Pengelolaan Sumber Daya HASIL DAN PEMBAHASAN

RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Permenkes Nomor 26 tahun 1981 pasal 8 menyebutkan bahwa apotek dilarang menyalurkan barang atau menjual jasa yang tidak ada hubungannya dengan fungsi pelayanan kesehatan. Tabel VI. Apotek yang Memisahkan Produk Kefarmasian dengan Produk Lainnya No Diberikan pada tempat yang terpisah Jumlah Persentase n = 23 1 Ya 14 60,87 2 Tidak 9 39,13 Total 23 100 Tabel VI menunjukkan bahwa apotek yang menempatkan produk kefarmasian terpisah dari produk lainnya sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 sebesar 60,87 dan 39,13 sisanya menempatkan produk kefarmasian tidak terpisah dari produk lainnya. c. Ruang tunggu bagi pasien Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang tunggu yang nyaman bagi pasien, yaitu yang bersih dan bebas dari hewan pengerat, seranggapest. Hal ini juga diatur dalam Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 4 yang pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI salah satu syaratnya menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang tunggu. Tabel VII. Adanya Ruang Tunggu Bagi Pasien No Ruang tunggu bagi pasien Jumlah Persentase n = 23 1 Ada 23 100 2 Tidak Ada Total 23 100 Tabel VII menunjukkan bahwa semua apotek 100 memiliki ruang tunggu bagi pasien sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004. d. Tempat untuk mendisplay informasi bagi pasien Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki tempat untuk mendisplay informasi bagi pasien, termasuk penempatan materi informasi tersebut. Informasi disini contohnya berupa brosur, leaflet atau poster. Tabel VIII. Adanya Informasi Bagi Pasien No Brosurinformasi mengenai kesehatan Jumlah Persentase n = 22 1 Ada 22 95,65 2 Tidak Ada 1 4,35 Total 22 100 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel VIII menunjukkan bahwa apotek yang menyediakan informasi bagi pasien sebesar sebanyak 95,65 dan 4,35 sisanya tidak menyediakan informasi bagi pasien. Tabel IX. Adanya Tempat Khusus untuk Mendisplay Informasi No Tempat khusus untuk mendisplay Jumlah Persentase n = 22 1 Ada 19 86,36 2 Tidak Ada 3 13,64 Total 22 100 Tabel IX menunjukkan bahwa dari apotek yang menyediakan informasi bagi pasien tersebut, 86,36 di antaranya memiliki tempat khusus untuk mendisplay informasi tersebut dan 13,64 sisanya tidak memiliki tempat khusus untuk mendisplay informasi tersebut. e. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien. Tabel X. Adanya Ruang Tertutup untuk Konseling No Ruang tertutup untuk konseling Jumlah Persentase n = 23 1 Ada 4 17,39 2 Tidak Ada 19 82,61 Total 23 100 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel X menunjukkan bahwa hanya 17,39 apotek yang mempunyai ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien dan selebihnya sebesar 82,61 tidak mempunyai ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien. Ruang tertutup berfungsi untuk menjaga privacy dan kenyamanan pasien selama konseling berlangsung sehingga konseling dapat berjalan dengan baik. f. Ruang racikan Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang racikan. Hal ini juga diatur pada Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 4 dan pada lampiran Form Apt-3 Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 yang menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang peracikan. Tabel XI. Adanya Ruang Racikan di Apotek No Ruang racikan Jumlah Persentase n = 23 1 Kering saja 4 17,39 2 Basah saja 3 Kering+Basah 17 73,91 4 Tidak punya 2 8,70 Total 23 100 Tabel XI menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 73,91 apotek mempunyai ruang racikan kering dan ruang racikan basah, 17,39 apotek yang hanya mempunyai ruang racikan kering dan terdapat 8,70 apotek yang tidak mempunyai ruang racikan, baik ruang racikan kering maupun ruang racikan basah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Ruang Racikan 17.39

