diharapkan dapat tetap bersikap profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai apoteker di apotek dan di pekerjaan lainnya sesuai Kode Etik
Apoteker pasal 6, seorang apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
5. Waktu kerja responden di apotek dalam seminggu Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang bekerja di apotek
3-5 hari seminggu sebesar 30,43 dan yang bekerja 6-7 hari seminggu sebesar 69,57.
Tabel III. Waktu Kerja Responden di Apotek dalam Seminggu
No Waktu kerja di apotek
dalam seminggu Jumlah
Persentase n = 23
1 3 hari
2 3-5 hari
7 30,43
3 6-7 hari
16 69,57
Total 23
100 Menurut pasal 77 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, waktu kerja adalah 40 empat puluh jam 1 satu minggu untuk 6 enam hari kerja dalam 1 satu minggu. Tabel III memperlihatkan
bahwa sebagian besar responden bekerja 6-7 hari sehingga dapat disimpulkan bahwa responden telah memenuhi ketentuan yang berlaku sebagaimana
contoh apoteker yang bekerja di apotek perusahaan negara Kimia Farma.
6. Waktu kerja responden di apotek dalam sehari Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang bekerja di apotek
kurang dari 4 jam sehari sebesar 4,35, yang bekerja 4-6 jam sehari sebesar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39,13 dan yang bekerja lebih dari 6 jam sehari sebesar 56,52 . Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.
Waktu Kerja di Apotek dalam Sehari
4.35 39.13
56.52
4 jam 4-6 jam
6 jam
Gambar 3. Diagram Waktu Kerja Responden di Apotek dalam Sehari
Menurut pasal 77 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, waktu kerja dalam sehari adalah 7 tujuh jam 1 hari.
Gambar 3 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden bekerja lebih dari 6 jam sehari sehingga dapat disimpulkan bahwa responden telah memenuhi
ketentuan waktu kerja minimal dalam sehari yang berlaku.
B. Pengelolaan Sumber Daya
1. a. Sumber daya manusia Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 antara lain
menyebutkan bahwa apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan untuk
mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi dan menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner.
Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia hal akuntabilitas praktek PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
farmasi, standar prosedur operasional apoteker di apotek salah satunya adalah merancang, melaksanakan, memonitor dan evaluasi dan
mengembangkan standar kerja sesuai arahan pedoman yang berlaku dan bertanggung jawab terhadap setiap keputusan profesional yang diambil.
Tabel IV. Pengambilan Keputusan di Apotek Selalu Berdasarkan
Persetujuan APA
No Berdasarkan persetujuan APA
Jumlah Persentase
n = 23 1
Ya 18
78,26 2
Tidak 5
21,74 Total
23 100
Tabel IV menunjukkan bahwa apotek yang setiap keputusannya selalu diambil berdasarkan persetujuan APA sebesar 78,26, dimana hal
ini juga dinyatakan oleh responden yang merupakan apoteker pendamping. Keputusan yang diambil berdasarkan persetujuan APA dalam penelitian
ini mencakup perencanaan, pengadaan dan penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya.
Hasil penelitian tersebut secara tidak langsung menggambarkan kualitas seorang apoteker terutama Apoteker Pengelola Apotek.
Permenkes Nomor 922 tahun 1993 pasal 20 menyebutkan bahwa Apoteker Pengelola Apotek turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang
dilakukan oleh Apoteker Pendamping, Apoteker Pengganti di dalam pengelolaan apotek. Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab penuh
dalam menjalankan tugasnya di apotek serta mengawasi kinerja asisten apoteker dan karyawan lain Hartini dan Sulasmono, 2006. Karena itulah
sudah seharusnya keputusan yang diambil di apotek selalu berdasarkan persetujuan Apoteker Pengelola Apotek.
b. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian sumber daya manusia.
78.26
21.74 0.00
50.00 100.00
Ya Tidak
Gambar 4. Pengambilan Keputusan di Apotek Selalu Berdasarkan Persetujuan APA
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sumber daya
manusia telah dilaksanakan dengan baik karena memiliki persentase pelaksanaan di atas 50, yaitu sebesar 78,26.
2. Sarana dan prasarana a. Papan petunjuk apotek
Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis
kata apotek. Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 menyebutkan bahwa papan nama berukuran minimal panjang 60 cm, lebar 40 cm dengan
tulisan hitam di atas dasar putih; tinggi huruf minimal 5 cm, tebal 5 cm. Selanjutnya pasal 6 ayat 3 Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 tentang
persyaratan apotek menyebutkan bahwa papan nama harus memuat : nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek, nomor surat izin apotek dan
nomor telepon, kalau ada.
Tabel V. Adanya Papan yang Tertulis Kata Apotek
No Papan yang tertulis kata
apotek Jumlah
Persentase n = 23
1 Ada
23 100
2 Tidak Ada
Total 23
100 Penelitian ini mengacu pada Kepmenkes RI Nomor
1027MENKESSKIX2004 yang hanya menyebutkan bahwa pada halaman apotek terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata
apotek dan tidak membahas lebih lanjut mengenai syarat-syarat lainnya seperti yang tersebut diatas. Tabel V menunjukkan bahwa semua apotek
100 mempunyai papan yang tertulis kata apotek pada halaman depan apotek mereka sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004.
b. Tempat yang terpisah antara produk kefarmasian dengan produk lainnya Menurut Permenkes Nomor 922 tahun 1993 ayat 2 dan 3, sarana
apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi dan apotek dapat melakukan
kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Kepmenkes PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas
pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko
kesalahan penyerahan. Permenkes Nomor 26 tahun 1981 pasal 8 menyebutkan bahwa apotek dilarang menyalurkan barang atau menjual
jasa yang tidak ada hubungannya dengan fungsi pelayanan kesehatan.
Tabel VI. Apotek yang Memisahkan Produk Kefarmasian dengan Produk Lainnya
No Diberikan pada tempat
yang terpisah Jumlah
Persentase n = 23
1 Ya
14 60,87
2 Tidak
9 39,13
Total 23
100 Tabel VI menunjukkan bahwa apotek yang menempatkan produk
kefarmasian terpisah dari produk lainnya sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 sebesar 60,87 dan 39,13 sisanya
menempatkan produk kefarmasian tidak terpisah dari produk lainnya.
c. Ruang tunggu bagi pasien Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan
bahwa apotek harus memiliki ruang tunggu yang nyaman bagi pasien, yaitu yang bersih dan bebas dari hewan pengerat, seranggapest. Hal ini
juga diatur dalam Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 4 yang pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI