Faktor-Faktor Penyebab Mortalitas Walang Sangit

B. Faktor-Faktor Penyebab Mortalitas Walang Sangit

Gambar 4.1 : Diagram Hubungan Antara Konsentrasi Ekstrak Daun Sirsak Annona muricata L. Terhadap Mortalitas Walang Sangit Dilihat dari gambar 4.1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat mortalitas walang sangit antara tiap perlakuan. Secara keseluruhan rata-rata persentase mortalitas walang sangit pada P0 sebesar 4,90, perlakuan P1 sebesar 71,18 , perlakuan P2 sebesar 73,33, perlakuan P3 sebesar 62,16 dan perlakuan P4 sebesar 69,22. Diagram di atas menunjukkan bahwa tingkat mortalitas walang sangit pada setiap perlakuan tidak berbanding lurus dengan tingkat konsentrasi ekstrak daun sirsak. Perbedaan tingkat mortalitas dapat dipengaruhi oleh banyak faktor baik itu faktor internal maupun eksternal. Faktor internal misalnya siklus hidup walang sangit, sedangkan faktor eksternal antara lain kandungan metabolisme sekunder ekstrak daun sirsak A. muricata L., waktu aplikasi ekstrak daun sirsak, tata letak, efek penyemprotan dan arah angin.

10 20

30 40 50 60 70 80 15 30 45 60 Morta li tas Konsentrasi Ekstrak Daun Sirsak Pada kontrol tingkat mortalitas walang sangit paling rendah jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh tidak diberikan ekstrak daun sirsak sehingga mortalitas yang terjadi tidak dipengaruhi oleh pestisida sedangkan pada perlakuan lainnya dapat dipengaruhi oleh pemberian ekstrak daun sirsak. Pemberian ekstrak daun sirsak A. muricata L. pada perlakuan P1, P2, P3, P4 menghasilkan tingkat mortalitas walang sangit yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. 1. Kandungan Ekstrak Daun Sirsak Tingkat mortalitas pada tiap perlakuan akibat berikannya ekstrak daun sirsak Annona muricata L. ini dapat disebabkan adanya kandungan metabolisme sekunder pada daun sirsak A. muricata L. yang dapat menyebabkan mortalitas walang sangit. Hal ini dipengaruhi adanya senyawa aktif dalam ekstrak daun sirsak A. muricata L. yang disemprotkan pada walang sangit dimana bertindak sebagai insektisida. Menurut Robinson, 1995 dalam Adri dan Wikanastri 2013 kandungan senyawa yang terdapat dalam daun sirsak Annona muricata L. antara lain steroid atau terpenoid, flavonoid, kumarin, alkaloid, dan tanin. Menurut Yenie, E.et al., 2013 tanin diproduksi oleh tanaman, berfungsi sebagai substansi perlindungan dalam jaringan maupun luar jaringan. Selain itu juga tanin bekerja sebagai zat astrigent yang dapat menyusutkan jaringan dan menutup struktur protein pada kulit dan mukosa. Kandungan tersebut dapat mengakibatkan mortalitas walang sangit. Walang sangit yang melakukan kontak langsung dengan ekstrak daun sirsak menyebabkan kandungan metabolisme sekunder berupa tanin masuk ke dalam dinding tubuh walang sangit sehingga tanin yang ada dalam daun sirsak akan menyusutkan jaringan dan menutup struktur protein pada kulit dan mukosa yang mengakibatkan walang sangit mati. Menurut Yenie, E.et al., 2013 kandungan saponin juga bekerja menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus menjadi korosif dan akhirnya rusak. Jika walang sangit makan padi yang telah semprotkan ekstrak daun sirsak A. muricata L. maka kandungan saponin juga ikut masuk dalam sistem pencernaan walang sangit. Sehingga kandungan saponin yang ada pada ekstrak daun sirsak A. muricata L. ini dapat menyebabkan mortalitas pada walang sangit karena selaput mukosa traktus digestivus telah rusak. Selain itu juga menurut Mulyaman, dkk 2000 dalam Tenrirawe 2011 mengatakan bahwa