Agenda media dalam pemberitaan pemilu presiden 2014 pada Koran Sindo

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh :

Nur Laily

NIM : 1110051000024

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M/ 1435 H


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

Agenda Media Dalam Pemberitaan Pemilu Presiden 2014 pada Koran Sindo Penelitian ini mengenai pemberitaan pemilu presiden 2014 di Koran Sindo. Koran Sindo memperoleh The 5th Indoensia Print Media Awards (IPMA) 2014 di Bengkulu. Koran ini merupakan koran Nasional peringkat ketiga dari

Kompas, dan Jawa Pos, termasuk koran yang memberikan ruang terbanyak mengenai pemilu presiden sebanyak 2-3 halaman. Sindo memberikan kolom terbanyak mengenai hal politik khususnya tentang pemilu Presiden. Ini terkait dengan level agenda media dimana Koran Sindo memprioritaskan berita pemilu Presiden selama tiga minggu pada tanggal 13 Juni 2014 hingga 5 Juli 2014. Permasalahan ini menarik untuk diteliti untuk mengungkapkan agenda media dibalik berita hasil produksi Koran Sindo. Berita-berita yang diagendakan Koran Sindo kemudian mempengaruhi kecendrungan dalam pemilihan berita.

Berdasarkan konteks diatas terdapat dua rumusan masalah yaitu 1) Bagaimana politik redaksional Koran Sindo terhadap pemberitaan dua pasangan capres dan cawapres pada pemilu Presiden 2014? 2) Bagaimana karakteristik pesan yang diagendakan Koran Sindo dalam pemberitaan pasangan capres dan cawapres pada pemilu Presiden 2014? Metodologi yang digunakan adalah kualitatif dengan mewawancarai wakil Pemimpin Redaksi Koran Sindo dan wartawan harian Koran Sindo. Paradigma penelitian ini konstruktivis dan teknik analisisnya adalah model framing Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki.

Teori yang digunakan oleh peneliti adalah teori Agenda Setting. Terdapat tiga bagian dari teori ini yaitu agenda media, agenda publik, dan agenda kebijakan. Salah satu agenda yang peneliti gunakan adalah agenda media, dimana media memberikan tekanan dan pengaruh terhadap khalayak dengan menonjolkan berita pemilu Presiden 2014 secara terus-menerus sehingga khalayak tertarik untuk terus mengikuti berita tersebut. Penentuan agenda ini digunakan guna menghimpun kekuatan opini publik terhadap salah satu calon kandidat presiden dan wakil presiden.

Peneliti menemukan hasil penelitian sebagai berikut: 1) Berdasarkan wawancara peneliti dengan pihak wapemred dan wartawan Koran Sindo

kedekatan Hary Tanoesoedibjo sebagai pemilik media dengan Prabowo memberikan pengaruh besar terhadap frekuensi dan konten berita pada Koran Sindo. 2) Karakteristik pesan Koran Sindo berdasarkan teknik analisis model Zhondang Pan baik dari segi analisis sintaksis, skrip, tematik dan retoris berita cenderung kepada sosok Prabowo-Hatta, misalnya saja dengan penggunaan

headline seperti “Dukungan SBY Perkuat Prabowo-Hatta” dan “Rustriningsih siap menangkan Prabowo”. Headline merupakan aspek wacana berita dengan tingkat kemenonjolan yang tinggi yang menunjukkan kecendrungan berita.

Dengan demikian, berita yang diagendakan Koran Sindo sejalan dengan politik redaksionalnya. Politik redaksional tidak terlepas dari campur tangan kebijakan pemilik media juga pemimpin redaksi. Sehingga Koran Sindo lebih menonjolkan dan menekankan pada pemberitaan Prabowo-Hatta dibandingkan dengan kandidat calon nomor 2, yaitu Jokowi-JK.


(6)

iv ABSTRAK Nur Laily

Agenda Media Dalam Pemberitaan Pemilu Presiden 2014 pada Koran Sindo Berawal dari asumsi media bahwa adanya korelasi yang kuat antara apa yang diagendakan oleh media massa dan apa-apa yang menjadi agenda publik menjadi akan semakin berpengaruh terhadap pemberitaan di media massa menjelang maupun akhir masa kampanye pemilu presiden, tak dapat dipungkiri jika kemudian asumsi media ini juga yang diterapkan oleh Koran Sindo. Penentuan agenda yang digunakan guna menghimpun kekuatan opini publik terhadap salah satu calon kandidat tertentu. Meski Sindo belum lama terbit, namun Sindo merupakan salah satu koran di Indonesia dengan pembaca terbanyak kedua setelah Kompas. Agar pemberitaan menjadi menarik, media tidak saja mengemas berita apa adanya. Namun, alasan framing dan juga politik redaksional yang kemudian akan sangat berpengaruh terhadap pemberitaan.

Berdasarkan konteks di atas tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan mengenai bagaimana politik redaksional Koran Sindo terhadap pemberitaan dua pasangan capres dan cawapres pada pemilu presiden 2014? Kemudian, bagaimana berita yang diagendakan Koran Sindo selama pemilu Presiden 2014?

Politik redaksional Koran Sindo menyebabkan adanya hubungan antara kebijakan redaksional dengan kelayakan berita bagi Sindo. Kebijakan inilah yang kemudian menjadi pondasi dasar bagi awak media Sindo dalam mencari, menulis, mengedit, dan menyajikan berita di Koran Sindo.

Teori yang digunakan oleh peneliti adalah teori agenda setting. Teori ini menjelaskan bahwa apa yang dianggap penting oleh media, maka akan dianggap penting juga oleh khalayak. sebagaimana pernyataan McCombs dan Shaw, bahwa ada korelasi antara kuat dan signifikan antara apa yang diagendakan oleh media massa dengan apa yang menjadi agenda publik.

Dalam teknik analisisnya, penulis menggunakan teknik analisis framing dengan model framing Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki, dan juga melakukan sesi wawancara dengan beberapa awak media Sindo. Berdasarkan teknik analisis yang digunakan, peneliti menemukan fakta bahwa cara pengemasan berita koran Sindo lebih banyak menonjolkan dan menekankan pada pemberitaan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sebagai kandidat calon presiden nomor 1. Hal ini sejalan dengan kebijakan redaksional koran Sindo sendiri, bahwasanya kedekatan antara

owner sebagai salah satu pendukung Prabowo-Hatta memberikan porsi berita berlebih dibandingkan dengan kandidat calon nomor 2, yaitu Jokowi-JK.

Koran Sindo sebagai salah satu komunikator massa di Indonesia, sebaiknya tetaplah menjadikan diri sebagai wadah pendidikan moral dan politik untuk bisa menjadi netral, independen, dan pelaksana kontrol yang efektif. Mengurangi kecendrungan media terhadap politik tertentu dengan cara memperlihatkan sisi ketokohan, kharisma sosok kandidat calon presiden secara berimbang, tanpa mengesampingkan pemberitaan kandidat calon lainnya merupakan hal yang penting guna membentuk kondisi pencitraan politik yang sehat, sehingga menjadi faktor yang turut mempengaruhi perubahan perilaku pemilih.


(7)

v

Alhamdulillahirabbil‟alamiin atas keharibaan saya ucapkan dengan rasa syukur dan nikmat iman yang telah diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya. Shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan contoh tauladan dan sunnah yang diajarkannya telah membawa umatnya dari zaman jahiliah ke zaman yang lebih bermoral dan berbudaya seperti saat ini.

Segala upaya dan kemampuan atas motivasi dan karunia-Nya akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Berbagai hambatan, tekanan, dan kesulitan telah saya lewati. Ini menjadi pengalaman yang tak terlupakan sekaligus pembelajaran saya bahwa untuk mencapai kesuksesan itu tidak mudah, butuh proses jatuh bangun, keringat, dan kesakitan. Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan ungkapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Arief Subhan, M. A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Suparto, M. Ed., Ph.D, selaku Wakil Dekan (Wadek) I, Drs. Jumroni, M.Si, selaku Wakil Dekan (Wadek) II, Dr. Sunandar, M. Ag., selaku Wakil Dekan (Wadek) III.

3. Rachmat Baihaky, M.A., selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam yang telah berbagi ilmu dan motivasi untuk terus belajar dan Fita Fathurokhmah, M. Si., selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.


(8)

vi

berbagi ilmu, memberikan motivasi dari awal proposal skripsi sampai dengan hasil skripsi ini.

5. Ellies Sukmawati, ST, M.Si., selaku dosen Pembimbing Akademik dan seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu hal administrasi perkuliahan.

6. Skripsi ini saya dedikasikan untuk Muhammad Salim, Almarhum Bapak saya yang tidak akan pernah bisa menyaksikan anaknya menjadi wisudawati.

7. Kepada Maysaroh, Mamah tercinta sekaligus ayah, sahabat, dan teman berbagi dalam segala kondisi apapun, baik suka maupun duka, dan Uwa Saer sebagai sumber dorongan, semangat, dan inspirasi yang begitu berarti dan tiada henti, hingga terselesaikannnya skripsi ini.

8. Adik-adik tersayang, Abu Akhfas, Siti Khofifah dan Siti Khodijah yang telah banyak memberikan kebahagiaan dan arti hidup.

9. Guru terhormat, Ibu Dzaroh dan Buya Bisyri Imam yang telah memberikan ajaran terbaik sepanjang masa.

10.Kepada Bazis Unit Administrasi Kota Jakarta Pusat yang telah memberikan tempat bagi saya untuk bisa merasakan pengalaman kerja, terkhusus bagi Bang Yayat yang tidak pernah lelah dibuat repot.

