B.J Habibie Menjadi Presiden

21 saudara-saudara menjaga keselamatan negara dan bangsa, terima kasih”. Pidato tersebut mengakhiri jabatan Soeharto sebagai Presiden dan mengakhiri era Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun.

C. B.J Habibie Menjadi Presiden

Hari kamis tanggal 21 Mei 1998 merupakan hari bersejarah bagi Bangsa Indonesia. Pada tanggal tersebut Soeharto secara resmi mengundurkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia setelah berkuasa selama 32 tahun. Berhentinya presiden sebelum masa jabatan berakhir, maka sesuai dengan pasal 8 UUD 1945 yang berbunyi “bila presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya, ia diganti oleh wakil presiden sampai batas masa waktunya”. Pada saat itu juga tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.10, B.J. Habibie mengucapkan sumpah sebagai Presiden Republik Indonesia yang disaksikan oleh Mahkamah Agung, Ketua DPR, Wakil-Wakil Ketua DPR yang juga dihadiri oleh mantan Presiden Soeharto. Kerusuhan Mei 1998 yang berujung pada runtuhnya rezim Orde Baru berakibat pula pada rusaknya hubungan antara Soeharto dengan B.J Habibie. Soeharto menganggap seharusnya sebagai Wakil Presiden, B.J Habibie yang didukung penuh ABRI seharusnya bisa mengambil langkah yang diperlukan untuk mencegah dan mengatasi aksi-aksi anarkis yang menjurus pada upaya menjatuhkan Soeharto sebagai Presiden. Fakta bahwa ibukota cepat sekali 22 memburuk begitu Soeharto meninggalkan tanah Air tentu menimbulkan prasangka buruk dalam benak Soeharto terhadap Habibie. 35 Secara konstitusional, Soeharto memang harus menyerahkan kekuasaannya sebagai Presiden kepada Wakil Presiden B.J Habibie setelah mengundurkan diri. Sejak awal Soeharto ragu apakah Habibie mampu mengatasi situasi. Saat menyampaikan pengunduran diri, wajah Soeharto tampak dingin. Ia menyadari betul bahwa dirinya benar-benar dipermalukan di depan seluruh masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat luar negeri. Soeharto berusaha terlihat tegar ketika mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Presiden. Mulai saat itu hubungan Soeharto dengan Habibie tidak terjalin dengan baik lagi. Jabat tangan antara Soeharto dan Habibie saat pelantikan Habibie sebagai Presiden merupakan jabat tangan terakhir yang diterima Habibie dari Soeharto. 36 Beberapa hari setelah B.J. Habibie menjadi presiden, B.J. Habibie mengutus Letjen Ary Mardjono untuk menemui Pak Harto, untuk menanyakan perihal sulitnya B.J. Habibie bertemu Pak Harto. Pertemuan berlangsung selama 30 menit, Letjen Ary Mardjono menanyakan apakah beliau marah kepada B.J. Habibie sehingga sulit bagi B.J. Habibie untuk bertemu? Pak Harto menjawab, ”Saya justru menjaga nama baik Habibie. Apa komentar orang kalau presiden baru sering bertemu dengan mantan 35 Tjipta Lesmana, Op. Cit., hlm. 123 36 Idem. 23 presiden, sehingga presiden baru terkesan berada di bawah bayang-bayang mantan presiden ”. 37 Reformasi telah membawa B.J Habibie ke kursi presiden. Akan tetapi tuntutan reformasi oleh masyarakat Indonesia tidak berakhir setelah Soeharto turun sebagai Presiden. Naiknya B.J Habibie sebagai presiden baru merupakan langkah awal mewujudkan refomasi, bukan merupakan akhir dari reformasi total yang dikehendaki oleh masyarakat melalui mahasiswa. 38 Pada masa pemerintahannya sebagai Presiden, B.J Habibie dihadapkan oleh persoalan-persoalan negara yang belum terselesaikan pada masa pemerintahan Soeharto. Termasuk mengenai pro dan kontra tentang keabsahan jabatan presiden yang kini dipegangnya. Persoalan ini muncul di kalangan para ahli hukum sebagian ahli menganggap naiknya B.J Habibie sebagai Presiden sudah sesuai dengan konstitusi, pendapat ini diperkuat dengan Pasal 8 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Bila Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya”. Sedangkan beberapa ahli yang berpendapat bahwa naiknya B.J Habibie yang dianggap tidak konstitusional berpegang pada ketentuan Pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Sebelum presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di depan MPR atau DPR”. Melihat situasi saat itu, tidak memungkinkan MPRDPR untuk bersidang karena Gedung DPRMPR diduduki oleh puluhan ribu mahasiswa, maka sumpah dan janji yang 37 Arissetyanto Nugroho, Donna Sita. I, Pak Harto the Untold Stories, Jakarta: PT Gramedia, 2011, hlm. 184 38 Tim Redaksi LP3ES, Politik Editorial Indonesia,Jakarta: Pustaka LP3ES, 2003, hlm. 31. 24 diucapkan B.J. Habibie di depan Mahkamah Agung dan di depan personil MPR dan DPR dianggap sah dan sudah sesuai dengan Konstitusi. Pemerintahan Presiden B.J. Habibie dihadapkan pada kondisi ekonomi Indonesia yang sangat memprihatinkan. Pada pertengahan tahun 1998 tingkat inflasi mencapai 65,0 ditambah pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan sebesar 13,6 persen di tahun 1998. Permasalahan ini muncul sebagai imbas krisis ekonomi yang menimpa Indonesia yang belum teratasi. Rupiah mengalami penurunan nilai tukar hingga mencapai Rp 10.000US dan bahkan mencapai Rp 15.000 sampai Rp 17.000US yang berdampak banyaknya perusahaan-perusahaan yang mengalami kebangkrutan yang mengakibatkan banyak pengangguran. Dampak krisis ekonomi menyebabkan sekitar 113 juta rakyat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan, phk besar- besaran, krisis sosial dalam masyarakat. 39 39 M.C. Ricklefs, Op. Cit., hlm. 695 25

BAB III HASIL KEBIJAKAN POLITIK DALAM NEGERI