nama dan jenis makanan yang unik untuk dijual dengan tujuan menarik perhatian masyarakat untuk membeli. Mereka biasa berada di tempat yang strategis untuk menjajakan dagangannya, misalnya di sekitar sekolah dan kampus, di dekat pertokoan, di pinggir jalan dalam pusat kota, dan di tempat lain yang dianggap mudah untuk dilihat banyak orang.

Pada dasarnya pedagang harus memilih suatu lokasi yang tepat agar memperoleh keuntungan yang lebih banyak, suatu kegiatan harus seefisien mungkin. Keputusan penentuan lokasi yang tepat biasanya diambil bila memenuhi kriteria: tempat yang memberikan kemungkinan pertumbuhan jangka panjang yang menghasilkan keuntungan yang layak ; tempat yang luas lingkupnya untuk kemungkinan perluasan unit produksi.

Beberapa waktu lalu pemerintah melakukan penertiban terhadap pedagang kaki lima yang berbentuk tenda dan menjadikan kawasan bebas dari pedagang kaki lima. Hal tersebut membuat banyak pedagang kehilangan lokasi usaha dan memiliki pendapatan menurun. Sehingga dibentukklah kumpulan pedagang kaki lima yang menjajakan beraneka macam makanan


(24)

dalam suatu tempat. Lokasi yang dipilih juga tidak kalah strategis dengan lokasi usaha mereka sebelumnya.

Dengan bermodalkan pendidikan dan uang yang cukup, para pedagang kaki lima memulai usaha dan memiliki harapan akan berkembang lebih besar menjadi sebuah warung makan yang dapat digunakan untuk kelangsungan hidupnya di masa yang akan datang. Mereka mencari modal untuk memulai usaha dengan banyak cara, misalnya dengan meninjam uang pada kerabat dan sanak saudara, menjual barang-barang berharga, dan cara lainnya.

Banyak pedagang kaki lima yang menjadikan usahanya sebagai pekerjaan sampingan dan hanya mencari kesibukan saja. Tetapi tidak sedikit pula yang menjadikan usahanya sebagai pekerjaan pokok untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Walaupun demikian, banyak dari pedagang kaki lima tersebut yang berjualan akibat keterbatasan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang mereka miliki.

Seiring dengan berkembangnya jaman, ilmu pengetahuan semakin penting dan dibutuhkan sebagai bekal seseorang dalam pekerjaannya. Tak terkecuali bagi pedagang kaki lima, penerapan konsep-konsep ekonomi sangatlah dibutuhkan. Ilmu pengetahuan memberikan pengaruh yang cukup berarti bagi kelancaran usaha para pedagang tersebut. Dengan sedikitnya ilmu pengetahuan yang dimiliki, mereka kurang bisa memahami konsep dan

strategi ekonomi yang benar. Khususnya konsep Business Entity yang

mengatakan bahwa usaha berdiri sendiri terlepas dari modal pribadi. Konsep tersebut sangatlah penting karena out put akuntansi adalah informasi untuk


(25)

pengambilan keputusan. Jika tidak ada pemisahan yang jelas, maka pedagang kaki lima tidak akan tahu secara tepat prestasi dan kinerja unit bisnis yang tercermin dalam laporan keuangan yang biasanya dibuat dalam bentuk Laporan Laba Rugi. Bila tidak dipertimbangkan, hal ini akan membawa dampak yang cukup buruk karena mengakibatkan usaha tidak mampu

berkembang secara pesat. Contoh penerapan konsep Business Entity adalah

dengan melakukan pencatatan pada setiap transaksi yang terjadi. Baik itu merupakan penerimaan uang, pengeluaran, hutang dan sebagainya. Dan hal ini dirasa akan mempengaruhi persepsi pedagang kaki lima tentang konsep

Business Entity.

Namun pada kenyataannya, banyak para pedagang kaki lima tidak melakukan pencatatan terhadap pengeluaran yang digunakan dalam usaha dan pendapatan yang didapatkan dari usaha. Mereka membiarkan semua berjalan apa adanya, tanpa memprediksikan laba dan rugi usaha. Akibatnya tidak sedikit dari para pedagang kaki lima tersebut yang mengalami kerugian dan akhirnya bangkrut. Kebanyakan dari mereka yang tidak melakukan pencatatan dikarenakan kurang memahami akan pentingnya pencatatan tersebut. Sehingga tidak sedikit pula para pedagang kaki lima yang menggunakan kekayaan pribadi untuk menambah pemasukan usaha dan dijadikan modal berdagang selanjutnya. Selain itu, mereka juga menggunakan barang dagangan tanpa ada pencatatan dan pemisahan yang jelas.

Di lain pihak, pedagang kaki lima adalah pedagang yang menjalankan usaha kecil dengan modal terbatas. Sehingga sangat besar kemungkinannya


(26)

mereka akan menggabungkan kekayaan pribadi dengan modal usahanya. Maka nantinya mereka akan sulit untuk mengidentifikasi laba usaha dan berkembang lebih besar.

Berdasarkan pengalaman dan pengamatan peneliti, para pedagang kaki lima di Kelurahan Caturtunggal Depok Sleman Yogyakarta juga mengalami hal demikian. Oleh karena itu peneliti ingin membuat penelitian lebih lanjut mengenai hal ini. Pedagang kaki lima di Kelurahan Caturtunggal Depok Sleman Yogyakarta memiliki kesempatan yang lebih besar untuk bertemu dengan konsumen karena arena berjualan mereka teletak di daerah sekitar kampus dan sekolah di Yogyakarta. Tentu saja mereka memerlukan modal yang lebih besar untuk dapat menambah keanekaragaman jenis dagangangannya di tempat tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi persepsi pegagang kaki lima tentang konsep Business Entity.

Selain itu dalam hal pengalaman berwirausaha. Biasanya pedagang yang sudah memiliki pengalaman lebih banyak akan lebih memahami seluk beluk dunia usaha. Dan hal ini dirasa akan mempengaruhi persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity.

Berdasarkan uraian dan fakta tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang

Konsep Business Entity Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan, Besarnya Modal


(27)

B. Batasan Masalah

Penelitian ini dimaksudkan untuk dapat mengetahui bagaimana persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity. Penelitian ini memfokuskan pada tiga faktor yang diduga kuat mempengaruhi persepsi pedagang kaki lima, yaitu tingkat pendidikan, besarnya modal usaha, dan pengalaman berwirausaha.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan persepsi pada pedagang kaki lima tentang konsep

Business Entity ditinjau dari tingkat pendidikan?

2. Apakah ada perbedaan persepsi pada pedagang kaki lima tentang konsep

Business Entity ditinjau dari besarnya modal usaha?

3. Apakah ada perbedaan persepsi pada pedagang kaki lima tentang konsep

Business Entity ditinjau dari pengalaman berwirausaha?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business

Entity ditinjau dari tingkat pendidikan.

2. Untuk mengetahui persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business


(28)

3. Untuk mengetahui persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pengalaman berwirausaha.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pihak pengelola Universitas Sanata Dharma.

2. Bagi penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.


(29)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Persepsi

Sejak dilahirkan, individu secara langsung dengan dunia luar. Sejak itu pula seseorang akan menerima stimulus atau rangsangan dari luar.

Menurut Linda Davidoff (1981: 232) persepsi diartikan sebagai proses pemahaman yang terorganisir dan menggabungkan data-data indera untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari sekeliling kita.

Sedangkan menurut Thoha (1983:138), persepsi adalah proses pemahaman yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungan baik lewat pendengaran, penglihatan, pengkhayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi.

Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah pemahaman, menerima, pengorganisasian, dan mengimpretasikan rangsangan dari lingkungan melalui panca indra sehingga individu mengerti tentang yang diinderakan.

Menurut Thoha (1988: 1945), faktor yang mempengaruhi persepsi dibagi menjadi dua, yaitu faktor dari dalam dan luar, yaitu:

1. Faktor dari luar a. Intensitas


(30)

Prinsip intensitas dari perhatian dapat dinyatakan bahwa semakin besar intensitas stimulus dari luar, layaknya semakin besar pula hal itu dipahami.

b. Ukuran

Faktor ini menyatakan bahwa semakin besar untuk obyek semakin mudah untuk bisa diketahui atau dipahami.

c. Pengulangan (Repetition)

Dalam prinsip ini dikemukakan bahwa stimulus dari luar yang diulang akan memberi perhatian yang lebih besar dibanding dalam sekali lihat.

d. Gerakan (Moving)

Prinsip gerakan ini antara lain menyatakan bahwa orang akan memberikan banyak perhatian terhadap obyek yang bergerak dalam jangkauan pandangnya dibandingkan dari obyek yang diam.

e. Baru dan Familiar

Prinsip ini menyatakan bahwa baik situasi ekternal yang baru maupun yang sudah dikenal dapat dipergunakan sebagai penarik perhatian. 2. Faktor dari dalam

a. Proses belajar (learning)

Semua faktor dari dalam yang membentuk adanya perhatian kepada suatu obyek sehingga menimbulkan adanya persepsi adalah didasarkan dari kekompleksan kejiwaan. Kekompleksan kejiwaan ini selaras dengan proses pemahaman atau belajar dari motivasi yang dimiliki masing-masing.


