Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian evaluasi mutu pelayanan belum
dilaksanakan dengan baik karena memiliki persentase pelaksanaan di bawah 50, yaitu untuk pelaksanaan survey tingkat kepuasan konsumen sebesar
21,74, penetapan waktu pelayanan per pasien sebesar 8,70 dan untuk penetapan prosedur tetap sebesar 47,83, sehingga perlu ditingkatkan
pelaksanaannya.
E. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kota Yogyakarta Berdasarkan Tiga Parameter Utama Kepmenkes RI Nomor
1027MENKESSKIX2004
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027MENKESSKIX2004 belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh apoteker di apotek-apotek Kota Yogyakarta karena masih terdapat persentase
pelaksanaan di bawah 50 pada tiga parameter utama Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004, yaitu pengelolaaan sumber daya, pelayanan maupun
evaluasi mutu pelayanan Gambar 14. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang paling rendah tingkat pelaksanaannya berdasarkan tiga parameter utama
Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 adalah bagian evaluasi mutu pelayanan, karena semua persentase pelaksanaannya masih di bawah 50
sehingga perlu perhatian yang lebih agar dapat ditingkatkan lagi pelaksanaannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
0.00 50.00
100.00
Pengelolaan Sumber Daya Pelayanan
Evaluasi Mutu Pelayanan pengambilan keputusan di apotek 78,26
papan petunjuk apotek 100 penempatan produk yg terpisah 60,87
ruang tunggu 100 tempat display informasi 95,65
ruang konseling tertutup 17,39 ruang racikan 91,30
keranjang sampah 95,65 perencanaan 78,26
pengadaan 69,19 penyimpanan 69,57
informasi pada w adah baru 28,57 pencatatanpengarsipan pembelian 100
penyertaan buktifaktur penjualan 82,61 pencatatan penjualan 95,65
pencatatan narkotikapsikotropika 100 pengarsipan resep 100
pengisian medication record 39,13 persyaratan administratif 95,65
kesesuaian farmasetik 56,52 pertimbangan klinis 47,82
konsultasi dengan dokter 78,26 etiket jelasdapat dibaca 91,30
pengecekan resep sebelum diserahkan 100 keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat 65,22
jam konseling setiap hari 86,96 konseling secara berkelanjutan 65,22
informasi yg diberikan pada pasien 56,52 diseminasi informasi kesehatan 65,22
tindak lanjut terapi 43,48 survey tingkat kepuasan konsumen 21,74
w aktu pelayanan per pasien 8,70 prosedur tetap 47, 83
Gambar 14. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kota Yogyakarta
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah bahwa Apoteker di apotek-apotek di Kota Yogyakarta belum melaksanakan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 secara menyeluruh. Hal ini dikarenakan masih
terdapatnya persentase pelaksanaan yang kurang dari 50, yaitu : adanya ruang konseling tertutup, informasi yang disertakan pada wadah baru meliputi tanggal
kadaluwarsa dan nomor batch, pengisian medication record, pelaksanaan skrining resep pertimbangan klinis, pelaksanaan tindak lanjut terapi dan pelaksanaan
evaluasi mutu pelayanan.
B. SARAN
1. Dalam rangka menindak lanjuti hasil penelitian ini, diharapkan adanya respon positif dari pihak Departemen Kesehatan, ISFI dan Dinas Kesehatan Kota
Yogyakarta untuk mensosialisasikan pelaksanaan Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESIX2004 dengan mengadakan pelatihan, bimbingan,
penyuluhan dan seminar terutama mengenai medication record, pelayanan residensial, menghindari medication error, manfaattujuan ruang konseling
tertutup, adanya jam konseling bagi pasien, pelaksanaan evaluasi mutu pelayanan apotek sehingga Apoteker Pengelola Apotek di Kota Yogyakarta
87 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dapat melaksanakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESIX2004 dengan persepsi dan
pemahaman yang sama dengan adanya Juklak Petunjuk Pelaksanaan dan Juknis Petunjuk Teknis dari instansi yang terkait.
2. Perlu peningkatan kesadaran Apoteker di apotek-apotek Kota Yogyakarta akan pentingnya pemahaman perundang-undangan terutama Keputusan
Menteri mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 3. Perlu dilakukan penelitian sejenis pada tingkat populasi yang lebih besar
seperti penelitian pada tingkat Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengacu pada pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian dengan responden yang berbeda yaitu Apoteker di Rumah Sakit.
