44
BAB IV AKHIR PEMERINTAHAN B.J HABIBIE
A. Penolakan Pidato Pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie
Dengan mundurnya Presiden Soeharto dari jabatannya sebagai presiden pada tanggal 21 Mei 1998, sesuai UU yang ada maka sebagai wakil presiden
B.J. Habibie menggantikan kedudukan Soeharto sebagai presiden hingga masa jabatan presiden selesai. Naiknya B.J. Habibie sebagai Presiden menggantikan
Soeharto mendapatkan reaksi dari masyarakat Indonesia, yaitu memunculkan reaksi pro dan kontra terhadap B.J. Habibie sebagai presiden. Terdapatnya pro
dan kontra terhadap B.J. Habibie ini menunjukkan legitimasi pemerintahan B.J. Habibie lemah. Munculnya kontra terhadap pemerintahan Presiden B.J.
Habibie karena mereka menganggap bahwa Habibie masih terkait dengan kelompok Soeharto, sehingga banyak yang beranggapan bahwa B.J. Habibie
tidak akan bisa melaksanakan reformasi secara penuh seperti yang dikehendaki oleh rakyat Indonesia. Hal lain yang melemahkan legitimasi
Habibie dalam memimpin pemerintahan ialah ia tidak dipilih secara luber dan jurdil sebagai presiden dan merupakan satu paket pemilihan pola musyawarah
mufakat dengan Soeharto. Naiknya B.J. Habibie sebagai presiden mendapat tanggapan yang
beragam para tokoh-tokoh politik. beberapa tokoh memberi komentar pemerintahan Habibie sebagai ”pemerintahan transisi” Nurcholis Majid.
”Belum lepas dari bayang-bayang Soeharto” Amien Rais, ”Melakukan
45
reformasi hanya pada kulitnya saja” dan ”perpanjangan rezim mantan Presiden Soeharto” Megawati. Komentar-komentar tersebut makin melemahkan
legitimasi Habibie sebagai presiden. Meskipun banyak mengalami keberhasilan dan kemajuan dalam
kebijakan-kebijakan politik yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden B.J. Habibei sebagai upaya menjalankan tuntutan reformasi yang dikehendaki
oleh rakyat. Sejak Kabinet Reformasi Pembangunan dibentuk, kemajuan dan keberhasilan telah dicapai antara lain penyelenggaraan Sidang Istimewa MPR,
kebebasan pers, penyelenggaraan pemilu dan reformasi di bidang politik, sosial, hukum, dan ekonomi mengalami kemajuan dan keberhasilan seperti
yang rakyat kehendaki lewat reformasi. Akan tetapi di tengah-tengah upaya pemerintahan Habibie memenuhi tuntutan reformasi, Presiden B.J. Habibie
dituduh melakukan tindakan yang bertentangan dengan kesepakatan MPR mengenai masalah Timor Timur. Pemerintah dianggap tidak berkonsultasi
terlebih dahulu dengan DPRMPR sebelum menawarkan opsi kedua kepada masyarakat Timor Timur yaitu memberikan kemerdekaan bila otonomi kusus
yang diberikan pemerintah Indonesia ditolak. Pada Januari 1999, Presiden B.J. Habibie mengumumkan keputusannya
tentang nasib Timor Timur. Timor Timur bisa melepaskan diri dari Indonesia sekiranya mereka menolak tawaran otonomi secara luas. Padahal tawaran
otonomi secara luas kepada Timor Timur baru diumumkan pada bulan Juni 1998 dan belum mendapatkan tanggapan yang pasti dalam forum PBB tentang
pelaksanaan otonomi tersebut. Dengan diumumkannya mengenai dua opsi
46
tersebut oleh Presiden B.J. Habibie, PBB secara sigap mempersiapkan jejak pendapat 1999 yang ternyata mendapatkan hasil mayoritas masyarakat Timor
Timur memilih merdeka dan lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
59
Kebijakan B.J. Habibie yang memberikan opsi ke dua kepada Timor Timur merupakan blunder besar bagi pemerintahannya. Justru opsi kedua
itulah, antara lain, yang diikuti dengan desakan PBB untuk melakukan referendum di Timor Timur sebelum SU-MPR 1999 berlangsung, yang telah
mendorong pembumi hangusan Timor Timur dan pelanggaran HAM yang serius di Timor Timur pasca referendum bulan Agustus 1999.
60
Masalah itu tidak berhenti dengan lepasnya Timor Timur, setelah itu muncul tuntutan dari
dunia Internasional mengenai masalah pelanggaran HAM yang meminta pertanggungjawaban militer Indonesia sebagai penanggung jawab keamanan
pasca jajak pendapat. Hal ini mencoreng Indonesia di Dunia Internasional. Bulan Juni 1999 diadakan pemilihan umum yang merupakan pemilu
pertama setelah masa Orde Baru dilaksanakan secara demokratis, tanpa dipengaruhi oleh adanya tindak kekerasan yang berarti, serta tanpa adanya
penekanan dari salah satu kontestan yang dominan. Pemilu tersebut diselenggarakan dengan prinsip luber langsung, umum, bebas, dan rahasia
dan jurdil jujur dan adil. hasilnya ada lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak, yaitu : PDIP, Golkar, PPP, PKB, dan PAN. Hasil
59
Sri-Bintang Pamungkas, Dari Orde Baru ke Indonesia Baru Lewat Reformasi Total, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2001, hlm. 195.
60
ibid, hlm. 196.
47
perolehan suara dari masing-masing partai politik ini mencerminkan jumlah kursi yang menjadi haknya di dalam MPRDPR.
Setelah melaksanakan pemilu, diadakan Sidang istimewa MPR diselenggarakan pada tanggal 1-21 Oktober 1999 dengan beberapa agenda
sebagai berikut : 1.
Mengangkat Amien Rais sebagai ketua MPR dan Akbar Tanjung sebagai ketua DPR untuk periode 1999 - 2004.
2. Pembacaan pidato pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie.
3. Pemilihan presiden Republik Indonesia yang baru.
4. Pada tanggal 21 Oktober 1999 dilaksanakan pemilihan wakil presiden
dengan calonnya Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Sebagai salah satu agenda sidang umum, pada tanggal 14 Oktober 1999
Presiden B.J. Habibie menyampaikan pidato pertanggungjawabannya di depan sidang dan terjadi penolakan terhadap pertanggungjawaban presiden sebagai
Mandataris MPR lewat Fraksi PDI-Perjuangan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia dan Fraksi Demokrasi Kasih
Bangsa. Pada umumnya, masalah-masalah yang dipersoalkan oleh Fraksi- fraksi tersebut adalah masalah Timor Timur, KKN, termasuk pengusutan
kekayaan Soeharto, dan masalah HAM. Sementara itu, di luar Gedung DPRMPR yang sedang bersidang, mahasiswa dan rakyat yang anti Habibie
bentrok dengan aparat keamanan. Mereka menolak pertanggungjawaban B.J. Habibie, karena B.J. Habibie dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari Rezim Orba.
48
Kemudian pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR Amien Rais menutup Rapat Paripurna sambil mengatakan, ”dengan demikian
pertanggungjawaban Presiden B.J . Habibie ditolak”. Pada hari yang sama
Presiden habibie mengatakan bahwa dirinya mengundurkan diri dari pencalonan presiden. B.J. Habibie juga iklas terhadap penolakan
pertanggungjawabannya oleh MPR.
B. Terbentuknya Pemerintahan Baru