(31)

b. Motivasi

Selain proses belajar dapat membentuk persepsi dari dalam lainnya yang juga menentukan terjadinyapersepsi antara lain motivasi dan kepribadian pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari proses belajar, tetapi keduanya juga mempunyai dampak yang amat penting dalam proses pemilihan persepsi.

c. Kepribadian

Dalam membentuk persepsi unsur ini sangat erat hubungannya dengan proses belajar dan motivasi mempunyai akibat tentang apa yang diperhatikan dalam menghadapi suatu situasi.

B. Business Entity

Business Entity atau yang lebih dikenal dengan istilah kesatuan usaha adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa dalam akuntansi, perusahaan dipandang sebagai suatu kesatuan usaha atau badan usaha yang berdiri sendiri, terpisah dari pemilik dan pihak lain yang menanamkan dana dalam perusahaan. Dengan konsep ini perusahaan menjadi pusat perhatian akuntansi dan menjadi pusat pertanggungjawaban. Dalam pelaporannya akuntansi mengambil sudut pandang bahwa perusahaan merupakan pihak yang harus melaporkan informasi keuangan kepada pemilik dan bukannya pemilik yang melaporkan pada pihak luar lainnya. Misalnya, akuntan yang bekerja pada perusahaan perorangan hanya akan melakukan pembukuan terhadap kegiatan


(32)

perusahaan tersebut dan bukan terhadap kegiatan, aktiva, atau hutang. (Ahmed Riahi, Belkaovi,2000: 176)

Akuntansi memandang pemilik sebagai pihak luar perusahaan dan karenanya transaksi pemilik dan pihak luar lainnya bukan merupakan transaksi yang menjadi objek akuntansi perusahaan yang bersangkutan. Konsep entitas usaha ini penting karena membatasi data ekonomi dalam sistem akuntansi terhadap data yang berhubungan langsung terhadap usaha.

Dari segi akuntansi, konsep kesatuan usaha tetap harus diterapkan dalam perusahaan berbentuk perseroan ataupun tidak. Dari segi administrasi yang baik, adalah hal yang sangat penting untuk memisahkan transaksi perusahaan dengan transaksi pemilik. Meskipun perusahaan tidak berbadan hukum, dan oleh karenanya perusahaan itu tidak memiliki hak milik atas kekayaan, akuntansi tetap memandang bahwa kekayaan yang digunakan untuk tujuan perusahaan adalah kekayaan milik perusahaan dan memandang pemilik sebagai sumber adanya kekayaan tersebut (penyedia dana). Dengan pandangan ini maka sebenarnya dapat dianggap bahwa perusahaan utang kepada pemilik dan oleh karena itu harus mempertanggungjawabkan penggunaan dana tersebut kepada pemilik. Anggapan adanya pemisahan fungsi pengelolaan dan pemilikan dalam perusahaan yang bukan perseroan menghendaki agar pemilik sebagai manajer dan pemilik sebagai pemilik dianggap orang yang berbeda dan berkedudukan terpisah. Dalam kenyataannya, hal ini sukar untuk dilaksanakan tetapi secara konsepsional memanglah harus demikian agar kerangka akuntansi menjadi jelas dan


(33)

operasional. Kalau pemisahan semacam itu dapat diterima secara konsepsional, maka laba perusahaan harus dianggap sebagai kenaikan kekayaan perusahaan. Kenaikan kekayaan tersebut baru menjadi laba pemilik setelah kekayaan tersebut dialihkan kepada pemilik berupa pengambilan oleh pemilik untuk kepentingan pribadi. Perbedaannya dengan badan hukum adalah bahwa dalam perusahaan perseorangan pengambilan kenaikan kekayaan tersebut tidak memerlukan tindakan yuridis resmi seperti pengumuman pengambilan deviden.

Batasan Kesatuan Usaha

Dengan konsep dasar kesatuan usaha persoalan yang timbul dalam akuntansi adalah menentukan batasan kesatuan usaha. Pada umumnya, yang disebut perusahaan adalah setiap usaha tertentu dengan satu pengelola (management). Konsep kesatuan usaha dalam akuntansi lebih menekankan pada kesatuan usaha ekonomik, daripada kesatuan yuridis. Karena itu untuk menentukan kesatuan usaha sebagai pusat pertanggungjawaban keuangan, pertimbangannya adalah secara ekonomik suatu kegiatan usaha dapat dianggap berdiri sendiri sebagai satu kesatuan. Secara ekonomik, seluruh perusahaan adalah merupakan satu kesatuan usaha dan karenanya standar akuntansi menghendaki agar laporan keuangan konsolidasi harus disusun. (Suwardjono,1989: 51)


(34)

C. Pedagang Kaki Lima

Sektor informal pedagang kaki lima merupakan fenomena yang sangat menarik perhatian. Sebenarnya istilah kaki lima yang terkenal sekarang ini merupakan warisan sejarah. Sebab istilah tersebut muncul pertama kali saat pemerintahan jajahan Inggris manguasai Indonesia.

Pada saat itu Raffles telah mengeluarkan peraturan penggunaan jalan,

yakni mengharuskan agar tepi kiri dan kanan jalan selebar lima feet bagi

pejalan kaki itu digunakan oleh pedagang untuk menggelar jualannya. Karena mereka berjualan di area lima feet tadi, kemudian dikenal sebagai pedagang kaki lima. (Hernawi, 1996: 50)

Pada ukuran lebar trotoar yang waktu itu dihitung dengan memakai

dasar ukuran feet, dalam istilah Bahasa Inggris diterjemahkan kaki yang

berukuran 31 sentimeter lebih. Pada saat itu lebar trotoar adalah lima kaki, untuk selanjutnya orang yang berjualan di atas trotoar disebut pedagang kaki lima (Hidayat, 1978:31)

Selain dari aspek kesejarahan, menurut Eridian (1993: 4) memberikan pengertian pedagang kaki lima adalah orang-orang dengan modal relatif kecil / sedikit berusaha untuk memenuhi kebutuhan kelompok konsumen tertentu dalam masyarakat. Usaha itu dilakukan pada tempat-tempat yang dianggap strategis dalam suasana informal.

Dalam perkembangan selanjutnya, pedagang kaki lima tidak lagi terbatas pada berjualan di atas trotoar, tetapi juga pedagang yang mengambil tempat atau lokasi di daerah keramaian umum seperti pertokoan, pasar,


(35)

terminal, dan sebagainya. Jenis barang yang diperdagangkan digolongkan dalam jenis makanan, non makanan dan jasa. Alat yang digunakan dalam bejualan dapat berupa pikulan, gerobak, tenda, dan sebagainya.

Jadi dengan demikian pedagang kaki lima adalah orang yang dengan modal relatif kecil berusaha di bidang produksi dan pengumpulan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan kelompok konsumen tertentu di dalam masyarakat dengan mengambil lokasi yang dianggap strategis. Ada beberapa pendapat tentang karakteristik pedagang kaki lima, yang pada dasarnya hampir sama. Seperti halnya menurut Julisar An-naf yang dikutip oleh Hidayat (1978:31-32), pedagang kaki lima memiliki ciri-ciri khusus antara lain:

1. Bergang kaki lima umumnya merupakan mata pencaharian pokok.

2. Para pedagang kaki lima pada umumnya tergolong angkatan kerja

produktif.

3. Tingkat pendapatan yang diperoleh relatif rendah.

4. Sebagian besar merupakan pendatang dari daerah dan belum

memiliki status kependudukan.

5. Mereka mulai berdagang antara 5-10 tahun yang lalu.

6. Sebelum menjadi pedagang kaki lima umumnya mereka tani dan

buruh.

7. Permodalan lemah dan omset penjualannya relatif kecil.

8. Belum berhubungan dengan bank dalam permodalan.

9. Umumnya mereka mempergunakan bahan pangan, sandang dan

kebutuhan-kebutuhan sekunder.

10.Pada hakekatnya mereka telah kena pajak dengan adanya retribusi

meupun pungutan tidak resmi.

Penjelasan tentang sosok pedagang kaki lima berdasarkan karakteristik menurut Hernawi (1996:53) adalah :

1. Berusaha di kaki lima pada umumnya bukan pekerjaan yang

dicita-citakan.

2. Pedagang kaki lima tersebut pada umumnya tergolong tingkat


(36)

3. Tingkat pendidikan mereka relaif rendah.

4. Sebagian besar dari mereka adalah pedagang dari luar kota dan

belum mendapat status sebagai penduduk parlemen.

5. Sebelum terjun di kaki lima mereka pada umumnya berprofesi

sebagai petani atau buruh rendah.

6. Modal diusahakan sendiri dan tidak punya hubungan dengan

lembaga keuangan perbankan.

7. Modal yang dimiliki sangat terbatasdemikian pula dengan omset

usaha serta profit yang diperoleh.

