Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading and composition) terhadap kemampuan menyesaikan soal cerita matematika (studi eksperimen di SMPN 238 Jakarta)

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND

COMPOSITION) TERHADAP KEMAMPUAN

MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA

(Studi Eksperimen di SMP Negeri 238 Jakarta)

Disusun Oleh :

A Z I Z A H 106017000507

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1432 H / 2010 M


(2)

NIM : 106017000507

Jurusan : Pendidikan Matematika

Judul skripsi : Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC

(Cooperative Integrated Reading and Composition) Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika.

No Judul Buku/ Referensi

Paraf Pembimbing Pembimbing

I

Pembimbing II 1 Jakarta Post, Indonesia sabet emas lagi di

Olympiade Matematika,http://www.cha/jpnn. 14 Juli 2010, 21.55 WIB

2 Erna Suwangsih, Model Pembelajaran

Matematika, (Bandung: UPI PRESS), 2006, hlm.28.

3 Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran,

Vol.3. No.1, Desember 2006, hlm.442.

4 Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003) hlm.80

5 Suyitno, Skripsi “Kefektifan Pembelajaran

Kooperatif tipe CIRC”

http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/cgi-bin/library. (8 Juni 2010)

6 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm.36

7 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005), hlm.68

8 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm.2

9 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm 15.

10 Syaiful Sagala, Konsep dan makna pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm 33.

11 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran


(3)

hlm.17.

12 R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia Konstalasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan, (Jakarta: Depdiknas, 2000), hlm.13.

13 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran

Matematika Kontemporer. . . , hlm.33.

14 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran

Matematika Kontemporer, . . , hlm.43

15 M. Sobry Sutikno, Belajar dan Pembelajaran,

(Bandung: Prospect, 2009), hlm.31.

16 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran

Matematika Kontemporer, . . , hlm.8.

17 Didi Sutardi, Pembaharuan dalam Pembelajaran

Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2007), hlm.11

18 Proseding Seminar Matematika Tingkat Nasional,

Prof. Dr. Utari Sumarmo. Alternatif

Pembelajaran Matematika. (Bandung: UPI, 2002)

19 Proseding Seminar Matematika Tingkat Nasional,

Dr. Wahyudin, Matematika dan Kurikulum

Berbasis Kompetensi, (Bandung: UPI, 2002), hlm.30.

20 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran

Matematika Kontemporer. . . , hlm. 62

21 Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual

Konsep dan Aplikasi, (Bandung;Refika Aditama,2010), hlm.62.

22 Trianto, Model Pembelajaran Inovatif, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm.42.

23 Trianto, Model Pembelajaran Inovatif, . . . , hlm.47.

24 Suyatno, Menjelajah pembelajaran inovatif, (Surabaya: Masmedia Buana, 2009), hlm.52.

25 Trianto, Model Pembelajaran Inovatif, . . . , hlm.43- 44.

26 Slavin, Cooperative Learning, (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm.34.

27 Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Surabaya: Masmedia Buana, 2009), hlm.68.

28 Shlomo Sharan, Handbook of Cooperative Learning, (Yogyakarta: Imperium, 2009), hlm. 36

29 Slavin, Cooperative Learning, (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm.203.


(4)

Sebagai Referensi Bagi Pendidikan Dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm.283.

32 Proseding Seminar Matematika Tingkat Nasional,

Dr. Wahyudin, . . . , hlm.32.

33 Erna Suwangsih dkk, Model Pembelajaran

Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006), hlm. 28-29.

34 Gelar Dwirahayu dkk, Pendekatan Baru dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar, Cet.I. (Jakarta: PIC UIN, 2007), hlm.48

35 Soemoenar dkk, Penerapan Matematika Sekolah,

(Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm.3.22.

36 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan,

(Bandung: alfabeta, 2010), hlm.85.

37 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:Rineka Cipta, 2006), hlm.168

38 Anas Sudjono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.179

39 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, . . . , hlm.178

40 Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, 2005), hlm.249.

41 Sudjana, Metode Statistika, . . . , hlm.239.

Jakarta, 8 Desember 2010 Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

Maifalinda Fatra, M.Pd Gelar Dwirahayu, M.Pd NIP: 197005281996032002 NIP: 197906012006042004


(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika (Studi Eksperimen di SMP Negeri 238 Jakarta)” disusun oleh AZIZAH Nomor Induk Mahasiswa 106017000507, Jurusan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, Desember 2010

Yang Mengesahkan,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Maifalinda Fatra, M.Pd Gelar Dwirahayu, M.Pd NIP: 197005281996032002 NIP: 197906012006042004


(6)

dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 17 Desember 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika.

Jakarta, 21 Desember 2010 Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan

Ketua Panitia (Ketua Jurusan)

Maifalinda Fatra, M.Pd ………. ………..

NIP. 19700528 199603 2 002 Sekretaris (Sekretaris Jurusan)

Otong Suhyanto, M.Si ……….. ………..

NIP. 19681104 199903 1 001 Penguji I

Dra. Afidah Mas’ud ……….. ………..

NIP. 19610926 198603 2 004 Penguji II

Otong Suhyanto, M.Si ……….. ………..

NIP. 19681104 199903 1 001

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA NIP. 19571005 198703 1 003


(7)

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : AZIZAH

NIM : 106017000507

Jurusan : Pendidikan Matematika

Angkatan tahun : 2006

Alamat : Jl. Guru Mughni Rt. 002/01 No 6 Kuningan Timur

Jakarta Selatan 12950

Menyatakan Dengan Sesungguhnya

Bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) Terhadap Kemampuan

Menyelesaikan Soal Cerita Matematika (Studi Eksperimen di SMP Negeri 238 Jakarta)” adalah hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

1. Nama : Maifalinda Fatra, M.Pd.

NIP : 197005281996032002

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

2. Nama : Gelar Dwirahayu, M.Pd.

NIP : 197906012006042004

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila pernyataan skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Desember 2010 Yang menyatakan,


(8)

i

Menyelesaikan Soal Cerita Matematika”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Desember 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran koopertif tipe CIRC terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa. Penelitian ini bertempat di SMP Negeri 238 Jakarta tahun ajaran 2010/2011. Metode yang digunakan adalah penelitian quasi eksperimen dengan desain penelitian Randomized Subjects Post-test Only Control Group Design. Subyek penelitian ini adalah 66 siswa yang terdiri dari 33 siswa untuk kelas eksperimen dan 33 siswa untuk kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas VII. Pengumpulan data setelah diberikan perlakuan diperoleh dari nilai tes kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada pokok bahasan Aritmatika Sosial. Tes yang diberikan terdiri dari 12 soal dalam bentuk uraian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe CIRC berpengaruh terhadap kemampuan

menyelesaikan soal cerita matematika siswa. Rata-rata kemampuan

menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih tinggi dari rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.

Kata Kunci: Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC, Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita.


(9)

ii ABSTRACT

Azizah (106017000507),”The Effect of Cooperative Learning CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) Type to Resolving Ability Mathematical Story Problem. Thesis for Mathematical Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta, December 2010.

The purpose of this research is to determine the effect of cooperative learning CIRC type to resolving ability student’s mathematical story problem. This research was conducted at SMP Negeri 238 Jakarta for academic year 2010/2011. The method that used in this research is quasi experimental with randomized controlled group design. Subjects for this research are 66 students consist of 33 student for experimental group and 33 student for control group which selected by cluster random sampling technique on 7th grade. The data collection after being given treatment obtained from the test scores of the resolving ability mathematical story problem at the subject of Social Arithmetic. Test consisted of 12 question in essay. The results showed that the cooperative learning model CIRC type effect on the ability of students to solve mathematical story problems. The students who are taught with the cooperative learning CIRC type have mean score of ability student’s mathematical story problem higher than students who are taught with conventional learning model.

Keywords: Cooperative Learning CIRC type, Resolving Ability Mathematical Story Problem.


(10)

iii

dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti ajarannya sampai akhir zaman.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi pendidikan matematika. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan hambatan dalam penulisan skripsi ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka hambatan tersebut dapat terselesaikan dengan baik.

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan moril dan materil, sehingga skripsi ini dapat selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika sekaligus pembimbing I, yang telah memberikan ijin atas penyusunan skripsi dan memberikan pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika. 4. Ibu Gelar Dwirahayu, M.Pd., Dosen Pembimbing II sekaligus penasehat

akademik yang selalu memberikan bimbingan dan nasihat kepada penulis. 5. Bapak dan Ibu Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis beserta staff jurusan yang selalu membantu penulis dalam proses administrasi.

