Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan mata pelajaran yang sangat penting karena mata pelajaran matematika mendukung mata pelajaran yang lain dan bermanfaat dalam kehidupan sehari – hari. Sujono 1988 : 19 mengatakan , karena materi matematika disajikan secara hirarki dari tahap materi yang mudah menuju ke arah materi yang lebih kompleks dan berkesinambungan, maka mata pelajaran matematika menjadi mata pelajaran wajib sejak Sekolah Dasar. Di Indonesia matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang wajib di berikan di jenjang pendidikan dasar sampai jenjang pendidikan menengah, bahkan sejak tingkat taman kanak – kanak sudah diperkenalkan dengan matematika. Mengingat pentingnya matematika bagi kehidupan manusia dan sebagai dasar untuk mempelajari ilmu pengetahuan yang lain, maka pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional berusaha membuat kurikulum mata pelajaran matematika untuk jenjang sekolah yang selalu dikaji ulang dan disempurnakan serta diselaraskan dengan perkembangan matematika itu sendiri dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada pendidikan dasar, terutama pada Sekolah Menengah Pertama SMP, materi matematika yang ada sudah mengalami beberapa kali perubahan sejalan dengan perubahan kurikulum yang terjadi di Indonesia. Sejak tahun 2006, kurikulum yang berlaku di Indonesia adalah Kurikulum Tingkat Satuan 1 Pendidikan KTSP . KTSP merupakan hasil penyempurnaan dari kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum ini lebih menekankan pada standar isi dan standar kompetensi lulusan. Kelebihan KTSP adalah memberi alokasi waktu pada kegiatan pengembangan diri siswa. Siswa tidak melulu mengenal teori, tetapi diajak untuk terlibat dalam sebuah proses pengalaman belajar. KTSP hanya memuat dua kolom, yakni kolom standar kompetensi dan kompetensi dasar, berbeda dengan Kurikulum 1994 atau Kurikulum 2004 yang masih memuat materi pokok yang akan diajarkan guru. Konsekuensinya, materi pokok yang dikembangkan sekolah sangat beragam sesuai dengan kondisi masing – masing satuan pendidikan. Perbedaan materi mungkin terjadi antarsekolah yang berada dalam satu wilayah tertentu, baik muatan maupun kedalaman materinya. Di lain pihak, sebagaimana termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan , pemerintah melalui Badan Standar Nasional Pendidikan melaksanakan ujian yang bersifat nasional sekurang – kurangnya satu kali dan sebanyak – banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran. Sejak berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, ujian yang bersifat nasional tersebut disebut ujian nasional. Ujian tersebut dilaksanakan setiap tahun antara bulan April sampai Mei dan diperuntukan bagi siswa - siswa diakhir masing – masing jenjang pendidikan. Mengingat kembali pentingnya mata pelajaran matematika, maka matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diujikan dalam ujian nasional. Meskipun ujian nasional secara nasional merupakan kegiatan rutin, namun dalam pelaksanaannya ujian nasional masih menuai kontroversi dari berbagai pihak. Banyak pendapat dari berbagai pihak baik yang mendukung maupun tidak mendukung pelaksanaan ujian nasional. Sebagian berpendapat bahwa ujian nasional berdampak negatif terhadap pembelajaran di sekolah, menghamburkan biaya, dan hanya mengukur aspek kognitif. Argumentasi lain menyebutkan bahwa kondisi mutu sekolah yang sangat beragam sehingga tidak adil jika harus diukur dengan menggunakan ukuran standar yang sama. Namun, dipihak lain ada juga pihak yang mendukung tentang kebijakan ujian nasional. Pendapat yang mendukung agar ujian nasional tetap dipertahankan antara lain didasarkan kepada argumentasi tentang pentingnya ujian nasional sebagai pengendali mutu pendidikan