Latar Belakang Penelitian Pengaruh penerapan PMK NO-121/PMK.011/2013 atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBM) terhadap daya beli konsumen pada barang elektronika: studi empiris konsumen barang elektronika di Wilayah DKI
2
negara Indonesia. Seperti yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yang salah satu
maknanya yaitu bahwa Indonesia bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum. Maka, atas dasar inilah pemerintah terus melakukan upaya dalam
mensejahterakan rakyat yang diantaranya adalah dengan memberlakukan
pajak.
Pajak mempunyai kontribusi cukup tinggi dalam penerimaan Negara nonmigas. Pada beberapa tahun terakhir, penerimaan dari sektor fiskal
mencapai lebih dari 70 dari total penerimaan APBN. Berbagai kebijakan dalam bentuk ekstensifikasi dan intensifikasi telah dibuat oleh pemerintahan
dalam rangka meningkatkan penerimaan Negara dari sektor fiscal. Kebijakan tersebut berdampak kepada masyarakat, dunia usaha, dan pihak-pihak lain
sebagai pembayarpemotongpemungut pajak. Selft assessment system yang mengharuskan wajib pajak untuk secara proaktif menghitung, menyetor dan
melaporkan pajak sendiri, menentukan pihak-pihak tersebut untuk mampu
memahami dan menerapkan setiap peraturan perpajakan. Siti Resmi 2014:1
Definisi tersebut kemudian disempurnakan menjadi Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment
3
Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan Negara Millyar Rupiah, 2011-2014
Sumber: BPS Badan Pusat Statistik 2014 Apabila dilihat dari sejarahnya, pajak pertambahan nilai merupakan
pengganti dari pajak penjualan. Alasan penggantian ini karena pajak penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan
belum mencapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan Negara, mendorong ekspor, dan pemerataan
pembebanan pajak.
Sumber Penerimaan 2007
2008 2009
2010 2011
2012 2013
2014 Penerimaan Dalam Negeri
706108 979305 847096 992249 1205346 1332323 1497521 1661148 Penerimaan Perpajakan
490988 658701 619922 723307 873874 980518 1148365 1310219 Pajak dalam negeri
470052 622359 601252 694392 819752 930862 1099944 1256304 Pajak Penghasilan
238431 327498 317615 357045 431122 465070 538760 591621 Pajak Pertambahan Nilai
154527 209647 193067 230605 277800 337584 423708 518879 Pajak Bumi dan Bangunan
23724 25354
24270 28581
29893 28969
27344 25541
Bea perolehan 5953
5573 6465
8026 -1
Hak Atas tanah dan Bangunan Cukai
44679 51252
56719 66166
77010 95028 104730 114284
Pakal Lainnya 2738
3035 3116
3969 3928
4211 5402
5980 Pajak Perdagangan Internasional
20936 36342
18670 28915
54122 49656
48421 53915
Bea Masuk 16699
22764 18105
20017 25266
28418 30812
33937 Pajak Ekspor
4237 13578
565 8898
20856 21238
17609 19978
Penerimaan Bukan Pajak 215120 320604 227174 268942 331472 351805 349156 350930
Penerimaan Sumber Daya Alam 132893 224463 138959 168825 213823 225844 203730 198088
Bagian Laba BUMN 23223
29088 26050
30097 28184
30798 36456
37000 Penerimaan Bukan Pajak Lainnya
56873 63319
53796 59429
69361 73459
85471 91083
Pendapatan Badan Layanan Umum 2131
3734 8369
10591 20104
21704 23499
24759 Hibah
1698 2304
1667 3023
5254 5787
4484 1360
Jumlah 707806 981609 848763 995272 1210600 1338110 1502005 1662509
4
Sesuai dengan legal karakternya sebagai pajak objektif maka PPN tidak membedakan tingkat kemampuan konsumennya. Konsumen yang
memiliki kemampuan tinggi dengan konsumen yang memiliki kemampuan rendah diperlakukan sama. Dengan demikian PPN mengandung unsur
regresif, yaitu semakin tinggi kemampuan konsumen semakin ringan beban pajak yang dipikul, semakin rendah kemampuan konsumen semakin berat
beban pajak yang dipikul. Sehingga dalam upaya mencapai keseimbangan pembebanan pajak dan dalam upaya mengendalikan pola konsumsi yang tidak
produktif dari masyarakat, maka atas penyerahan atau atas impor barang- barang berwujud yang tergolong mewah, selain dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 18 Tahun 2000
yang antara lain menegaskan bahwa atas konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai juga dikenakan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagai upaya nyata untuk mencapai keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan
rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi. Diharapkan dengan pengenaan pajak tambahan berupa PPnBM terhadap konsumen yang
mengkonsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah, maka dampak regresif ini dapat ditekan. Dengan kata lain asas keadilanlah yang melatar
belakangi adanya pungutan lain selain PPN untuk konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah. Suatu sistem pemungutan pajak akan mendekati asas
5
keadilan apabila beban pajak yang dipikulkan oleh wajib pajak sepadan dengan kemampuannya.
