Kesimpulan Realitas Gereja dan

77 yang memungkinkan pengunjung website untuk menyaksikan live streaming ibadah di dalam website . Dari awal pembukaan ibadah, hingga ”kata-kata berkat” di akhir ibadah, semuanya disiarkan secara langsung tanpa putus serta dapat disaksikan oleh semua pengunjung website. Penulis mengikuti beberapa kali siaran ibadah melalui live streaming ini. Ibadah ini diliput dengan sangat apik. Pihak gereja menggunakan beberapa kamera yang menghasilkan gambar dari berbagai sudut pandang. Terlihat bahwa kamera tidak hanya ditempatkan di depan panggung, tetapi juga di berbagai sudut yang memungkinkan pemirsa di layar komputer untuk merasakan suasana riil layaknya beribadah di dalam ruang ibadah yang sesungguhnya. Penulis mendapat kesan sedang menonton sebuah liputan pertunjukkankonser musik di mana lampu dan pencahayaan berpadupadan dengan sorot kamera dari berbagai penjuru. Sang pengkhotbah menjadi layaknya artis di atas panggung, sementara umat terlihat bagaikan penonton dan penggemar yang menikmati sajian dari artis di atas panggung.

6. Kesimpulan

Pengalaman beribadah seperti ini sesungguhnya telah menggeser pemahaman ortodoks tentang peribadahan dalam kekristenan itu sendiri, di mana persekutuan umat terjadi di dalam suatu tempat ruangan yang dipimpin oleh seorang rohaniwan atau gembala jemaat. Persekutuan umat, di masa kini, rupanya telah masuk ke dalam sebuah dunia baru, yaitu dunia cyber , di mana perjumpaan 78 fisik tidak lagi terjadi, melainkan perjumpaan antara sebuah akun dengan akun lainnya. Saat ini, pendeta dan umat dapat berjumpa melalui media sosial. Sang pendeta dapat menuliskan pesan rohani yang menyejukkan hati jemaatnya baca: pengikutnya. Sebaliknya, jemaat mengaminkan atau bahkan mengkomentari pesan yang ditulis oleh pendetanya secara langsung dan mungkin saja dikomentari kembali olehnya. Situs website dari gereja seolah menjadi ”gedung ibadah” yang baru karena dengan mengunjunginya jemaat sudah mendapatkan segala hal yang ingin ia dapatkan ketika ia datang ke gedung gereja. Halaman-halaman informasi kegiatan sampai pada siaran langsung ibadah live streaming mewakili keberadaan gedung gereja itu sendiri. 79 Bab IV Internet dan Religiositas Umat Dalam bab sebelumnya, penulis telah memaparkan tentang realitas gereja dan media, serta kaitannya dengan pola peribadahan dewasa ini. Sangat terlihat bahwa teknologi informasi, khususnya internet , telah masuk ke hampir seluruh aspek dari gereja, bahkan ke dalam peribadahan itu sendiri. Teknologi informasi bukan lagi sekadar menjadi alat bagi pekabaran Injil gereja-gereja saat ini, tetapi juga turut mengintervensi kekristenan dan menciptakan religiositas baru. Kirsteen Kim menganalisa bahwa gereja saat ini bukan hanya menjadi gereja yang online , yang hanya menjadi sarana dari gereja di dunia riil di dalam dunia cyber , tetapi gereja saat ini telah menjadi gereja online , yang memang hidup dan berakar dari teknologi itu sendiri. 1 Dalam bab ini, penulis berusaha melihat bagaimana religiositas yang terbentuk dalam hubungan antara gereja dan teknologi informasi sekarang ini. Teori simulakrum yang dikembangkan oleh Jean Baudrillard akan menjadi sebuah pisau bedah untuk melihat lembaran demi lembaran hubungan kedua hal di atas serta realitas yang dibentuknya. Perbedaan antara yang riil dan imajiner telah kabur dalam kekuatan gelombang teknologi informasi. Mengutip adagium yang dikembangkan dalam teori ini, ”yang imajiner adalah yang riil”. Simbol-simbol religius yang terkandung di dalam agama dan merupakan sarana komunikasi antara manusia dan Tuhan, telah dikaburkan dengan simbol-simbol virtual yang diciptakan oleh berbagai macam teknologi informasi. Akibatnya, dunia imajiner 1 Kirsteen Kim. ”Ethereal Christianity: Reading Korean Mega-Church Websites”, dalam Studies in World Christianity Volume 13.3 2007., hlm. 219. 80 yang hiperreal ini telah menjadi dunia yang riil dan sesungguhnya dan mengatur eksistensi dari yang riil itu. 2

1. Dari Simbol Ritual ke Simbol Virtual