1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia sehingga hampir sebagian besar daerah di Indonesia merupakan daerah pertanian. Luasnya
daerah pertanian tersebut mengindikasikan bahwa hampir sebagian besar penduduk Indonesia berprofesi sebagai petani. Aktivitas pertanian sudah ada
sejak dahulu kala yang terus-menerus dan turun-temurun digeluti oleh masyarakat Indonesia. Aktifitas pertanian serta teknologi pertanian pun terus
berkembang seiring berjalannya waktu. Berbagai hal dilakukan dan diupayakan untuk meningkatkan hasil produksi pertanian. Mulai dari pemuliaan tanaman,
penggunaan pupuk dan pestisida secara optimal serta peningkatan SDM di bidang pertanian.
Berdasarkan data dari Kementrian Pertanian, produksi tanaman padi dalam skala nasional selalu menempati urutan teratas. Pada tahun 2013
produksi tanaman padi mencapai 71.279.709 ton. Banyaknya hasil produksi ini juga didukung oleh luas lahan yang mencapai 13.835.252 Ha. Hal ini
menunjukkan bahwa tanaman padi merupakan tanaman pangan yang memiliki potensi untuk dikembangkan dan dibudidayakan secara terus-menerus.
Dalam budidaya pertanian, permasalahan yang sering ditemui oleh para petani adalah masalah penyakit dan organisme pengganggu tanaman OPT
atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan hama tanaman. Penyakit yang
sering dijumpai kebanyakan disebabkan oleh jamur dan serangan virus. Sedangkan organisme pengganggu tanaman didominasi oleh organisme jenis
serangga. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani desa Tawangharjo, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah
hasil panen tanaman padi pada tahun 2014 mengalami penurunan drastis bahkan ada petani yang mengalami
gagal panen. Penyebab terjadinya penurunan produktifitas tanaman padi ini disebabkan oleh serangan hama. Salah satu hama penyebab gagalnya produksi
pertanian ini adalah walang sangit. Kejadian ini sudah terjadi dua kali dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Pada tahun 2011 serangan hama ini juga
menyebabkan terjadinya gagal panen dan menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi para petani. Walang sangit merupakan hama yang menyerang
tanaman padi yang sedang berbunga untuk mengisap bulir padi sehingga menyebabkan penurunan kualitas gabah. Serangan berat dapat menurunkan
produksi hingga tidak dapat dipanen. Hama ini juga memiliki kemampuan penyebaran yang tinggi, sehingga mampu berpindah ke tanaman padi lain yang
mulai memasuki stadia matang susu. Selain itu juga walang sangit betina mempunyai kemampuan menghasilkan telur lebih dari 100 butir yang memiliki
dampak pada sebaran serangan yang semakin luas. Cara pengendalian yang biasanya dilakukan oleh para petani adalah
dengan menyemprotkan pestisida sintetik. Namum ternyata pengendalian dengan menyemprotkan pestisida sintetik tidak secara langsung menyelesaikan
permasalah hama. Hama yang disemprot biasanya langsung mati namun jumlahnya akan bertambah banyak pada keesokan harinya. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh daya tahan hama atau resistensi hama terhadap pestisida sintetik yang disemprotkan. Keadaan ini membuat para petani
menambah dosis penyemprotan. Penambahan dosis penyemprotan tidak disertai dengan pengetahuan yang cukup sehingga dapat dikatakan bahwa
penambahan dosis mengikuti kemauan petani. Kebiasaan seperti ini jika dilakukan secara terus-menerus, akan menimbulkan permasalahan yang lebih
kompleks lagi. Hal ini akan berpengaruh bagi keberlanjutan pertanian yang mana penggunaan pestisida sintetik secara berlebihan dapat mendatangkan
masalah yang lebih berat terutama terhadap kelangsungan hidup makhluk hidup lain termasuk manusia.
Saat ini telah banyak dikembangkan pestisida yang lebih ramah lingkungan yakni pestisida organik. Pestisida ini dikembangkan untuk
mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh pemberian pestisida sintetik. Eksplorasi pestisida nabati dapat bersumber dari tumbuhan yaitu
penggunaan atau pemanfaatan secara tradisional bagian-bagian tumbuhan tertentu untuk tujuan pengendalian hama. Beberapa dari pestisida nabati
diantaranya adalah bersifat membunuh, menarik attractant, menolak repellant, antimakan antifeedant, racun toxicant dan menghambat
pertumbuhan Santi, 2011. Berdasarkan beberapa literatur, daun sirsak memiliki kandungan bahan
kimia beracun yang cukup efektif mengendalikan ataupun membunuh berbagai jenis serangga. Bagian dari tanaman sirsak baik itu daun, akar, batang dan
biji dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati. Menurut Desi 2007 dalam
Tenrirawe 2011 daun sirsak mengandung senyawa acetogenin antara lain asimisin, bulatasin dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi senyawa acetogenin
memiliki keistimewaan sebagai antifeedant. Dalam hal ini serangga hama tidak lagi memakan bagian tanaman yang disukainya. Sedangkan pada konsentrasi
rendah, bersifat racun perut yang mengakibatkan serangga hama menyebabkan kematian.
Tanaman sirsak mudah ditemukan di semua wilayah di Indonesia, dimana tanaman sirsak banyak di temukan di pekarangan rumah. Berdasarkan
observasi tanaman sirsak juga banyak ditemukan di daerah Tawangharjo. Tanaman ini dapat ditemukan hampir di semua halaman rumah warga ataupun
di perkebunan warga. Penelusuran tumbuh-tumbuhan yang dapat menghasilkan senyawa
antimakan untuk mengendalikan hama serangga sangat menarik untuk diteliti. Hal ini karena dalam perlindungan tumbuhan, senyawa antimakan tidak
membunuh, mengusir atau menjerat serangga hama, bersifat spesifik terhadap serangga sasaran, tidak mengganggu serangga lain, tetapi hanya menghambat
selera makan serangga sehingga tumbuhan dan kelangsungan hidup organisme lainnya terlindungi. Melihat fenomena ini, peneliti tertarik untuk
memanfaatakan daun sirsak sebagai pestisida nabati untuk mengatasi permasalahan hama dengan melakukan uji efektifitas pada hama walang sangit.
B. Rumusan Masalah