39
F. Penyelesaian Masalah Timor Timur
Permasalahan Timor Timur yang ingin merdeka dan lepas dari Indonesia menjadi salah satu permasalahan besar yang harus dihadapi Bangsa
Indonesia. Setelah berakhirnya masa Orde Baru, dan naiknya B.J Habibie menjadi Presiden, Presiden B.J Habibie membuat kebijakan untuk
memberikan kemerdekaan bagi Timor Timur. Bagi Presiden B.J Habibie, Timor Timur dianggap sebagai masalah yang merepotkan. Hal ini tertuang
pada pernyataan Presiden B.J Habibie yang mengatakan bahwa masalah Timor Timur bagaikan kerikil dalam sepatu. Selain itu permasalahan Timor
Timur dirasa mengganggu kinerja Kabinet Reformasi Pembangunan yang dipimpinnya dalam menghadapi berbagai macam persoalan reformasi.
53
Upaya yang dilakukan Presiden B.J Habibie sebelum memutuskan untuk memberikan kemerdekaan bagi Timor Timur salah satunya adalah
membebaskan tawanan politik asal Timor Timur dan menjanjikan suatu status istimewa bagi Timor Timur. Akan tetapi status istimewa yang dijanjikan
Presiden B.J. Habibie tidak disetujui oleh Ramos-Horta dan para tokoh-tokoh yang menginginkan Timor Timur merdeka. Pada bulan Juni 1998 terjadi
demonstran besar-besaran di Timor Timur yang menuntut diadakannya referendum yang menawarkan pilihan kemerdekaan dan menolak status
istimewa dalam lingkup Negara Republik Indonesia. Untuk mendapatkan
53
Tuk Setyohadi, Op. Cit., hlm. 185
40
dukungan yang kuat tentang referendum, Belo meminta dukungan PBB untuk mensponsori referendum tersebut
54
Melihat situasi di Timor Timur Presiden B.J Habibie mengambil sikap pro-aktif dengan menawarkan dua pilihan bagi penyelesaiaan Timor Timur
yaitu dengan memberikan otonomi khusus atau memisahkan diri dari Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Ali Alatas
pada bulan Januari 1999 yang mengumumkan bahwa, jika usulan otonomi khusus untuk Timor Timur ternyata ditolak, wilayah tersebut akan diberi
kemerdekaan. Otonomi luas berarti diberikannya wewenang atas berbagai bidang politik, ekonomi, budaya dan lain-lain, kecuali dalam hubungan luar
negeri, pertahanan dan keamanan serta moneter dan fiksal. Sedangkan memisahkan diri berarti secara demokratis dan konstitusional, serta secara
terhormat dan damai, lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Habibie tidak mendapatkan banyak dukunagn dari kekuatan-kekuatan
politik besar mengenai kebijakannya terhadap Timor Timur. Pada bulan Februari 1998, Megawati Sukarnoputri mengatakan di depan pendukungnya
bahwa Timor Timur adalah bagian dari Indonesia dan bahwa ia tidak akan menerima pemisahan diri wilayah tersebut dari Republik Indonesia.
Pandangan yang sama disampaikan oleh Abdurrahman Wahid. Meskipun demikian, ABRI memiliki pemikiran yang berbeda. Para petinggi ABRI telah
memutuskan bahwa, jika suatu referendum menghasilkan suara untuk
54
M.C. Ricklefs, Op. Cit., hlm. 700
41
memisahkan diri, mereka akan menggerakkan sebuah aksi bumi hangus di Timor Timur.
55
Referendum dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999. Hasilnya adalah sebanyak 446.953 suara masuk, merepresentasikan 98,6 dari seluruh
pemilih. Dari 438.968 suara sah, 78,5 menginginkan kemerdekaan, dan 21,5 sisanya menghendaki otonomi dalam lingkup negara Republik
Indonesia.
56
Dengan hasil ini menunjukkan bahwa penduduk Timor Timur ternyata menghendaki kemerdekaan. Presiden B.J. Habibie menagaggapi
hasil referendum ini dengan menyatakan bahwa Indonesia mulai 1 Januari 2000 akan memusatkan perhatian pada 26 propinsi dan tidak diganggu lagi
dengan masalah Timor Timur.
G. Pengusutan Kekayaan Soeharto dan Kroni-kroninya