Meskipun demikian pajak penjualan juga mempunyai beberapa kelemahan, yaitu antara lain :
1 Bermacam-macam tarif ada 9 macam tarif, sehingga menimbulkan kesulitan pelaksanaannya
2 Tidak mendorong ekspor 3 Belum dapat mengatasi penyelundupan
Sedangkan di sisi lain pajak pertambahan nilai juga mempunyai kelebihannya,antara lain :
1 Menggunakan tarif tunggal, sehingga memudahkan pelaksanaan 2 Netral dalam persaingan dalam negeri
3 Netral dalam perdagangan internasional 4 Netral dalam pola konsumsi
5 Dapat mendorong ekspor Dasar hukum dalam pajak pertambahan nilai adalah undang-undang
yang mengatur pajak pertambahan nilai PPN dan pajak penjualan atas barang mewah PPn BM adalah undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang
pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan undang-
undang nomor 42 tahun 2009. Undang-undang ini disebut undang-undang pajak pertambahan nilai 1984 Mardiasmo 2011:294
6
Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM tidak dapat dikenakan tersendiri tanpa adanya Pajak Pertambahan Nilai dan dipungut satu kali pada
sumbernya yaitu pada tingkat pabrikan, atau pada waktu barang impor. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dilaksanakan berdasarkan sistem faktur
sehingga atas penyerahan barang dan atau penyerahan jasa wajib dibuat Faktur Pajak sebagai bukti transaksi penyerahan barang dan atau penyerahan jasa
yang terutang pajak. Hal sekarang yang menjadi masalah adalah pengertian dari barang
mewah itu sendiri. Hal itu bisa dikatakan demikian, karena telah terjadi pergesaran dan perubahan dalam masyarakat. Sebagai contoh, sepuluh tahun
yang lalu, ponsel atau telepon genggam dan barang elektronika lainnya, merupakan barang mewah. Dahulu, ponsel sangat terbatas bagi orang yang
memilikinya bisa dikatakan bagi orang-orang yang berpenghasilan diatas rata- rata yang mampu memiliki sebuah ponsel atau telepon genggam , selain
harganya yang mahal tetapi juga belum banyak ditemui penjual-penjual ponsel. Hal itu berbanding terbalik bila kita melihat keadaan sekarang,
banyaknya orang dari segala lapisan masyarakat yang sudah menggunakan ponsel, bukan hanya sekedar gaya hidup melainkan juga sudah menjadi suatu
kebutuhan. Perpajakan yang didalamnya terdapat unsur PPN dan PPnBM merupakan juga bagian dari kebijakan fiskal pemerintah. Konsumsi barang
kena pajak yang tergolong mewah secara berlebihan pada umumnya dilakukan kelompok masyarakat yang berpenghasilan tinggi merupakan kegiatan yang
kontraproduktif. Oleh karena itu, kegiatan konsumsi seperti ini perlu
7
dikurangi. Salah satu sarana yang dapat ditempuh adalah diberikannya beban pajak tambahan terhadap kegiatan mengkonsumsi barang kena pajak yang
tergolong mewah. Motif diatas itulah maka dengan kata lain, pemerintah dengan kebijakan fiskalnya yang termaterialkan dalam PPnBM, berusaha
untuk mempengaruhi perilaku konsumen khususnya pola konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah.
Hal tersebut PPN berbeda dengan PPnBM. Bahkan bisa dikatakan bahwa PPnBM merupakan pajak yang kurang populer di masyarakat umum.
