Pengusutan Kekayaan Soeharto dan Kroni-kroninya

41 memisahkan diri, mereka akan menggerakkan sebuah aksi bumi hangus di Timor Timur. 55 Referendum dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999. Hasilnya adalah sebanyak 446.953 suara masuk, merepresentasikan 98,6 dari seluruh pemilih. Dari 438.968 suara sah, 78,5 menginginkan kemerdekaan, dan 21,5 sisanya menghendaki otonomi dalam lingkup negara Republik Indonesia. 56 Dengan hasil ini menunjukkan bahwa penduduk Timor Timur ternyata menghendaki kemerdekaan. Presiden B.J. Habibie menagaggapi hasil referendum ini dengan menyatakan bahwa Indonesia mulai 1 Januari 2000 akan memusatkan perhatian pada 26 propinsi dan tidak diganggu lagi dengan masalah Timor Timur.

G. Pengusutan Kekayaan Soeharto dan Kroni-kroninya

Salah satu tuntutan reformasi yang dikehendaki rakyat lewat mahasiswa dan aktifis reformasi adalah pengusutan kekayaan Soeharto dan kroni- kroninya. Mengenai masalah KKN, terutama yang melibatkan Mantan Presiden Soeharto, pemerintah B.J Habibie dinilai tidak serius menanganinya karena proses untuk mengadili Soeharto berjalan sangat lambat. Lambatnya pengusutan kekayaan Soeharto dan kroni-kroninya menimbulkan ketidakpuasan yang besar diantara pendukung gerakan reformasi. Presiden B.J. Habibie - dengan Instruksi Presiden No. 301998 tanggal 2 Desember 1998 – telah mengintruksikan Jaksa Agung Baru, Andi Ghalib segera 55 M.C. Ricklefs, ibid, hlm. 701 56 ibid, hlm. 702 42 mengambil tindakan hukum memeriksa Mantan Presiden Soeharto yang diduga telah melakukan praktik KKN. Kasus dugaan KKN Soeharto menyangkut penggunaan uang negara oleh 7 buah yayasan yang diketuainya, yaitu Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial Dharmais, Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti Dakab, Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, Yayasan Trikora. Pada 1995, Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995. Keppres ini menghimbau para pengusaha untuk menyumbang 2 persen dari keuntungannya untuk Yayasan Dana Mandiri. Hasil penyidikan kasus tujuh yayasan Soeharto menghasilkan berkas setebal 2.000-an halaman. Berkas ini berisi hasil pemeriksaan 134 saksi fakta dan 9 saksi ahli, berikut ratusan dokumen otentik hasil penyitaan dua tim yang pernah dibentuk Kejaksaan Agung, sejak tahun 1999. Uang negara 400 miliar mengalir ke Yayasan Dana Mandiri antara tahun 1996 dan 1998. Asalnya dari pos Dana Reboisasi Departemen Kehutanan dan pos bantuan presiden. Dalam berkas kasus Soeharto, terungkap bahwa Haryono Suyono, yang saat itu Menteri Negara Kependudukan dan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, mengalihkan dana itu untuk yayasan. Ketika itu, dia masih menjadi wakil ketua di Dana Mandiri. Bambang Trihatmodjo, yang menjadi bendahara yayasan ini, bersama Haryono, ternyata mengalirkan lagi dana Rp 400 miliar yang telah masuk ke yayasan itu ke dua bank miliknya, Bank Alfa dan Bank 43 Andromeda, pada 1996-1997, dalam bentuk deposito. Dari data dalam berkas Soeharto, Bob Hasan paling besar merugikan keuangan negara, diduga mencapai Rp 3,3 triliun. Hal ini juga terungkap dari pengakuan Ali Affandi, Sekretaris Yayasan Supersemar, ketika diperiksa sebagai saksi kasus Soeharto. Dia membeberkan, Yayasan Supersemar, Dakab, dan Dharmais memiliki saham di 27 perusahaan Grup Nusamba milik Bob Hasan. Sebagian saham itu masih atas nama Bob Hasan pribadi, bukan yayasan. 57 Pemeriksaan terhadap Soeharto pernah dilakukan terkait tuduhan KKN kepada dirinya, akan tetapi hasilnya tidak memuaskan. Pada tanggal 11 Oktober 1999, pejabat Jaksa Agung Ismudjoko mengeluarkan SP3, yang menyatakan bahwa penyidikan terhadap Soeharto yang berkaitan dengan masalah dana yayasan dihentikan. Alasannya, Kejagung tidak menemukan cukup bukti untuk melanjutkan penyidikan, kecuali menemukan bukti-bukti baru. Demikian pula dengan kasus lainnya juga tidak ada kejelasan. 58 57 http:id.wikipedia.orgwikiKasus_dugaan_korupsi_Soeharto, diakses pada tanggal 01 April 2015 58 M.C. Ricklefs, ibid, hlm. 695 44

BAB IV AKHIR PEMERINTAHAN B.J HABIBIE