6. Ibu Rusmiati, AMD. Pd selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 238 Jakarta yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian skripsi ini.


(11)

iv

7. Ibu Anita S.Pd selaku guru pamong matematika di tempat penulis mengadakan penelitian yang telah memberikan semangat dan masukan-masukan bagi penulis.

8. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tersayang, ayahanda (Alm) Ishak bin H. Masyhur yang menjadi motivasi bagi penulis dan Ibunda Mulyanah yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayang, selalu mendoakan, serta memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.

9. Kakak-kakakku tersayang Muchlis, S.Pd beserta istri, Nurlailah beserta suami, Jamilah beserta suami yang telah memberikan dukungan moril dan materil serta doanya kepada penulis. Tak lupa ponakanku Nayla dan Nazmi yang selalu menghibur penulis di saat jenuh.

10.Abangku tersayang (Zul Fahmi, S.E) yang telah banyak memberikan masukan dan bantuan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

11.Teman-teman seperjuanganku ketika skripsi (Tri, Desi, Ika, Sawati, Hastri, Lilis, Lydia, Cucu, Rahma, Isma, Rina dan Edy) yang telah memberikan motivasi dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

12.Sahabat-sahabat seperjuanganku dibangku kuliah (Fara Rahmawaty, Etika, Siti Chairunnisa, Nia Kurnia, dan Mia Usniati) yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis serta semua teman-temanku di Jurusan Pendidikan Matematika angkatan 2006.

13.Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, 9 Desember 2010


(12)

v

Abstract ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel... vii

Daftar Gambar ... viii

Daftar Lampiran ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. ... L atar Belakang... 1

B. ... I ndentifikasi Masalah ... 7

C. ... P embatasan Masalah ... 7

D. ... R umusan Masalah ... 8

E.... T ujuan Penelitian ... 8

F. ... M anfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA BERPIKIR A. ... K ajian Teori ... 10

1... B elajar dan Pembelajaran Matematika ... 10

2... M odel Pembelajaran Konvensional ... 18


(13)

vi

3.... M odel Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC ... 20 4.... K

emampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika ... 30 5.... P

enelitian Yang Relevan ... 38 B. ... K

erangka Berpikir ... 38 C. ... P

erumusan Hipotesis ... 39

BAB III METODE PENELITIAN

A. ... T empat dan Waktu Penelitian ... 40 B. ... M

etode dan Desain Penelitian ... 40 C. ... P

opulasi dan Sampel ... 41 D. ... V

ariabel Penelitian ... 41 E.... T

eknik Pengumpulan Data ... 42 F. ... T

eknik Analisis Data ... 47 G. ... H

ipotesis Statistik ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. ... D eskripsi Data ... 51


(14)

vi

emampuan Menyelesaikan Soal Cerita Kelas Kontrol ... 53 B. ... P

engujian Prasyarat Analisis ... 57 1... U

ji Normalitas ... 57 2... U

ji Homogenitas ... 57 C. ... P

engujian Hipotesis ... 58 D. ... P

embahasan ... 59 E... K

eterbatasan Penelitian ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. ... K esimpulan ... 68 B. ... S

aran ... 68

Daftar Pustaka... 70 Lampiran-lampiran ... 72


(15)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Model Pembelajaran

Konvensional ... 22

Tabel 2 Desain Penelitiaan ... 40

Tabel 3 Kisi-kisi Instrument Tes Menyelesaikan Soal Cerita ... 43

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 52

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 54

Tabel 6 Rekapitulasi Hasil Test Matematika Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 56

Tabel 7 Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 57

Tabel 8 Uji Homogenitas ... 58


(16)

viii

Cerita Matematika Kelas Eksperimen ... 53 Gambar 2 Histrogam dan Poligon Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal


(17)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan dan Pembelajaraan (Kelas Eksperimen) ... 72

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan dan Pembelajaraan (Kelas Kontrol) ... 88

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa ... 90

Lampiran 4 Soal Diskusi ... 104

Lampiran 5 Kisi-kisi Instrumen Uji Coba Tes Menyelesaikan Soal Cerita Matematika (Aritmatika Sosial) ... 115

Lampiran 6 Instrument Tes Essay ... 116

Lampiran 7 Kunci Jawaban Instrumen Soal Essay ... 118

Lampiran 8 Validitas Uji Coba Tes Menyelesaikan Soal Cerita... 125

Lampiran 9 Contoh Perhitungan Uji Validitas ... 126

Lampiran 10 Hasil Uji Coba Validitas ... 127

Lampiran 11 Uji Reliabilitas ... 128

Lampiran 12 Contoh Hasil Uji Reliabilitas... 129

Lampiran 13 Perhitungan Indeks Kesukaran Soal ... 130

Lampiran 14 Perhitungan Daya Pembeda Soal ... 131

Lampiran 15 Rekapitulasi Perhitungan Taraf Kesukaran dan Daya Pembeda .... 132

Lampiran 16 Kisi-kisi Instrumen Tes Menyelesaikan Soal Cerita Matematika .. 133

Lampiran 17 Instrumen Penelitian ... 134

Lampiran 18 Data Mentah Hasil Penelitian Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... ... 136

Lampiran 19 Perhitungan Membuat Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol 137 Lampiran 20 Perhitungan Membuat Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 139

Lampiran 21 Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 141

Lampiran 22 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 142

Lampiran 23 Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 143

Lampiran 24 Perhitungan Uji Nomalitas Kelas Kontrol ... 144

Lampiran 25 Perhitungan Uji Homogenitas ... 145


(18)

A.

Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang sampai saat ini kualitas dan kuantitas pendidikan merupakan masalah yang sangat menonjol. Salah satu tujuan dari pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia melalui upaya peningkatan kualitas pada semua jenjang pendidikan, yang memungkinkan warganya mengembangkan diri sebagai manusia Indonesia seutuhnya. Untuk mewujudkan pembangunan nasional di

bidang pendidikan diperlukan peningkatan dan penyempurnaan

penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan sains (IPTEKS).

Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan sains (IPTEKS) sangat pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Untuk tampil unggul pada keadaan yang selalu berubah dan kompetitif ini, siswa sebagai penerus bangsa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi, kemampuan untuk dapat berpikir secara kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemampuan untuk dapat bekerjasama secara efektif. Sikap dan cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siapapun yang mempelajarinya terampil berpikir rasional.

Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, baik dari aspek terapannya maupun aspek penalarannya, mempunyai peranan penting dalam upaya penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan sains. Dalam dunia pendidikan penguasaan bidang matematika tidak hanya membentuk siswa yang terampil berpikir tetapi juga dapat mengharumkan nama bangsa. Berkaitan dengan itu pada surat kabar harian disebutkan bahwa siswa Indonesia telah meraih empat


(19)

2

medali emas di ajang olimpiade matematika tingkat SD sampai SMP pada tahun 2009. Dan tahun 2010 ini pada ajang yang sama yang diadakan tanggal 10-14 juli di Hongkong, siswa Indonesia berhasil mengalahkan 10 negara dengan meraih empat medali perak dan satu emas. Direktur Pembinaan SD Kemendiknas, Murdjito mengatakan bahwa “walaupun prestasi pada tahun 2010 sedikit menurun sebagai bangsa Indonesia kita harus tetap bersyukur dan untuk ke depan siswa Indonesia harus diberi semangat lagi dan lebih dimatangkan lagi persiapannya”.1 Untuk itu matematika sekolah perlu difungsikan sebagai wahana untuk menumbuhkembangkan kecerdasan, kemampuan, serta untuk membentuk kepribadian siswa. Semua kemampuan dan keterampilan seperti yang telah disebutkan akan tercapai, apabila seseorang ada kehendak untuk mempelajarinya.

Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Isra ayat 36:

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya…”

Maksud ayat di atas selain kita diperintahkan untuk belajar, kita juga harus mengetahui karakteristik dari ilmu pengetahuan tersebut seperti halnya matematika. Pembelajaran matematika akan menuju ke arah yang benar dan berhasil apabila mengetahui karakteristik yang dimilikinya. Matematika memiliki karakteristik tersendiri baik ditinjau dari aspek kompetensi yang ingin dicapai maupun dari aspek materi yang dipelajari untuk menunjang tercapainya kompetensi. Ditinjau dari aspek kompetensi yang ingin dicapai, matematika menekankan penguasaan konsep dan keterampilan memecahkan masalah. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki

1

Jakarta Post, Indonesia Sabet Emas lagi di Olympiade Matematika, http://www.cha/jpnn. 14 Juli 2010, 21.55 WIB


(20)

kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai, Dalam bukunya Erna menyatakan bahwa di sekolah siswa dalam belajar matematika mulai dari SD/MI sampai SMA/MA harus memiliki kecakapan matematika, yaitu:

1. Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari,

menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,

grafik, atau dugaan untuk memperjelas keadaan atau masalah.

3. Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan atau pernyataan matematika.

4. Menyusun kemampuan strategi dalam membuat atau merumuskan,

menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.2

Kenyataannya proses belajar matematika tidak selamanya berjalan efektif, karena masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika dan menganggap mata pelajaran matematika adalah mata pelajaran yang sulit. Kesulitan belajar matematika terutama disebabkan oleh sifat khusus dari matematika yang memiliki objek abstrak. Sehingga siswa membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari matematika yang diajarkan oleh guru di kelas. Selain itu siswa belum memahami peranan penting matematika sehingga matematika dianggap pelajaran yang membosankan dan menakutkan. Matematika juga dianggap identik dengan angka-angka. Menurut Nurhadi dan Suharta hasil pembelajaran matematika di sekolah dasar dan menengah di Indonesia menunjukkan ketidakmampuan

2


(21)

4

siswa menghubungkan antara materi yang dipelajari dan bagaimana pengetahuan itu dimanfaatkan untuk memecahkan persoalan sehari-hari.3

Padahal memecahkan persoalan sehari-hari dalam ilmu matematika digambarkan pada soal cerita matematika. Sehingga kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika akan menunjukkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah sudah sejak lama direkomendasikan oleh The National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) sebagai salah satu standar kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa. Sebagai suatu hasil belajar, maka kemampuan pemecahan masalah tentu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor keberhasilan siswa dalam belajar. Salah satu faktor penting yang menjadi kunci dalam pemecahan masalah adalah kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika.

Namun berdasarkan pada pengalaman peneliti, ketika memberikan soal cerita matematika pada sebagian siswa SMP kelas VII dan kelas VIII. Terbukti pada setiap penyelesaian soal yang menyangkut kehidupan sehari-hari, terlebih soal yang tersaji dalam bentuk cerita, siswa tersebut tidak dapat menyelesaikan secara benar. Pada umumnya para siswa menyelesaikan soal cerita tersebut dengan langkah-langkah yang tidak urut/tidak sistematis. Hal ini disebabkan karena siswa tidak memahami maksud soal, lemah dalam penguasaan bahasa atau belum mengetahui prosedur rutin yang seharusnya digunakan untuk menyelesaikan soal tersebut.

Berkaitan dengan itu kesulitan dalam memahami soal cerita yang paling banyak disebabkan karena mereka kurang tahu atau kurang paham apa yang ada dalam soal, mereka kurang memahami makna setiap kalimat yang ada, kurang mampu merumuskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, kurang mampu menghubungkan secara fungsional unsur-unsur yang diketahui untuk menyelesaikan masalah dan masih ada yang tidak tahu unsur yang harus dimisalkan dalam satu variabel. Hal ini terlihat dalam persentase beberapa aspek yang ada yaitu aspek ingatan sebesar 7%,

3


(22)

sedangkan dari aspek pemahaman sebesar 50%, dan yang terakhir pada aspek aplikasi sebesar 43%.

Diperlukan langkah-langkah yang sistematis agar proses menyelesaikan masalah dalam soal cerita mudah dan terarah, juga agar soal-soal dalam bentuk soal cerita ini tidak menjadi suatu kendala besar dalam meningkatkan kemampuan matematika siswa. Maka siswa juga dituntut menggunakan keterampilan membaca agar dapat memahami makna atau ide pokok dari suatu soal cerita matematika. Seperti yang dijelaskan oleh Slameto bahwa dalam belajar jangan hanya membaca belaka tetapi harus dipahami dengan kata-kata sendiri.4 Ada beberapa tingkatan keterampilan membaca yang diperlukan seseorang ketika membaca suatu teks bacaan seperti soal cerita yaitu keterampilan membaca literal, keterampilan membaca kritis, dan keterampilan membaca kreatif. Sehingga diperlukan suatu metode pembelajaran yang menuntut siswa menggunakan keterampilan membacanya. Ketika proses belajar mengajar matematika, siswa juga cenderung kurang aktif dan tidak bersemangat, lebih memilih diam, enggan dan malu untuk mengemukakan pendapat atau permasalahan yang belum diketahui. Agar proses pembelajaran berhasil, selain guru harus mampu menerapkan model pembelajaran yang tepat, guru juga diharapkan mampu menciptakan suasana belajar yang melibatkan siswa secara aktif. Untuk itu diperlukan model pembelajaran dan strategi yang efektif dalam menyelesaikan masalah pada pembelajaran matematika, khususnya menyelesaikan soal cerita.

Mengingat begitu pentingnya strategi dalam penyelesaian masalah matematika, maka untuk menyelesaikan sebuah soal cerita yang pada kenyataannya siswa masih kesulitan dalam memahami dan menyelesaikan soal tersebut, sangat diperlukan langkah-langkah untuk mempermudah pemahamannya. Selain itu guru juga harus mampu mendesain suatu pembelajaran yang efektif, menarik, sehingga dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan siswa. Salah satu strategi yang efektif dalam

4

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm.80


(23)

6

menciptakan pembelajaran aktif dan menyenangkan tentunya dengan melibatkan siswa dalam kegiatan diskusi di kelas. Pembelajaran dengan suasana belajar aktif dan memberikan strategi dalam penyelesaian soal cerita, dapat diterapkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Compotition).

CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) atau disebut juga kooperatif terpadu, membaca dan menulis termasuk salah satu tipe model pembelajaran cooperative learning. Cooperative learning merupakan model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda, sehingga siswa dapat bekerja sama dalam menyelesaikan soal yang diberikan guru dalam rangkaian kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran kooperatif dapat melatih siswa untuk mendengarkan pendapat-pendapat orang lain dan merangkum pendapat tersebut dalam bentuk tulisan. Para siswa secara individu lebih percaya diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika. Dorongan teman dapat meningkatkan berfikir kritis serta meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah.

Beberapa penelitian telah banyak dilakukan untuk mengaplikasikan aspek kooperatif pada pembelajaran matematika. Termasuk model pembelajaran kooperatif yang cocok untuk melatih keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika adalah CIRC. Berdasarkan penelitian

Suyitno menyimpulkan bahwa model pembelajaran CIRC (Cooperative

Integrated Reading and Composition) layak dipakai guru sebagai suatu variasi dalam model pembelajaran matematika, khususnya dalam membahas soal cerita.5 Tujuan utama dari CIRC adalah menggunakan tim-tim kooperatif untuk membantu para siswa mempelajari kemampuan memahami bacaan yang dapat diaplikasikan secara luas.

Suyitno juga menggambarkan kegiatan pokok dalam CIRC untuk memecahkan soal cerita matematika meliputi rangkaian kegiatan bersama

5

Suyitno, Skripsi “Kefektifan Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC” http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/cgi-bin/library. (8 Juni 2010)


(24)

yang spesifik, yakni salah satu anggota kelompok atau beberapa anggota saling membaca soal, membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dan memisalkan yang ditanyakan dengan variabel tertentu, saling membuat ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita, menuliskan penyelesaian soal cerita secara urut, saling merevisi dan mengedit penyelesaiannya jika ada yang perlu direvisi.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengadakan

penelitian berjudul “PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING

AND COMPOSITION) TERHADAP KEMAMPUAN MENYELESAIKAN

SOAL CERITA MATEMATIKA”.

B.

Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut :

1. Matematika dianggap sulit oleh sebagian besar siswa karena matematika memiliki objek yang abstrak.

2. Siswa menyelesaikan soal cerita dengan langkah-langkah yang tidak sistematis.

3. Kemampuan siswa dalam membaca, menafsirkan dan menyelesaikan soal

cerita masih kurang.

