orientasi pelayanan service orientation.

e. melakukan perbaikan mutu pelayanan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk memenuhi kepuasan “stakeholder”. Anonim, 2004b

3. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal manajemen

praktis farmasi, standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah : a. merancang, membuat, mengetahui, memahami dan melaksanakan regulasi di bidang farmasi. Penjabaran dari kompetensi tersebut adalah dengan menampilkan semua kegiatan operasional kefarmasian di apotek berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku dari tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional. b. merancang, membuat, melakukan pengelolaan apotek yang efektif dan efisien. Penjabaran kompetensi di atas adalah dengan mendefinisikan falsafah asuhan kefarmasian, visi, misi, isu-isu pengembangan, penetapan strategi, kebijakan, program dan menerjemahkannya ke dalam rencana kerja Plan of Action. c. merancang, membuat ,melakukan pengelolaan obat di apotek yang efektif dan efisien. Penjabaran dari kompetensi di atas adalah dengan melakukan seleksi, perencanaan, penganggaran, pengadaan, produksi, penyimpanan, pengamanan persediaan, perancangan dan melakukan dispensing serta evaluasi penggunaan obat dalam rangka pelayanan kepada pasien yang terintegrasi dalam asuhan kefarmasian dan sistem jaminan mutu pelayanan. d. merancang organisasi kerja yang meliputi : arah dan kerangka organisasi, sumber daya manusia, fasilitas, keuangan, termasuk sistem informasi manajemen. e. merancang, melaksanakan, memantau dan menyesuaikan struktur harga berdasarkan kemampuan bayar dan kembalian modal serta imbalan jasa praktek kefarmasian. f. memonitor dan evaluasi penyelenggaraan seluruh kegiatan operasional mencakup aspek manajemen maupun asuhan kefarmasian yang mengarah kepada kepuasan konsumen. Anonim, 2004b

4. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal komunikasi

farmasi, standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah : a. memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan pasien dan keluarganya dengan sepenuh hati dalam suasana kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI b. memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka mencapai keluaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat. c. memantapkan hubungan dengan semua tingkatlapisan manajemen dengan bahasa manajemen berdasarkan atas semangat kefarmasian. d. memantapkan hubungan dengan sesama farmasis berdasarkan saling menghormati dan mengakui kemampuan profesi demi tegaknya martabat profesi. Anonim, 2004b

5. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal pendidikan dan

pelatihan farmasi, standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah : a. memotivasi, mendidik dan melatih farmasis lain dan mahasiswa farmasi dalam penerapan asuhan kefarmasian. b. merencanakan dan melakukan aktifitas pengembangan staf, bagi teknisi di bidang farmasi, pekarya dan juru resep dalam rangka peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan farmasi yang diberikan. c. berpartisipasi aktif dalam pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas praktek kefarmasian. e. mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan dalam bidang kesehatan umum, penyakit dan manajemen terapi kepada pasien, profesi kesehatan dan masyarakat. Anonim, 2004b

6. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal penelitian dan

pengembangan kefarmasian, standar prosedur operasional apoteker di apotek adalah: a. melakukan penelitian dan pengembangan, mempresentasikan dan mempublikasikan hasil penelitian dan pengembangan kepada masyarakat dan profesi kesehatan lain. b. menggunakan hasil penelitian dan pengembangan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dan peningkatan mutu praktek kefarmasian. Anonim, 2004b PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7. Menurut peraturan perundang-undangan

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 adalah sebagai berikut : a. Pengelolaan sumber daya 1 Sumber daya manusia Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku Apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional . Dalam pengelolaan Apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan. 2 Sarana dan prasarana Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, seranggapest. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Apotek harus memiliki : 1. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. 2. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosurmateri informasi. 3. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien 4. Ruang racikan. 5. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan. 3 Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi : perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistim FIFO first in first out dan FEFO first expire first out 3.1 Perencanaan. Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan : a. Pola penyakit. b. Kemampuan masyarakat. c. Budaya masyarakat. 3.2 Pengadaan. Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi. 3.3 Penyimpanan. 1.Obat bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang–kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa. 2.Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan. 4 Administrasi. Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi : 4.1. Administrasi umum. Pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 4.2. Administrasi pelayanan. Pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat. b. Pelayanan 1 Pelayanan resep. 1.1. Skrining resep. Apoteker melakukan skrining resep meliputi : 1.1.1. Persyaratan administratif : - Nama,SIP dan alamat dokter. - Tanggal penulisan resep. - Tanda tanganparaf dokter penulis resep. - Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien. - Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta. - Cara pemakaian yang jelas. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dokumen yang terkait

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar pelayanan kefarmasian di apotik - [PERATURAN]

0 6 12

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Gunungkidul.

0 1 175

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul.

0 2 159

Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman periode Oktober-Desember 2006.

0 8 127

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Kulon Progo.

0 1 133

Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta - USD Repository

0 0 131

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Kulon Progo - USD Repository

0 1 131

Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman periode Oktober-Desember 2006 - USD Repository

0 0 125

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul - USD Repository

0 0 157

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Gunungkidul - USD Repository

0 0 173