11.Keluarga besar KPI, terkhusus ichi KPI A 2010 : Nabila, Vina, Thalita, Fera, Dina, Inda, Haen, Dwita, Destri, Ulfa, Kiki, Mariam, Laskar KKN


(9)

vii

Jakpus yang begitu hebat khususnya Hasbi, dan Keluarga besar Ma‟had Shighor Al-Islamy Al-Dauly, Ihya Shofos, IKAMASHI, IPNU & IPPNU Cirebon, kakak sekaligus pendorong semangat, Bang Fani, Kak Tony, Kak Ayank, Mba Wery, Aa Nana yang telah memberikan dukungan baik moril maupun material, dan sahabat lainnya yang tak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Saya mohon maaf atas kesalahan dan kekurangan yang terdapat dalam penelitian. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, September 2014


(10)

viii DAFTAR ISI

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ... x

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 10

1. Pembatasan Masalah ... 10

2. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Kerangka Berpikir ... 12

F. Metodologi Penelitian ... 17

1. Metode Penelitian ... 17

2. Paradigma Penelitian ... 18

3. Subjek dan Objek Penelitian ... 19

4. Tahapan Penelitian ... 19

a. Teknik Pengumpulan Data ... 19

b. Analisis Data ... 21

c. Teknik Analisis Data ... 22

d. Teknik penulisan ... 28

G. Tinjauan Pustaka ... 28

H. Sistematika Penulisan ... 30

BAB II. LANDASAN TEORI A. Teori Agenda Setting ... 32

1. Konsep Agenda Media ... 32

2. Unsur-unsur Agenda Setting ... 38

3. Tipe Agenda Setting ... 39

4. Agenda Setting Media Dalam Pembingkaian Pesan ... 40

B. Politik Redaksi Media ... 44

1. Definisi Politik Redaksi ... 44

2. Aspek Politik Redaksi ... 46

C. Konstruksi Sosial Realitas Berita ... 52

D. Berita ... 53

1. Definisi Berita ... 53

2. Jenis-jenis Berita ... 56

3. Nilai Berita ... 57


(11)

ix

E. Pemilu Presiden ... 61

1. Asas Pemilu Presiden ... 61

2. Mekanisme Pemilu Presiden ... 64

BAB III. GAMBARAN UMUM A. Profil Koran Sindo ... 68

B. Logo Koran Sindo ... 71

C. Visi dan Misi Koran Sindo ... 71

1. Visi Koran Sindo ... 71

2. Misi Koran Sindo ... 72

D. Profil Pembaca ... 74

E. Struktur Redaksi Koran Sindo ... 75

BAB IV. HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Politik Redaksional Koran Sindo dalam Pemberitaan 2 (Dua) Pasangan Capres-Cawapres 2014 ... 78

B. Agenda Media Koran Sindo dalam Pembingkaian Pesan (Framing) Berita Kedua Pasangan Capres-Cawapres 2014 ... 85

1. Bingkai (Framing) Koran Sindo Edisi Kamis, 3 Juli 2014 ... 88

2. Bingkai (Framing) Koran Sindo Edisi Jumat, 4 Juli 2014 ... 98

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 110

B. Saran ... 111 DAFTAR PUSTAKA


(12)

x

1. Model Framing Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki ... 23

2. Jenis Berita ... 56

3. Nilai Berita ... 57

4. Analisis Sintaksis Berita 1 ... 88

5. Analisis Skrip Berita 1 ... 93

6. Analisis Tematik Berita 1 ... 94

7. Analisis Retoris Berita 1 ... 96

8. Analisis Sintaksis Berita 2 ... 98

9. Analisis Skrip Berita 2 ... 101

10. Analisis Tematik Berita 2 ... 102


(13)

xi

DAFTAR GAMBAR

1. Skema Berpikir ... 16

2. Proses Analisis Data Kualitatif …... 22

3. Logo Koran Sindo ……... 71


(14)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perhelatan pesta demokrasi akan selalu diwarnai dengan aroma persaingan. Setiap partai menyiapkan diri untuk memamerkan dan menunjukkan kepada masyarakat luas akan eksistensi keberadaan partai, salah satunya yaitu melalui pemberitaan di media massa. Maka, tidak dapat kita pungkiri akan terjadi banyak peristiwa di tengah-tengah masyarakat. Banyak peristiwa itu yang kemudian menjadi isu pemberitaan di berbagai media massa. Ada topik pemberitaan yang menyangkut peristiwa pemilu sendiri, tapi ada pula pemberitaan mengenai berbagai kerusuhan yang mengikuti terjadinya kampanye. Perhelatan pemilu lima tahunan ini, senantiasa ditandai oleh kontestasi citra antarkandidat baik perorangan maupun partai.

Sejak era reformasi, pemilu dilakukan dalam sistem politik yang kian demokratis, dimana persaingan politik antarkontestan kian terbuka. Tidak ada lagi partai politik yang dianakemaskan atau memperoleh hak-hak privilige sehingga memungkinkan semua pihak bersaing meraih kekuasaan melalui kompetensi yang sehat dan fair.1Fenomena ini tumbuh dan menguat, bahkan semakin mapan dalam realitas politik Indonesia masa kini sejak digaungkannya kebebasan pers di masa jatuhnya Soeharto sebagai Presiden RI.

1

Faisal Baasir, Indonesia Pasca Krisis: Catatan Politik dan Ekonomi 2003-2004,


(15)

Tumbuh suburnya pers dengan adanya ketetapan proposional terbuka menjadi kolaborasi yang indah antara pers dengan segala sesuatu yang berkaitan tentang politik. Bahkan tradisi romantisme hubungan pers dengan organisasi politik kemudian partai politik di Indonesia sudah dimulai sejak masa kebangkitan nasionalisme. Namun, menurut Hamad tidak seluruh surat kabar menjadi corong organisasi politik, tetapi beberapa lainnya menjadikan dirinya organ sebuah partai atau organisasi politik.2

Kebebasan pers yang dirasakan di Indonesia tidak terlepas dari peran penting Dewan Pers dan UNESCO (United Nation Educational, Scientific and Cultural Organization) hingga sampai saat ini, yang kemudian dunia mengenal dengan Hari Kemerdekaan Pers Sedunia yang selalu diadakan setiap setahun sekali tepatnya pada tanggal 3 Mei.3

Sebagaimana kita ketahui, euforia pemilu pada tiap periode ke periode lainnya merupakan angin segar bagi awak media massa untuk saling mengunggulkan diri dalam hal pemberitaan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kampanye termasuk pada pemilu presiden kali ini. Pada kenyataannya peristiwa-peristiwa seputar pemilu mencakup salah satunya yaitu kampanye memang merupakan informasi yang layak untuk dijual, dan merupakan laporan pemberitaan yang banyak ditunggu khalayak. Karena hal ini merupakan wujud dalam memenuhi kebutuhan akan informasi hajat orang banyak, dimana induvidu bahkan sekelompok orang yang menjadi objek dalam pemberitaan tersebut

2

Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa, (Jakarta: Granit, 2004), h.71.

3

Dedi Kurnia Syah Putra, Media dan Politik: Menemukan Relasi Antara Dimensi Simbiosis Mutualisme Media dan Politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h.62.


(16)

dipercaya akan membawa pengaruh besar terhadap perubahan yang cukup signifikan bagi kelangsungan Negara, menjadi lebih baikkah atau sebaliknya.

Berita yang berkaitan dengan kampanye pemilu dan yang kemudian diliput oleh media membantu untuk mendefinsikan hal-hal yang dipikirkan orang dan dicemaskan orang. Yang kemudian ini dinamakan sebagai penentuan agenda (agenda setting). Ini terjadi saat media menciptakan kesadaran akan suatu isu melalui liputan-liputannya, yang menunjukkan arti penting dari isu tersebut.

Sosiolog Robert Park menulis pada 1920-an, mengutarakan teori yang menolak gagasan populer bahwa media memberi tahu orang apa yang akan dipikirkan. Seperti dikatakan Park, media lebih banyak menciptakan kesadaran tentang suatu isu, bukan menciptakan pengetahuan atau sikap.4 Kemudian, konsep tersebut dikenal sebagai penentuan agenda (agenda setting).

Konsep teori agenda setting pertama kali dikemukakan oleh Walter Lipmann pada konsep “The world outside and the picture in our head”. McCombs

dan Shaw sependapat dengan Lipmann. Menurut mereka, ada korelasi yang kuat dan signifikan antara apa-apa yang diagendakan oleh media massa dan apa-apa yang menjadi agenda publik.

Asumsi teori yang dimaksud ini adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi apa yang dianggap penting media, maka penting juga bagi masyarakat. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar bukan dengan perubahan sikap dan pendapat.

4


(17)

Tingkat penonjolan ataupun penekanan berita dari sebuah media mencakup beberapa level-level tertentu dalam penentuan agenda media, diantaranya yaitu: 1) penciptaan kesadaran, hal ini bisa terjadi saat meliput berita yang disebarluaskan di media secara spektakuler sehingga menjadi isu utama; 2) menentukan prioritas, agenda seseorang akan terkena pengaruh bukan hanya dari cara suatu berita ditampilkan atau disampaikan, tetapi juga waktu dan ruang yang disediakan untuk berita itu; 3) mempertahankan isu, liputan terus menerus akan membuat isu menjadi kelihatan penting.5

Pemberitaan di media massa terjadi melalui proses pesan yang sistematis dan tersusun rapi, tidak semua pesan dapat dengan bebas diterima oleh khalayak, namun harus melalui proses seleksi oleh wilayah pemilihan redaksi, pemilihan pesan berlandasan pada dua kepentingan besar, penting menurut media dan penting menurut khalayak. Jika salah satu unsur kepentingan tersebut tidak terpenuhi maka pesan tidak akan disampaikan.6 Terlihat bahwa sedikit banyaknya media memberikan pengaruh kepada publik mengenai isu mana yang lebih penting dibandingkan dengan isu lainnya. Kemudian kita menyebutnya dengan agenda setting pada media massa. Salah satu aspek yang paling penting dari konsep agenda media ini adalah masalah waktu pembingkaian pesan atas fenomena-fenomena tersebut. Dalam artian bahwa tiap-tiap media memiliki potensi-potensi agenda setting yang berbeda satu sama lainnya.

Dengan begitu, media berpotensi besar dalam menentukan agenda. Media dapat mengubah dirinya menjadi salah satu agen bagi konstruksi sosial yang mampu mendefinisikan realitas sesuai dengan kepentingannya. Bahkan, menurut

5

Ibid, h. 495-496.

6

Dedi Kurnia Syah Putra, Media dan Politik: Menemukan Relasi Antara Dimensi Simbiosis Mutualisme Media dan Politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h.11.


(18)

Muttaqin dalam jurnal Dakwah dan Komunikasi menuturkan, bahwa media dengan kemampuannya menafsirkan realitas menciptakan realitas baru yang sesungguhnya berbeda atau tidak memiliki referensi yang pasti dalam kehidupan nyata.7

Pemilu sebagai sebuah realitas sosial politik merupakan salah satu berita politik yang selalu menarik media massa untuk diliput dan dijadikan bahan pemberitaan. Bahkan, baik berita politik dan media seperti tidak dapat terpisahkan karena saling bergantung satu sama lain dan merupakan salah satu warisan dari presiden Roosevelt. Awalnya presiden Franklin D Roosevelt (FDR) memperkenalkan apa yang ia sebut Fireside Chast pada tahun 1933. Roosevelt merupakan presiden pertama yang menggunakan media secara efektif untuk mengalang dukungan publik. 8 Demikian pula yang kemudian dirasakan oleh pers dan persuratkabaran di Indonesia saat ini, perpaduan yang indah antara politik dan media.