8. Kemampuan kewirausahaan relatif rendah demikian pula

kemampuan dalam pemupukan modal.

9. Jenis dagangannya sangat variatif , namun yang cukup dominan

adalah jenis pangan, sandang dan jenis kebutuhan sekunder lainnya.

10.Pada dasarnya mereka ikut terkena pajak dengan adanya retribusi

dan berbagai jenis pungutan lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kota Bandung Peneliti Fisipol UNPAR Bandung yang dikutip oleh Eridian (1993:28-29) memberikan ciri/karakteristik pedagang kaki lima sebagai berikut:

1. Sesuai dengan istilah pedagang, walaupun dalam hal ini istilah

pedagang kadang-kadang juga produsen, sekaligus pedagang. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa pedagan kaki lima berkecimpung apa yang dinamakan sektor informal.

2. Perkataan “kaki lima” memberikan konotasi bahwa umumnya

menjajakan barang-barang dagangan pada gelaran tikar di pinggir jalan atau depan toko-toko yang dianggap strategis. Kelompok pedagang yang menggunakan meja untuk berdagang, kereta dorong, dan kios-kios kecil masih kita golongkan pada kelompok pedagang kaki lima.

3. Para pedagang umumnya menjajakan bahan mekanan,

barang-barang konsumsi secara eceran.

4. Para pedagang kaki lima umumnya bermodal kecil.

5. Pada umumnya kualitas barang-barang yang diperdagangkan oleh

para pedagang kaki lima relatif rendah.

6. Volume omset pedagang pedagang kaki lima relatif tidak begitu

besar.

7. Para pembeli umumnya adalah merupakan pembeli berdaya beli

rendah.

8. Pada umumnya usaha pedagang kaki lima merupakan “family

enterprise” dimana istri dan anak-anak turut membentu dalam usaha tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.


(37)

9. Kalau pedagang kaki lima kita golongkan pada “enterprise” maka

usaha-usaha tersebut menunjukkan sifat-sifat khusus “one man

enterprise” atau dalam bahasa Belanda “ummanzal.”

10.Tawar menawar (bargaining) antara penjual dan pembeli

merupakan relasi ciri usaha pedagang kaki lima.

11.Sebagian dari pedagang kaki lima melaksanakan pekerjaannya

secara penuh, yaitu secara full job, sebagian lagi setengah jam kerja atau waktu senggang dalam rangka mencapai pendapatan nasional.

12.Ada pedagang kaki lima yang melaksanakan pekerjaannya secara

musiman dan kerap kali jenis harganya berubah-ubah.

13.Barang yang umumnya dijual pedagang kaki lima merupakan apa

yang dalam ilmu marketing dinamakan “convenience goods

jarang sekali mereka memperdagangkan “specially goods

14.Pedagang kaki lima pada umumnya ada dalam suasana perasaan

tidak tenang. Seringkali mereka diliputi perasaan takut kalau-kalau usaha mereka diberhentikan oleh TIBUM (Tim Penertib Umum) sehingga mereka bermain kucing-kucingan dengan pihak yang berwajib.

15.Masyarakat umum beranggapan, bahwa pedagang kaki lima adalah

kelompok yang menduduki status sosial yang rendah dalam tangga kemasyarakatan, walaupun hati kecil mereka mengakui bahwa kelompok ini memenuhi kebutuhan tertentu.

16.Mengingat faktor yang bertentangan dengan kepentingan, maka

kelompok pedagang kaki lima merupakan kelompok yang sulit bersatu dalam bidang ekonomi walaupun perasaan setia kawan cukup kuat.

17.Jam dan waktu kerja pedagang kaki lima tidak menujukkan pola

yang yang tetap yang mana merupakan salah satu ciri perusahaan perseorangan.

18.Pada pedagang kaki lima terdapat jiwa enterprenurship yang kuat, walaupun faktor saling mengintimidasi usaha pedagang yang lain berhasil cukup dilakukan secara intensif.

Walaupun pedagang kaki lima merupakan sektor pinggiran namun eksistensi sektor ini memberikan banyak kesempatan kerja yang umumnya sulit didapat di negara-negara berkembang. Dipandang dari segi keamanan, sektor ini bisa berfungsi sebagai katup pengaman yaitu memberikan kesempatan kesibukan kerja usaha kecil-kecilan dengan usaha dagang atau jual beli (Tadjudin, 1995:23). Tanpa katup pengaman tersebut kemungkinan


(38)

akan timbul banyak kekerasan dan rasa tidak puas. Dengan demikian dunia pedagang kaki lima menduduki fungsi ekonomi kota sekaligus turut membantu menciptakan kehidupan sosial ekonomi kota yang selaras dan serasi.

1. Kekuatan-kekuatan yang dimiliki pedagang kaki lima:

• Pedagang kaki lima memberikan kesempatan kerja yang

umumnya sulit didapat pada negara-negara sedang berkembang. Merupakam mata rantai terakhir, mengingat sifatnya sebagai pedagang eceran dalam jaringan distribusi produsen ke konsumen akhir.

• Dalam prakteknya mereka biasa menawarkan barang dan jasa

dengan harga bersaing mengingat mereka tidak dibebani masalah pajak.

• Sebagian besar masyarakat kita lebih senang berbelanja pada

pedagang kaki lima mengingat faktor kemudahan dan barang-barang yang ditawarkan relatif murah (terlepas dari perkembangan kualitas) Selain itu juga dimungkinkan pembelian secara kredit jika sudah terjalin hubungan timbal balik antara penjual dan pembeli.

2.Kelemahan-kelemahan yang dimiliki pedagang kaki lima:

• Mereka dapat dimasukan ke dalam kelompok marginal dan sub

marginal dengan modal kecil, sehingga laba yang dihasilkan juga kecil. Padahal banyak anggota keluarga yang tergantung pada hasil dan laba tersebut. Oleh karena itu terciptalah keadaan dimensi hasil yang mereka capai pas-pasan untuk sekedar hidup.

• Disebabkan oleh kurangnya pendidikan dan tekhnikal training

maka unsur efisiensi kurang mendapat perhatian seperti masalah populasi dan faktor higienis sebagai produk sampingan yang negatif.

• Di kalangan pedagang kaki lima sering terdapat faktor imidasi

yang berlebihan, menyebabkan suatu jenis usaha tertentu menjadi terlampau padat.

• Seringkali terdapat unsur penipuan dan penawaran dengan

harga tinggi yang berlebih-lebihan, sehingga menyebabkan citra/image masyarakat tentang keberadaan pedagang kaki lima kurang begitu positif. (Adi Sasono,1980:62-64)


(39)

D. Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan

Pada umumnya sementara orang beranggapan bahwa bila berbicara masalah pendidikan maka orientasinya ke dunia sekolah. Mereka kurang menyadari bahwa pendidikan seseorang diperoleh tidak hanya melalui pendidikan sekolah saja, tetapi dari luar sekolah seperti keluarga, kelompok belajar dan masyarakat. Hal ini membawa konsekuensi yang lebih luas yakni proses pendidikan bukan berarti hanya belajar di sekolah, tetapi dapat berlangsung satiap saat dan dimanapun.

Pengertian pendidikan menurut Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang (1995:5) adalah aktifitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribabdiannya dengan jalan membina potensi pribadinya. Yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta, dan budi nurani) dan jasmani (panca indera serta ketrampilan).

Pendidikan mempunyai arti yang berbeda-beda, karena itu semua tergantung dengan deinisi yang dikemukakan oleh para ahli. Akan tetapi pengertian dari definisi tersebut mempunyai arti yang hampir sama.

• Menurut Heidjrachman et al (2000:77)

Pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk di dalamnya peningkatan penguasaan teori dan ketrampilan memutuskan terhadap persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai tujuan.


(40)

Pendidikan adalah keseluruhan proses teknik dan metode belajar mengajar dalam rangka mengalihkan sesuatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain sesuai standar yang telah ditetapkan.

Dari beberapa definisi tentang pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya adalah penyiapan seseorang untuk memasuki kehidupan di masa yang akan datang yang dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan.

2. Pendidikan Sekolah dan Luar Sekolah

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses yang berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu pendidikan merupakan bersama antar keluarga, masyarakat dan pemerintah. Dalam masyarakat industri, dunia kerja menuntut tenaga kerja yang terlatih profesional dan memiliki keahlian serta ketrampilan tertentu. Untuk memenuhi tuntutan dunia kerja tersebut, lembaga-lembaga pendidikan baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal merupakan tempat latihan dan pengembangan bagi tenaga kerja yang kompeten. (Wuraji, 1988:37)

Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang (1995:7) mengemukakan tetang pembagian pendidikan adalah sebagai berikut:

• Pendidikan informal, ialah pendidikan yang diperoleh seseorang

dirumah dalam lingkungan keluarga.

• Pendidikan formal, ialah pendidikan yang mempunyai bentuk atau

organisasi tertentu.


