Penghapusan Istilah Pribumi dan Non Pribumi Pembentukan Partai Politik dan Percepatan Pemilu

35 dalam media cetak yang menampilkan foto-foto wanita yang berpakaian amat minim dengan pose yang sangat merangsang seperti pada isi gambar Tabloid lipstik. 3 Berita yang mengulas suatu masalah yang belum tentu benar. 4 Berita yang dapat menimbulkan pemahaman tertentu, menghasut ataupun mengadu domba. 5 Mengkritik tanpa etika.

D. Penghapusan Istilah Pribumi dan Non Pribumi

Sejumlah amandemen UUD 1945 yang beberapa kali dilakukan oleh MPR ternyata tidak berhasil membersihkan pasal-pasal yang berbau rasial. Demikian pula RUU Kewarganegaraan yang telah disiapkan Departemen Kehakiman dan HAM masih mengandung beberapa poin diskriminatif baik terhadap perempuan gender maupun warga negara keturunan asing. Contohnya, pasal 30 RRU menyebutkan bahwa kehilangan kewarganegaraan Indonesia bagi seorang suami berlaku pula bagi istri kecuali istri menolak atau istri mempunyai dua kewarganegaraan. Selain itu pasal 39 RRU tersebut menyatakan setiap orang yang perlu membuktikan kewarganegaraan Republik Indonesia dan tidak mempunyai surat bukti untuk itu dapat mengajukan permohonan kepada menteri atau pejabat untuk memperolehnya. Pasal ini diduga mengukuhkan kembali Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia atau biasa disingkat SBKRI bagi orang Indonesia keturunan asing termasuk Tionghoa. Permasalahan pribumi dan non pribumi, ditanggapi oleh pemerintahan B.J. Habibie. Pada 16 September 1998, Presiden B.J. Habibie mengeluarkan 36 Inpres N0. 261998 yang menghapuskan istilah pribumi dan non pribumi. Presiden B.J. Habibie juga mengeluarkan Inpres 41999 tentang penghapusan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia SBKRI, dan diperbolehkannya pelajaran Bahasa Mandarin. 47

E. Pembentukan Partai Politik dan Percepatan Pemilu

Presiden B.J Habibie membuat kebijakan untuk membuat perubahan dalam bidang politik lainnya antara lain mengeluarkan UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, UU No. 4 Tahun 1999 tentang MPR dan DPR. Pemilihan umum pada masa pemerintahan yang sangat singkat dari Presiden B.J Habibie, diselenggarakan pada tanggal 7 Juni 1999 dengan diikuti oleh 48 partai, walapun pada saat itu terdaftar terdapat hampir 150 partai politik, akan tetapi yang memenuhi persyaratan hanya 48 partai politik. Pemilihan umum Tahun 1998 dilaksanakan secara LUBER yaitu langsung, umum, bebas dan rahasia dan JURDIL yaitu jujur dan adil yang diakui oleh semua pihak termasuk oleh oleh luar negeri melalui pemantauan secara langsung oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Jimmy Carter. 48 Selanjutnya tanggal 7 Juni 1999 diselenggarakan Pemilihan Umum Multipartai. Dari 48 partai yang mengikuti pemilihan umum Tahun 1998, terdapat 5 partai besar yang mendapat dukungan besar dari masyarakat. Amien Rais mendirikan PAN Partai Amanat Nasional dengan dukungan dari 47 Muh Kholid, Mengakhiri Diskriminasi Tionghoa, http:lkassurabaya.blogspot.com200707 mengakhiri-diskriminasi-tionghoa.html, diakses pada tanggal 12 Juli 2015. 48 M.C. Ricklefs, Op. Cit, hlm. 685. 37 Muhammadiyah, akan tetapi dengan ideologi sekularisme yang demokratis dan kapitalis. Abdurahman Wahid dengan PKB Partai Kebangkitan Bangsa dengan dukungan NU, lebih mengedepankan toleransi, pluralisme, dan gaya demokrasi non religius. Megawati dengan PDI Partai Demokrasi Indonesia mendapat dukungan dari Wiranto dan ABRI. Beberapa pemimpin Islam menanggapi popularitas Megawati yang besar menyatakan bahwa Islam tidak memperbolehkan seorang perempuan menjadi pemimpin, tetapi tidak dengan Abdurrahman Wahid. Golkar yang masih mempunyai dukungan masyarakat yang masih kuat mencoba untuk membersihkan diri dari warisan Soeharto dengan cara meminta maaf untuk berbagai kesalahan masa lalunya dan menggambarkan dirinya sebagai Golkar baru. Fraksi dominannya mendukung Habibie hampir sampai akhir masa jabatannya. PPP juga mampu bertahan sebagai sebuah partai politik. 49 Pemilihan umum kedelapan dalam sejarah Indonesia ini dilaksanakan pada hari Senin, 7 Juni 1999. Empat puluh delapan partai yang mengikuti pemilu ini memperebutkan 462 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat DPR Republik Indonesia. Setelah pemilihan umum ini selesai dilaksanakan, lebih dari 50 partai ternyata tidak mendapatkan kursi. Dengan demikian, jumlah kursi di DPR dibagi kepada 21 partai saja. 50 Pemilihan umum tahun 1999 melahirkan pemenang baru yaitu PDI Perjuangan. Meskipun hanya menguasai 11 provinsi, sedangkan Golkar menang di 13 Provinsi, namun suara PDI Perjuangan lebih besar yaitu sebanyak 33,7 . 49 Op. Cit., hlm. 706. 50 Daniel Dhakidae, dkk, Wajah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Pemilihan Umum 1999 , Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2002, hlm. vii 38 Kemenangan PDI Perjuangan pada pemilu 1999 terjadi karena PDIP yang diketuai oleh Megawati Soekarno Putri merupakan salah satu tokoh yang memperjuangkan reformasi sehingga banyak masyarakat yang pro terhadap reformasi berbalik mendukung PDI Perjuangan. Sedangkan Golkar masih mampu menempati posisi ke dua pada pemilu 1999 setelah lengsernya Soeharto sebagai presiden hal ini terjadi karena Partai Golkar sudah berakar kuat di hati rakyat, hal ini dapat dilihat dari sejarah panjang kemenangan partai Golkar dari tahun 1955 hingga pemilu tahun 1997. Untuk pemilu tahun 1999 bisa dikatakan tidak ada partai yang menang secara meyakinkan, sama seperti pemilu tahun 1955. 51 Tabel 2 Sepuluh partai pemenang pemilihan umum tahun 1999 antara lain: NO PARTAI POLITIK JUMLAH KURSI 1 PDI Perjuangan 153 kursi 2 Partai Golkar 120 kursi 3 PPP 58 kursi 4 PKB 51 kursi 5 PAN 34 kursi 6 PBB 13 kursi 7 Partai Keadilan 7 kursi 8 Partai Demokrasi Kasih Bangsa 5 kursi 9 Partai Nahdatul Ulama 5 kursi 10 Partai Keadilan dan Persatuan 4 kursi Sumber : Daniel Dhakidae, Peta Politik Pemilihan Umum 1998-2004, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2004. 52 51 Daniel Dhakidae, Peta Politik Pemilihan Umum 1998-2004, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2004, hlm. 3 52 Daniel Dhakidae, Op. Cit., hlm. vii 39

F. Penyelesaian Masalah Timor Timur