Faktanya, pemilihan Umum Juni 1999 membersitkan semacam daya mitos bahwa melalui pemilu itulah, segala krisis, segala kemelut akan kita atasi seakan-akan ada formula jampi-jampi pada pemilu. Karena itu, pemilihan umum menjadi agenda yang sangat sentral dan strategis. Masyarakat pers bersama media massa, lembaga masyarakat dan pemerintah terpanggil untuk menjelaskan agenda itu dan memasyarakatkannya.9 Bahkan sampai menjadikannya sebagai agenda media.

7

Ahmad Muttaqin, Ideologi dan Keberpihakan Media Massa, Jurnal Ilmiah Komunikasi Makna, Vol.3 No.1, h.190.

8

Shirley Biagi, Media Impact: Pengantar Media Massa. Penerjemah Mochamad Irfan dan Wulung Wira Mehendra, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h.346.

9

Jakob Oetama, Pers Indonesia: Berkomunikasi Dalam Masyarakat Tidak Tulus,


(19)

Berita mengenai pemilu maupun kampanye senantiasa dikaitkan dengan kekuatan media yang dapat mempengaruhi khalayaknya dalam hal orientasi dan sikap politik warga. Karena itu, pemberitaan di sekitar peristiwa pemilu selalu diwarnai konflik kepentingan dan pertarungan dalam hal mempengaruhi penampilan berita di media massa. Tentu saja isi pemberitaan ini nantinya mempunyai implikasi terhadap mereka yang menggunakan media tersebut. Karena menyangkut fungsi dan peran media, baik sebagai sumber informasi maupun sarana media komunikasi politik yang menghubungkan kekuatan-kekuatan politik dengan khalayak luas.

Pemberitaan kampanye pemilu pada media massa tertuang dalam pasal 72 disebutkan bahwa kegiatan kampanye pemilu bisa dilakukan melalui berbagai aktifitas seperti pertemuan terbatas, tatap muka, penyebaran melalui media cetak dan media elektronik, penyiaran melalui radio dan atau televisi, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga di tempat umum, dan lain sebagainya.10

Saat media dihadapkan pada berita-berita kampanye pemilu, akan menghadapi berbagai kepentingan. Hal ini dipertegas dalam Hamad bahwasanya setiap media memiliki motivasi dan tujuan di balik teks yang dibuatnya, entah itu motif ideologis, idealis, ekonomis maupun politis, hal mana dapat tertangkap dari penggunaan ketiga instrumen pembentukan teks tersebut: penggunaan gaya bahasa, strategi pengemasan dan soal pemuatan.11

10

Faisal Baasir, Indonesia Pasca Krisis: Catatan Politik dan Ekonomi 2003-2004,

(Jakarta: Anggota Ikapi, 2004), h.3.

11

Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa, (Jakarta: Granit, 2004), h.6.


(20)

Dengan begitu, persoalan bagi setiap media massa dewasa ini, baik cetak, elektronik bahkan online memiliki kebijakan yang berbeda-beda dalam menyeleksi informasi, memilih dan mengemas pemberitaannya. Unsur-unsur apa yang ditonjolkan, dan unsur mana pula yang diabaikan dalam pemberitaan itu menjadi pilihan jurnalistik yang berkait dengan kebijakan pengelola dan kepentingan media.

Pemilihan Umum presiden di tahun 2014, merupakan pemilu yang berbeda di tahun-tahun sebelumnya. Pada pemilu kali ini, Warga Negara Indonesia dituntut untuk memilih calon pemimpin yang baru setelah masa jabatan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden selama dua periode di tahun 2004-2009 dan 2009-2014. Lebih-lebih kontestan pemilu dalam memperebutkan kursi RI 1, hanya diperebutkan oleh dua calon kandidat pasangan capres dan cawapres yaitu Prabowo-Hatta dan Jokowi-Jusuf Kalla. Seyogyanya, pemberitaan mengenai pemilu merupakan angin segara bagi awak media, dan disadari maupun tidak, keberpihakan media dalam menonjolkan salah satu kandidat takkan terhindarkan. Sehingga, aroma pemberitaan di media kian memanas. Hal ini pula yang menjadikan peneliti skeptis terhadap independensi salah satu surat kabar nasional yaitu Koran Sindo.

Koran Sindo terbit perdana, 30 Juni 2005 yang sebelumnya bernama Harian Seputar Indonesia. Dilahirkan oleh PT Media Nusantara Informasi (MNI), subsidiary dari PT Media Nusantara Citra (MNC).12 Meski Koran Sindo belum lama berdiri, namun koran ini merupakan surat kabar yang patut diperhitungkan baik dari prestasi yang diraih dengan surat kabar yang lebih dulu telah lama

12

Sejarah Koran Sindo, www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1fisip09/204612083/bab4.pdf, diakses pada 9 Juni 2014, pkl 11.30 WIB.


(21)

berdiri. Dengan salah satu prestasinya yaitu Koran Sindo mampu menyabet berbagai penghargaan dari Ketua Umum Serikat Perusahaan Pers (SPS) Dahlan Iskan dalam ajang The 5th Indonesia Print Media Awards (IPMA) 2014 di Bengkulu.13 Koran Sindo berhasil menyabet enam penghargaan sampul muka (cover) koran terbaik. Empat di antaranya gold winner dan dua yang lain silver winner. Bahkan, saat ini Koran Sindo telah menempati posisi nomor tiga secara nasional dan nomor dua di wilayah Jabodetabek.14

Begitu banyak media cetak memproklamirkan diri sebagai korannya pemilu atau media yang konsen memuat berita-berita pemilu. Namun, surat kabar Sindo-lah yang konsisten mengabarkan berita-berita mengenai kampanye pemilu, baik saat pilkada DKI Jakarta, pileg maupun pilpres. Muatan-muatan berita ini diberikan kolom dan halaman khusus yaitu pada “Rakyat Memilih”. Meski Koran Sindo bukan satu-satunya surat kabar yang memiliki konsentrasi terhadap pemilu. Ada beberapa sederetan surat kabar yang sama konsentrasi pemberitaannya mengenai pemilu, salah satunya yaitu Media Indonesiadan Kompas. Koran Sindo memberikan 2-3 halaman muka khusus mengenai pemilu. Sedangkan, meski Kompas merupakan koran terbaik pertama dalam skala nasional hanya memberikan 1 halaman khusus mengenai berita pemilu dan Media Indonesia 1 atau 2 halaman berita pemilu. Demikian jelas bahwa Koran Sindo menganggap penting betul akan agenda yang ditentukannya. Hal ini pula yang membuat peneliti tertarik untuk mengambil subjek penelitian pada Koran Sindo.

13

Ibrahim Arsyad, Hari Pers Nasional - KORANSINDO Sabet Enam Penghargaan IPMA

2014, (http://www.koran-sindo.com/node/365813, 2014), diakses pada 9 Juni 2014, pkl 14.28 WIB.

14

http://www.mnc.co.id/businesses/sindomedia/id, diakses pada 9 Juni 2014, pkl 14.50 WIB.


(22)

Salah satu fenomena yang juga menarik dalam komunikasi politik adalah penggunaan bahasa atau teks dalam berpolitik. Bahasa tidak bersifat netral atau objektif, seperti yang diasumsikan Lingkaran Wina dan Ilmuwan Positivis. Alih-alih, bahasa bersifat sewenang-wenang, ganda dan majemuk. Tidak ada satu katapun yang mempunyai makna tunggal. Oleh karena itu, bahasa juga dapat mencerminkan kepentingan pihak yang menggunakannya.15

Bahkan, persis seperti yang diungkapkan oleh Dr John C Merrill, guru besar Universitas Missouri dalam bukunya The Imperative of Freedom, A Philosophy of Journalism Autonomy, kebebasan dan indepensi pers dalam melaksanakan tugasnya ditekan oleh kepentingan ekonomi yang menguasai pers itu sendiri.16

Dalam kenyataanya pula, usaha media massa Indonesia dalam mengungkap realitas, masih mengalami banyak persoalan. Ada kendala berasal dari luar seperti dari struktur kekuasaan, dan masyarakat, dan ada pula dari dalam pers itu sendiri, yaitu menyangkut kepentingan politik redaksi dan ekonomi mereka.

Sebagaimana Gerbner dalam McQuail menuturkan, para komunikator massa memang acapkali berada dalam situasi tertekan, tekanan itu berasal dari berbagai kekuatan luar, termasuk dari klien, penguasa, pakar, institusi lain, dan khalayak.17 Demikian, meski adanya keharusan pers untuk menjalankan tugas-tugas idealnya. Namun, pada waktu yang bersamaan kemampuan ekonomi pers

15

Deddy Mulyana, Komunikasi Politik Politik Komunikasi: Membedah Visi dan Gaya Komunikasi Praktisi Politik, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h.19.

16

Jakob Oetama, Perspektif Pers Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1987), h. 31.

17

Dennnis McQuail, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Jakarta: Erlangga, 1992), h.141.


(23)

itu sendiri dapat berkembang sedemikian rupa, sehingga berpotensi menghimpit peranan idealnya.

Fenomena ini yang kemudian menarik untuk diteliti oleh peneliti, dengan keberpihakan media terhadap orientasi kekuatan politik tertentu, pengaruh intervensi pemilik modal dan pengiklan dalam proses pemberitaan, bahkan motivasi teks yang diproduksi oleh awak media, menjadikan berita yang masuk pada meja redaksi harus disortir, berita mana yang layak maupun tidak layak beredar, berita mana yang ditonjolkan maupun yang dibuang. Kemudian hal ini yang menyebabkan ketidakberimbangan berita yang dikemas. Sehingga, berdasarkan latar belakang diatas, maka skripsi penelitian ini saya beri judul “Agenda Media dalam Pemberitaan Pemilu Presiden 2014 Pada Koran Sindo”.

B. Batasan Dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Bermacam-macam rubrik berita pada kolom dan halaman koran, termasuk berita nasional, internasional, politik, ekonomi, lifestyle, olahraga dan lain sebagainya. Agar penelitian ini lebih terarah peneliti membatasi fokus permasalahan pada kolom khusus pemilu yaitu „Rakyat Memilih‟ pada

Koran Sindo. hal ini berdasarkan, rubrik pada halaman „Rakyat Memilih‟

tepat dijadikan sumber penelitian karena memuat hal-ihwal mengenai pemilihan umum presiden 2014.

Agenda setting memiliki tiga unsur penting diantaranya yaitu agenda media, agenda khalayak, dan agenda kebijakan. Berdasarkan judul yang


(24)

peneliti ambil, penelitian ini hanya ingin melihat agenda media. Hal ini tidak terlepas dari kekurangan peneliti.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan beberapa pertanyaan yang akan di jawab pada penelitian ini di antaranya yaitu:

1) Bagaimana politik redaksional Koran Sindo dalam mengagendakan berita dua pasangan capres dan cawapres pada pemilu presiden 2014?