4. Siswa kurang aktif dan malu bertanya dalam proses belajar mengajar di kelas.

5. Model pembelajaran matematika yang diterapkan guru kurang menarik.

C.

Pembatasan Masalah

Karena luasnya permasalahan dalam konteks pembelajaran matematika dan untuk menghindari salah tafsiran terhadap masalah yang diteliti, dirasakan perlu membatasi ruang lingkup permasalahan sebagai berikut :


(25)

8

1. Penyelesaian soal cerita matematika yaitu kemampuan siswa dalam membaca, menafsirkan dan menyelesaikan soal berbentuk cerita khususnya pada materi Aritmatika Sosial di kelas VII.

2. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian adalah model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition).

D.

Rumusan Masalah

Untuk mempertajam persoalan yang telah digambarkan pada latar belakang masalah, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita matematika yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC?

2. Bagaimana kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita matematika yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional? 3. Apakah rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika antara

siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional?

E.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas, peneliti merumuskan tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC.

2. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional.

3. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan menyelesaikan soal cerita


(26)

pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.

F.

Manfaat Penelitian

1. Bagi Siswa : Membangun daya imajinasi pikiran siswa dengan strategi

penyelesaian soal cerita yang sistematis pada model pembelajaran kooperatif tipe CIRC sehingga dapat memahami makna yang tersirat dalam soal cerita matematika.

2. Bagi Guru : Memberi pengetahuan baru kepada guru bahwa model

pembelajaran CIRC merupakan salah satu strategi pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika sehingga nantinya dapat menjadi alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan di dalam kelas.

3. Bagi Sekolah : Meningkatkan mutu pendidikan pada sekolah yang bersangkutan terkait dengan pengembangan kemampuan siswa dalam

menyelesaikan soal cerita matematika menggunakan metode


(27)

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA BERPIKIR

A.

Kajian Teori

1.

Belajar dan Pembelajaran Matematika

a. Belajar Matematika

Sebagian besar dari proses perkembangan berlangsung melalui kegiatan belajar. Belajar yang disadari ataupun yang tidak disadari, belajar selalu berkenaan dengan perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar. Apakah itu mengarah kepada hal yang lebih baik atau kurang baik. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan. Perubahan yang dimaksudkan adalah terjadi dalam berbagai bentuk perilaku, dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Banyak definisi tentang belajar yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Diantaranya menurut Hamalik bahwa belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing).1

Definisi ini diperkuat oleh tafsiran bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman belajar. Muhibbin mengemukakan belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kogntif.2

Sedangkan Slameto mendefinisikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.3

1

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm.36

2

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005), hlm.68

3

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm.2


(28)

Definisi-definisi di atas menunjukkan bahwa hasil dari belajar adalah ditandai dengan adanya “perubahan”, yaitu perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktifitas tertentu. Walaupun pada kenyataannya tidak setiap perubahan termasuk kategoti belajar. Maka Djamarah menentukan ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan ke dalam ciri-ciri belajar yaitu :

1) Perubahan yang terjadi secara sadar

2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional 3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif 4) Perubahan dalam belajar bersifat sementara 5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah 6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.4

Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang terjadi sebagai hasil dari proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Menurut Bloom, perubahan tingkah laku yang didapat setelah proses belajar dapat diamati melalui tiga ranah yaitu meliputi:

1) Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

2) Ranah afektif, berkenaan dengan hasil belajar sikap/emosional dalam mengalami dan menghayati sesuatu hal yang meliputi kesadaran, partisipasi, penghayatan nilai, pengorganisasian nilai dan karakterisasi diri.

3) Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.5

Sehingga secara umum belajar dapat dipahami sebagai suatu proses memperoleh pengetahuan guna pembentukan perubahan tingkah laku yang relatif menetap melalui latihan-latihan dan pengalaman dengan cara atau

4

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm 15

5


(29)

12

usaha yang berbeda dalam pencapaiannya. Adapun tingkah laku itu mencakup berbagai ranah seperti ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Belajar akan lebih baik apabila subjek belajar itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat teoristik saja.

Matematika adalah pengetahuan dasar yang harus dikuasai oleh setiap siswa, baik itu untuk bekal dalam kehidupan sehari-hari, maupun untuk dapat menguasai ilmu-ilmu yang ada hubungannya dengan matematika. Dengan menguasai matematika secara baik dan benar, maka seorang siswa akan dengan mudah memahami ilmu-ilmu yang lain. Persoalan matematika juga banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, soal matematika banyak yang berbentuk soal cerita dan menuntut siswa untuk mampu memahami, menafsirkan dan menyelesaikan soal cerita matematika tersebut.

Para ahli matematika banyak mengemukakan definisi dari matematika diantaranya menurut Johnson dan Rising matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan lebih berupa bahasa simbol mengenai ide. Kline juga mengatakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara belajar induktif.6

Dari berbagai pengertian di atas maka dapat disimpulkan matematika adalah ilmu yang mempelajari mengenai bilangan-bilangan, konsep-konsep abstrak (dari segi bahasa maupun simbol-simbol) yang tersusun secara hierarkis dan penalarannya deduktif. Sangat jelas menunjukkan bahwa matematika merupakan bahasa, matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Berkaitan dengan itu, soal cerita matematika merupakan bahasa

6

Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: UPI, 2003), hlm.17


(30)

yang harus dipahami maknanya sehingga siswa dapat menyelesaikan soal cerita matematika.

Setelah sedikit mendalami pengertian matematika, dapat terlihat adanya karakteristik matematika secara umum yang digambarkan oleh Soedjadi, yaitu: memiliki kajian objek abstrak, bertumpu pada kesepakatan, berpola pikir deduktif, memiliki simbol yang kosong dari arti, memperhatikan semesta pembicaraan, konsisten dalam sistemnya.7 Menurut Gagne belajar matematika ada 2 obyek yang akan diperoleh yaitu, obyek langsung terdiri dari fakta, keterampilan dan konsep, serta yang kedua adalah obyek tak langsung yaitu menyelidiki, memecahkan masalah, meneliti dan lain-lain.8 Fakta adalah objek matematika yang tinggal menerimanya, keterampilan berupa kemampuan memberikan jawaban dengan tepat dan cepat, konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dan non contoh.

Sehingga beberapa ahli menyimpulkan mengenai pengertian belajar matematika. Diantaranya Bruner mengatakan bahwa belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu.9 Berkaitan dengan pemecahan masalah untuk menyelesaikan soal cerita matematika, Cobb dkk menguraikan bahwa belajar matematika dipandang sebagai proses aktif dan konstruktiv dimana siswa mencoba menyelesaikan masalah yang muncul sebagaimana mereka berpartisipasi secara aktif dalam latihan matematika di kelas.

Jenis kesalahan dalam penyelesaian matematika antara lain, kesalahan pemahaman konsep, kesalahan penggunaan data dan kesalahan interpretasi bahasa. Keberhasilan dalam belajar matematika dapat dilihat apabila siswa telah mampu untuk menguasai konsep-konsep dan struktur-struktur

7

R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia Konstalasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan, (Jakarta: Depdiknas, 2000), hlm.13

8

Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. . . , hlm.33

9


(31)

14

matematika sehingga siswa dapat menerapkan dengan benar. Dengan demikian, belajar matematika adalah proses perubahan pada diri siswa terutama pengetahuan, pemahaman dan kemampuannya mengenai bentuk, susunan, dan pola pikir dalam memecahkan masalah.

b. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Wingkel mengartikan pembelajaran sebagai seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperan terhadap kejadian-kejadian internal yang berlangsung di dalam diri peserta didik.10 Maksudnya, proses belajar sifatnya internal atau dalam diri siswa itu sendiri,

sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja

direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku. Belajar dengan pembelajaran ada peran guru, bahan belajar, dan lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan.11

Pengertian pembelajaran dari beberapa teori sebagai berikut: 1) Behavioristik

Pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan (stimulus).

2) Kognitif

Pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan pada siswa untuk berfikir agar dapat mengenal dan memahami.

3) Gestalt

Pembelajaran adalah usaha guru untuk memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa lebih mudah mengorganisasikannya (mengaturnya) menjadi suatu pola Gestalt (pola bermakna).