secara nasional dan pendorong bagi pendidik, peserta didik, dan penyelenggara pendidikan untuk bekerja lebih keras guna meningkatkan mutu pendidikan prestasi belajar. Selain itu, mereka juga melihat perlunya ukuran skala baku nasional yang dapat digunakan untuk membandingkan posisi antara sekolah, kabupaten, dan antar propinsi, serta perbandingan antar waktu bagi suatu sekolah, kabupaten kota, propinsi, dan nasional. Marcellino 2007 mengatakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP yang dibuat sesuai kreativitas guru dan kondisi muatan lokal sangat kontradiktif dengan penyelenggaraan ujian nasional berkualitas. Prinsip ujian nasional yang sentralistik, justru menghambat otonomi sekolah dalam mengembangkan kurikulumnya. Perbedaan materi dimungkinkan terjadi antarsekolah yang berada dalam satu wilayah tertentu, baik muatan maupun kedalaman materinya. Di sisi lain, butir soal ujian nasional mengukur muatan tertentu dan kedalaman materi yang sama di seluruh Indonesia. Menurut Marcell, menyusun soal ujian nasional yang merangkum berbagai perbedaan muatan dan kedalaman materi sehingga menjadi paket tes yang reliable, valid, dan adil sangat sulit. Oleh sebab itu, diperlukan mereformasi berbagai kebijakan pelaksanaan ujian nasional yang sejalan dengan KTSP. Evi Shaleha 2006 mengatakan indikator pencapaian hasil KTSP dapat dilihat dari hasil akhir lulusan kurikulum tersebut saat mengikuti ujian nasional, sedangkan untuk dapat melihat sejauhmana tingkat keberhasilan pelaksanaan KTSP sebagai kurikulum baru dapat dilihat pada 3 – 5 tahun mendatang. Dengan kata lain, ujian nasional masih diperlukan untuk melihat indikator pencapaian hasil KTSP. Yunan Yusuf 2006 menegaskan ujian nasional masih relevan sebagai alat ukur pencapaian kualitas pendidikan nasional. Karena itu, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak mengadakan ujian nasional. Meskipun ujian nasional menuai banyak kritik, namun pada kenyataannya ujian nasional merupakan faktor penting dalam menilai standar pendidikan nasional, sehingga ujian nasional tetap dilaksanakan. Menurut pengalaman penulis sebagai alumni SMP Pangudi Luhur Moyudan, SMP tersebut merupakan salah satu sekolah di Kabupaten Sleman yang sebagian besar siswanya mendapatkan hasil baik dalam ujian nasional setiap tahunnya. Dengan kondisi input siswa yang beragam dari segi akademis, dan ketika mengalami beberapa kali perubahan kurikulum yang terjadi, SMP tersebut dapat mempertahankan prestasi baik dengan menunjukkan kestabilan dalam hal hasil siswa ketika mengikuti ujian nasional setiap tahunnya. Pro dan kontra seputar pelaksanaan ujian nasional, terutama jika dikaitkan dengan cakupan materi pembelajaran pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, seakan tidak berpengaruh besar terhadap SMP Pangudi Luhur Moyudan. Perbedaan cakupan materi memang dimungkinkan terjadi antar sekolah, baik keluasan maupun kedalaman materinya. Dalam hal ini, penulis menduga bahwa cakupan materi yang terdapat pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di SMP Pangudi Luhur Moyudan tidak jauh berbeda atau mendekati dengan cakupan materi yang dituntut dalam soal – soal ujian nasional. Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti sejauhmana kesesuaian antara soal – soal ujian nasional dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di SMP Pangudi Luhur Moyudan yang menyangkut cakupan materi, baik keluasan maupun kedalaman materi, khususnya pada mata pelajaran matematika karena sesuai dengan bidang penulis. Dengan penelitian tersebut, secara lebih lanjut diharapkan dapat memberikan sumbangan positif bagi kemajuan pendidikan khususnya dalam bidang ujian nasional dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

B. Perumusan masalah