2) Bagaimana karakteristik pesan yang diagendakan Koran Sindo dalam pemberitaan dua pasangan capres dan cawapres selama pemilu Presiden 2014?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kecenderungan kebijakan redaksional dalam pemberitaan peristiwa kampanye pemilu 2014 di Koran Sindo.

2. Untuk mengetahui karakteristik pesan yang telah diagendakan Koran Sindo terhadap pemberitaan dua pasangan capres dan cawapres selama kampanye pemilu Presiden 2014.

D. Manfaat Penelitian

Berkenaan dengan pokok permasalahan diatas, maka penelitian ini diharapkan kelak memberikan manfaat baik dari segi akademis maupun praktis yang dapat dirumuskan sebagai berikut:


(25)

1. Manfaat Akademis

Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dalam pengembangan kajian Ilmu Komunikasi dan Dakwah. Diharapkan pula dapat menjadi referensi dan peningkatan wawasan akademis khususnya dalam mengembangkan teori agenda setting media pada media cetak melalui berita-berita yang disajikan dan dapat diadopsi ke dalam ranah dakwah.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini sedikitnya memberikan manfaat masing-masing: (1) memberikan sumbangsih dan masukan bagi perkembangan studi analisis media massa, khususnya analisis framing; (2) dapat memberikan masukan bagi ilmu komunikasi khususnya pada dunia jurnalistik di Indonesia, yakni memberikan gambaran mengenai kecendrungan isi pesan media yang mungkin disadari maupun tidak disadari kesan kebijakan redaksi media memperlihatkan kedekatan pada kekuatan politik tertentu, inilah yang kemudian lebih dikenal dengan politik redaksi; (3) dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam usaha meningkatkan profesionalisme pers di Indonesia, khususnya dalam mengembangkan media massa yang netral dalam pemberitaan.

E. Kerangka Berpikir

Teori Agenda Setting dikemukakan oleh McCombs dan DL Shaw dalam bukunya Public Opinion Quarteley tahun 1972 dengan judul tulisan The Agenda


(26)

Setting Funciton of Mass Media.18 Menurut Bungin, asumsi teori agenda setting adalah jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting.19 Media memiliki pengaruh besar dan kekuatan menampilkan isu-isu secara terus-menerus kepada publik. Publik lalu terpengaruh dan menganggap isu tersebut menjadi penting untuk dikonsumsi. Dengan kata lain, isu yang dianggap publik penting pada dasarnya karena media menganggapnya penting. Media tidak mementingkan hasil produksinya untuk mencerdaskan wawasan publik. Tidak lain ini dipengaruhi oleh kebijakan politik redaksi dan ada unsur komersial.

Menurut McComb dan DL Shaw, teori agenda setting terbagi menjadi tiga bagian, masing-masing:

1. Agenda media; agenda media harus diformat, proses akan memunculkan masalah bagaimana agenda media ini terjadi pada waktu kali pertama dengan dimensi yang berkaitan.20 Unsur-unsur yang meliputi agenda media ini mencakup sisi tingkat menonjolnya berita (visibility), juga tingkat menonjolnya berita bagi khalayak (audience salience), maupun menyangkut menyenangkan atau tidak menyenangkan (valence) cara pemberitaan Koran Sindo dalam memberitakan Pemilu Presiden 2014.

2. Agenda khalayak; agenda media dalam banyak hal memengaruhi atau berinteraksi dengan agenda publik atau kepentingan isu tertentu bagi publik. Pertanyaan ini memunculkan pertanyaan, seberapa besar kekuatan media

18The Evolution of Agenda SettingResearch: Twenty Five Years in The Market Place of Ideas, www4.ncsu.edu/MccombsShawnew.pdf/, artikel diakses pada 30 September 2014, pkl 12.45.

19

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2010), h.189.

20

Apriadi Tamburaka, Agenda Setting Media Massa, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2012), h.68.


(27)

mampu memengaruhi agenda publik dan bagaimana publik itu melakukannya.21 Agenda khalayak meliputi akrab (familiarity) atau tidak akrab pemberitaan di tengah-tengah khalayak. Sisi familirity menyangkut keterdekatan (proximity) antara peristiwa dengan pembaca atau pemirsa dalam keseharian hidup mereka. Selain itu, berita yang diliput dan diberitakan harus memiliki tingkat penonjolan pribadi (personal salience), dan menyangkut senang atau tidaknya khalayak terhadap pemberitaan dari media (favorability).

3. Agenda kebijakan; agenda publik yang memengaruhi atau berinteraksi ke dalam agenda kebijakan. Agenda kebijakan adalah pembuatan kebijakan publik yang dianggao pentig bagi induvidu.22 Agenda kebijakan meliputi:

pertama, yaitu dukungan (support) khalayak terhadap isu yang diberitakan oleh media. Kedua, dengan adanya dukungan khalayak terhadap pemberitaan memberikan peluang kepada kemungkinan kegiatan (likelihood of action) yang akan diberikan oleh media, misalnya saja media akan mengaungkan isu sedemikian rupa sehingga media menganggap penting isu tersebut. Ketiga, kebebasan bertindak (freedom of action), yakni nilai kegiatan yang pasti akan dijalankan oleh pemerintah mengenai isu pemberitaan yang mencuat di tengah-tengah masyarakat.

Berdasarkan penjelasan unsur-unsur agenda setting di atas, asumsi kajian agenda setting menyebutkan bahwa khalayak perlu mendapat perhatian. Khalayak dapat bebas memilih berita sesuai ideologi yang dimiliki masing-masing khalayak. Pada agenda publik teori ini ingin melihat kekuatan dari media dan

21 Ibid, h.69. 22 Ibid, h.69.


(28)

kebebasan khalayak untuk memilih. Namun, perlu diingat bahwa perhatian khalayak terhadap suatu pemberitaan tidak akan terbentuk saat media tidak menentukan agenda pemberitaan yang dikehendakinya. Hal ini tidak terlepas dari fungsi media massa sebagai penentu agenda, mempengaruhi opini publik, dan juga mempengaruhi perilaku khalayak. Berdasarkan itu pula peneliti tertarik untuk meneliti agenda media.

Menurut John Kingdon, terdapat tiga tahapan dalam proses agenda setting, masing-masing (1) problem stream (membahas masalah yang perlu diperhatikan, krisis yang muncul, dan konseptualisasi masalah); (2) policy stream (kemampuan teknik terkait masalah kesiapan teknologi, pendapat masyarakat akan solusi dari masalah); dan (3) political stream (unsur politik yang mempengaruhi solusi seperti keadaan negara, opini publik, pemilihan politik, dan kelompok kepentingan).23

Media massa memiliki kekuatan tersendiri dalam mempengaruhi sistem politik sehingga hubungan antara keduanya dipengaruhi dua hal. Pertama, bentuk dan kebijakan politik sebuah negara menentukan pola operasi media massa di negara itu, dari kepemilikan media, tampilan isi media, sampai pengawasannya. Dengan kata lain, sistem politik sebuah negara sangat memengaruhi media. Kedua, media sering menjadi media komunikasi politik terutama oleh penguasa, atau sebagai power sharing (menyebar kekuasaan) oleh kelompok kepentingan politik. Hal ini perlu dikaji lebih mendalam dengan menggunakan analisis framing. Beterson pada 1995 kali pertama menemukan analisis

23

James P Lester & Joseph Stewart Jr., Public Policy an Evolutionary Approach, Second Edition, (Belmont: Wadsworth, 2009), h. 6- 5.


(29)

framing.24Frame adalah bingkai, dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisasi pandangan politik, kebijakan, dan wacana. Perbedaan frame terlihat pada peletakan berita (utama atau biasa), volume berita, dan teknik kecendrungan pemberitaannya. Gaya berita dan opini media yang ditawarkan juga bisa menjadi frame bagi khalayak untuk menentukan sikap antarisu politik. Demikianlah, analisis framing mengedepankan perspektif multidispliner untuk menganalisis fenomena atau aktivitas komunikasi. Diharapkan frame yang digunakan untuk menganalisis penelitian ini mampu mengkaji fenomena isi pemberitaan dan kebijakan redaksi politik

KoranSindo. Berikut adalah skema penelitian ini: Gambar 1.1. Skema Berpikir

24

Mubarok dan Made Dwi Andjani, Konstruksi Pemberitaan Media Tentang Negara Islam Indonesia: Analisis Framing Republika dan Kompas,Vol.3 No.1, (Purwokerto: STAIN, 2011), h.27.

Politik Redaksi

Agenda Media: VisibilityAudience SalienceValence Agenda Khalayak: Familiarity Personal Salience Favorability Agenda Kebijakan: SupportLikelihood of

ActionFreedom of

Action

Analisis Framing

Agenda Setting

PEMILIHAN UMUM PILPRES 2014

Masa Kampanye Pemilu Presiden 2014 Text Berita Koran Sindo


(30)

Dalam penelitian ini teori agenda media dan metode analisis framing digunakan untuk melihat bagaimana Koran Sindo memberikan penekanan dan penonjolan berita mengenai dua pasangan capres dan cawapres pada pemilu presiden 2014 dengan melihat sisi kebijakan politik redaksi dan pesan pemilunya dalam jangka waktu dua bulan yaitu pada bulan Juni 2014 sampai dengan Juli 2014.

F. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian berdasarkan desain penelitian deskriptif analisis. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Menurut Rahmat, desain penelitian dekriptif analisis bertujuan mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah membuat perbandingan atau mengevaluasi.25

Begitu juga Bogdan dan Taylor dalam Salam menjelaskan bahwa metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.26 Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki27.

25

Jalaludin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), h.25.

26

Syamsir Salam, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.30.

27


(31)

Penelitian deskriptif ditekankan pada observasi dan suasana alamiah (naturalistic setting), peneliti bertindak sebagai pengamat. Peneliti membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatatnya dalam buku observasi.28 2. Paradigma Penelitian

Menurut Bogdan dan Biklen dalam Kasiram mengartikan paradigma sebagai kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dalam penelitian. Egon G. Guba dan Yvonna S. Lincoln dalam Kasiram mendefinisikan paradigma: as the basic belief system or worldview that guides the investigator, not only in choices of method but in ontological, epistemilogical and methodological assumptions.29 Paradigma merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian, ia adalah alat yang mempermudah peneliti dalam proses menyusun kerangka berpikir terhadap penelitian yang sedang ditelitinya. Berdasarkan metodologi penelitian yang digunakan peneliti yaitu metodologi penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis framing, maka penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis.