Hal itu bisa disebabkan karena karakter dari PPnBM itu sendiri yaitu; merupakan pungutan tambahan disamping PPN dan hanya dipungut satu kali
yaitu pada saat impor dan penyerahan oleh Pengusaha Kena Pajak PKP pabrikan. Yang selanjutnya tidak ada mekanisme pajak keluaran dan pajak
masukan. PPnBM oleh distributor akan dimasukkan ke harga pokok barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut. Maka tidak heran ada beberapa
konsumen yang mengkonsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut tidak mengetahui tentang PPnBM. Karena dari pihak Direktorat
Jendral Pajak hanya mensosialisasikan PPnBM ke importir dan PKP pabrikan. Suatu kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah adalah
barang elektronika. Barang elektronika yang dikenakan PPnBM antara lain TV di atas 21, air conditioner AC, radio cassette, mesin cuci, alat perekam
atau reproduksi gambar, alat fotografi dan lain – lain. Bahkan bisa dikatakan
sebagian besar kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor adalah barang elektronika. Di masyarakat sendiri barang
8
elektronika merupakan barang yang paling cepat mengalami reposisi, yaitu dari barang mewah ke barang yang banyak dikonsumsi hampir semua lapisan
masyarakat. Peraturan mentri keuangan No-121PMK.0112013 tentang jenis
barang yang tergolong barang mewah selain kendaraan bermotor. Keentuan ini mengeluarkan beberepa jenis barang yang semula dikatagorikan mewah
menjadi tidak mewah sehingga tidak lagi dikenakan penjualan atas barang mewah PpnBm . barang-barang tersebut diantaranya, peralatan rumah tanga
dengan batasan harga dibawah Rp 5 atau Rp 10 juta. Pesawat penerima siaran televisi dengan batasan harga dan ukuran dibawah Rp 10 juta dan 40 inch.
Lemari pendingin dengan batas harga dibawah Rp 10 juta. Mesin pengukur suhu udara dengan batas harga dibawah Rp 8 juta. Pemanas air dan mesin cuci
dengan batas harga dibawah Rp 5 juta. Proyektor dan produk saniter dengan batas harga dibawah Rp 10 juta. Dengan kebijakan tersebut diharapkan harga
barang-barang dimaksud lebih terjangkau dengan kalangan yang lebih luas dan dapat menggaiahkan pasar .disamping itu dengan tidak dikenakannya
Ppn.BM atas barang-barang tersebut diharapkan kinerja produk domestic dapat meningkat dalam rangka bersaing dengan produk impor illegal.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka dapat terlihat bahwa barang elektronika mempunyai pengenaan pajak yang berbeda. Untuk barang
elektronika yang tergolong mewah tetap dikenakan PPnBM, sedangkan untuk barang elekronika yang bukan termasuk atau tidak lagi menjadi barang mewah
akan dikenakan PPN. Barang elektronika meskipun hanya merupakan barang
9
sekunder, akan tetapi keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan adanya pengenaan pajak terhadap barang elektronika, masyarakat
sebagai konsumen harus lebih teliti dalam mengelola keuangan antara pendapatan dan pengeluaran yang berpengaruh terhadap daya beli atas barang
elektronika sebagai barang kena pajak. Berdasarkan penelitian sebelumnya, peneliti merasa bahwa penelitian
ini penting karena daya beli adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsumen dalam membeli suatu barang dimana dalam hal ini
barang yang dikenakan pajak. Penelitian ini juga merupakan pengembangan dari peneliti sebelumnya Raja Abdurrahman 2014 yang mengamati pengaruh
PPN dan PPNBM terhadap daya beli konsumen kendaraan bermotor. Akan tetapi karena dikeluarkannya surat edaran menteri keuangan No-
121PMK.0112013 yang berkaitannya dengan PPN dan PPNBM penulis ingin meneliti lebih lanjut tentang penerapan PPN berdasarkan surat edaran.
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti
“Analisis Penerapan PMK No-121PMK.0112013 Atas Pajak Pertambahan Nilai PPN Dan Pajak Penjualan Barang Mewah PPNBM
Terhadap Daya Beli Konsumen Pada Barang Elektronika Studi Empiris Pada Konsumen Barang Eloktronika di Jakarta
”
10