Zaman pembangunan atau kemerdekaan

prinsipnya sehingga banyak yang menjadi anggota koperasi bukan karena kesadaran tetapi adanya keinginan untuk memperoleh jatah dari pemerintahan Jepang. Oleh karena demikian, maka banyak pihak yang cenderung mengatakan bahwa pada zaman penjajahan Jepang tidak berlaku sendi- sendi dasar koperasi dan dalam hal ini tentunya koperasi pada zaman penjajahan Jepang kehilangan identitasnya sebagai kelembagaan yang memperjuangkan kesejahteraan rakyat.

2.2.3 Zaman pembangunan atau kemerdekaan

Setelah masa penjajahan Jepang berakhir dan Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia tahun 1945 maka terbukalah sejarah baru bagi bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat untuk melaksanakan pembangunan bangsa dengan kemampuan bangsa sendiri. Untuk mengisi kemerdekaan, dibuatlah landasan hukum yaitu Undang- Undang Dasar 1945 yang memuat tentang koperasi dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tersebut. Atas prakarsa R. Soeriaatmadja yang diangkat menjadi Kepala Jawatan Koperasi yang pertama pada tahun 1946 bahwa pada tanggal 9 sampai dengan 12 Desember 1946 diselenggarakan Konferensi Jawatan Koperasi dimana hadir Kepala-Kepala Jawatan Koperasi keresidenan dan kabupaten seluruh Jawa dan Madura sebanyak 75 orang. Hadir pula Wakil Presiden Drs. Mohamad Hatta yang menyampaikan sambutan yang pada dasarnya menyatakan antara lain sebagai berikut. 1. Sudah tiba waktunya menyusun perekonomian sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. 2. Mendirikan koperasi di Indonesia bukan dengan meniru begitu saja cara di zaman Belanda karena koperasi pada waktu itu adalah reaksi terhadap kapitalisme 3. Dasar perekonomian Republik Indonesia Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 adalah mirip dengan kolektivisme dan inilah yang akan kita jalankan dengan rencana perekonomian teratur. 4. Kita mengadakan koperasi di masa kini dan masa yang akan datang bukan sebagai reaksi terhadap adanya masyarakat ganda. 5. Untuk mempersiapkan dan melaksanakan hidup berkoperasi, betapa pentinya pendidikan. 7 Atas anjuran dan penjelasan konferensi sampai juga kepada sejumlah tokoh pusat Koperasi Keresidenan Priangan yang sedang mengungsi bersama staf pegawainya dari Bandung ke Tasikmalaya dan akhirnya diadakan pertemuan keluarga besar koperasi yang disebut kongres Koperasi Indonesia pertama berlangsung dari tanggal 11 sampai dengan 14 Juli 1947. Dalam kongres tersebut hasilnya adalah asas koperasi rakyat Indonesia adalah gotong royong dan kekeluargaan, meningkatkan pembentukan modal melalui perlombaan pekan tabungan koperasi, membentuk Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia untuk memperjuangkan segi-segi hukum, pendidikan, dan penyuluhan, menyelenggarakan pendidikan dengan mengutamakan pembentukan kader-kader koperasi, menjadikan tanggal 12 Juli sebagai hari koperasi, dan mengusahakan terbentuknya koperasi desa sebagai dasar untuk memperkuat susunan ekonomi bangsa. 7 A. Hanan Hardjasasmita, op.cit. h. 33. Pada tahun 1958 diundangkan Undang-Undang Nomor 79 tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi. Terdapat dua peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 79 tahun 1958 yang sangat dominan mencerminkan sikap pemerintah dalam membina koperasi, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1959 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi dan Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 1960 tentang Badan Penggerak Koperasi. 8 Setelah keluarnya Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 1960 tersebut, tepatnya pada tahun 1965 melalui Undang-Undang Nomor 14 tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Perkoperasiaan timbul suatu gejala baru pada perkoperasiaan Indonesia. Gejala tersebut adalah diikutsertakannya kekuatan-kekuatan di luar koperasi untuk mencampuri urusan-urusan koperasi secara mendalam. Kekuatan-kekuatan tersebut adalah unsur politik pemerintah yang menyebabkan sendi-sendi dasar koperasi tinggal rumusan saja karena ternyata banyak koperasi yang meninggalkannya dan lebih mengutamakan sebagai ajang untuk mencari keuntungan pribadi.

2.2.4 Zaman orde baru