10

M. Sobry Sutikno, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Prospect, 2009), hlm.3

11


(32)

4) Humanistik

Pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat

dan kemampuannya.12

Hakikat pembelajaran adalah rekayasa sosio-psikologis untuk memelihara kegiatan belajar sehingga setiap individu yang belajar akan belajar secara optimal dalam mencapai tingkat kedewasaan dan dapat hidup sebagai anggota masyarakat yang baik. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa yang ditujukan untuk melakukan perubahan sikap dan pola pikir siswa kearah yang lebih baik untuk mencapai hasil belajar yang optimal.

Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempelajari tentang tata cara berpikir dan mengolah logika baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Pada matematika diletakkan dasar bagaimana mengembangkan cara berpikir dan bertindak melalui aturan yang disebut dalil (dapat dibuktikan) dan aksioma (tanpa pembuktian). Selanjutnya dasar tersebut digunakan oleh bidang studi lain atau ilmu lain.

Belajar matematika tidak sekedar learning to know, melainkan harus ditingkatkan meliputi learning to do, learning to be hingga learning to live together.13 Oleh karena itu perlu pengubahan paradigma pengajaran matematika menjadi pembelajaran matematika. Dalam pengajaran matematika, guru lebih banyak menyampaikan sejumlah ide atau gagasan-gagasan matematika, sementara dalam pembelajaran matematika, siswa memperoleh porsi yang lebih banyak bahkan dominan. Dengan kata lain siswa berperan lebih aktif sebagai pembelajar sedangkan guru lebih pada sebagai fasilitator dan dinamisator.

12

Didi Sutardi, Pembaharuan, dalam Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2007), hlm.11

13

Proseding Seminar Matematika Tingkat Nasional, Prof. Dr. Utari Sumarmo. Alternatif Pembelajaran Matematika. (Bandung: UPI, 2002)


(33)

16

Pada pembelajaran matematika terdapat tiga unsur penting yaitu materi matematika yang diajarkan, guru yang mengajarkan matematika, dan siswa yang belajar matematika, karena kesuksesan atau kegagalan hasil pembelajaran matematika sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari ketiga unsur tersebut.14 Guru dan siswa harus menjadikan matematika sebagai sebuah objek yang terkendali. Guru menghadirkan diri sebagai fasilitator agar siswa memperoleh kemudahan dalam belajar matematika. Sedangkan siswa harus pandai memanfaatkan guru sebagai tempat berkonsultasi untuk mencari solusi dari permasalahan pada setiap materi yang sedang dipelajari.

Pembelajaran matematika yang optimal akan terjadi bila interaksi antara guru dan siswa bukan hanya sekedar hubungan formal, tetapi guru memperlakukan siswa sebagai mitra yang baik bagi dirinya. Sehingga akan terjadi diskusi yang demokratis dalam memecahkan permasalahan yang muncul ketika belajar matematika termasuk menyelesaikan soal cerita matematika.

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses kinerja yang melibatkan setiap komponen secara sinergi dan fungsional yaitu kinerja guru matematika yang melibatkan potensi siswa, fasilitas dan lingkungan belajar secara optimal. Melalui pembelajaran diharapkan dapat berakhir dengan sebuah pemahaman siswa secara komprehensif dan holistik (lintas topik bahkan lintas mata pelajaran jika memungkinkan) tentang materi yang telah disajikan.

Pemahaman siswa yang dimaksud tidak sekedar memenuhi tuntutan tujuan pembelajaran matematika secara substansif saja, namun diharapkan pula muncul efek iringan antara lain:

1) Lebih memahami keterkaitan antara satu topik matematika dengan topik lainnya.

2) Lebih menyadari akan penting dan strategisnya matematika bagi bidang lain.

14

Proseding Seminar Matematika Tingkat Nasional, Dr. Wahyudin, Matematika dan Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: UPI, 2002), hlm.28


(34)

3) Lebih memahami peranan matematika dalam kehidupan manusia. 4) Lebih mampu berpikir logis, kritis dan sistematis.

5) Lebih kreatif dan inovatif dalam mencari solusi pemecahan sebuah masalah.

Jadi pembelajaran matematika adalah suatu cara atau metode bagaimana seseorang melakukan proses belajar secara optimal untuk berpikir dan bernalar dalam memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan bilangan dan kalkulasi secara sistematika sehingga siswa menjadi aktif, kreatif, dan mampu memecahkan permasalahan. Dua hal penting yang merupakan bagian dari tujuan pembelajaran matematika adalah pembentukan sifat yaitu pola berpikir kritis dan kreatif. Untuk pembinaan hal tersebut, kita perlu memperlihatkan daya imajinasi dan rasa ingin tahu dari siswa. Siswa harus diberi kesempatan untuk bertanya dan berpendapat, sehingga diharapkan proses pembelajaran matematika lebih bermakna.

Ketika pembelajaran matematika guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, metode, dan teknik yang banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar. Baik secara mental, fisik ataupun sosial.15 Prinsip belajar aktif inilah yang diharapkan dapat menumbuhkan sasaran pembelajaran matematika yang kreatif dan kritis.

Penerapan pembelajaran matematika tidak hanya pada melatih keterampilan dan hafal fakta, tetapi pada pemahaman konsep. Tidak hanya kepada bagaimana suatu soal dapat diselesaikan tetapi juga pada mengapa soal tersebut dapat diselesaikan dengan cara tertentu. Dalam pelaksanaannya tentu saja disesuaikan dengan tingkat berfikir siswa.

Karakteristik penting dari pembelajaran matematika adalah sifatnya yang menekankan pada proses berfikif deduktif yang memerlukan penalaran logis dan aksiomatik, tetapi tidak menutup kemungkinan cara berfikir tersebut mungkin pula diawali dengan proses induktif yang meliputi penyusunan konjektur, model matematika yang diperlukan sebagai pemecahan masalah, dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan masalah

15


(35)

18

kehidupan sehari-hari. Implikasi dari karakteristik belajar matematika di atas, mengisyaratkan bahwa siswa belajar matematika apabila ia berfikir matematika, melaksanakan kegiatan atau proses matematika dan tugas matematika seperti yang terlukis dalam karakteristik matematika. Setara dengan pernyataan itu, siswa dikatakan membaca matematika secara bermakna bila ia memahami matematika secara bermakna pula.

Uraian tersebut menggambarkan bahwa salah satu keterampilan penting dalam pembelajaran matematika adalah dalam hal membaca dan bukan hanya menyusun sekelompok konsep atau pengetahuan yang saling terlepas. Namun, para pembaca dituntut untuk terampil menyusun keterkaitan konsep atau pengetahuan yang dibacanya.

2.

Model Pembelajaran Konvensional

Seorang guru dituntut untuk menguasai berbagai model-model pembelajaran, di mana melalui model pembelajaran yang digunakannya akan dapat memberikan nilai tambah bagi anak didiknya. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang optimal atau maksimal.

Namun, salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional. Model ini sebenarnya sudah tidak layak lagi kita gunakan sepenuhnya dalam suatu proses pengajaran, dan perlu diubah. Tapi untuk mengubah model pembelajaran ini sangat susah bagi guru, karena guru harus memiliki kemampuan dan keterampilan menggunakan model pembelajaran lainnya.

Memang model pembelajaran kovensional ini tidak serta merta kita tinggal, dan guru mesti melakukan model konvensional pada setiap pertemuan, setidak-tidaknya pada awal proses pembelajaran di lakukan. Atau awal pertama kita memberikan kepada anak didik sebelum kita menggunakan model pembelajaran yang akan kita gunakan. Menurut Djamarah metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah


(36)

dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran.16

Selanjutnya Roestiyah mengungkapkan cara mengajar yang paling tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan ialah cara mengajar dengan ceramah.17 Sejak duhulu guru dalam usaha menularkan pengetahuannya pada siswa, ialah secara lisan atau ceramah. Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh para guru. Bahwa, pembelajaran konvensional (tradisional) pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hapalan daripada pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran berpusat pada guru.

Metode mengajar yang lebih banyak digunakan guru dalam pembelajaran konvensional adalah metode ekspositori. Menurut Ruseffendi metode ekspositori ini sama dengan cara mengajar yang biasa (tradisional) kita pakai pada pengajaran matematika”. Kegiatan selanjutnya guru memberikan contoh soal dan penyelesaiannya, kemudian memberi soal-soal latihan, dan siswa disuruh mengerjakannya.

