Commisie 1920” yang dibentuk atas dasar keputusan pemerintah tanggal 10 Juni 1920 dimana Cooperatieve Commisie 1920 tersebut diketuai oleh
Dr. H.J Boeke. Tugas dari panitia tersebut adalah untuk meneliti arti dan manfaat badan koperasi bagi masyarakat pribumi, cara-cara dan sarana-
sarana yang dapat digunakan untuk mengembangkannya. Hasil dari Cooperatieve Commisie 1920 tersebut adalah
diundangkannya Staatsblaad Nomor 91 tahun 1927. Isi dari Staatsblaad Nomor 91 tahun 1927 tersebut adalah akta pendirian koperasi tidak perlu
dibuat dengan perantaraan Notaris tetapi cukup didaftarkan pada Penasehat Urusan Kredit Rakyat dan Koperasi, akta pendirian dapat ditulis dalam
bahasa daerah, ongkos materainya adalah 3 gulden, dan pendaftaran koperasi tidak mutlak diumumkan dalam Javasche Courant.
Dalam hal ini, dengan diundangkannya Staatsblaad Nomor 91 tahun 1927 pada intinya adalah menguatkan sikap pemerintah yang
melihat koperasi sebagai sarana yang tepat untuk memajukan rakyat, menjadikan landasan yang kuat untuk penerbitan peraturan perkoperasiaan
bagi masyarakat pribumi dan pembentukan organisasi yang mengurus soal koperasi, mendorong pemerintah untuk terlibat secara aktif dalam
pembentukan dan pengembangan perkumpulan koperasi, serta pertumbuhan koperasi diserahkan kepada masyarakat.
2.2.2 Zaman penjajahan Jepang
Zaman penjajahan Jepang yang dimulai pada bulan Maret tahun 1942, koperasi berubah kedudukan dan perannya dari gerakan rakyat yang
pada prinsipnya memiliki otonomi menjadi alat pemerintah penjajah. Kehidupan koperasi mengalami masa suram dan tidak banyak yang
diketahui tentang koperasi pada masa itu. Koperasi dibentuk di hampir seluruh wilayah kecamatan di Jawa dan Madura serta ditugaskan untuk
mendistribusikan barang-barang pemerintah kepada rakyat dan mengumpulkan hasil bumi bagi tentara Jepang.
5
Meskipun masa penjajahan Jepang jauh lebih pendek dibandingkan dengan masa penjajahan Belanda, namun pengaruhnya terhadap
pertumbuhan perkoperasiaan di Indonesia sangat besar. Pada zaman penjajahan Jepang ini terbukti bahwa pertumbuhan koperasi tidak dapat
dipaksakan karena paksaan itu bertentangan dengan jiwa dan prinsip koperasi, yaitu asas sukarela.
6
Ruang gerak koperasi terbatas karena rapat anggota koperasi tidak dapat mengambil keputusan sesuai dengan
keinginannya tetapi harus sesuai dengan kehendak tentara Jepang. Pembatasan lainnya adalah bahwa pendirian koperasi harus mendapat izin
dari Residen sebagai penguasa setempat. Peraturan perkoperasiaan yang berlaku pada zaman penjajahan
Jepang adalah masih tetap pada Staatsblaad Nomor 91 Tahun 1927 karena dianggap tidak bertentangan dengan pemerintah Jepang. Setelah
pemerintah Jepang menyadari potensi koperasi untuk mempengaruhi rakyat maka pemerintah pun membantu pertumbuhannya. Tetapi banyak
rakyat yang belum memahami tentang adanya koperasi dan prinsip-
5
A. Hanan Hardjasasmita, op.cit, h. 22.
6
H.R.A Rivai Wirasasmita, N. Kusno, dan Erna Herlinawaty Y, 1999, Manajemen Koperasi, Pionir Jaya, Bandung, h. 10.
prinsipnya sehingga banyak yang menjadi anggota koperasi bukan karena kesadaran tetapi adanya keinginan untuk memperoleh jatah dari
pemerintahan Jepang. Oleh karena demikian, maka banyak pihak yang cenderung
mengatakan bahwa pada zaman penjajahan Jepang tidak berlaku sendi- sendi dasar koperasi dan dalam hal ini tentunya koperasi pada zaman
penjajahan Jepang kehilangan identitasnya sebagai kelembagaan yang memperjuangkan kesejahteraan rakyat.
2.2.3 Zaman pembangunan atau kemerdekaan