5. Perlu diadakannya wawancara pada penelitian selanjutnya, mengenai alasan responden untuk tiap jawaban yang diberikan sehingga dapat diketahui latar
belakang sudah dilaksanakan maupun belum dilaksanakannya Standar Pelayanan Kefarmasian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, R., 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, 79-82, Granit, Jakarta Anief, M., 1995, Manajemen Farmasi, Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta
Anonim, 1962, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 Tentang Lafal SumpahJanji Apoteker, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1965, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1980, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965
Tentang Apotek, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1981a, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 278MENKESSKV1981 Tentang Persyaratan Apotik, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1981b, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 280MENKESSKV1981 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan
Apotik, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1981c, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26MENKES PERI1981, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan kedua, Balai Pustaka, Jakarta
Anonim, 1992, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1993a, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 918MENKESPERX1993 Tentang Pedagang Besar Farmasi, Depkes RI,
Jakarta
Anonim, 1993b, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922MENKESPERX1993 Tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotek, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1995, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 184MENKESPERII1995 Tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa
Bakti da Izin Kerja Apoteker, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1996, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1997a, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1997b, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1999, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 2002, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1332MENKESSKX2002 Tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotek, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 2004a, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027MENKESSKIX2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 2004b, Standar Kompetensi Farmasis Indonesia, Badan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Jakarta
Azwar, S., 1999, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Azwar, S., 2003, Reliabilitas dan Validitas, 4-8, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Budiharjo, 1981, Kode Etik Kefarmasian, Pembinaan Profesi Apoteker Pengelola Apotek, Jilid B, 4-5, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Pelaksanaan
Departemen Kesehatan Republik Indonesua, Jakarta
Harding, dkk, 1993, Sociology for Pharmacists; an Introduction, The Macmillan, London
Hartini, Y.S. dan Sulasmono, 2006, Apotek : Ulasan Beserta Naskah Peraturan Perundang-Undangan Terkait Apotek, Penerbit Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta
ISFI, 2001, Draft Hasil Rapat Kerja Nasional I, Badan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Semarang
Isdaryadi, F. Wisnu., 2005, Bisnis Berwawasan Etika, Ombudsman, No.II, 10-11 Kontour, R., 2003, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, 105,
PPM, Yogyakarta Mardalis, 2006, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, 24-69, Bumi
Aksara, Jakarta. Nawawi, H., 1998, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta Pratiknya, A.W., 2001, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan, 67-68, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Salim, P. dan Yenny Salim, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer,
Edisi III, Modern English Press, Jakarta Sirait, M., 2001, Tiga Dimensi Farmasi: Ilmu-Teknologi, Pelayanan Kesehatan
dan Potensi Ekonomi, Institut Darma Mahardika, Jakarta Sevilla, C.G., dkk, 1993, Pengantar Metode Penelitian, diterjemahkan oleh
Alimuddin Tuwu, edisi pertama, 160-163, UI-Press, Jakarta Sulasmono, 1997, Profesi di Apotek Sekarang dan Masa Depan dengan Analisis
SWOT, Diskusi Kuliah Pengantar Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Trisna, Y., 2007, Mencegah Medication Error, Makalah Seminar Patient Safety and Drug Information, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta
Wahyuni, B., 2005, Publik Tidak Boleh Ditipu Lagi, Ombudsman, No.II, 25 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027MENKESSKIX2004 DI KOTA YOGYAKARTA
I. Data Responden
Petunjuk Pengisian : Lingkarilah jawaban yang benar No Pertanyaan
Jawaban
1. Berapakah umur Anda?
a. 21-35 tahun b. 36-50 tahun
c. 50 tahun 2.
Apakah posisi Anda di apotek ? a. APA
b. Apoteker Pendamping c. Apoteker Pengganti
3. Berapa lama pengalaman Anda bekerja sebagai
Apoteker di apotek yang sekarang? a. 1 tahun
b. 1-5 tahun c. 6-10 tahun
d. 10 tahun 4.
Apakah Anda memiliki pekerjaan yang lain? a. Ya
b. Tidak 5.
Berapa hari rata-rata Anda bekerja di apotek dalam seminggu?
a. 3 hari b. 3-5 hari
c. 6-7 hari 6.
Berapa lama rata-rata Anda bekerja di apotek dalam satu hari?
a. 4 jam b. 4-6 jam
c. 6 jam