(41)

Menurut Sistem Pendidikan Nasional (UU no 2 tahun 2003 pasal 10) mengemukakan bahwa pendidikan terbagi atas :

• Pendidikan persekolahan, mencakup berbagai jenjang pendidikan, dari

tingkat Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi.

• Pendidikan Luar Sekolah, terbagi menjadi pendidikan non formal yang

mencakup lembaga pendidikan di luar sekolah, misalnya ; kursus, seminar,kejar paket A. Dan pendidikan informal yang mencakup pendidikan keluarga, masyarakat dan program-program sekolah, misalnya ceramah di radio/tv dan informasi yang mendidik dalam surat kabar atau majalah.

Kemudian didukung oleh Tadjudin Noer Efendi dan Chris Manning (1991:45) menyimpulkan bahwa (usaha di sektor informal dalam hal pendidikan) tingkat pendidikan merupakan pendidikan terakhir yang ditempuh oleh seorang pedagang yang melalui pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Tingkat pendidikan sekolah adalah pendidikan terakhir yang ditempuh oleh seorang pedagang, sedangkan untuk luar sekolah pengetahuan dan ketrampilan sebelum dan sedang berlangsungnya usaha tersebut.

Pendidikan formal yang sering disebut pendidikan persekolahan, berupa rangkaian jenjang pendidikan yang telah baku, mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai dengan perguruan tinggi. (Umar Tirtarahardja dan La Sulo,1994:78). Dalam UU no 2 tahun 2003 pasal 16 ayat 1 tentang sistem pendidikan nasional, dijelaskan bahwa dalam jalur pendidikan formal ada berbagai jenjang pendidikan, yang meliputi:

• Pendidikan dasar, yang biasa dikenal dengan pendidikan dasar

sembilan tahun, yaitu pendidikan SD enam tahun ditambah SMP tiga tahun.

• Pendidikan Menengah, adalah pendidikan untuk melanjutkan dan


(42)

anggota masyarakat yang memiliki kemampuan memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungan, dunia kerja, dan dapat melanjutkan di Perguruan Tinggi.

• Pendidikan Tinggi, merupakan lanjutan pendidikan menengah untuk

menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis/profesional, yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan kesenian.

Dari uraian mengenai jenjang persekolahan atau tingkat-tingkat yang ada pada pendidikan formal, dapat dimengerti bahwa pendidikan merupakan proses yang berkelanjutan. Oleh karena itu setiap tingkat atau jenjang pendidikan itu harus dilaksanakan secara tertib, dalam arti tidak bisa terbalik letak penempatannya. Setiap jenjang atau tingkatan mempunyai tujuan dan Mteri pelajaran yang berbeda-beda.

Pendidikan luar sekolah dibagi menjadi dua yaitu pendidikan non formal dan in formal. Pendidikan non formal atau pendidikan luar sekolah menurut Ary H Gunawan (1995:63) adalah :

Semua usaha sadar yang dilakukan untuk membantu perkembangan kepribadian sera kemampuan anak dan orang dewasa diluar sistem persekolahan melalui pengaruh yang sengaja dilakukan melalui beberapa sistem dan metode penyampaian seperti kursus, bahan bacaan, radio,televisi, penyuluhan dan medi komunikasi lainnya.

Dari ketiga pendidikan tersebut, pendidikan informal adalah yang paling dahulu dikenal dan paling penting peranannya. Hal ini disebabkan dalam masyarakat sederhana satu-satunya bentuk pendidikan yang dikenal adalah pendidikan informal.

Pendidikan informal menurut Zahara Idris (1990:58) mengemukakan bahwa:


(43)

Pendididkan informal adalah proses pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar. Pada umumnya tidak teratur dan sistematis, sejak seseorang lahir sampai mati, seperti di dalam keluarga, tetangga, pekerjaan, hiburan, pasar atau di dalam pergaulan sehari-hari. Walaupun demikian pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan seseorang. Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan yang pertama dan utama bagi setiap manusia. Seseorang lebih banyak berada dalam rumah tangga dibandingkan dengan tempat-tempat lain, sampai umur tiga tahun seseorang akan berada di rumah tangga. Pada masa itulah diletakkan dasar-dasar kepribadian.

Pendidikan informal bagi pedagang kaki lima sangat erat dalam kehidupan sehari-hari karena mereka terbiasa menghadapi berbagai konsumen dan harus dapat memahami perkembangan masyarakat untuk suatu usahanya dan dapat menambah profit/laba.

E. Modal Usaha

Faktor produksi modal merupakan faktor yang penting dan mempunyai arti yang lebih menonjol dalam kegiatan usaha, karena modal usaha merupakan urat nadi bagi suatu kegiatan usaha. Sehingga masalah modal usaha merupakan persoalan yang tak pernah berakhir mengingat hal ini mengandung banyk aspek. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menurut Poerwodarminto (1976:595), modal diartikan sebagai uang yang dipakai sebagai pokok (induk) untuk berdagang, melepas uang dan sebagainya, harta benda (uang, barang dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk mengasilkan sesuatu yang dapat menambah kekayaan.

Selanjutnya pengertian dari Poerwodarminto (1976: 506 ) adalah :

1. Kegiatan dengan menggerakan tenaga kerja, pikiran atau badan untuk

mencapai suatu maksud; Pekerjaan (perbuatan, prakarsa, ikhtiar) untuk mencapai sesuatu.


(44)

2. Pengertian di bidang perdagangan (bertujuan mencari laba); perdagangan; perusahaan.

Untuk selanjutnya pembicaraan mengenai modal ini sudah termasuk di dalamnya modal usaha, karena menurut pengertian modal seperti di atas pengertian dari usaha sudah terkandung di dalamnya.

Kemudian Bambang Priyanto (1990:11-12) mengungkapkan bahwa modal merupakan ikhtisar neraca suatu perusahaan yang menggambarkan selain adanya modal kongkrit (setelah debet) dan modal abstrak (sebelah kredit), juga menunjukkan suatu bentuk modal lain yang disebut modal aktif (debet) dan modal pasif (kredit). Jadi pengertian modal usaha dapat dikatakan merupakan ikhtisar dari neraca perusahaan yang terletak di sebelah debet dan kredit dimana sebelah debet disebut modal aktif dan di sebelah kredit disebut modal pasif.

Berdasarkan cara dan lamanya, modal aktif dibedakan sebagai berikut:

1. Modal Lancar

Menurut Bambang Priyanto (1990:10) modal lancar diartikan sebagai aktiva yang habis dalam satu kali perputaran proses produksi dan proses perputarannya dalam jangka waktu pendek. Engan kata lain aktiva lain merupakan aktiva yang dapat diuangkan dalam jangka waktu pendek. Selanjutnya menurut pandangan Munawir (1990:16) dikatakan:

Modal lancar adalah kekayaan perusahaan dalam bentuk uang tunai dan komponen-komponen lain yang mudah menjadi uang dalam waktu kurang dari satu tahun serta beredar dalam lingkungan perusahaan, diantaranya adalah uang tunai, simpanan di


(45)

bank, piutang dagang, surat-surat berharga, persediaan barang dan sebagainya.

2. Modal tetap

Ada beberapa pendapat yang menyatakan pengertian dari modal tetap diantaranya juga Bambang Priyanto (1990:10) yang mengatakan bahwa modal tetap merupakan aktiva yang tahan lama yang tidak atau secara berangsur habis turut serta dalam proses produksi. Dan ditinjau dari lamanya perputaran, aktiva tetap adalah aktiva yang mengalami proses perputaran dalam jangka waktu panjang atau lebih dari satu tahun.

Kemudian sejalan dengan hal tersebut menurut Abas Kartadinata (1983:3) menyatakan:

“Aktiva tetap adalah alat-alat produksi than lama yang tidak terpakai habis dalam satu kali proses produksi dan oleh sebab itu baru dalam jangka waktu lama perlu diganti.”

Dari pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya aktiva tetap adalah aktiva yang digunakan dalam jangka panjang (lebih dari 1 tahun) dan tidak habis dalam satu kali proses produksi. Kemudian mengenai modal pasif Abas kartadinata (1983:3-4) juga mengatakan bahwa:

“Modal pasif merupakan modal yang memperhatikan dengan cara bagaimana perusahaan-perusahaan memperoleh dana-dana yang diperlukan untuk membiayai modal aktifnya. Modal pasif terbagi menjadi tiga bagian, yaitu modal sendiri, pinjaman jangka panjang, dan pinjaman jangka pendek.”


(46)

Dengan demikian secara umum modal merupakan ikhtisar dari neraca perusahaan yang tertera di sebelah debet sebagai modal aktif yang menggambarkan bentuk-bentuk seluruh dana yang diperoleh dan ditanamkan perusahaan sehingga dapat menunjukkan struktur keuangan perusahaan. Sedangkan di sebelah kredit sebagai modal pasif menggambarkan sumber-sumber dana, sehingga dapat menunjukkan struktur financial dan struktur modal perusahaan.

