18
percaya untuk masuk ke dalam misteri karya penciptaan dan penyelamatan oleh Allah secara bersekutu.
Dalam konteks penelitian ini, ibadah melalui media elektronik menjadi suatu varian lain yang muncul. Persekutuan dengan umat yang
lain tidak lagi penting. Segala ornamen dan simbol dalam ruang ibadah pun dihilangkan. Dengan mengikuti ibadah di radio, televisi, dan
internet
, umat menarik diri dari kebersamaan dengan orang lain. Ibadah tidak lagi
menjadi suatu hal komunal, melainkan telah menjadi sesuatu yang individual. Jemaat memang hadir di ruang ibadah, ikut bernyanyi dan
bertepuktangan, tetapi di waktu yang sama ia pun sedang berinteraksi dengan temannya yang berada ratusan kilometer darinya melalui
chatting
di Facebook dari
smartphone
yang canggih. Alkitab, yang menjadi simbol Firman Tuhan di dalam ibadah, digantikan oleh
”gadget suci” yang dapat membukakan ayat-ayat Alkitab sekaligus catatan-catatan para ahli kitab
tentang ayat-ayat yang dibaca. Pemberian persembahan yang menjadi sebuah ritual kolektif pun telah digantikan dengan transfer secara
individual.
VI. 2. Internet dan Pembentukan Realitas
Media elektronik seperti, radio, televisi dan saat ini jaringan
internet
, menjadi alat komunikasi yang paling masif digunakan di seluruh dunia. Keduanya menyediakan informasi populer tentang kejadian-
kejadian yang berlangsung di seluruh dunia, baik di negara modern- industrialis, maupun di negara berkembang-agraris. Radio hanya
19
mengandalkan suara, sedangkan televisi sudah menghadirkan visualisasi berupa gambar. Melalui radio, informasi yang disampaikan masih bersifat
bebas dan memerlukan imajinasi pendengar untuk membayangkan suatu kejadian atau informasi yang diberikan. Sedangkan televisi menutup ruang
imajinasi itu, karena suatu informasi disampaikan melalui televisi dengan gambar dan suara.
Selain kedua media di atas,
internet
pun muncul sebagai sebuah medium informasi baru. Tidak hanya memiliki kemampuan audiovisual
seperti televisi,
internet
pun menawarkan kemampuan interaksi langsung antara pengguna dengan setiap konten yang hendak diakses. Para
pengguna bebas untuk memilih sendiri segala informasi yang hendak dilihat dan didengarkan. Peran stasiun radio dan televisi digantikan oleh
server
sebagai gudang penyimpan berbagai informasi. Tidak kalah dengan radio dan televisi yang dapat diakses di berbagai tempat di seluruh penjuru
dunia,
internet
saat ini dapat diakses di hampir seluruh negara di dunia.
17
Terikatnya dunia ke dalam sebuah jaringan global
internet
membuat manusia saling terhubung satu dengan yang lain secara langsung.
Studi tentang media elektronik telah menjadi bagian penting dalam kajian budaya. Di awal kemunculannya di Inggris, kajian budaya
menempatkan media elektronik sebagai bagian dari ontologi sosialnya. Kajian tentang televisi, misalnya, telah mendapatkan makna baru dari para
pegiat kajian budaya bahwa televisi tidak hanya menjadi alat untuk
17
Situs http:submarine-cable-map-2013.telegeography.com menunjukkan sebuah peta dari jaringan kabel optik yang menghubungkan seluruh dunia ke dalam jaringan internet. Jaringan
kabel optik dan sinyal satelit adalah dua hal yang dibutuhkan bagi jaringan internet saat ini. jaringan ini telah berhasil menghubungkan seluruh wilayah di dunia, baik dengan jaringan kabel
optik bawah laut, maupun bawah tanah.
20
menggambarkan realitas, tetapi ia adalah realitas itu sendiri. Apa yang disampaikan di dalam televisi justru menjadi dunia bagi para pemirsanya.
Selain itu, informasi yang disampaikan oleh media adalah sebentuk konstruksi yang dimainkan di dalam sebuah kerangka pikir tertentu untuk
mengatur cara pandang pemirsa melihat dunia. Hasilnya, yang disebut berita di seluruh dunia adalah isu-isu aktual seputar hal ekonomi, politik,
urusan dalam negeri dan luar negeri. Di luar ini bukanlah berita, tetapi hanya sekadar informasi tambahan yang menjadi pelengkap dari berita
utama tadi. Pemahaman ini menjadi sesuatu yang
common sense
. Stuart Hall, mengikuti Gramsci, melihat hal ini sebagai hegemoni media.