73.91 8.70

Kering Kering+Basah Tidak punya Gambar 5. Adanya Ruang Racikan di Apotek g. Keranjang sampah untuk staf maupun pasien Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. Pada lampiran Form Apt-3 Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 disebutkan bahwa apotek harus memiliki sanitasi yang baik serta memenuhi persyaratan hygiene lainnya. Keranjang sampah merupakan salah satu fasilitas untuk menjaga sanitasi di apotek agar dapat terjaga dengan baik. Tabel XII. Tersedianya Keranjang Sampah untuk Staf dan Pasien No Keranjang sampah Jumlah Persentase n = 23 1 Staf saja 1 4,35 2 Pasien saja 3 Staf +pasien 22 95,65 Total 23 100 Tabel XII menunjukkan bahwa 95,65 apotek mempunyai keranjang sampah untuk staf dan keranjang sampah untuk pasien sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 dan 4,35 sisanya hanya mempunyai keranjang sampah untuk staf. h. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian sarana dan prasarana 100 60.87 100 95.65

17.39 91.30 95.65

50 100 papan petunjuk apotek tempat produk kefarmasian yang terpisah dengan produk lainnya ruang tunggu tempat display informasi ruang konseling tertutup ruang racikan keranjang sampah untuk staf+pasien Gambar 6. Kelengkapan Sarana dan Prasarana di Apotek Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sarana dan prasarana sebagian besar telah dilaksanakan dengan baik. Pengelolaan sarana dan prasarana yang telah dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di atas 50, meliputi adanya papan petunjuk apotek 100, tersedianya ruang tunggu 100, tersedianya tempat display informasi 95.65, tersedianya keranjang sampah untuk staf dan pasien 95,65 dan penempatan produk kefarmasian yang terpisah dengan produk lainnya 60,87. Namun demikian masih terdapat pengelolaan sarana dan prasarana yang belum dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di bawah 50, meliputi tersedianya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ruang konseling tertutup 17,39 sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya. 3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi : perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. a. Perencanaan Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat Hartini dan Sulasmono, 2006. Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi yang perlu diperhatikan adalah pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat. a Pola penyakit. Perlu memperhatikan dan mencermati pola penyakit yang timbul di sekitar masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obatan untuk penyakit tersebut. b Tingkat perekonomian masyarakat. Tingkat ekonomi masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi daya beli terhadap obat- obatan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI c Budaya masyarakat. Pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan obat- obatan khususnya obat-obat tanpa resep. Hartini dan Sulasmono, 2006 Tabel XIII. Latar Belakang Perencanaan Pengadaan Sediaan Farmasi di Apotek No Latar Belakang Perencanaan Jumlah Persentase n = 23 1 Pola penyakit 3 13,04 2 Pola penyakit dan kemampuan masyarakat 1 4,35 3 Kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat 1 4,35 4 Pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat 18 78,26 Total 23 100 Tabel XIII menunjukkan bahwa apotek yang memperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 sebesar 78,26, selebihnya sebesar 13,04 hanya memperhatikan pola penyakit, 4,35 hanya memperhatikan pola penyakit dan kemampuan masyarakat dan 4,35 hanya memperhatikan kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat. b. Pengadaan Persediaan barang di apotek diadakan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat dan disesuaikan dengan anggaran keuangan yang ada. Pengadaan barang meliputi proses pemesanan, pembelian dan penerimaan barang Hartini dan Sulasmono, 2006. Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi. Pengadaan sediaan farmasi apotek termasuk di dalamnya golongan obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, psikotropika dan narkotika dapat berasal langsung dari pabrik farmasi, Pedagang Besar Farmasi pasal 3 Permenkes 918 Nomor 918 tahun 1993 tentang Pedagang Besar Farmasi maupun apotek lain Hartini dan Sulasmono, 2006. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa jalur pengadaan sediaan farmasi yang resmi hanya melalui pabrik farmasi, PBF dan apotek lain. Tabel XIV. Sumber Perolehan Obat di Apotek No Sumber Perolehan Obat Jumlah Persentase n = 23 1 PBF 10 43,47 2 PBF+apotek 6 26,09 3 PBF+toko obat 1 4,35 4 PBF+apotek+toko obat 4 17,39 5 PBF+toko obat+swalayan 1 4,35 6 PBF+apotek+toko obat+swalayan 1 4,35 Total 23 100 Tabel XIV menunjukkan bahwa apotek yang memperoleh obat- obatan melalui jalur resmi sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 1993 sebesar 69,56, selebihnya ada yang memperoleh obat melalui jalur tidak resmi. Bagan jalur distribusi obat dapat dilihat pada lampiran 6. c. Penyimpanan Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa obatbahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Tabel XV. Apotek yang Pernah Memindahkan Isi Obat ke Wadah Lain No Pernah memindahkan isi ke wadah lain Jumlah Persentase n = 23 1 Ya 7 30,43 2 Tidak 16 69,57 Total 23 100 Tabel XV menunjukkan bahwa apotek pada umumnya 69,57 selalu menyimpan obatbahan obat dalam wadah asli dari pabrik, namun terdapat 30,43 apotek yang pernah memindahkan isi obat dari wadah asli ke wadah lain. Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang–kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluwarsa. Gambaran mengenai informasi yang disertakan apoteker pada wadah baru dapat dilihat pada Tabel XVI berikut. Tabel XVI. Informasi yang Disertakan pada Wadah Baru No Informasi yang disertakan Jumlah Persentase n = 7 1 Tidak ada informasi 1 14,29 2 Tanggal kadaluwarsa+aturan pakai 3 42,85 3 Produsen+tanggal kadaluwarsa+aturan pakai+cara penyimpanan 1 14,29 4 Produsen+tanggal kadaluwarsa+nomor batch+aturan pakai+cara penyimpanan 2 28,57 Total 7 100 Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, informasi yang harus dicantumkan pada wadah baru sekurang-kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluwarsa. Tabel XVI menunjukkan bahwa apotek yang mencantumkan nomor batch dan tanggal kadaluwarsa sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 sebesar 28,57, selebihnya tidak mencantumkan nomor batch dan tanggal kadaluwarsa seperti yang telah ditentukan. Pencantuman ini dimaksudkan bilamana terjadi penarikan suatu obat karena sub standard dan bila apoteker tidak menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin, maka Surat Izin Apotek yang bersangkutan akan dicabut. Hal ini sesuai dengan pasal 25 Permenkes Nomor 922 tahun 1993. Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 juga menyebutkan bahwa semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan. Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 4 menyebutkan bahwa apotek harus mempunyai ruang penyimpan obat. Tabel XVII. Apotek yang Mempunyai Tempat Penyimpanan Khusus No Tempat penyimpanan khusus Jumlah Persentase n = 23 1 Ada 23 100 2 Tidak Ada Total 23 100 Tabel XVII menunjukkan bahwa semua apotek 100 memiliki tempat penyimpanan khusus untuk obat-obat tertentu. Tempat penyimpanan khusus yang dimaksud dalam penelitian ini contohnya adalah tempat penyimpanan khusus untuk narkotika pasal 7 Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 dan lemari pendingin yang digunakan untuk menyimpan obat-obat tertentu yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar seperti serum dan vaksin pasal 9 Kepmenkes RI Nomor 278 tahun 1981. Dengan mengetahui adanya tempat penyimpanan khusus di apotek tersebut secara tidak langsung dapat menggambarkan apakah apotek tersebut memperhatikan kesesuaian dan kelayakan tempat dengan kestabilan obat pada saat penyimpanan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI d. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya

78.26 69.19

69.57 28.57

0.00 50.00 100.00 perencanaan meliputi : pola penyakit+kemampuan masyarakat+budaya masyarakat pengadaan melalui jalur resmi penyimpanan dalam wadah asli pabrik informasi yang disertakan pada wadah baru meliputi : tgl kadaluwarsa+nmr batch Gambar 7. Pelaksanaan Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya sebagian besar telah dilaksanakan dengan baik. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang telah dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di atas 50, meliputi perencanaan 78,26, penyimpanan dalam wadah asli pabrik 69,57 dan pengadaan 69,19. Namun demikian masih terdapat pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang belum dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di bawah 50, meliputi penyertaan informasi pada wadah baru 28,57 sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4. Administrasi Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan. 1 Administrasi umum Administrasi umum ini meliputi pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. a. Pencatatan dan pengarsipan transaksi pembelian Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 e menyebutkan bahwa dalam apotek harus tersedia buku pembelian dan penerimaan. Tabel XVIII. Apotek yang Selalu Menyertakan BuktiFaktur Pembelian dan Mencatat Setiap Obat yang Mereka Beli No Selalu disertai buktifaktur pembelian dan dicatat Jumlah Persentase n = 23 1 Ya 23 100 2 Tidak Total 23 100 Tabel XVIII menunjukkan bahwa semua apotek 100 selalu menyertakan buktifaktur pembelian untuk setiap obat yang mereka pesanbeli dan selalu dicatat dalam buku penerimaan. b. Pencatatan dan pengarsipan transaksi penjualan Pasal 12 Kepmenkes RI Nomor 280 tahun 1981 menyebutkan bahwa setiap penjualan harus disertai dengan nota penjualan. Pasal 13 d menyebutkan bahwa dalam apotek harus tersedia blangko faktur dan blangko nota penjualan. Tabel XIX. Apotek yang Selalu Menyertakan FakturNota Penjualan No Dilengkapi fakturnota penjualan Jumlah Persentase n = 23 1 Ya 19 82,61 2 Tidak 4 17,39 Total 23 100 Tabel XIX menunjukkan bahwa apotek yang selalu menyertakan faktur atau nota penjualan pada setiap transaksi penjualan yang mereka lakukan sebanyak 82,61 dan 17,39 sisanya tidak selalu menyertakan faktur atau nota penjualan pada setiap transaksi penjualan yang mereka lakukan. Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 e menyebutkan bahwa dalam apotek harus tersedia buku penjualan dan penerimaan obat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak setiap transaksi penjualan selalu dicatat dalam buku penjualan. Tabel XX. Apotek yang Selalu Mencatat Setiap Penjualan Dalam Buku Penjualan No Dicatat dalam buku penjualan Jumlah Persentase n = 23 1 Ya 22 95,65 2 Tidak 1 4,35 Total 23 100 Tabel XX menunjukkan bahwa terdapat 4,35 apotek yang tidak selalu mencatat setiap transaksi penjualan yang terjadi. Apotek yang selalu mencatat setiap transaksi penjualan dalam buku penjualan sebesar 95,65. c. Pengeluaran narkotika dan psikotropika Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 g menyebutkan bahwa dalam apotek harus tersedia buku pencatatan obat narkotika dan psikotropika. Tabel XXI. Apotek yang Selalu Mencatat Setiap Pengeluaran Narkotika dan Psikotropika No Dicatat dalam buku pencatatan Jumlah Persentase n = 23 1 Ya 23 100 2 Tidak Total 23 100 Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 menyebutkan bahwa apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan pada pasal 11 Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 disebutkan bahwa apotek wajib membuat laporan berkala mengenai pengeluaran narkotika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua apotek 100 selalu melakukan pencatatan setiap pengeluaran narkotika dan psikotropika dalam buku pencatatan narkotika dan psikotropika. 2 Administrasi pelayanan Administrasi pelayanan ini meliputi pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat. a. Pengarsipan resep Gambaran mengenai pengarsipan resep dapat dilihat pada Tabel XXII berikut. Tabel XXII. Apotek yang Selalu Menyimpan Resep Secara Berurutan No Selalu menyimpan resep secara berurutan Jumlah Persentase n = 23 1 Ya 23 100 2 Tidak Total 23 100 Pasal 7 Kepmenkes Nomor 280 tahun 1981 menyebutkan bahwa Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep yang telah dikerjakan menurut urutan tanggal dan nomor urut penerimaan resep dan harus disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Hasil penelitian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menunjukkan bahwa semua apotek 100 selalu menyimpan resep menurut urutan tanggal dan nomor resep. b. Medication record Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien. Tabel XXIII. Apotek yang Selalu Melakukan Pengisian Medication Record No Selalu melakukan pengisian medication record Jumlah Persentase n = 23 1 Ya 9 39,13 2 Tidak 14 60,87 Total 23 100 Hasil penelitian menunjukkan 60,87 apoteker selalu melakukan pengisian medication record dan terdapat 39,13 apoteker yang tidak selalu melakukan pengisian medication record. Melalui wawancara lepas kepada beberapa responden, responden mempunyai persepsi yang hampir sama mengenai pengisian medication record, yaitu catatan pengobatan setiap pasien yang memuat antara lain data pribadi pasien nama, usia, jenis kelamin, alamat, nomor resep, nama dokter, riwayat obat yang pernah digunakan pasien dan riwayat penyakit pasien. Berdasarkan hasil wawancara pada salah satu responden yang menyatakan tidak selalu melakukan pengisian medication record, diketahui bahwa pelaksanaan pengisian medication record hanya dilakukan pada pasien tertentu, yaitu pasien yang lansia dan pasien PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dengan penyakit tertentu seperti TBC dan diabetes. Berdasarkan hasil wawancara tersebut terlihat bahwa pemahaman apoteker mengenai medication record sudah sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004, tetapi belum dalam pelaksanaannya. 3 Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian administrasi 100 82.61