Paradigma konstruktivisme menggangap kenyataan itu hanya bisa dipahami dalam bentuk jamak, berupa konstuksi mental yang tak dapat diraba, berbasis sosial dan pengalaman yang bersifat lokal dan spesifik (ontologi). Peneliti dan subjek yang diteliti terkait erat secara timbal balik, sehingga penemuan dicipta seperti yang dikehendaki peneliti (epistemilogi). Cara menelitinya dengan menggunakan teknik hermeneutika dan

28

Jalaludin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006),h.25.

29

Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), h.147.


(32)

dibandingkan serta dilawankan dengan melalui tukar menukar bahasa daerah, sehingga terjaring konstruksi konsensus yang lebih jelas (metodologi penelitian kulitatif).30

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dari penelitian ini ialah Koran Sindo. Koran Sindo mulai beroperasi hingga sekarang di Gedung Sindo, Jalan Wahid Hasyim, No.38, Jakarta, 10340.

Sedangkan yang menjadi objek dari penelitian ini ialah berita-berita mengenai kampanye pemilu presiden 2014 terhitung sejak Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan masa kampanye pemilu terbuka pemilihan presiden yaitu tertanggal 13 Juni 2014 hingga 5 Juli 2014.

Penulis memilih Koran Sindo, karena Koran Sindo merupakan salah satu dari sekian banyak surat kabar yang memiliki konsentrasi tinggi terhadap pemilu baik pilkada, pileg maupun pilpres pada pemilu 2014. Selain itu,

Koran Sindo juga memberikan kolom dan halaman khusus mengenai pemberitaan pilpres yang sangat signifikan.

4. Tahapan Penelitian

a. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sutrisno dalam Maysyarah, adapun teknik pengumpulan data yaitu dengan observasi teks, wawancara dan dokumentasi. Metode ilmiah, observasi adalah suatu cara penelitian untuk memperoleh data sebagai

30


(33)

dalam bentuk pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena yang diselidiki.31

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti ialah: 1) Observasi Teks

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi teks yaitu pengamatan untuk menganalisis isi makna pesan yang terdapat di dalamnya, kemudian dilakukan pengamatan secara sistematis dengan mengambil beberapa sampel berita berdasarkan fenomena yang terdapat pada Koran Sindo edisi tanggal 13 juni hingga 4 Juli 2014

2) Wawancara

Wawancara adalah percakapan antara periset (seseorang yang berharap mendapatkan informasi) dengan informan (seseorang yang disumsikan mempunyai informasi penting tentang suatu objek).

Peneliti melakukan wawancara dengan pihak Koran Sindo yaitu Djaka Susila selaku Wapemred (Wakil Pemimpin Redaksi) Koran Sindo, dalam upaya mengetahui berita-berita kampanye yang telah disetting oleh awak media dalam jajaran redaksi dalam kebijakan redaksional Koran Sindo.

3) Dokumen

Selain melakukan observasi teks dan wawancara, peneliti juga akan menghimpun data-data, dan kepustakaan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan diteliti.

31

Dalam skripsi Maysyarah mahasiswi Komunikasi Penyiaran Islam Konsentrasi Jurnalistik, UIN Jakarta dengan judul “Analisis Framing Berita Aksi Terorisme di Indonesia Dalam Surat Kabar Sindo”.


(34)

b. Analisis Data

Pada prinsipnya analisis data merupakan sejumlah aktifitas yang dilakukan oleh peneliti ketika proses pengumpulan data atau informasi berlangsung, sampai pada penarikan kesimpulan berupa konsep atau hubungan antarkonsep.32

Analisis data kualitatif digunakan bila data-data yang terkumpul dalam riset adalah data kualitatif. Data kualitatif dapat berupa kata-kata, kalimat-kalimat atau narasi-narasi, baik yang diperoleh dari wawancara mendalam maupun observasi.33

Data yang diperoleh pada penelitian kualitatif umumnya berasal dari hasil proses wawancara, observasi maupun dokumentasi. Data menurut Lincoln dalam Hamidi ialah:

Data are, so to speak, the constructions offered by or in the sources; data analysis leads to a reconstruction of those constuctions”.34

Data yang diperoleh oleh peneliti di lapangan sebenarnya merupakan hasil interaksi antara peneliti dan subjek penelitian, baik berupa induvidu atau berasal dari situasi sosial. Karena itu data yang dideskripsikan peneliti sebenarnya merupakan hasil rekonstruksi pikiran peneliti terhadap apa yang teramati (konstruksi subjek penelitan).

Pada penelitian kualitatif hanya menggunakan teknik analisis non statistik, karena data seluruhnya adalah data kualitatif. Adapun analisis data

32

Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif, (Malang: UMM Press, 2010), h.97.

33

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2008), h.194.

34


(35)

non statistik atau analisis data kualitatif prosedur analisisnya kurang berstruktur seperti halnya pada analisis data kuantitatif. Pada umumnya analisis data kualitatif menganalisis menurut isinya. Sedangkan teknik analisis yang digunakan bisa dengan metode deduksi, induksi atau gabungan dari keduanya, yang dikenal dengan analisis reflektif.35

Maka, secara garis besar proses analisis data kulitatif menurut Kriyantono sebagai berikut:36

Gambar 1.2

Proses Analisis Data Kualitatif37

Fakta Empiris Tataran

Konseptual

c. Teknik Analisis Data

Berdasarkan pengumpulan dan analisis data, maka untuk kepentingan analisis framing dilakukan secara langsung dengan mengidentifikasi wacana berita berdasarkan pada model Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki. Data

35

Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), h.379.

36

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2008), h.194.

37

Ibid, h.195. berbagai data di

lapangan Analisis/Klasifikasi, Data/Kategorisasi, Ciri-ciri Umum Pemaknaan/ Interpretasi, Ciri-ciri Umum Keshahihan Data: -Kompetensi Subjek -Authenticity Intersubjectivity Agreement BERTEORI & KONTEKSTUAL


(36)

hasil identifikasi tersebut dianalisis untuk melihat struktur sintaksis, skrip, tematik dan retoris.

Teknik analisa data yang digunakan peneliti sesuai dengan perangkat model framing Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki seperti kerangka berikut.38

Tabel 1.1

Model Framing Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki39

Struktur Perangkat

Framing

Unit yang Diamati

Sintaksis: Cara wartawan

menyusun fakta

1.Skema berita Headline, lead, latar informasi, kutipan sumber, pernyataan, penutup.

Skrip: Cara wartawan

mengisahkan fakta

2.Kelengkapan berita

5W + 1H

Tematik: Cara wartawan menulis fakta 3.Detail 4.Koherensi 5.Bentuk kalimat 6.Kata ganti

Paragraf, proposisi, kalimat, hubungan antarkalimat.

Retoris: Cara wartawan

menekankan fakta

7.Leksikon 8.Grafis 9.Metafora

Kata, idiom, gambar/foto, grafik.

Ada beberapa definisi framing yang kemudian ringkas oleh Eriyanto dalam bukunya analisis framing, diantaranya yaitu:

38

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: LkiS, 2008), h.256.

39


(37)

1. Robert N. Entman menyatakan bahwa framing adalah proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi lain.40

2. Todd Gitlin menyatakan bahwa framing tak ubahnya strategi yang digunakan untuk membentuk dan menyederhanakan suatu realitas kepada khalayak pembaca. Yang kemudian, peristiwa-peristiwa tersebut ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca. Hal itu dilakukan dengan seleksi, pengulangan, penekanan,dan presentasi aspek tertentu dari realitas.41

3. Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki mendefinisikan framing sebagai strategi kosntruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan konvensi pembentukan berita.42

Menurut Sudibyo dalam Tamburaka, framing merupakan metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan penonjolan terhadap aspek-aspek tertentu, dengan menggunakan

40

Ibid, h.67.

41

Ibid, h.67.

42


(38)

istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya43

Namun, secara umum framing merupakan pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita tersebut.

Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. Mulanya, frame dimaknai dimaknai sebagai struktural konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan prilaku (strips of behaviour) yang membimbing induvidu dalam membaca realitas.44

Dalam perspektif komunikasi, Nugroho dalam Sobur menyatakan bahwa analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara, atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau perlu diingat, untuk mengiring interpretasi

43

Apiadi Tamburaka, Literasi Media: Cerdas Bermedia Khalayak Media Massa, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h.130-131.

44

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remadja Rosdakarya, 2009),h.161-162.


(39)

khalayak sesuai perspektifnya. Jadi, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut. Demikian, sebagaimana Imawan dalam Sobur menuturkan bahwa berita menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai sesuatu yang legitimate, objektif, alamiah, wajar atau tak terelekkkan.45

Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan. Pertama, dalam konsepsi psikologi. Framing dalam konsepsi ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya. Demikian, framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dam ditunjukkan dalam skema tertentu. Framing dipahami sebagai struktur internal dalam alam pikiran seseorang atau pribadi wartawan.

Kedua, konsepsi sosiologis. Pandangan sosiologis lebih melihat pada proses internal seseorang, bagaimana induvidu secara kognitif menafsirkan suatu peristiwa dalam cara pandang tertentu, maka pandangan sosiologis lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas. Frame disini dipahami sebagai proses bagaimana seseorang mengklasifikasikan,

45


(40)

mengorganisasikan dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya.46

Saat kedua konsepsi ini digabung dalam satu model. Terdapat tiga pihak yang saling berhubungan dalam membentuk frame pada suatu pemberitaan, yaitu: wartawan, sumber dan khalayak. Pertama, proses konstruksi melibatkan nilai sosial yang melekat pada diri wartawan yang tertanam dan mempengaruhi bagaimana realitas dipahami. Kedua, saat wartawan menulis dan mengkonstruksi berita, maka wartawan tidaklah berhadapan dengan publik yang kosong, namun khalayak menjadi pertimbangan dari wartawan. Ketiga, proses konstruksi ditentukan oleh proses produksi yang selalu melibatkan standar kerja, profesi jurnalistik, dan standar profesional dari wartawan.

Cara wartawan atau media menonjolkan suatu berita dapat dilihat dari bagaimana wartawan memakai secara strategis kata, kalimat, lead,

hubungan antar kalimat, foto, grafik, dan perangkat lain untuk membantu dirinya mengungkapkan pemaknaan mereka sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Frame juga dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita, seperti kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu ke dalam teks secara keseluruhan.

Dalam pendekatan ini, perangkat framing dibagi ke dalam empat struktur bahasa sebagaimana pada tabel 3 Pertama, struktur sintaksis. Sintaksis berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peistiwa,

46

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: LkiS, 2008), h.253.


(41)

pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa ke dalam bentuk susunan umum berita. Struktur semantik ini dapat diamati dari bagian berita (lead yang dipakai, latar, headline, kutipan yang diambil, dan sebagainya).