daun sirsak mengandung senyawa acetogenin antara lain acimicin, bulatacin dan squamocin. Pada konsentrasi tinggi senyawa acetogenin memiliki keistimewaan sebagai antifeedant. Dalam hal ini serangga hama tidak lagi memakan bagian tanaman yang disukainya. Sedangkan pada konsentrasi rendah, bersifat racun perut yang mengakibatkan serangga hama menjadi mati. Dilihat dari peningkatan mortalitas walang sangit tidak berbanding lurus dengan tingkat konsentrasi ekstrak daun sirsak A. muricata L.. Namun berdasarkan kandungannya, daun sirsak yang bersifat antifeedant dan racun perut ini dapat terlihat dari konsentrasi ekstrak daun sirsak A. muricata L. pada setiap perlakuan dengan tingkat mortalitas walang sangit. Pada perlakuan P1 15 dan P2 30 tingkat mortalitasnya tidak jauh berbeda dimana P1 71,18 dan P2 73,33 sedangkan pada konsentrasi tinggi tingkat mortalitas walang sangit pada perlakuan P3 62,16 dan P4 69,22. Dilihat dari hasil mortalitas pada setiap perlakuan diketahui bahwa pada konsentrasi rendah tingkat mortalitas walang sangit jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi tinggi. Melihat hal tersebut ternyata ekstrak daun sirsak lebih efektif membunuh walang sangit pada konsentrasi rendah yang bersifat racun perut dibandingkan pada konsentrasi tinggi yang bersifat antifeedant. Perlakuan P2 memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Melihat hal tersebut perlakuan P4 seharusnya mempunyai tingkat mortalitasnya yang lebih tinggi karena perlakuan P4 tingkat konsentrasi ekstrak daun sirsak lebih tinggi. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh efek masing-masing perlakuan. Ekstrak dengan konsentrasi tinggi mempengaruhi secara langsung dalam arti bahwa jika semprotan mengenai secara langsung pada walang sangit maka efek yang ditimbulkan mempengaruhi daya makan karena bersifat antifeedant. Walang sangit dengan daya tahan tubuh kuat kemungkinan akan bertahan hidup lebih lama sebaliknya walang sangit dengan daya tahan tubuh rendah akan lebih cepat mati. Hal ini dapat terjadi karena walang sangit yang digunakan sebagai sampel penelitian diadaptasikan selama 5 hari sebelum aplikasi ekstrak daun sirsak sehingga daya adaptasi walang sangit cukup tinggi terhadap perubahan lingkungannya. Sedangkan perlakuan dengan konsentrasi rendah lebih bersifat racun perut dan tidak berdampak langsung terhadap kematian walang sangit. Ekstrak yang disemprotkan ke tanaman akan diserap oleh jaringan tumbuhan dan residu pestisida akan diedarkan ke semua organ tanaman. Jika walang sangit memakan bagian organ tanaman padi yang sudah ada senyawa metabolisme sekunder yang bertindak sebagai pestisida mengakibatkan walang sangit akan mati. Walang sangit yang memakan bulir padi dengan cara mengisap cairan bulir padi menyebabkan walang sangit mengalami keracunan dan mati. Dikarenakan aplikasi ekstrak dilakukan setiap hari sehingga semakin banyak ekstrak yang diserap jaringan tumbuhan, memungkinkan walang sangit yang memakan akan lebih cepat mengalami kematian. 