Jadi kegiatan guru yang utama adalah menerangkan dan siswa mendengarkan atau mencatat apa yang disampaikan guru. Subiyanto menjelaskan bahwa, kelas dengan pembelajaran secara biasa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: pembelajaran secara klasikal, para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu.

Guru biasanya mengajar dengan berpedoman pada buku teks atau LKS, dengan mengutamakan metode ceramah dan kadang-kadang tanya jawab. Tes atau evaluasi yang bersifat sumatif dengan maksud untuk mengetahui perkembangan jarang dilakukan. Siswa harus mengikuti cara belajar yang dipilih oleh guru, dengan patuh mempelajari urutan yang ditetapkan guru, dan kurang sekali mendapat kesempatan untuk menyatakan pendapat.

16

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002) hlm. 43

17


(37)

20

Banyak kita temukan di lapangan bahwa selama ini pembelajaran matematika didominasi oleh guru melalui metode ceramah dan ekspositorinya.

Disamping itu, guru jarang mengajar siswa untuk menganalisa secara mendalam tentang suatu konsep dan jarang mendorong siswa untuk menggunakan penalaran logis yang lebih tinggi seperti kemampuan membuktikan atau memperlihatkan suatu konsep. Hal senada ditemukan oleh Marpaung bahwa dalam pembelajaran matematika selama ini siswa hampir tidak pernah dituntut untuk mencoba strategi dan cara (alternatif) sendiri

dalam memecahkan masalah.18

Dari uraian di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran matematika secara konvensional adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang selama ini kebanyakan dilakukan oleh guru dimana guru mengajar secara klasikal yang di dalamnya aktivitas guru mendominasi kelas dengan metode ekspositori, dan siswa hanya menerima saja apa-apa yang disampaikan oleh guru, begitupun aktivitas siswa untuk menyampaikan pendapat sangat kurang, sehingga siswa menjadi pasif dalam belajar, dan belajar siswa kurang bermakna karena lebih banyak hapalan.

3.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC

a. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Jadi hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif. Slavin menerangkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2 sampai 5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.19 Keberhasilan

18

http://xpresiriau.com/artikel-tulisan-pendidikan/pembelajaran-konvensional

19

Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, (Bandung;Refika Aditama,2010), hlm.62


(38)

belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan akivitas anggota kelompok baik secara individual maupun secara berkelompok.

Model pembelajaran cooperative learning merupakan model

pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok.

Menurut Eggen and Kauchak bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.20

Arends menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan

pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar; 2) Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah; 3) Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam; dan 4) Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu.21

Dari beberapa uraian pengertian dan ciri-ciri model pembelajaran kooperatif, maka dapat disimpulkan beberapa tujuan pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :

1) Meningkatkan kinerja siswa dan membantu siswa memahami konsep sulit.

20

Trianto, Model Pembelajaran Inovatif, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm.42

21


(39)

22

2) Menerima teman-teman yang memiliki latar belakang berbeda.

3) Mengembangkan keterampilan sosial siswa antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, menjelaskan ide atau pendapat, bekerjasama dalam kelompok.

Selain itu, Suyatno juga menerangkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

2) Menyajikan informasi

3) Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.

4) Membimbing kelompok belajar dan bekerja

5) Evaluasi

6) Memberikan penghargaan.22

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif memiliki tujuan-tujuan, langkah-langkah, lingkungan belajar dan sistem pengelolaan yang khas dibandingkan dengan model pembelajaran lain. Berikut ini perbedaan model pembelajaran kooperatif dan model pembelajaran konvensional.

Tabel.1

Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Model Pembelajaran Konvensional23

Model Pembelajaran Kooperatif Model Pembelajaran Konvensional Adanya saling ketergantungan positif,

saling membantu, dan saling

memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok

atau menggantungkan diri pada

kelompok. Adanya akuntabilitas individual yang

mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan

bantuan dan siapa yang dapat

memberikan bantuan.

Akuntabilitas individual sering

diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota

kelompok sedangkan anggota

kelompok lainnya hanya

“menumpang” keberhasilan

“pemborong”.

22

Suyatno, Menjelajah pembelajaran inovatif, (Surabaya: Masmedia Buana, 2009), hlm.52

23


(40)

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Pimpinan kelompok dipilih secara

demokratis atau bergilir untuk

memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.

Pemimpin kelompok sering

ditentukan oleh guru atau kelompok

dibiarkan untuk memilih

pemimpinnya dengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti

kepemimpinan, kemampuan

berkomunikasi, mempercayai orang lain dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan

melakukan intervensi jika terjadi

masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara proses

kelompok yang terjadi dalam

kelompok-kelompok belajar

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada

penyelesaian tugas tetapi juga

hubungan interpersonal (hubungan

antar pribadi yang saling menghargai)

Penekanan sering hanya pada

penyelesaian tugas.

Model pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tipe dengan langkah yang berbeda-beda. Pada penelitian ini peneliti mengambil model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition). Dimana model pembelajaran ini sangat berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika dan diperkuat oleh beberapa teori pembelajaran.


(41)

24

b. Teori Pembelajaran Kooperatif

Teori pembelajaran kooperatif menurut Slavin terbagi dalam 2 kategori, yaitu teori Motivasi dan teori Kognitif.24

1) Teori Motivasi

Menurut teori motivasi, motivasi siswa dalam pembelajaran kooperatif terletak pada bagaimana bentuk penghargaan (reward) atau struktur pencapaian tujuan pada saat siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran.“Motivational perspective on cooperative learning focus primarily on the reward or goal structure under wich students operate”. Diidentifikasikan ada tiga macam struktur pencapaian tujuan seperti berikut.

a) Kooperatif: siswa yakin bahwa tujuan mereka tercapai jika dan hanya jika siswa yang lain juga akan mencapai tujuan tersebut.

b) Kompetitif: siswa yakin bahwa tujuan mereka tercapai jika dan hanya jika siswa lain tidak mencapai tujuan.

c) Individualistik: siswa yakin upaya mereka sendiri untuk mencapai tujuan tak ada hubungannya dengan siswa lain dalam mencapai tujuan tersebut.

Menurut pandangan teori motivasi, struktur tujuan kooperatif menciptakan suatu situasi dimana anggota kelompok dapat mencapai tujuan pribadi mereka apabila kelompok itu berhasil. Oleh karena itu, anggota kelompok harus membantu teman kelompoknya dengan cara melakukan apa saja yang dapat membantu kelompok itu berhasil dan yang lebih penting lagi adalah mendorong teman kelompoknya untuk melakukan upaya maksimal.

2) Teori Kognitif

Teori ini menekankan pengaruh kerja sama dalam suasana kebersamaan didalam kelompok itu sendiri. “cognitive theories emphasize the effects of working together in itself (whether or not the groups are trying of group goal)“.

24


(42)

Teori kognitif dapat dikelompokkan dalam dua kategori sebagai berikut.

a) Teori pembangunan

The fundamental assumption of the developmental theories that interaction among children around appropriate taks increases their mastery of critical consepts (Damon, 1984; Murray: 1982)” (dalam Slavin)

Asumsi dasar dari teori pembangunan adalah bahwa interaksi antar siswa di sekitar tugas-tugas yang sesuai meningkatkan penguasaan mereka terhadap konsep-konsep yang sulit.

b) Teori Elaborasi Kognitif

Pandangan dalam psikologi kognitif telah menemukan bahwa apabila informasi yang telah ada di dalam memori, siswa harus terlibat dalam beberapa restruktur atau elaborasi kognitif suatu materi. Salah satu cara elaborasi kognitif yang paling efektif adalah menjelaskan materi itu pada orang lain.

Dasar teori pembelajaran kooperatif seperti yang disebutkan di atas digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe CIRC.

c. Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC

CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) atau disebut juga kooperatif terpadu, membaca, menulis, termasuk salah satu tipe model pembelajaran cooperative learning.25 Program CIRC terdiri dari tiga unsur utama, aktivitas dasar, pengajaran langsung dalam pemahaman membaca, serta seni berbahasa/menulis integral. Dalam semua aktivitas ini, siswa bekerja dalam kelompok belajar secara heterogen.26 Pada awalnya tipe CIRC diterapkan dalam pelajaran bahasa. Dalam kelompok kecil para siswa diberi suatu teks/bacaan, kemudian siswa latihan membaca atau saling

25

Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Surabaya: Masmedia Buana, 2009), hlm. 68

26


(43)

26

membaca, memahami ide pokok saling merevisi dan menulis ikhtisar cerita atau memberikan tanggapan terhadap isi cerita atau mempersiapkan tugas tertentu dari guru.