Kembali ditegaskan lagi menurut Abas Kartadinata (1983:8) dengan menytakan lebih terinci bahwa:

Modal aktif dibedakan menjadi aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva lancar dibedakan lagi menjadi modal kerja dan alat-alat lancar. Alat-alat lancar terdiri dari uang kas, piutang yang dapat ditagih, seketika dan surat-surat berharga yang seketika dapat diuangkan. Sementara aktiva tetap terdiri dari bangunan/gedung, mesin-mesin, peralatan kantor, dan sebagainya.

Kemudian Abas kartadinata (1983:10) menyimpulkan bahwa modal usaha adalah sejumlah nilai pokok modal aktif dan pasif yang dimiliki dan digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kegiatan usahanya setiap hari, baik berupa total nilai uang, barang-barang maupun peralatan-peralatan yang dapat dihitung dalam satuan rupiah.

Oleh karena itu tersedianya modal usaha yang cukup akan sangat mempengaruhi kelancaran usaha para pedagang kaki lima. Hal ini didukung oleh pendapat Munawir (1986:114), bahwa :

Adanya modal kerja yang cukup memungkinkan bagi perusahaan untuk beroperasi seekonomis mungkin dan perusahaan tak akan mengalami kesulitan karena adanya krisis keuangan. Akan tetapi adanya modal kerja yang berlebihan menunjukkan adanya dana yang tidak produktif dan hal ini akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan, karena adanya


(47)

kesempatan untuk memperoleh keuntungan telah disia-siakan. Sebaliknya adanya ketidak cukupan modal kerja atau mismanajemen merupakan sebab utama gagalnya perusahaan.

F. Pengalaman Berwirausaha F. 1. Pengalaman

Pengalaman menurut Kamus Bahasa Indonesia dapat diartikan apa yang sudah dialami. (Muhammad Ali :301) Sedangkan Manullang (1987:54) berpendapat bahwa orang yang berpengalaman selalu akan lebih pandai dari mereka yang sama sekali tidak didukung mempunyai pengalaman.

Dari pendapat di atas dapat diartikan bahwa seseorang yang sering mengulangi suatu pekerjaan dikatakan sebagai orang yang berpengalaman dalam bidang tersebut. Bila pengalaman dikaitkan dengan pekerja, maka dapat diartikan bahwa pengalaman adalah sesuatu atau hal-hal yang telah dirasakan , diketahui, dilakukan/dikerjakan sehubungan dengan penyelesaian suatu pekerjaan atau aktivitas usaha tertentu. Adapun pengalaman tersebut tidak terlepas dari intensitas pengulangan dan dimanifestasikan dalam sejumlah masa kerja.

E. 2. Wirausaha

1. Pengertian Wirausaha

Kata wirausaha sudah sering kali didengar di lingkungan akademisi, bisnis atau di lingkungan masyarakat secara umum atau di dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi sebagian dari masyarakat menilai


(48)

wirausaha sama dengan pengusaha yang mendirikan usaha sendiri kemudian memimpin pengelolaan usahanya tersebut. Tetapi beberapa ahli ekonomi mengartikan seorang wirausaha berbeda dengan pengusaha. Seperti pendapat ahli di bawah ini, yang berpendapat wirausaha bukanlah sekedar pengusaha melainkan pengusaha yang sukses karena memiliki ciri-ciri serta kemampuan tertentu untuk menciptakan sesuatu yang baru (Subanar, 2001:11) berikut ini adalah pendapat beberapa ahli tentang wirausaha:

a. Scumpeter, 1930

Wirausaha adalah orang yang memutuskan atau mengambil alih resiko dalam memperkenalkan produk atau jasa yang baru untuk memajukan perekonomian dan mencapai tujuannya.

b. Webster

Wirausaha adalah orang yang mengorganisir, mengelola, serta menanggung resiko atas keputusan bisnisnya tersebut.

c. Fillion, 1998

Wirausaha adalah orang yang imajinatif, yang ditandai oleh kemampuannya dalam menetapkan sasaran-sasaran itu. Juga memiliki kesadaran tinggi untuk menemukan peluang-peluang, membuat keputusan dengan menerapkan inovasi yang memiliki resiko moderat.

d. Kamus Besar bahasa Indonesia Balai Pustaka 1989

Wirausaha adalah orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk


(49)

mengadakan produk baru, mengatur permodalan operasinya, serta memasarkannya.

Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa wirausaha adalah orang yang mampu mengoptimalkan potensi ekonomis yang ada pada dirinya atau di sekitarnya dengan resiko yang moderat dan mampu mengembangkan dengan mandiri serta mampu mengelola usahanya tersebut mulai dari perencanaan, operasi, kontrol menjadi bisnis yang disadari pembuatan keputusan bisnis yang tepat sesuai dengan perkembangan pasar.

2. Karakteristik Wirausaha

Menurut Mc Clelland wirausaha memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Keinginan untuk berprestasi

Keinginan atau dorongan dalam diri untuk memotivasi perilaku ke arah pencapaian tujuan. Dimana pencapaian tujuan merupakan tantangan bagi kompetensi individu.

b. Keinginan untuk bertanggungjawab

Seorang wirausaha seharusnya memilih menggunakan sumber daya sendiri dengan cara bekerja sendiri untuk mencapai tujuan dengan tanggungjawab sendiri terhadap hasil yang dicapai.

c. Preferensi pada resiko-resiko menengah

Wirausaha bukan penjudi, maka dari itu mereka memilih menetapkan tujuan-tujuan yang membutuhkan tingkat kinerja yang


(50)

tinggi. suatu tingkatan yang memerlukan usaha keras dan dipercaya dapat mereka penuhi.

d. Persepsi pada kemungkinan berhasil

Keyakinan atas kemampuan untuk berhasil dengan berdasarkan fakta-fakta yang dipelajari dengan penilaian yang obyektif.

e. Rasa ingin tahu terhadap rangsangan oleh umpan balik

Wirausaha selalu ingin mengetahui bagaimana hal yang mereka kerjakan, apakah umpan baliknya baik atau buruk. Mereka dirangsang untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi dengan mempelajari seberapa efektif usaha mereka.

f. Aktifitas yang energik

Wirausahawan menunjukan energi yang jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata orang mereka bersifat aktif dan memiliki proporsi waktu yang besar dalam mengerjakan tugas dengan cara baru.

g. Orientasi ke masa depan

Seorang wirausaha melakukan perencanaan dan berfikir ke depan. Mereka mencari dan mengantisipasi kemungkinan yang terjadi jauh di masa depan.

h. Ketrampilan dalam pengorganisasian

Wirausaha akan menunjukkan ketrampilan dalam mengorganisasi kerja dan orang-orang dalam pencapaian tujuan.


(51)

Keuntungan finansial adalah menjadi nomor dua jika dibandingkan dengan arti penting dari prestasi kerja mereka. Mereka hanya memandang uang sebagai lambang konkret dari tercapainya tujuan dan sebagai kompetensi mereka.

3. Penentuan potensi wirausaha

Potensi menjadi wirausaha yang sukses dapat diketahui bila seseorang memiliki kemampuan dalam beberapa hal di bawah ini: (Wiratmo, 1995:5)

a. Kemampuan inovatif

Inovasi sangat penting karena hal tersebut berarti perbaikan barang dan jasa yang ada, menciptakan barang dan jasa yang baru, atau mengkombinasikan unsur-unsur produksi yang ada dengan cara-cara baru.

b. Toleransi terhadap kemenduaan

Yaitu kemampuan untuk berhubungan dengan hal-hal yang tidak terstruktur dan tidak bisa diprediksi.

c. Keinginan untuk berprestasi

Keinginan untuk berprestasi menandakan seseorang tidak kenal menyerah di dalam mencapai tujuan yang telah mereka tetapkan sendiri.

d. Kemampuan perencanaan realistis mampu menetapkan tujuan

yang menantang tapi tidak bisa untuk diterapkan.


(52)

Kepemimpinan yang mengarahkan semua usaha dalam organisasi dipusatkan untuk mencapai tujuan utama organisasi tersebut.

f. Objektivitas

Kemampuan berfikir dan bertindak secara obyektif di dalam mengarahkan pemikiran dan aktivitas kewirausahaan dengan cara pragmatis.

g. Tanggung jawab pribadi

Wirausaha harus mampu memikul tanggung jawab pribadi. Mereka menetapkan tujuan sendiri dan memutuskan bagaimana mencapai tujuan tersebut dengan kemampuan mereka sendiri.

h. Kemampuan beradaptasi

Seorang wirausaha hendaknya dibekali kemampuan unutuk beradaptasi dengan lingkungan. Sehingga mampu menilai situasi secara obyektif dan merumuskan rencana-rencana baru untuk menghadapinya.

i. Kemampuan sebagai pengorganisasi dan administrator

Wirausaha diharuskan memiliki kemampuan untuk mengorganisasi dan administrasi di dalam mengidentifikasi dan mengelompokkan orang-orang berbakat untuk mencapai tujuan.

F. Kerangka Berfikir

1. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari tingkat pendidikan.


(53)

Pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk di dalamnya peningkatan penguasaan teori dan ketrampilan memutuskan terhadap persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai tujuan.