2. Waktu aplikasi ekstrak daun sirsak Mortalitas walang sangit juga dapat dipengaruhi oleh waktu aplikasi pestisida dimana dilakukan pada pagi hari. Efek aplikasi ekstrak daun sirsak terdapat dua kemungkinan efek yakni efek langsung karena kontak langsung dan efek tidak langsung akibat kontak tidak langsung. Efek tidak langsung akibat kontak tidak langsung ini bisa meninggalkan residu dibagian organ tanaman padi yang terkena semprotan ekstrak daun sirsak. Bagian organ tanaman padi antara lain batang, daun dan akar. Semua organ tanaman terdapat stomata namun pada daun jumlah stomatanya lebih banyak. Pada daun tanaman padi terdapat banyak stomata yang dapat menjadi tempat masuknya metabolisme sekunder yang bertindak sebagai pestisida. Hal ini sesuai apa yang dikatakan oleh Wilkins 1991 dalam Haryanti dan Tetrinica 2009 stomata ditemukan pada sebagian besar permukaan tanaman misalnya daun, batang dan akar tetapi jumlah stomata yang banyak terdapat pada daun. Organ tanaman padi yang terkena semprotan ekstrak daun sirsak baik pada buah, daun dan batang, memungkinkan stomata yang ada pada batang dan daun tanaman menjadi tempat masuknya metabolisme sekunder yang bertindak sebagai pestisida sehingga residu pestisida akan tertinggal pada tanaman padi. Residu pestisida yang tertinggal dalam tanaman akan diedarkan ke semua bagian tanaman bersamanan proses metabolisme tumbuhan yakni transpirasi dan fotosintesis. Sehingga memungkinkan semua organ tamanan padi mengandung senyawa metabolisme sekunder yang bertindak sebagai pestisida. Hal inilah yang membuat walang sangit mati karena memakan buah padi yang mungkin sudah ada kandungan metabolisme sekunder yang bertindak sebagai pestisida. Hal ini didukung oleh Salisbury dan Ross, 1995; Taiz dan Zeiger, 2002; Hopkins, 2004; Fatonah, et al., 2013 permukaan stomata berkaitan dengan proses metabolisme tumbuhan yaitu transpirasi dan fotosintesis. Stomata berperan dalam difusi CO2 pada proses fotosintesis. Selain itu stomata juga berfungsi sebagai pintu keluarnya cairan dari dalam proses transpirasi. Aplikasi ekstrak daun sirsak juga dilakukan pada pagi hari dimana stomata sedang terbuka sehingga ekstrak daun sirsak yang mengenai organ tanaman padi langsung masuk melalui stomata. Senyawa metabolisme sekunder yang ada pada ekstrak daun sirsak akan masuk dalam organ tanaman melalui stomata. Sehingga senyawa metabolisme sekunder yang bertindak sebagai pestisida akan diedarkan ke semua bagian tanaman. Hal inilah yang membuat walang sangit mati jika memakan bagian tanaman padi. Hal ini sesuai apa yang dikatakan oleh Moenandir, 1990; Setyowati, 2015; Fatonah, et al., 2013 penyemprotan pestisida lebih efektif dilakukan pada daun saat stomata membuka maksimal, sehingga pestisida yang terlarut dalam air akan lebih mudah masuk. Maka pestisida akan lebih cepat ditranslokasikan ke seluruh bagian tubuh tumbuhan. Didukung oleh Taiz dan Zeiger, 2002; Hopkins, 2004; Fatonah, at al., 2013 pada pagi hari stomata akan mulai membuka lebar karena intensitas cahaya dan temperatur yang tidak terlalu tinggi serta kelembaban yang cukup menyebabkan tugor sel penjaga meningkat. Namun pada saat siang hari, stomata menutup karena tingginya intensitas cahaya dan temperatur serta penguapan air yang berlebihan. Hal ini juga yang menjadi alasan pada perlakuan P2 tingkat mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan P4. Karena perlakuan P2 memiliki sifat racun perut sedangkan pada perlakuan P4 bersifat antifeedant. Pada perlakuan P4 senyawa metabolisme sekunder yang ada pada ekstrak daun sirsak akan bertindak sebagai antifeedant jika ekstrak daun sirsak yang disemprotkan kontak langsung dengan walang sangit. 