Bahasa merupakan suatu sistem yang terdiri dari lambang, kata-kata, dan kalimat-kalimat yang disusun menurut aturan tertentu dan digunakan sekelompok orang untuk berkomunikasi. Kaitannya dengan matematika merujuk pada pengertian bahasa di atas, maka matematika dapat dipandang

sebagai bahasa karena dalam matematika terdapat sekumpulan

lambang/simbol, ide atau gagasan dalam soal cerita.

Sehingga model pembelajaran CIRC ini dapat membantu siswa agar mampu memahami, menafsirkan dan menyelesaikan soal cerita matematika, seperti yang telah disebutkan di atas khususnya pada: membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal, menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan memisalkan yang ditanyakan dengan suatu variabel. Tujuan utama dari CIRC adalah menggunakan tim-tim kooperatif untuk membantu para siswa mempelajari kemampuan memahami bacaan yang dapat diaplikasikan secara luas.27

Dalam model pembelajaran CIRC, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen, yang terdiri atas 4 atau 5 siswa. Di kelompok ini tidak dibedakan atas jenis kelamin, suku bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa. Jadi dalam kelompok ini sebaiknya ada siswa yang pandai, sedang atau lemah dan masing-masing siswa sebaiknya merasa cocok satu sama lain. Dengan pembelajaran kelompok diharapkan para siswa dapat meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi.

Model pembelajaran CIRC ini adalah jenis pembelajaran cooperative learning yang cocok untuk menyelesaikan soal cerita melalui kerjasama kelompok. Kegiatan pokok dalam CIRC untuk memecahkan soal cerita matematika diungkapkan oleh Suyitno yaitu sebagai berikut:

27


(44)

1) Salah satu anggota kelompok atau beberapa anggota saling membaca soal yang diberikan guru.

2) Membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan memisalkan yang ditanyakan dengan variabel tertentu.

3) Saling membuat ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita. 4) Menuliskan penyelesaian soal cerita secara urut.

5) Saling merevisi dan mengedit pekerjaan (penyelesaian) jika ada yang perlu direvisi.28

Selain itu, Steven dan Slavin (1995) memperkuat langkah-langkah CIRC dalam buku Paradigma Baru Pembelajaran yakni sebagai berikut:

1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen.

2) Guru memberikan wacana (soal cerita) sesuai dengan topik

pembelajaran.

3) Siswa bekerjasama saling membacakan dan menemukan ide pokok (apa

yang diketahui dan ditanyakan dalam soal).

4) Mempresentasikan atau membacakan hasil kelompok.

5) Guru membuat kesimpulan bersama.

6) Pembelajaran ditutup.29

Bila diperhatikan langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif tipe CIRC tersebut, sebenarnya mendorong pembaca lebih aktif, kritis, sistematis, dan bertujuan dalam menghadapi bacaan secara berkelompok. Sehingga pembaca lebih bisa lama mengingat setiap gagasan pokok suatu bacaan dan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika diharapkan lebih memuaskan, karena dengan model pembelajaran ini siswa bekerja sama untuk menjadi pembaca aktif dan terarah langsung pada intisari atau kandungan-kandungan pokok yang tersirat dan tersurat dalam teks.

28

Suyitno, Skripsi “Kefektifan Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC” http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/cgi-bin/library. (8 Juni 2010)

29

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi Bagi Pendidikan Dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm.283


(45)

28

Membaca secara umum seperti membaca koran atau novel cukup berbeda dengan membaca matematika. Ketika membaca matematika, pembaca harus memahami secara tepat istilah dan simbol-simbol matematisnya. Pada bagian teorema dan pembuktian pembaca pun tidak bisa mengabaikan begitu saja sebelum dipahaminya. Biasanya pembaca menggunakan pensil untuk memberi tanda pada bagian-bagian yang menurutnya penting atau tidak boleh lupa. Bila perlu jika pembaca matematika mengulang membaca paragraf yang menurutnya sukar dipahami oleh setiap anggota dalam kelompoknya dan memperlambat cara membacanya hingga jelas dan benar. Melalui pembelajaran kooperatif tipe CIRC ini setiap anggota siswa dalam kelompoknya akan belajar memilih point-point bacaan yang penting lalu berdiskusi untuk merencanakan bagaimana untuk menyelesaikan soal cerita matematika, sehingga masing-masing siswa akan paham dan mampu untuk menyelesaikan soal cerita matematika secara urut dan sistematis.

d. Langkah-Langkah Pembelajaran CIRC

Dengan mengadopsi model pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC untuk melatih siswa meningkatkan ketrampilannya dalam menyelesaikan soal cerita matematika, langkah- langkah yang diterapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Guru membentuk kelompok-kelompok belajar siswa (Learning Society) yang heterogen. Setiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 siswa.

2. Guru memberikan LKS dan Soal diskusi yang telah disusun berdasarkan

langkah-langkah penyelesaian masalah dalam soal cerita matematika kepada setiap siswa dalam kelompok yang sudah terbentuk.

3. Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian kegiatan CIRC yang spesifik sebagai berikut.

a) Salah satu anggota kelompok membaca atau beberapa anggota saling membaca soal cerita tersebut.


(46)

b) Membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita termasuk menuliskan yang ditanyakan dengan suatu variabel tertentu.

c) Saling membuat rencana penyelesaian soal cerita. d) Menuliskan penyelesaian soal cerita secara urut. e) Menyerahkan hasil tugas kelompok kepada guru.

4. Setiap kelompok bekerja berdasarkan serangkaian kegiatan pola CIRC (team study). Guru berkeliling mengawasi kerja kelompok.

5. Ketua kelompok, melaporkan keberhasilan kelompoknya atau melapor kepada guru tentang hambatan yang dialami oleh anggota kelompoknya. Jika diperlukan, guru dapat memberi bantuan kepada kelompok secara proporsional.

6. Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota

kelompok telah memahami, dan dapat mengerjakan soal cerita yang diberikan guru.

7. Guru meminta perwakilan kelompok tertentu untuk menyajikan

temuannya di depan kelas.

8. Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilisator jika diperlukan.

9. Guru bisa membubarkan kelompok yang dibentuk dan para siswa

kembali ketempat duduknya masing-masing.

10. Menjelang akhir waktu pembelajaran, guru dapat mengulang secara klasikal tentang strategi pemecahan soal cerita.

11. Guru dapat memberikan tes formatif, sesuai dengan kompetensi yang diperlukan.

Keterlibatan setiap siswa untuk belajar secara aktif merupakan salah satu indikator keefektifan belajar. Dengan demikian, siswa tidak hanya menerima saja materi pengajaran yang diberikan guru, melainkan siswa juga berusaha menggali dan mengembangkan sendiri dalam kelompoknya. Hal ini diperkuat dengan pendapat Eggen dan Kauchack yang menulis bahwa “Effective learning occur when students are actively involved in organizing and finding relationships in the information”.


(47)

30

4.

Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika

a. Kemampuan Matematika Siswa

Kemampuan dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya kesanggupan, kecakapan, kekuatan seseorang dalam melakukan sesuatu. Kemampuan siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kesanggupan atau kecakapan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika yang diukur menggunakan tes matematika berbentuk soal cerita.

Pada kurikulum matematika berbasis kompetensi ada beberapa tuntutan kemampuan matematika bagi siswa diantaranya siswa harus mampu memecahkan masalah (problem solving), melakukan penalaran (reasoning) dan mengkomunikasikan secara matematika (mathematical communication).30 Menyelesaikan soal cerita matematika merupakan salah satu kemampuan pemecahan masalah.

Senada dengan itu National Council of Teacher of Mathematics (NCTM, 2000) menyatakan bahwa memusatkan pembelajaran matematika seputar pemecahan masalah dapat membantu siswa dalam mempelajari konsep-konsep utama, keterampilan-keterampilan utama dalam berbagai konteks yang dapat memberikan motivasi. Dimana dalam pemecahan masalah menggunakan situasi nyata dalam mempergunakan konsep dan keterampilan baru kepada siswa dalam materi yang mengutamakan aplikasi seperti yang terdapat pada soal-soal cerita matematika.