Kedua, struktur skrip. Skrip berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan atau menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Ketiga,

struktur tematik. Tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan menungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan antarkalimat yang membentuk teks secara keseluruhan.

Keempat, struktur retoris. Retoris berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam berita.

d. Teknik Penulisan

Penulisan dalam penelitian ini mengacu pada buku pedoman

Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Qualitiy Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. G. Tinjauan Pustaka

Setelah melakukan penelusuran koleksi skripsi pada perpustakaan umum dan perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis menemukan penelitian yang sama namun sedikit berbeda yang menginspirasi dalam pengambilan penelitian ini yaitu mengenai “Agenda Media Dalam Pemberitaan Pemilu Presiden 2014 Pada Koran Sindo”. Adapun beberapa tinjauan pustaka tersebut ialah:

1. Skripsi karya Maysyarah, mahasiswi Komunikasi Penyiaran Islam Konsentrasi Jurnalistik, UIN Jakarta dengan judul “Analisis Framing Berita


(42)

Aksi Terorisme Di Indonesia Dalam Surat Kabar Sindo”. Skripsi ini berisikan bagaimana surat kabar Sindo mengkonstruk realitas suatu kejadian dalam hal aksi terorisme yang terjadi di Indonesia yang dianggap menjadi berita yang layak disuguhkan. Dari hasil penelitiannya, framing berita aksi terorisme pada koran Sindo sejalan dengan konsep framing Robert N Entman.

Perbeedaan dengan penelitian milik Maysyarah adalah objek berita yang digunakan. Penelitian terdahulu menggunakan berita aksi terorisme yang terjadi di Indonesia. Sedangkan, peneliti menggunakan berita kampanye pemilu Presiden 2014.

2. Skripsi karya Nurhasnah, Mahasiswi Konsentrasi Jurnalistik, UIN Jakarta, lulusan tahun 2007 dengan judul “Kebijakan Redaksional Surat Kabar Media Indonesia dalam Rubrik Editorial”. Skripsi ini berisikan bagaimana kebijakan redaksional Surat Kabar Media Indonesia menganggap layak atau tidaknya suatu berita tampil pada rubrik editorial. Hal ini tentunya juga bisa menjadi bahan rujukan peneliti untuk mengetahui mekanisme redaksi Koran Sindo

dalam menyajikan berita yang layak muat sepanjang pemilu 2014 ini.

3. Skripsi karya Desi Mauliza, mahasiswi Konsentrasi Jurnalistik, UIN Jakarta, lulusan tahun 2013 dengan judul “Analisis Framing Pemberitaan Kampanye Terbuka Pemilukada DKI 2012 Pada Harian Seputar Indonesia dan Republika”. Skripsi ini berisikan bagaimana surat kabar Seputar Indonesia dan Republika membingkai pemberitaan selama kampanye pemilukada DKI 2012, yaitu melalui berita yang ditampilkan kepada khalayak. Dimana ditemukan perbedaan antara surat kabar Seputar Indonesia dan Republika


(43)

dalam mengkonstruk berita berdasarkan perspektif kedua media tersebut melihat sebuah peristiwa dan memaknainya.

Perbedaan dengan penelitian milik Desi Mauliza adalah objek yang akan diteliti. Perbedaan objeknya yaitu skripsi terdahulu menggunakan berita-berita harian Seputar Indonesia dan Republika saat kampanye pemilukada DKI 2012, dengan membandingkan antara berita-berita yang dikemas pada harian Seputar Indonesi dan Republika. Sedangkan peneliti menggunakan berita-berita selama pemilu presiden 2014 pada Koran Sindo tanpa adanya membandingkan (komparasi) dengan surat kabar lainnya. Peneliti melihat kecendrungan analisis framing melalui observasi teks maupun melihat kebijakan redaksional Koran Sindo.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembatasan skripsi ini, secara sistematis penulisannya dibagi kedalam:

BAB I Pendahuluan. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka konsep, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penelitian.

BAB II Landasan Teoritis. Bagian ini terdiri dari pembahasan tentang Teori Agenda Setting, Konsep Agenda Media, Unsur-unsur Agenda Setting, Tipe Agenda Setting, Agenda Setting Media dalam pembingkaian Pesan, Politik Redaksi Media, Aspek Politik Redaksi


(44)

Media, Definisi Berita, Jenis-jenis Berita, Nilai Berita, Kategori Berita, Asas Pemilu Presiden, Mekanisme Pemilu Presiden.

BAB III Gambaran Umum; pada bab ini memaparkan mengenai profil

Koran Sindo, logo Koran Sindo, visi dan Misi Koran Sindo, profil pembaca serta struktur redaksi Koran Sindo.

BAB IV Analisis Data membahas tentang berita dan artikel mengenai pemilihan umum Presiden pada Koran Sindo selama rentang waktu kampanye terbuka pemilu pilpres 2014 tertanggal 16 Juni sampai 5 Juli 2014. Hasil temuan dan analisis data dikaitkan dengan politik redaksi dan agenda media yang dijalankan oleh Koran Sindo dalam memberitakan kedua pasangan capres dan cawapres pada pilpres 2014.

BAB V Penutup; bab ini berisi kesimpulan dan saran peneliti mengenai hasil dari penelitian.


(45)

LANDASAN TEORI

A. Teori Agenda Setting

1. Konsep Agenda Media

Konsep agenda media merupakan bagian dari teori agenda setting. Konsep teori agenda setting pertama kali dikemukakan oleh Walter Lipmann pada konsep “The world outside and the picture in our head”. Sependapat

dengan Lipmann, McCombs dan Shaw menyatakan bahwa ada korelasi yang kuat dan signifikan antara apa yang diagendakan oleh media massa dan apa-apa yang menjadi agenda publik. Kemudian teori ini diperkenalkan oleh McCombs dan Shaw secara luas.

Teori agenda setting pertama kali diperkenalkan pada tahun 1973 oleh Maxwell McCombs dan Donald L Shaw dari School of Journalism, University of North Carolina lewat tulisannya The Agenda Setting Function of Mass Media. Teori ini mengakui bahwa media memberi pengaruh terhadap khalayak dalam pemilihan presiden melalui penayangan berita, isu, citra, maupun penampilan kandidat itu sendiri. Menurut Becker & McLeod dan Iyenger & Kinder dalam Canggara, mengakui bahwa meningkatnya penonjolan atas isu yang berbeda bisa memberikan pengaruh yang signifikan terhadap opini publik.1

1

Hafied Canggara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 124


(46)

Dalam konteks politik, partai-partai dan para aktor politik akan berusaha memengaruhi agenda media untuk mengarahkan pendapat umum dalam pembentukan image.2 Dengan menonjolkan isu, citra, dan karakteristik tertentu kandidat, media ikut memberikan sumbangan yang signifikan dalam melakukan konstruksi persepsi publik dalam pengambilan keputusan, apakah akan ikut memilih dan siapa yang akan dipilih.

Para peneliti sebelum McCombs dan Shaw memiliki beberapa gagasan yang mirip dengan hipotesis penentuan agenda. Menurut Kurt Lang dan Gladys Engel Lang dalam Severin dan Tankard mengenai gagasan penentuan agenda menyatakan bahwa:3

Media massa memaksakan perhatian pada isu-isu tertentu. Media massa membangun citra publik tentang figur-figur politik. Media massa secara konstan menghadirkan objek-objek yang menunjukkan apa yang hendaknya dipertimbangkan, diketahui dan dirasakan induvidu-induvidu dalam masyarakat.4

Mengutip definisi penentuan agenda yang dikemukakan oleh Dennis McQuail bahwa:

Process by which the relative attention given to items or issues in news coverage influences the rank of public awwareness of issues and

2

Ibid, h. 124. 3

Werner J. Severin dan James W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa, (Jakarta: Kencana, 2009), h.264.

4


(47)

attribution of signifiicance. As an extension, effects on public policy may occur.5

Pernyataan lain dari tentang gagasan penentuan agenda juga berasal dari pernyataan Bernard Cohen dalam Severin dan Tankard tentang kekuatan pers:6

Surat kabar mungkin tidak sering berhasil memberi tahu orang apa yang harus dipikirkan, tetapi surat kabar luar biasa berhasil dalam memberi tahu pembacanya apa yang harus dipertimbangkan.7

Artinya, membentuk persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting. Dengan teknik pemilihan dan penonjolan, media memberikan test case tentang isu apa yang lebih penting.8

Namun menurut Tamburaka, sejarah agenda setting sebenarnya sudah ada sejak lama tanpa ada yang memperkenalnya terlebih dahulu, namun sudah dipraktikkan oleh media massa khususnya media cetak seperti koran atau majalah di era Penny Press.9

Asumsi dasar agenda setting itu sendiri didasari oleh dua hal, yaitu:

pertama, baik pers maupun media tidak merefleksikan realitas yang sebenarnya, mereka menyaring dan membentuknya. Kedua, konsentrasi

5

Apriadi Tamburaka, Agenda Setting Media Massa, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), h.22.

6

Werner J. Severin dan James W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa, (Jakarta: Kencana, 2009), h.265.

7

Ibid, h.265.

8

Elvinaro Erdianto dan Lukiati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar,

(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), h.74.

9

Apriadi Tamburaka, Agenda Setting Media Massa, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), h.23.


(48)

media terhadap beberapa isu dan subjek tertentu yang menjadikan isu tersebut jauh lebih penting daripada isu yang lain.10 Sehingga, setiap media massa memiliki potensi besar dalam menyusun agenda medianya masing-masing pada tiap pemberitaan dan memberikan efek pada khalayak.

Efek dari model agenda setting terdiri atas efek langsung dan efek lanjutan (subsequent effects). Efek langsung berkaitan dengan isu: apakah isu ada atau tidak ada dalam agenda khalayak, dari semua isu, mana yang dianggap paling penting menurut khalayak, sedangkan efek lanjutan berupa persepsi (pengetahuan tentang peristiwa tertentu) atau tindakan seperti memilih kontestan pemilu atau aksi protes.11

Fungsi penentuan agenda (agenda setting function) media mengacu kepada kemampuan media, dengan liputan berita yang diulang-ulang, yaitu mengangkat pentingnya sebuah isu dalam benak publik.12 Sehingga, media tidak saja bergantung pada berita kejadian (news event), tetapi ia memiliki tanggung jawab untuk mengiring orang melalui agenda-agenda yang bisa membuka pikiran mereka. Seperti yang dikatakan McCombs “the mass media may not be successful in telling people what to think, but the media are stunningly successful in telling audience what to think about”.