95.65 100

100 39.13 50 100 pencatatanpengarsipan pembelian penyertaan buktifaktur penjualan pencatatan penjualan pencatatan narkotikapsikotropika pengarsipan resep pelaksanaan pengisian medication record Gambar 8. Pelaksanaan Kegiatan Administrasi Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian administrasi, meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan sebagian besar telah dilaksanakan dengan baik. Kegiatan administrasi yang telah dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di atas 50, meliputi pencatatan dan pengarsipan pembelian 100, pencatatan narkotika dan psikotropika 100, pengarsipan resep 100, pencatatan penjualan 95,65, penyertaan buktifaktur penjualan 82,61. Namun demikian, masih terdapat kegiatan administrasi yang belum dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di bawah 50, meliputi pengisian medication record 39,13 sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.

C. Pelayanan

1. Skrining resep Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 apoteker melakukan skrining resep meliputi persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Skrining resep dilakukan dengan tujuan untuk meminimalisasi terjadinya medication error. Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Medication error yang berusaha diminimalisir melalui skrining resep ini adalah dispensing error yang merupakan lingkup tanggung jawab farmasis. a. Persyaratan administratif Hasil penelitian menunjukkan 95,65 apotek selalu melakukan skrining resep persyaratan administratif dan 4,35 sisanya tidak selalu melakukan skrining resep persyaratan administratif. Hal ini dapat dilihat pada Tabel XXIV berikut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel XXIV. Apotek yang Selalu Melakukan Skrining Resep Persyaratan Administratif No Persyaratan administratif Jumlah Persentase n = 23 1 Ya 22 95,65 2 Tidak 1 4,35 Total 23 100 Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 persyaratan administratif meliputi : nama, SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tanganparaf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta; cara pemakaian yang jelas dan informasi lainnya. Pada penelitian ini tidak dijabarkan mengenai persyaratan administratif yang dilakukan karena responden dianggap sudah mengetahui dan memahami mengenai persyaratan administratif beserta cakupannya. b. Kesesuaian farmasetik Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 kesesuaian farmasetik meliputi : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Gambaran mengenai pelaksanaan skrining resep kesesuaian farmasetik dapat dilihat pada Tabel XXV berikut. Tabel XXV. Skrining Kesesuaian Farmasetik No Skrining kesesuaian farmasetik yang dilakukan Jumlah Persentase n=23 1 Tidak melakukan 1 4,35 2 Dosis 1 4,35 3 Bentuk sediaan+lama pemberian 1 4,35 4 Bentuk sediaan+dosis+cara pemberian+lama pemberian 1 4,35 5 Bentuk sediaan+dosis+stabilitas+cara pemberian 1 4,35 6 Bentuk sediaan+dosis+potensi+cara pemberian+lama pemberian 1 4,35 7 Bentuk sediaan+dosis+potensi+stabilitas+inkomp atibilitas+cara pemberian 1 4,35 8 Bentuk sediaan+dosis+stabilitas+inkompatibilitas +cara pemberian+lama pemberian 1 4,35 9 Dosis+stabilitas+inkompatibilitas+cara pemberian+lama pemberian 2 8,70 10 Bentuk sediaan+dosis+potensi+stabilitas+inkomp atibilitas+cara pemberian+lama pemberian 13 56,52 Total 23 100 Tabel XXV menunjukkan bahwa apotek yang melakukan skrining resep kesesuaian farmasetik meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara pemberian dan lama pemberian sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 sebesar 56,52, selebihnya belum melakukan skrining resep kesesuaian farmasetik secara menyeluruh, sehingga kemungkinan terjadinya medication error masih relatif besar. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI c. Pertimbangan klinis Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 pertimbangan klinis meliputi alergi, efek samping, interaksi, durasi dan jumlah obat. Tabel XXVI. Skrining Pertimbangan Klinis No Skrining pertimbangan klinis yang dilakukan Jumlah Persentase n = 23 1 Tidak melakukan 1 4,35 2 Alergi 1 4,35 3 Efek samping 1 4,35 4 Durasi+jumlah obat 1 4,35 5 Alergi+efeksamping+jumlah obat 1 4,35 6 Efek samping+interaksi+jumlah obat 1 4,35 7 Alergi+efek samping+interaksi+durasi 1 4,35 8 Alergi+efek samping+durasi+jumlah obat 2 8,70 9 Alergi+efek samping+interaksi+jumlah obat 2 8,70 10 Efek samping+interaksi+durasi+jumlah obat 1 4,35 11 Alergi+efek samping+interaksi+durasi+jumlah obat 11 47,82 Total 23 100 Tabel XXVI menunjukkan bahwa apotek yang melakukan skrining resep pertimbangan klinis meliputi alergi, efek samping, interaksi , durasi dan jumlah obat sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 sebesar 47,82, selebihnya belum melakukan skrining resep sehingga kemungkinan terjadinya medication error masih relatif besar. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI d. Konsultasi dengan dokter penulis resep Permenkes Nomor 26 tahun 1981 pasal 10 menyebutkan bahwa resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap. Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyatakan bahwa jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi terjadinya medication error. Konsultasi dengan dokter penulis resep juga dapat dimanfaatkan untuk membangun dan meningkatkan hubungan dengan rekan sejawat petugas kesehatan. Hal ini sesuai dengan pasal 25 Kode Etik Apoteker Indonesia. Tabel XXVII. Apotek yang Selalu Melakukan Konsultasi dengan Dokter Apabila Ada Ketidakjelasan Pada Resep No Selalu melakukan konsultasi dengan dokter penulis resep Jumlah Persentase n = 23 1 Ya 18 78,26 2 Tidak 5 21,74 Total 23 100 Tabel XVII menunjukkan bahwa apotek yang selalu melakukan konsultasi dengan dokter penulis resep apabila ada ketidakjelasan dalam penulisan resep sebesar 78,26 dan 21,74 sisanya tidak selalu melakukan konsultasi dengan dokter penulis resep apabila ada ketidakjelasan dalam penulisan resep.

Dokumen yang terkait

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar pelayanan kefarmasian di apotik - [PERATURAN]

0 6 12

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Gunungkidul.

0 1 175

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul.

0 2 159

Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman periode Oktober-Desember 2006.

0 8 127

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Kulon Progo.

0 1 133

Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta - USD Repository

0 0 131

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Kulon Progo - USD Repository

0 1 131

Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman periode Oktober-Desember 2006 - USD Repository

0 0 125

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul - USD Repository

0 0 157

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Gunungkidul - USD Repository

0 0 173