Pemecahan masalah merupakan suatu aktivitas yang penting dalam kegiatan belajar matematika, selain menuntut siswa untuk berpikir juga menuntut siswa lebih aktif. Oleh karena itu untuk memecahkan masalah matematika yang berkaitan dengan soal cerita dapat digunakan model pembelajaran kooperatif karena dengan berkelompok siswa dapat aktif dan berdiskusi untuk menyelesaikan soal cerita tersebut. Langkah-langkah yang diambil untuk menyelesaikan soal cerita matematika pada penelitian ini menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah yaitu kemampuan memahami persoalan (menentukan kalimat yang diketahui dan ditanyakan

30


(1)

keterangan angka-angkanya. Selain itu ada beberapa siswa yang tidak menuliskan apa yang ditanyakan dalam soal. Contohnya seperti jawaban kelas kontrol pada soal no.3 di atas yaitu hanya menuliskan diketahui dan jawab. Akibatnya siswa salah dalam memahami dan menjawab soal. Hal ini disebabkan siswa pada kelas eksperimen setiap pertemuan diberikan lembar jawaban yang telah diformat dalam LKS sehingga terbiasa mengikuti langkah-langkah dalam menjawab soal. Sedangkan di kelas kontrol setiap latihan soal tidak diberikan lembar jawaban yang berisi format cara menyelesaikan soal cerita tetapi hanya diberikan penjelasan guru pada saat menyelesaikan soal. Sehingga siswa lupa karena tidak terbiasa dalam menjawab soal harus mengidentifikasi diketahui, ditanya, dan jawab.

Cara menyelesaikan soal cerita matematika yang dikerjakan siswa dari kelas eksperimen maupun kelas kontrol seperti dipaparkan di atas hanya sebagian contoh dari hasil post test siswa. Secara keseluruhan hasil pengamatan peneliti mendapatkan 84% siswa di kelas eksperimen sedangkan di kelas kontrol hanya 52% siswa yang telah mampu memahami makna dari isi soal cerita dan mampu mengerjakan soal cerita secara urut dan sistematis.

Dari uraian-uraian di atas, menunjukkan bahwa kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika khususnya pada materi aritmatika sosial dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC terlihat siswa mampu menyelesaikan soal cerita matematika secara urut dan sistematis. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe CIRC sangat cocok dipakai dalam menyelesaikan soal cerita matematika.

E.

Keterbatasan Penelitian

Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna. Berbagai upaya telah dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini agar diperoleh hasil yang optimal. Kendati demikian, masih ada beberapa faktor yang sulit dikendalikan


(2)

67

sehingga membuat penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan diantaranya:

1. Penelitian ini hanya dilakukan pada pokok bahasan Aritmatika Sosial saja, sehingga belum bisa digeneralisasikan pada pokok bahasan lain.

2. Keaktifan dan partisipasi siswa yang masih kurang, hal ini dijelaskan karena mereka asing terhadap proses pembelajaran yang dilakukan dengan model pembelajaran kooperatif learning tipe CIRC.

3. Kurangnya waktu yang diberikan sehingga diperlukan persiapan yang lebih baik lagi agar siswa dapat terkontrol secara maksimal.

4. Kemampuan berhitung siswa masih rendah sehingga cukup menghambat jalannya proses pembelajaran selama penelitian.

5. Kontrol terhadap kemampuan subjek penelitian hanya meliputi variabel model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika. Variabel lain seperti minat, motivasi, intelegensi, lingkungan belajar, dan lain-lain tidak terkontrol. Karena hasil penelitian dapat saja dipengaruhi variabel lain di luar variabel yang ditetapkan dalam penelitian ini.


(3)

68

A.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika khususnya pada materi aritmatika sosial dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC sebanyak 84% siswa telah mampu menyelesaikan soal cerita matematika secara urut dan sistematis. Siswa juga mampu memahami, menafsirkan dan menyelesaikan soal cerita matematika.

Sedangkan dengan menggunakan model pembelajaran biasa (konvensional), hanya 52% siswa yang telah mampu menyelesaikan soal cerita secara urut dan mampu memahami makna dari isi soal cerita. Selebihnya masih harus selalu dibimbing dalam setiap langkah untuk menyelesaikan soal cerita dan siswa belum mampu menafsirkan sendiri isi dari soal cerita tersebut.

Berdasarkan perhitungan uji hipotesis menggunakan uji-t, diperoleh harga thit = 2,32 dan ttab= 1,67. Karena thitung > ttabel (2,32 > 1,67), maka H0 ditolak atau Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

B.

Saran-saran

Dari kesimpulan di atas peneliti ingin memberikan saran-saran untuk membantu keberhasilan proses pembelajaran matematika dapat tercapai. Saran-saran tersebut diantaranya:

1. Bagi guru, hendaknya dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi yang


(4)

69

berkaitan dengan soal cerita matematika. Terbukti model pembelajaran ini mempunyai pengaruh positif terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika.

2. Bagi siswa, hendaknya model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat dijadikan teknik untuk mempermudah dalam memahami konsep materi pembelajaran khususnya dalam menyelesaikan soal cerita matematika. 3. Dalam proses pembelajaran matematika dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe CIRC diharapkan guru dan siswa dapat bekerjasama untuk mewujudkan kondisi belajar yang diharapkan. Guru sebaiknya bertindak sebagai fasilitator sedangkan siswa harus bersikap aktif dan kreatif.

4. Hendaknya model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat dijadikan pertimbangan untuk lebih menciptakan suasana pembelajaran matematika yang baru dan menyenangkan.


(5)

70 Jakarta:Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Bahri Djamarah, Syaiful. 2002. Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta

Dwirahayu, Gelar dkk. 2007. Pendekatan Baru dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar, Cet.I. Jakarta: PIC UIN

Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara

Jakarta Post. Indonesia sabet emas lagi di Olympiade Matematika. http://www.cha/jpnn. 14 Juli 2010, 21.55 WIB

Jihad, Asep. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo.

Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran. Vol.3. No.1. Desember 2006. Universitas Pendidikan Ganesha.

Kholik Adinawan, M dan Sugijono. 2007. Matematika untuk SMP/MTs kelas VII Semester I. Jakarta : Erlangga.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, Bandung;Refika Aditama

Proseding Seminar Matematika Tingkat Nasional. Prof. Dr. Utari Sumarmo. 2002. Alternatif Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI

Proseding Seminar Matematika Tingkat Nasional. Dr. Wahyudin. Matematika dan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: UPI

Roestiyah, N.K. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sharan, Shlomo. 2009. Handbook of Cooperative Learning. Yogyakarta: Imperium

Slameto. 2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta


(6)

71

Slavin. 2008. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media

Sobry Sutikno, M. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Prospect

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

Sudjono, Anas. 2003. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Soemoenar dkk. 2008. Penerapan Matematika Sekolah. Jakarta: Universitas Terbuka

Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia Konstalasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta: Depdiknas

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: alfabeta

Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI

Sutardi, Didi. 2007. Pembaharuan dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI PRESS

Suwangsih, Erna. 2006. Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI PRESS

Suyatno. 2009. Menjelajah pembelajaran inovatif, Surabaya: Masmedia Buana

Suyitno, Skripsi “Kefektifan Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC” http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/cgi-bin/library. (8 Juni 2010)

Syah, Muhibbin. 2005. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed.3. Cet.2. Jakarta: Balai Pustaka

Trianto. 2007. Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Prestasi Pustaka

Yatim Riyanto. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi Bagi Pendidikan Dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana


Dokumen yang terkait

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC dalam Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika di Sekolah Menengah Pertama

0 12 193

KEEFEKTIFAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP

2 26 296

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) BERMEDIAKAN KARTU SOAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA POKOK BAHASAN PECAHAN (PTK Kel

0 0 16

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGAPRESIASI CERITA FIKSI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC Peningkatan Kemampuan Mengapresiasi Cerita Fiksi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Circ ( Cooperative Integrad Reading And Composition ) Siswa Kelas

0 0 16

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP.

6 21 57

KEEFEKTIFAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP.

0 0 1

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MERINGKAS ISI BUKU CERITA.

0 0 6

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) TERHADAP KEMAMPUAN

2 7 10

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC ( Cooperative Integrated Reading and Composition ) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Soal Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Bengkalis

0 0 6

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION) BERBANTUAN METODE GARIS PADA SOAL CERITA MATEMATIKA - Raden Intan Repository

0 12 273