Sedangkan Business Entity atau yang lebih dikenal dengan istilah kesatuan usaha adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa dalam akuntansi, perusahaan dipandang sebagai suatu kesatuan usaha atau badan usaha yang berdiri sendiri, terpisah dari pemilik dan pihak lain yang menanamkan dana dalam perusahaan. Jika tingkat pendidikan pedagang kaki lima relatif tinggi, maka akan semakin besar pula pengetahuannya, khususnya ilmu ekonomi yang dapat menunjang usahanya. Dan dapat ia terapkan dalam kegiatan usahanya. Seorang pengusaha yang memiliki pendidikan tinggi cenderung akan berfikir lebih rasional dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

2. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari besarnya modal usaha.

Modal diartikan sebagai uang yang dipakai sebagai pokok (induk) untuk berdagang, melepas uang dan sebagainya, harta benda (uang, barang dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk mengasilkan sesuatu yang dapat menambah kekayaan.

Jika seorang pedagang kaki lima memiliki modal yang cukup besar, maka ia akan mengelola keuangannya dengan sebaik-baiknya sehingga nantinya dapat menhasilkan laba yang lebih besar dari pada


(54)

modal awalnya.. Sehingga selalu melakukan pencatatan setiap terjadinya transaksi untuk mempermudah penghitungan laba usaha.

3. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pengalaman berwirausaha.

Pengalaman dapat diartikan apa yang sudah dialami. Sedangkan orang yang berpengalaman selalu akan lebih pandai dari mereka yang sama sekali tidak didukung mempunyai pengalaman.

Dengan pengalaman berwirausaha yang cukup lama, seorang pedagang akan lebih memahami tentang usaha, persaingan, pencatatan dan sebagainya dibandingkan dengan seseorang yang baru saja menjalani usahanya tanpa pengalaman.

Gambar kerangka berfikir:

Dari gambar di atas maka dapat diketahui kerangka berfikir adalah untuk mencari:

Tingkat Pendidikan Variabel X1

Besarnya Modal Usaha Variabel X2

Pengalaman Berwirausaha Variabel X2

Persepsi Pedagang Kaki Lima tentng Konsep

Business Entity


(55)

1. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari tingkat pendidikan.

2. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari besarnya modal usaha.

3. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pengalaman berwirausaha.

G. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan penelitian yang biasa dirumuskan dalam bentuk yang dapat diuji secara empirik. Berdasarkan landasan di atas, peneliti mengajukan hipotesis sebagai dasar pengumpulan data, yaitu:

1. Tingkat pendidikan mempengaruhi perbedaan persepsi pedagang kaki lima

tentang konsep Business Entity.

2. Besarnya modal usaha mempengaruhi perbedaan persepsi pedagang kaki

lima tentang konsep Business Entity.

3. Pengalaman berwirausaha mempengaruhi perbedaan persepsi pedagang


(56)

34

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus. Yang mempelajari secara intensif tentang latar belakang sekarang, dan interaksi lingkungan sesuatu unit sosial, individu, kelompok, lembaga atau masyarakat.

Penelitian ini akan melihat dan membandingkan tingkat perbedaan

pemahaman Business Entity pada pedagang kaki lima ditinjau dari tingkat

pendidikan, besarnya modal usaha dan pengalaman berwirausaha.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada pedagang kaki lima yang tergabung dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta. (Taman Kuliner Condong Catur dan Resto PKL Mrican)

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Oktober 2008.

C. Subyek dan Obyek Penelitian


(57)

Subyek Penelitian bagian yang terlibat dalam penelitian dan yang terkait dalam penelitian. Subyek penelitian ini adalah Pedagang Kaki Lima yang tergabung dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogykarta.

2. Obyek Penelitian

Obyek Penelitian merupakan suatu yang menjadi titik perhatian dalam suatu penelitian. Obyek penelitian ini adalah tingkat pemahaman Business Entity pada pedagang kaki lima, tingkat pendidikan, besarnya modal usaha, dan pengalaman berwirausaha.

D. Populasi

1. Populasi

Populasi adalah totalitas semua nilai mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap, hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif dan jelas, yang ingin dipelajari sifat-sifatnya (Arikunto, 1996:5). Populasi penelitian ini adalah pedagang kaki lima yang tergabung dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta yang berjumlah kurang lebih 72 orang. Yaitu Resto PKL Mrican dan Taman Kuliner Condong Catur Depok Sleman Yogyakarta. Tetapi ada berbagai macam hal yang mengakibatkan banyak pedagang kaki lima di tempat tersebut tidak berdagang lagi. Sehingga jumlah yang tersebar adalah 60 angket. Dan hanya dapat kembali sebanyak 50 angket.


(58)

E. Tekhnik Pengumpulan Data

Tekhnik pengumpulan data adalah cara-cara yang ditempuh untuk memperoleh data sesuai dengan data yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini tekhnik pengumpulan data yang digunakan yaitu:

1. Kuesioner

Kuesioner adalah metode pengumpulan data dengan memberikan

pertanyaan dalam bentuk tertulis mengenai tingkat pemahaman Business

Entity pada pedagang kaki lima, tingkat pendidikan pedagang kaki lima, besarnya modal usaha yang dimiliki pedagang kaki lima, dan pengalaman berwirausaha sebagai pedagang kaki lima. Dengan menggunakan sejumlah daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk diisikan dengan jawaban yang sesuai dengan keadaan responden yang sebenarnya.

F. Operasionalisasi Variabel 1. Business Entity

Business Entity adalah suatu konsep yang sebaiknya dimiliki dan diterapkan oleh para pedagang kaki lima dalam menjalankan usahanya. Karena konsep ini mengatakan bahwa dalam akuntansi, usaha dipandang sebagai suatu kesatuan yang berdiri sendiri. Maka dalam menjalankan usahanya, para pedagang kaki lima harus bisa memisahkan antara laba dan modal usahanya dengan kekayaan pribadinya. Berikut adalah tabel operasionalisasinya:


(59)

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep Business Entity

No Butir Variabel Indikator

Positif Negatif 1. pencatatan

usaha

2. pemisahan kekayaan

1. Mencatat pengeluaran belanja sebagai beban usaha.

2. Mencatat pengeluaran sehari-hari dalam keluarga

3. Mencatat pengeluaran belanja usaha dengan pengeluaran sehari-hari keluarga menjadi satu. 4. Mencocokan catatan dengan

untung setelah selesai berdagang. 5. Pemasukan usaha merupakan

pendapatan.

6. Pengeluaran penerangan berdagang merupakan beban usaha.

7. Mencatat pengeluaran listrik yang digunakan dalam keluarga.

8. Mencatat pengeluaran bensin yang digunakan untuk keluarga.

9. Pengeluaran bensin untuk berdagang merupakan beban usaha.

10. Sewa tempat usaha merupakan beban usaha.

11. Mencatat pengeluaran untuk retribusi sebagai beban usaha. 12. Pengeluaran pinjaman merupakan

beban usaha.

13.Membutuhkan bantuan orang lain

untuk mencatat pengeluaran dan pemasukan yang terjadi dalam usaha.

14. Harta usaha dan harta pribadi 15. Memisahkan harta usaha dengan

harta pribadi.

16. Harta pribadi dicatat sebagai modal jika dipakai dalam operasi usaha.

17. Mencatat harta pribadi yang digunakan dalam usaha.

1 2 4 5 6 7 8 9 10 12 13 14 16 3 11 15 17


(60)

18. Menggunakan harta pribadi untuk keperluan usaha

19. Setiap anggota keluarga apabila membeli dagangan sediri, dicatat sebagai pendapatan usaha

20 Setiap anggota keluarga apabila membeli dagangan sendiri, dianggap gratis.

19

18

20

Indikator tersebut dituangkan dalam bentuk kuesioner dan setiap

pernyataan dalam kuesioner akan dinyatakan dalam bentuk Skala Likert.