Berkenaan dengan itu, dengan teknik pemilihan dan penonjolan, media memberikan petunjuk tentang isu mana yang lebih penting. Demikian, model

10

Agenda Setting Theory, artikel ini diakses pada 20 Agustus 2014, pkl 16.15 WIB, http://www.utwente.nl/cw/theorieenoverzicht/Theory%20clusters/Mass%20Media/Agenda-Setting_Theory/.

11

Elvinaro Erdianto dan Lukiati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar,

(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), h.74.

12

Werner J. Severin & James W. Tankard J.r, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa, (Jakarta: Kencana, 2011), h.261.


(49)

agenda setting mengasumsikan adanya hubungan yang positif antara penilaian yang diberikan media kepada suatu persoalan dengan perhatian yang diberikan khalayak kepada persoalan itu. Singkatnya, apa yang dianggap penting oleh media, akan dianggap penting pula oleh masyarakat. Begitu juga sebaliknya, apa yang dilupakan oleh media, akan luput juga dari perhatian masyarakat.13

Di Indonesia, beberapa surat kabar memiliki kelebihan dalam mengetengahkan isu-isu tertentu (agenda media) lewat tajuk rencana (editorial), berita utama (headline), artikel yang khusus dibuat untuk itu, serta berita-berita hasil wawancara (talking news) dari narasumber yang kompeten.14

Pandangan lain dari Stephen D. Reese dalam Morrisan menyatakan, bahwa agenda media merupakan hasil tekanan (pressure) yang berasal dari luar dan dari dalam media itu sendiri. Dengan kata lain, agenda media sebenarnya terbentuk berdasarkan kombinasi sejumlah faktor yang memberikan tekanan kepada media seperti proses penentuan program internal, keputusan redaksi dan manajemen serta berbagai pengaruh eksternal yang berasal dari sumber nonmedia seperti pengaruh induvidu tertentu, pengaruh pejabat pemerintah, pemasang iklan dan sponsor.15

13 Gun Gun Heryanto, “Marketing Politik di Media Massa dalam Pemilu 2009,” Jurnal

diakses pada 20 Agustus 2014, pkl 14.00 dari

ejournal.stainpurwokerto.ac.id/index.php/komunika/article/.../30/30.

14

Hafied Canggara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 125.

15

Morrisan, Teori Komunikasi: Induvidu Hingga Massa, (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), h.499.


(50)

Berita merupakan salah satu produksi media massa yang seringkali diberikan penekanan-penekanan maupun penonjolan tertentu oleh awak media. Produksi pesan, dalam hal ini berita di sebuah institusi media massa sedikit banyak dipengaruhi oleh ideologi dari institusi itu sendiri. Artinya, isi media mencerminkan ideologi pemilik institusi media dan para pengelola yang berkecimpung di dalamnya.

Penyusunan agenda terjadi karena media harus selektif dalam melaporkan berita. Saluran berita sebagai penjaga gerbang informasi membuat pilihan tentang apa yang harus dilaporkan dan bagaimana melaporkannya.16 Sehingga, para redaktur media dituntut agar memiliki ketajaman untuk mengangkat isu-isu yang perlu dibicarakan oleh masyarakat maupun pemerintah. Isu-isu itu tidak hanya muncul dari anggota redaksi sendiri, namun para pengelola media biasanya memiliki kelompok pemikir (narasumber) yang dapat dihubungi setiap saat untuk memberi ulasan. Bagi masyarakat yang senang membaca surat kabar, berita-berita media menjadi isu pembicaraan dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, dalam revisi teori agenda setting terhadap penelitian McCombs dan Shaw, terdapat beberapa kenyataan yang seringkali dipertanyakan oleh para ahli. Bagaimana media menentukan agenda jika awak media tidak benar-benar intens mencoba persuasi pembaca. Maka menurut Sparks, jawabannya akan ditemukan dalam konsep framing.17 Sebagaimana Tankard

16

Stephen W. Littlejohn dan Karen A Foss, Teori Komunikasi, (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), h.416.

17

Glenn G. Sparks, Media Effects Research; A Basic Overview, (Wadsworth: Cengage Learning, 2006), h. 182.


(51)

mendefinisikan istilah, bahwa framing adalah pusat ide yang terorganisir dalam menyampaikan konteks dan saran mengenai isu yang diseleksi, diberikan penekanan, pengecualian, dan elaborasi. Demikian, baik framing maupun agenda setting memiliki keterkaitan yang mendasar.

2. Unsur-unsur Agenda Setting

Agenda setting beroperasi dalam tiga bagian, yaitu: 18

1. Agenda media; agenda harus diformat, proses akan memunculkan masalah bagaimana agenda media ini terjadi pada waktu pertama kali dengan dimensi yang berkaitan, antara lain: Visibility, yakni jumlah dan tingkat menonjolnya berita, Audience Salience yang berarti tingkat

menonjol bagi khalayak, dan Valence (valensi), yakni menyenangkan atau tidak menyenangkan cara pemberitaan bagi suatu peristiwa.

2. Agenda khalayak; agenda media dalam banyak hal memengaruhi atau berinteraksi dengan agenda publik atau kepentingan isu tertentu bagi publik. Pernyataan ini memunculkan pertanyaan, seberapa besar kekuatan media mampu memengaruhi agenda publik dan bagaimana publik itu melakukannya. Dimensi yang berkaitan antara lain: Familiarity

(keakraban), Personal salience (penonjolan pribadi), Favorability

(kesenangan).

3. Agenda kebijakan; agenda publik memengaruhi atau berinteraksi ke dalam agenda kebijakan. Agenda kebijakan adalah pembuatan kebijakan

18

Apriadi Tamburaka, Agenda Setting Media Massa, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 68-69.


(1)

12. Dengan demikian, bagaimana HT sebagai owner mempengaruhi kelayakan berita baik dari isi koran Sindo sendiri? Sejauhmana tingkat kepengaruhannya dibandingkan dengan pemred maupun redpel?

Secara konkrit, pak HT tidak secara detail memengaruhi teknis kelayakan berita. Namun kita yang menterjemahkan keinginan-keinginan pak HT sebagai owner. Artinya, seberapa banyak porsi berita yang diberikan untuk capres nomor urut 1 dan capres nomor urut 2, pak HT tidak mempengaruhinya. Namun, lihat saja dari kolom dan ruang pemberitaan yang diberikan untuk capres nomor urut 1 maupun capres nomor urut 2. Pastinya, memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Harus memperlakukan seperti apa, kita sudah tau. Tidak sampai pihak atasan kita yang mengetahuinya. Secara porsinya, kitalah yang tau yang kemudian ditentukan dalam rapat redaksi.

13. Mengapa berita pilpres itu menjadi hal yang menarik untuk diberitakan?

Tidak usah koran Sindo, semua media di Indonesia selama pilpres pasti yang akan dicari adalah beritanya Prabowo dan Jokowi, kalau tidakpun media itu berarti gila. Karena memang musim dan trennya adalah Prabowo dan Jokowi. Ini merupakan hal yang lumrah. Karena memang trennya sedang ramai politik. kalau sedang mencari, puasannya tidak usah dicari. Bila nantinya banyak berita yang meliput tentang Prabowo, hal tidak bisa kita pungkiri karena media tersebut memiliki kedekatan dengan Prabowo, begitu pula sebaliknya, kalau liputan berita berisikan dominan tentang Jokowi. Maka secara emosional baik media dan Jokowi miliki kedekatan emosional. Semua media selama pilpres pasti meliput dan memberitakan mengenai Prabowo dan Jokowi. Sekalipun basicly media tersebut sebenarnya bukan salah satu tipe media pemuat informasi sekalipun berita. Misalkan saja Trans TV sekalipun, kenyataannya memberitakan sedikitnya tentang Prabowo dan Jokowi.

14. Bagaimana saat media dihadapkan pada sisi ekonomi, apakah akan sangat mempengaruhi dalam pemilihan dan kelayakan terbit berita?

Kalau itu tidak ada sama sekali hubungannya dengan kerja redaksi. Karena wewenang tersebut ada pada urusan bisnis dan kita (redaksi) tidak ikut campur akan hal itu. Dalam keredaksian clear dengan masalah uang. Kalau redaksi sudah dikaitkan dengan masalah uang, wah itu bahaya.


(2)

Sangat kuat, karena keduanya memiliki titik fokus pada rakyat. Dimana ujung harapan perpolitikan apalagi saat dikaitkan dengan demokrasi. Belum lagi saat mereka ingin menjadi presiden, maka sudah pasti mereka butuh dukungan rakyat, bukan dukungan dari parlemen. Parpol hanya sebagian sebab musabab ia bisa menjadi salah satu calon presiden. Parpolpun dipilih dari rakyat juga. Ya, ujung-ujungnya rakyat lagi dan lagi. Fokus media akan selalu seperti itu, berujung pada keinginan rakyat atau untuk pembaca. artinya apa, ketika seorang politikus butuh platform yang ingin dikenalkan oleh masyarakat, mereka membutuhkan media. kalau saja didatangi satu persatu, maka akan berat. Dengan media, akan jauh lebih efektif. Pasti akan sangat ada kaitannya karena keduanya memiliki fokus subjek yang sama yaitu rakyat. Kalaupun ini tidak ada kaitannya dengan rakyat, hanya untuk pihak internal karyawan Sindo saja. Maka politikus pun tidak akan mendekati untuk hal itu. Politik sekalipun di kantor itu ada, bagaimana ketika organisasi itu dibentuk sekalipun suudah dapat dinyatakan sebagai politik. tetapi kalau berbicara mengenai politik secara luas tentang

stage dan negara (country) terus kaitannya dengan media massa, ya sangat terkait. Kenapa? Karena sama-sama fokus subjek dan objeknya adalah rakyat. Kalaupun subjeknya sudah berbeda, ya mungkin saja tidak berani menyatukan diri. Yang mau menyampaikan disinilah yang kemudian butuh media.

16. Berdasarkan kekuatan media yang tidak perlu diragukan lagi, bagaimana cara pandang Sindo terhadap berita-berita yang telah diagendakan dan memberikan efek kepada khalayaknya?

Sebenarnya, semakin banyak media yang digunakan oleh para aktor politik. Maka,

platform dia untuk mengenalkan kepada rakyat akan semakin terbuka lebar, makin terjangakau. Namun, pada akhirnya yang men-judge (menilai) adalah publik. Dukungan media tertentu belum tentu dapat memenangkan capres tertentu. Tugas media hanyalah sebagai pembentuk opini publik dan publik lah yang menilai. Media hanya sebagai perantara untuk menyampaikan informasi kepada khalayak.

17. Bagaimana menurut mas Djaka terhadap kebenaran yang dianut oleh media?

Kalau ada yang menggangap bahwa apa yang dikatakan oleh media itu adalah kebenaran mutlak. Maka itu salah besar. Karena hakikatnya media itu sendiri itu ditumpangi oleh manusia. maka, tidak ada kebenaran yang hakiki dalam media.