18
Media telah terhegemoni oleh pemahaman yang terbentuk di dalam masyarakat
dalam suatu situasi kultural tertentu, sehingga informasi yang diberikan tidak bebas nilai, tetapi mengandung pemahaman mengikat yang
dikonstruksi dari masyarakat, tetapi juga yang kemudian berbalik mengkonstruksi masyarakat.
Akan tetapi, di balik kondisi hegemonik itu, para pemirsa pun menjadi
audience
aktif. Mereka tidak hanya menerima segala informasi dan memberlakukannya sebagai kebenaran yang mutlak, tetapi menafsir
kembali makna dari setiap informasi yang dihadirkan dalam konteks kultural masing-masing.
19
Teks-teks dalam media bukanlah teks yang ambigu, melainkan bersifat polisemi, sehingga pemaknaannya sangat
bergantung pada situasi dan kondisi setempat. Proses
encoding
yang dilakukan oleh produser melalui serangkaian proses yang memungkinkan
18
Chris Barker, Cultural Studies: Theory Practice, London: SAGE Publications, 2008, hlm. 319.
19
Ibid.
21
bagi terjadinya distorsi makna. Proses
decoding
oleh pemirsa dan pendengar pun bisa saja bermakna yang lain, bergantung pada konteks
masyarakat. Hall kemudian membagi tiga jenis penerimaan informasi oleh pemirsa. Pertama, dominan-hegemonik, yaitu pemirsa menerima semua
informasi yang diberikan dan pemaknaannya sesuai dengan apa yang diinginkan oleh produsen informasi. Kedua, negosiatif, yaitu pemirsa
membuka ruang bagi pemaknaan yang berbeda dari informasi yang diserap bergantung dari kondisi kultural setempat. Ketiga, oposisional, yaitu
pemirsa memaknai secara berbeda seluruh informasi yang diberikan dengan cara-cara pandang alternatif. Jenis ketiga ini niscaya membentuk
suatu subkultur dalam masyarakat.
Internet
, sebagai bagian dari media modern, pun tidak bebas nilai. Ia terbentuk dalam
frame
penyedia layanan, pengembang program, serta desainer
web
. Hanya saja, sifat interaktif dari
internet
yang memberikan kebebasan tanpa batas kepada para penggunanya membuat pengguna tidak
hanya sekadar penerima berita, tetapi juga berbalik menjadi pencipta berita dan
frame
yang baru. Yang terjadi bukan lagi terciptanya subkultur, melainkan membalikkan proses produksi informasi. Pemirsa pun menjadi
produser. Pengguna
internet
mengolah informasi secara eklektik, dengan mencampuradukkan fakta dan opini, dan membuat informasi baru yang
dapat dianggap kebenaran oleh orang lain. Contohnya, dalam aktifitas
blogging
dan
micro-blogging
melalui media sosial, pengguna dapat menuliskan informasi yang kebenarannya tidak dapat dipastikan, lalu
22
mengirimnya dan membuat semua orang membacanya sehingga membentuk sebuah kebenaran baru.
Penggunaan teknologi
internet
ini telah menciptakan realitas baru dalam kehidupan bergereja. Gereja dianggap mengikuti perkembangan
zaman dan cocok bagi masyarakat perkotaan adalah gereja yang ”
high- tech
”. Gereja seperti ini pun dinilai mampu berkembang di kalangan anak muda. Penggunaan media
internet
pun akhirnya membentuk dan mendikte arah perkembangan gereja. Jikalau ingin menjadi gereja yang besar dan
ramai, maka fasilitas-fasilitas yang berkaitan dengan
internet
dan teknologi informasi harus disediakan, contohnya terlibat aktif dalam media
sosial, membuat
website
resmi gereja yang lengkap, atraktif dan interaktif, juga menyediakan fasilitas
video streaming
sehingga ibadah pun bisa dinikmati semua orang yang berada di luar tembok gereja. Khusus bagi
video streaming
, awalnya ia hanya sebagai syarat mutlak jika sebuah gereja ingin mendapatkan label
”
high-tech
” yang mengakomodir perkembangan zaman, dan tidak ada maksud untuk membentuk suatu
subversi dalam ibadah Kristen. Akan tetapi, proses
decoding
dari ibadah seperti ini justru dapat menghasilkan makna baru yang berbeda. Sebagian
pemirsa dan jemaat melihatnya sebagai ibadah sebenarnya, yang dapat diikuti sebagaimana mengikuti ibadah di gedung gereja.
VI. 3.