3. Siklus Hidup Walang Sangit Secara garis besar walang sangit memiliki siklus hidup yang meliputi telur, nimfa dan imago. Penelitian ini menggunakan walang sangit pada tahap imago. Dalam hasil pengamatan baik saat proses adaptasi maupun saat setelah melakukan proses pengujian ekstrak daun sirsak Annona muricata L. pada hama walang sangit ditemukan adanya walang sangit yang sedang kawin. Hasil pengamatan tersebut dapat ditemukan pada setiap perlakuan dan pengulangan. Kontrol lebih banyak menghasilkan telur dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada kontrol telur yang dihasilkan sekitar 8-15 butir sedangkan pada perlakuan lainnya sekitar 3-6 butir. Sehingga walang sangit yang menetas jauh lebih banyak pada kontrol dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Telur walang sangit diletakkan pada daun padi di sepanjang ibu tulang daun. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Pracaya, 2008 telur walang sangit berwarna hitam kecoklat-coklatan yang diletakkan dalam barisan di permukaan atas daun padi. Jumlah telur pada setiap kelompok kira-kira 10-20 butir. Perbedaan antara hasil telur yang dihasilkan pada kontrol dan yang ada perlakuan ini bisa dipengaruhi oleh ekstrak daun sirsak A. muricata L. yang disemprotkan. Rendahnya telur yang dihasilkan oleh walang sangit dapat dipengaruhi oleh pemberian ekstrak daun sirsak A. muricata L. yang dapat menghambat perkembangan walang sangit. Terjadinya perkawinan dalam setiap perlakuan dan pengulangannya ini menandakan bahwa walang sangit yang diuji sudah beradaptasi dengan tempatnya yang baru. Selain itu faktor lingkungan juga mempengaruhi walang sangit untuk berkembangbiak. 4. Hubungan Antara Waktu Terhadap Tingkat Mortalitas Walang Sangit Gambar 4.2 : Diagram Hubungan Antara Waktu Terhadap Tingkat Mortalitas Pada gambar 4.2 menunjukkan tingkat mortalitas setiap 24 jam atau setiap 1 hari masa pengamatan. Aplikasi pestisida berlangsung selama 8 hari. Gambar 4.2 menujukkan bahwa lamanya perlakuan juga berpengaruh pada tingkat mortalitas walang sangit. Secara keseluruhan terlihat bahwa setiap hari pengamatan terdapat peningkatan mortalitas walang sangit. Berbeda dengan kontrol yang baru terlihat adanya mortalitas walang sangit pada jam ke-48 hari ke-2 dan pada jam ke-72 hari ke-3. Selanjutnya hingga jam ke- 20 40 60 80 100 120 24 48 72 96 120 144 168 192 M or talitas Waktu P0 P1 P2 P3 P4 192 hari ke-8 tingkat mortalitas walang sangit tidak mengalami peningkatan. Pada keempat perlakuan tingkat mortalitas walang sangit pada setiap perlakuannya mengalami peningkatan yang berbeda-beda. Dapat dilihat bahwa pada perlakuan P1 pada hari pertama dan kedua terlihat bahwa tingkat mortalitas walang sangit jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya namun pada hari ketiga sampai hari keenam perlakuan P1 tetap mengalami peningkatan namun perlakuan P2 jauh lebih tinggi. Perlakuan P2 setiap harinya juga mengalami peningkatan namun pada hari pertama dan hari kedua tingkat mortalitasnya tidak setinggi pada perlakuan P1 namun pada hari ketiga sampai hari kelima tingkat mortalitas lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan P2 juga merupakan perlakuan yang tingkat mortalitas walang sangit yang pada hari kelima telah mencapai 100 sedangkan perlakuan lainnya hari keenam dan ketujuh baru mencapai 100. Perlakuan P3 tingkat mortalitas walang sangit pada hari pertama terlihat rendah dibandingkan perlakuan lainya namun setiap harinya terus mengalami peningkatan. Begitu juga pada perlakuan P4 pada hari pertama sampai hari kelima mengalami peningkatan namun pada hari keenam tidak mengalami peningkatan dan pada hari ketujuh baru mengalami peningkatan lagi mencapai 100. Pada hari ketujuh keempat perlakuan P1, P2, P3, P4 tingkat mortalitas walang sangit sudah mencapai 100.

C. Perhitungan Statistik