(3)

18. Bagaimana Sindo menilai kebenaran berita? Apa yang dimaksud dengan objektifitas berita versi ala Sindo?

Produksi berita dilakukan oleh tangan-tangan manusia, maka dengan begitu berita-berita yang dihasilkan tidak akan terlepas dari subjektifitas si pembuat berita. Makanya, berita-berita yang beredar tidak mungkin bisa menjadi objektif. Kalaupun objektifitas itu diperlukan, setting saja robot untuk melakukan hal itu. Karena produksi berita ini dilakukan manusia, tidak mungkin bisa seobjektif hingga titik 0%. Demikian, berita merupakan realitas tangan kedua (second hand reality) yang dibuat manusia. berita merupakan produk dari media massa maka kita akan selalu terkait dengan komunikasi massa yang butuh perantara. Karena ini dilakukan oleh manusia, belum tentu kebenaran mengerucut dianggap benar. Apa yang dianggap orang-orang benar, belum tentu orang lain menganggapnya benar. Tapi apakah berita-berita yang kita sajikan berusaha untuk mengarah kepada kebenaran dan objektifitas? Maka jawabannya akan iya.

Caranya adalah salah satu, pertama, melakukan verifikasi, kedua, melakukan kode etik jurnalistik, ketiga, melakukan langkah-langkah perencanaan yang benar dan tepat. Dengan menjunjung tinggi etika-etika jurnalistik.

Ketentuan berita memang harus menjunjung nilai objektifitas. Namun, pada hakikatnya media diharuskan melakukan seobjektif mungkin bukan objektif 0%. Seperti apa yang dikatakan Bill Kovach dalam 9 langkah yang harus diperhatikan dalam jurnalistik, maka ada dua langkah yang paling urgent dan sering dilakukan, yaitu verifikasi narasumber, memverifikasi informasi, memverifikasi perkataan, kemudian membuat agar bagaimana kita menjadi komprehensive, bisa dilihat dari sisi mana saja. Dengan melihat sisi-sisi yang lainnya itulah yang kemudian kita akan terlihat objektif. Cuma terkadang manusia itu cenderung melihat dari satu sisi saja.

19. Kemudian, seperti apa saling pengaruh dan mempengaruhi kepentingan reporter maupun redaktur terhadap berita?

Jangankan menjawab kepentingan media. kepentingan redaktur dan reporternya. Itupun sudah ada intervensi. Contohnya saja ada beberapa reporter yang mencari berita yang menurut dia menyenangi berita itu. Ada redaktur yang ngedit dengan pemilihan kata „ujarnya‟ bukan „katanya‟ hanya dengan alasan kata-kata „ujarnya‟ jauh enak didengar daripada „katanya‟. Ada juga dengan penggunaan kata „ungkapnya‟. Bahkan dulu ada yang


(4)

menggunakan kata „kilahnya‟. Saat dihadapkan dengan hal-hal seperti ini maka tidak ada yang diketegorikan benar maupun yang salah. Karena keduanya memiliki arti yang sama. Demikian, yang kemudian menjadi style redaktur dalam menyunting berita dan rasa (taste) redaktur dalam berbahasa yang menimbulkan kembali kepada subjektifitas lagi. Meskipun ada rambu-rambu dan etika-etika. berita akan selalu subjektif karena kembali kepada sifat dasar manusia itu sendiri yaitu memihak. Asal rambu-rambu ini tidak dilanggar, maka tidak masalah untuk itu. Tapi ada ruang-ruang pemakluman, tidak saklek karena peraturan manapun tidak akan pernah ada yang begitu sakleknya kecuali undang-undang, sistem tidak ada yang saklek.

Meski, baik setiap individu sebenarnya memiliki kepentingan-kepentingan tertentu terhadap berita. Tapi kita tetap mengacu kembali pada „Rukun Koran Sindo‟. Di Sindo, tidak ada larangan wartawan harus membela siapa, pendukung Prabowo kah, atau Jokowi. Berita kita tetap harus bernafaskan Sindo, seperti sekarang owner kita pendukung dari siapa, untuk pemberitaan ya harus diikuti maunya.

20. Bagaimana cara Sindo menonjolkan isu-isu tertentu?

Selain pemilihan kata yang dijelaskan tadi, ukuran font besar kecil, dibold atau tidakpun menjadi hal penting. contohnya saja lihat berita ini (sambil menunjukkan pada headline news dengan judul “Quick Count Bukan Penentu Pilpres). Kita beri bold hitam pada tulisan

quick count dan bold merah pada kata bukan penentu pilpres. Tanda bold menandakan bahwa berita tersebut penting adanya. Yang ingin kita perlihatkan bukan kata quick count-nya namun pada kata bukan penentu pilprescount-nya. kenapa harus ada yang hitam ataupun merah, merah mengisyaratkan sesuatu yang mencolok, penting, dan ingin ditonjolkan dibandingkan dengan bold hitam. Namun judul dengan bold yang dihitamkan akan jauh lebih menarik dan menonjol dibandingkan dengan judul tanpa bold.

21. Apa yang membuat Sindo semakin menarik?

Kita tidak ingin pembaca Sindo hanya sekedar membaca kontennya saja, seperti baca artikel, namun perwajahan juga menjadi penting. Lihat cover Sindo yang selalu berubah-ubah. Inilah bagian dari perwajahan, dari artistik. Karena kita menyadari kompetitor kita adalah bergaya konvemsional. Misal yang hitam demografi judulnya. Kalau kita hanya bisa mengikuti mereka, kita layaknya sebagai pengekor saja.


(5)

Transkip Wawancara

Hari/Tanggal : Minggu, 13 April 2014 Narasumber : Sabir Laluhu

Profesi : Wartawan Harian Sindo Pukul : 10.30 WIB

1. Isu apa yang terpenting bagi kacamata koran Sindo?

Sindo yang terpenting pada halaman pertama atau Headline (HL) itu merupakan isu, baik besar maupun kecil. Contoh isu besar: kasus budiono terhadap century. Bagi sindo berita tersebut merupakan berita/ isu yang cukup besar. Karena satu sisi, budiono itu wakil presiden dan bisa dikatakan sebagai seorang publik figure bagi rakyat Indonesia sehingga efeknya bisa dirasakan dan menyangkut publik.

2. Bagaimana alur berita yang masuk dari wartawan hingga ke meja redaksi?

Sebelum berita masuk ke dalam rapat redaksi, semua berita yang didapatkan oleh para reporter diajukan dalam rapat (berita di listing). Dalam rapat, maka dipilihlah beberapa berita yang pantas di post untuk esok hari. Hasil berita yang masuk di meja Pemred dan Redpel dalam rapat redaksi merupakan berita yang baik dan layak di posting.

3. Bagaimana kebijakan Sindo memandang kelayakan berita?

Sindo memandang kelayakan berita dari seberapa besar efek yang ditimbulkan oleh sebuah berita yang akan disajikan dan menurut kepentingan pemilik modal (owner). Selain itu, masalah framing juga menjadi prioritas kelayakan berita. Kedekatan owner dengan narasumber merupakan hal idealis perlu diangkat atau tidaknya berita tersebut. Contoh: Sindo memiliki kedekatan yang cukup baik dengan Prabowo. Sehingga pemberitaan Prabowo di koran Sindo secara framing akan jauh lebih spesifik memberitakan hal-hal positif tentang Prabowo.

4. Seberapa besar campur tangan Hary Tanoesodibjo sebagai owner mempengaruhi kebijakan redaksional Sindo?

Untuk kebijakan redaksional, Hary Tanoesodibjo tidak terlalu berperan dan tidak mempermasalahkan. Hal ini lebih dipercayakan kepada pimpinan redaksi sindo yaitu Mas Pung Purwanto. Namun, jika ini sudah menyangkut masalah bisnis HT sangatlah berperan dan ikut campur.


(6)

LAMPIRAN FOTO

(

Foto 1: bersama Wakil Pimpinan Redaksi (Wapemred) sekaligus Mantan Redaktur Pelaksana Koran Sindo, Djaka Susila

)

(

foto 2: bersama Asisten Litbang Koran Sindo, Mas Bahrur

)

(foto 3: kunjungan dengan Teman-teman UIN Jakarta untuk perizinan penelitian bersama Wapemred Sindo)


Dokumen yang terkait

Konstruksi Pemberitaan Media Online Sindonews.com dalam Pengumuman Hasil Pemilu Capres dan Cawapres 2014 Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden Di Media Online (Konstruksi Pemberitaan Media Online Sindonews.com dalam Pengumuman Hasil Pemilu Capres dan Caw

0 2 16

PENDAHULUAN Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden Di Media Online (Konstruksi Pemberitaan Media Online Sindonews.com dalam Pengumuman Hasil Pemilu Capres dan Cawapres 2014 Tanggal 22 Juli 2014 Sampai Tanggal 21 Agustus 2014).

0 3 39

DAFTAR PUSTAKA Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden Di Media Online (Konstruksi Pemberitaan Media Online Sindonews.com dalam Pengumuman Hasil Pemilu Capres dan Cawapres 2014 Tanggal 22 Juli 2014 Sampai Tanggal 21 Agustus 2014).

0 2 4

Pemberitaan Pemilihan Presiden 2014 oleh LPP RRI Bandung pada Segmen Dinamika Pemilu.

0 0 2

Pemberitaan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden di Surat Kabar Selama Masa Kampanye Pemilu 2014 (Studi Mengenai Pemberitaan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden dalam Harian Kompas, Suara Merdeka, dan Solopos Pada Masa Kampanye Pemilu 2014).

0 0 18

PEMBERITAAN MEDIA MASA DALAM KAMPANYE PEMILIHAN UMUM PRESIDEN.

0 0 17

KONGLOMERAT MEDIA SEBAGAI ELITE POLITIK: WACANA DALAM PEMBERITAAN HARY TANOESODIBJO DI KORAN SINDO | Rosalia | Jurnal e-Komunikasi 1754 3384 1 PB

0 0 11

KEPEMILIKAN DAN BINGKAI MEDIA (ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN JOKO WIDODO SEBAGAI KANDIDAT CALON PRESIDEN PADA KORAN SINDO) | Kurniasari | Jurnal Ilmiah Komunikasi Makna 1 SM

1 3 22

Konstitusionalitas Pemilu 2014 SINDO pdf

0 0 4

AGENDA MEDIA MENGENAI PILPRES PEMILU 2014 Analisis Isi Terhadap Pemberitaan Mengenai Setatus Pencalonan Jokowi Dalam Surat Kabar Kompas

0 0 21