Peberian skor dalam setiap pernyataan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2

Skor Pernyataan Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep Business Entity

Jawaban Pernyataan positif Pernyataan Negatif

Sangat Setuju Setuju

Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

4 3 2 1 1 2 3 4

2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan yang dimaksudkan ialah pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh pedagang kaki lima. Dalam hal ini pendidikan formal adalah tingkat pendidikan tertinggi yang berhasil diselesaikan oleh pedagang kaki lima yang dikelompokan sebagai berikut:

1 Lulus Diploma atau Perguruan Tinggi skor 5 2 Lulus SMA skor 4

3 Lulus SMP skor 3 4 Lulus SD skor 2 5 Tidak sekolah skor 1


(61)

3. Modal Usaha

Modal usaha yaitu sejumlah nilai pokok yang dimiliki dan digunakan oleh perusahaan (pedagang kaki lima) untuk membiayai kegiatan usaha dagangnya setiap hari, baik berupa total nilai uang, barang dagangan maupun peralatan yang dapat dihitung dalam satuan rupiah yang dikelompokkan sebagai berikut:

a. > Rp3.000.000 skor 5

b. Rp2.250.001 – Rp3.000.000 skor 4 c. Rp1.500.001 – Rp2.250.000 skor 3 d. Rp750.001 – Rp1500.000 skor 2 e. < Rp 750.000 skor 1

4. Pengalaman berwirausaha

Pengalaman menurut Kamus Bahasa Indonesia dapat diartikan apa yang sudah dialami. Sedangkan berwirausaha adalah orang yang mampu mengoptimalkan potensi ekonomis yang ada pada dirinya atau di sekitarnya dengan resiko yang moderat dan mampu mengembangkan dengan mandiri serta mampu mengelola usahanya tersebut mulai dari perencanaan, operasi, kontrol menjadi bisnis yang disadari pembuatan keputusan bisnis yang tepat sesuai dengan perkembangan pasar. Pengalaman berwirausaha dikelompokkan sebagai berikut:

a. > 20 tahun skor 5 b. 15,1 s/d 20 tahun skor 4 c. 10,1 s/d 15 tahun skor 3


(62)

d. 5,1 s/d 10 tahun skor 2 e. < 5 tahun skor 1

G. Uji Instrumen Penelitian

1. Pengujian Validitas kuesioner

Suatu alat ukur dikatakan valid atau sahih apabila suatu alat pengukur tersebut dapat mengukur apa yang ingin diukur dengan tepat atau teliti. Pengujian kevalidan alat ukur dapat menggunakan metode analisis butir dengan menguji apakah item telah mengungkapkan faktor atau indikator yang ingin diselidiki.

a. Tekhnik Pengujian Validitas

Arikunto (1996:170) menyatakan perhitungan korelasi product

moment dari Karl Pearson dengan rumus

( )( )

( )

{

2 2

}

{

2

( )

2

}

,

y y N x x N y x xy N Rxy ∑ − ∑ ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ = Dengan:

ƒ N = total responden

ƒ

y = nilai dari total butir jawaban responden

ƒ

x = nilai dari item atau jawaban responden

besarnya nilai koefisien r didasarkan pada taraf signifikansi 5%. Apabila nilai r lebih besar dari nilai r tabel mka item tersebut dinyatakan valid. Sebaliknya jika nilai r kurang dari r tabel maka item tersebut dinyatakan tidak valid.


(63)

b. Hasil Uji Validitas

Syarat suatu instrumen penelitian adalah harus dapat diukur derajat ketepatan tentang isi atau arti sebenarnya dari apa yang diukur (validitas) dan taraf kepercayaan yang ditujukan oleh instrumen (reliabilitas).

Untuk mengukur tingkat validitasnya digunakan korelasi product moment Coefficient of Correlation. Dalam penelitian ini, uji validitas

dilakukan dengan bantuan SPSS for Windows versi 12.00. Dalam

menentukan butir instrumen valid atau tidak, r tabel terlebih dahulu dibandingkan dengan r hitung. Apabila r hitung > r tabel maka butir pertanyaan dinyatakan valid dan sebaliknya apabila r hitung < r tabel maka butir instrumen tersebut dinyatakan tidak valid. Dari hasil perhitungan dk = n – 2 dan α = 0.05 ( dk = 50 – 2 = 48, α = 0.05 ) diperoleh r tabel sebesar 0,187.

Berdasarkan uji tingkat validitas butir pada variabel persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Bussines Entity dapat dilihat pada tabel III.I di bawah ini:

Tabel III.3

Rangkuman Uji Validitas untuk Persepsi Pedagang Kaki Lima tentang konsep Business Entity

No Butir r tabel r hitung Kesimpulan

1 0.187 0.290 valid


(64)

3 0.187 0.462 valid

4 0.187 0.582 valid

5 0.187 0.759 valid

6 0.187 0.647 valid

7 0.187 0.697 valid

8 0.187 0.585 valid

9 0.187 0.401 valid

10 0.187 0.741 valid

11 0.187 0.733 valid

12 0.187 - 0.037 Tidak valid

13 0.187 0.462 valid

14 0.187 0.339 valid

15 0.187 0.324 valid

16 0.187 0.620 valid

17 0.187 0.574 valid

18 0.187 0.368 valid

19 0.187 0.447 valid

20 0.187 0.614 valid

21 0.187 0.716 valid

Sumber : Hasil olahan data Reliabilitas Business Entity, 2008

Dari hasil III.3 diketahui bahwa item pertanyaan pada variabel persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity menunjukkan bahwa dari dua puluh satu butir pertanyaan terdapat satu butir pertanyaan


(65)

yang tidak valid. Pengambilan keputusan ini dilakukan dengan membandingkan nilai koefisien r hitung masing – masing butir dengan nilai koefisien r tabel. Dengan jumlah data sebanyak 50 responden dan derajad keyakinan 5% atau 0,05 maka diperoleh nilai r tabel sebesar 0.187. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa nilai koefisien r hitung lebih besar dari pada r tabel (r hitung > 0.187) kecuali pada butir nomor dua belas dimana r hitung (- 0.037 < 0.187). maka nomor soal tersebut untuk selanjutnya tidak dapat dipakai.

2. Reliabilitas

Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa satu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga Arikunto (1998:110).

a. Tekhnik Pengujian Reliabilitas

Arikunto menggunakan rumus Alpha sebagai berikut:

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ −

=

2

1 2 1 1

α

α

b k k rn Keterangan :


(66)

k

= jumlah butir pertanyaaan

α

t

2 = varian total

∑α

b

2 = jumlah varian butir

Dibantu dengan menggunakan program SPSS, langkah menguji reliabilitas adalah:

Berdasarkan pengujian validitas ulangan (dimana nilai r hitung untuk semua butir yang valid pada pengujian sebelumnya > dari nilai r tabel 0,187 dan semua nilai r juga sudah positif), analisis dapat dilanjutkan dengan pengujian reliabilitas.

a. Perumusan Hipotesis

Ho : Skor butir berkorelasi positif dengan komposit faktornya. H1 : Skor butir tidak berkorelasi positif dengan komposit faktornya.

b. Tentukan nilai r tabel

Dari tabel r untuk df = dk-2 dan taraf signifikan = 5%, di dapat angka r tabel 0,187

c. Mencari r hitung

Nilai r hitung adalah angka ALPHA ( di akhir out put )

d. Pengambilan kesimpulan

Jika r alpha positif dan r alpha > r tabel (0,187) maka variabel tersebut reliabel. Tapi jika alpha positif dan r alpha < r tabel (0,187) , maka variabel tersebut tidak reliabel.


(67)

Hasil uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui taraf kapercayaan dari suatu instrumen pengukuran terhadap reliabilitas. Pengujian

reliabilitas ini dilakukan dengan bantuan SPSS for Windows versi

12.00 dari dua puluh satu butir pertanyaan pada variabel persepsi

pedagamg kaki lima tentang konsep Business Entity diperoleh nilai

koefisien alpha sebesar 0.900. Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan membandingkan nilai koefisien alpha dengan 0.187. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien alpha 0,900 lebih besar dari pada 0.187. Hal ini berarti bahwa instrumen persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity dikatakan reliabel.

I. TEKNIK ANALISIS DATA 1. Statistik Deskriptif

Statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendiskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum. Statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini mencakup perhitungan PAP II. Cara menentukan batas-batas kelompok:

Tabel III.4

Tabel Batas Kelompok Dengan Menggunakan PAP II Skor Kriteria

A B C

81% - 100% 66% - 80% 56% - 65%


(68)

D E

45% - 55% < 45%

Berikut ini disajikan tabel cara penghitungan dengan menggunakan PAP II:

Tabel III.5

Tabel Batas Skala Perhitungan PAP II

No Batas skala Kategori

interval1 interval2 interval3 interval4 interval5

Skor terendah + 81% (skor tertinggi – terendah) Skor terendah + 66% (skor tertinggi – terendah) Skor terendah + 56% (skor tertinggi – terendah) Skor terendah + 46% (skor tertinggi – terendah) < kategori kurang baik

Sangat baik Baik Cukup baik Kurang baik Tidak baik

2. Pengujian prasyarat analisis

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apalah data yang terjaring dalam penelitian ini berdistribusi normal atau tidak. Apabila data yang terjaring berdistribusi normal, maka analisi untuk menguji hipotesis dapat dilakukan. Untuk mengetahui hal tersebut one sample Kolmogorov-Smirnov yang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

D = Maksimum [Fo (x)-Sn(x)]


(69)

D = deviasi atau penyimpangan

Fo (x) = distribusi frekuensi kumulatif teoritis

Sn(x) = distribusi frekuensi yang diobservasi

Apabila probabilitas (α) yang diperoleh melalui perhitungan relatif kecil dari taraf signifikansi maka signifikan, artinya ada beda antara distribusi data yang dianalisis dengan distribusi teoritis sehingga sebaran data Variabel adalah tidak normal pada taraf

signifikansi 5%. Sedangkan probabilitas (α) yang diperoleh

melalui perhitungan lebih besar dari taraf signifikansi 5% maka data tidak signifikan, artinya tidak ada beda antara distribusi data yang dianalis dengan data teoritis sehingga sebaran data variabel adalah normal pada taraf signifikansi 5%.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah varians sample yang akan dikomparasikan tersebut homogen atau tidak. Varians adalah standar deviasi yang dikuadratkan. Uji homogenitas varians digunakan uji F.

F= Varians terbesar/Varians terkecil

Harga F besar terhitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga F tabel dengan dk pembilang na-1 dan dk penyebut nc-1.

Dalam hal ini berlaku ketentuan, bila harga F hitung lebih kecil atau = F tabel (Fh≤Ff), maka dapat disimpulkan bahwa Varians


(70)

data yang akan dianalisi homogen sehingga perhitungan ANOVA dapat dilanjutkan perhitungan homogenitas dengan menggunakan metode SPSS.

3. Pengujian Hipotesis

a. Perumusan Hipotesis

Ho = μ1 = μ2

tidak ada perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pendidikan.

H1= μ1 ≠μ2

ada perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pendidikan.

b. Pengujian hipotesis

Analysis of Varians (ANOVA)

1. Menentukan daerah penerimaan Ho dan penolakan Ha :

Pengujian dengan ANOVA menggunakan distribusi F, titik kritis diperoleh dengan bantuan table F dimana titik kritis ditentukan oleh :

a. Taraf nyata atau signifikan (α) = 5%

b. Derajat bebas atau degree of freedom (df) yang terdiri dari : numenator = k – 1

denominator = N - k 2. Menentukan nilai statistik uji :


(71)

Nilai statistik uji atau yang disebut uji F ditentukan dengan cara menghitung :

a. JKtotal = ∑Xtotal2 -

2 ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛

N Xtotal

b. JKantar =

(

) (

) (

2

) (

2

)

2 2 2 2 1 1 N X n X n X n X total m m

+ +

c. Jkdalam = JKtotal – JKantar

d. MKantar = 1 −

m JKantar

e. MKdalam =

m N JKdalam

f. Fhitung =

dalam antar

MK MK

3. Membandingkan nilai F hitung dengan F tabel, yaitu : Ho diterima jika F hitung < F tabel

Ha diterima jika F hitung > F tabel

4. Menarik kesimpulan :

Jika Ho diterima menyatakan bahwa tidak ada perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pendidikan.

Jika Ha diterima menyatakan bahwa ada perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pendidikan.


(72)

Catatan: Pengujian Hipotesis kedua dan ketiga sama dengan pengujian hipotesis pertama.


(73)

51

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh, maka bab ini akan disajikan analisis data dan pembahasannya. Sebelum data dianalisis, terlebih dahulu akan disajikan deskripsi responden dan deskripsi data setiap variabel.

Untuk menganalisis ada tidaknya perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity sebagai variabel terikat, pendidikan, modal usaha serta pengalaman berwirausaha sebagai variabel bebas. Dalam melakukan analisis

digunakan bantuan komputer program SPSS (Statistical Program for Social

Sciense) versi 12.00 for windows. Sampel pada penelitian ini adalah pedagang kaki lima yang tergabung dalam resto di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta.

A. Deskripsi Responden dan Deskripsi Data

Populasi penelitian ini adalah pedagang kaki lima yang tergabung dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta yang berjumlah kurang lebih 72 orang. Yaitu Resto PKL Mrican dan Taman Kuliner Condong Catur Depok Sleman Yogyakarta. Tetapi ada berbagai macam hal yang mengakibatkan banyak pedagang kaki lima di tempat tersebut tidak berdagang lagi. Sehingga jumlah responden yang mengisi angket adalah 60 orang. Dan hanya dapat kembali sebanyak 50 angket. (response rate = 83,33% ) berikut ini disajikan deskripsi data penelitiannya. 1. Deskripsi Responden Berdasarkan Asal Resto


(74)

Berikut ini disajikan tabel deskripsi data berdasalkan asal Resto

Tabel IV.1

Deskripsi Responden Berdasarkan Asal Resto

No Asal Resto Frekuensi

(responden)

Frekuensi Relatif (%)

1 2

Resto PKL Mrican Taman Kuliner Condong Catur JUMLAH 22 28 50 44 56 100

Sumber : Data Primer

2. Deskripsi data Variabel Tingkat Pendidikan

Berikut ini disajikan tabel deskripsi data tingkat pendidikan:

Tabel IV.2

Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Interval Kelas Freku

ensi Frekuensi Relatif (%) Kategori 1 2 3 4 5 Diploma/Perguruan Tinggi SMA / SMK

SMP SD Tidak Sekolah JUMLAH 11 26 9 3 1 50 22 52 18 6 2 100 Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat Rendah

Sumber : Data Primer

Dari tabel di atas tampak bahwa dari 50 responden, 11 responden (22%) diantaranya memiliki pendidikan terakhir diploma atau perguruan


(75)

tinggi, 26 responden (52%) mmiliki pendidikan terakhir SMA / SMK, 9 responden (18%) memiliki pendidikan terakhir SMP, 3 responden (6%) memiliki pendidikan terakhir SD dan 1 responden (2%) tidak memiliki pendidikan formal (tidak sekolah). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden penelitian ini memiliki tingkat pendidikan SMA / SMK.

3. Deskripsi data Variabel Modal Usaha

Berikut ini disajikan tabel data besarnya modal usaha:

Tabel IV.3

Deskripsi Responden Berdasarkan Besarnya Modal Usaha

No Interval Kelas Frekuen

si Frekuensi Relatif (%) Kategori 1 2 3 4 5 > Rp3.000.000 Rp2.250.001 – Rp3.000.000 Rp1.500.001 – Rp2.250.000 Rp750.001 – Rp1500.000

< Rp 750.000

JUMLAH 9 22 15 4 -50 18 44 30 8 -100 Sangat besar Besar Cukup Kecil Sangat Kecil

Sumber : Data Primer

Dari tabel di atas tampak bahwa dari 50 responden, 9 responden (18%) diantaranya memiliki modal usaha yang sangat besar, 22 responden (44%) memiliki modal usaha yang besar, 15 responden (30%) memiliki modal usaha cukup , 4 responden (8%) memiliki modal usaha yang kecil, dan


(76)

tidak ada responden yang memiliki modal usaha sangat kecil. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden penelitian ini memiliki memiliki modal usaha yang cukup.

4. Deskripsi data variabel Pengalaman Berwirausaha

Berikut ini disajikan tabel deskripsi data pengalaman berwirausaha:

Tabel IV.4

Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman Berwirausaha No Interval Kelas Frekuensi Frekuensi

Relatif (%) Kategori 1 2 3 4 5

> 20 tahun 15,1 s/d 20 tahun 10,1 s/d 15 tahun 5,1 s/d 10 tahun

< 5 tahun

JUMLAH 5 15 14 13 3 50 10 30 28 26 12 100 Sangat lama lama Cukup Singkat Sangat singkat

Sumber : Data Primer

Dari tabel di atas tampak bahwa dari 50 responden, 5 responden (10%) diantaranya memiliki pengalaman berwirausaha yang sangat lama, 15 responden (30%) memiliki pengalaman berwirausaha yang lama, 14 responden (28%) memiliki pengalaman berwirausaha yang cukup, 13 responden (26%) memiliki pengalaman berwirausaha yang singkat dan 3 responden (6%) memiliki pengalaman berwirausaha yang sangat singkat.


(1)

Lampiran 7

Surat Ijin Penelitian


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Peran modal sosial terhadap perkembangan pedagang kaki lima asal daerah Padang di Sandratex Rempoa Ciputat

4 20 131

DAMPAK RELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN PEDAGANG KAKI LIMA TERHADAP USAHA PEDAGANG KAKI LIMA DI SURAKARTA

1 10 127

PENDAHULUAN PERAN SERTA PEDAGANG KAKI LIMA DALAM PENGELOLAAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP DI KECAMATAN DEPOK, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA.

0 3 11

PENUTUP PERAN SERTA PEDAGANG KAKI LIMA DALAM PENGELOLAAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP DI KECAMATAN DEPOK, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA.

0 2 63

Hubungan antara besarnya modal dan curahan jam kerja dengan pendapatan pedagang kaki lima ditinjau dari jenis barang yang diperdagangkan : studi kasus pada pedagang kaki lima di kawasan Malioboro.

0 0 203

STRATEGI BISNIS PADA PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI TAMAN BUNGKUL, SURABAYA (Studi Kasus Pedagang Kaki Lima (PKL) di Taman Bungkul, Surabaya).

0 2 123

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM PROGRAM RELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN TAMAN PINANG.

3 35 100

Pedagang Kaki Lima PKL mengatasi masalah

0 0 10

KECEMASAN PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KEGAGALAN USAHA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP KEBIJAKAN RELOKASI TEMPAT

0 0 15

PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KONSEP BUSINESS ENTITY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, BESARNYA MODAL USAHA, DAN PENGALAMAN BERWIRAUSAHA Survei : Pedagang Kaki Lima dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta SKRIPSI Diajukan Untuk

0 0 144