Tempat BermainOlahraga Penghapusan Sarana dan Prasarana SD Negeri Kacapiring a. Lahan

Bayu Saputra, 2015 ANALISIS MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah diperoleh informasi bahwa tahapan penghapusan sarana tempat bermainolahraga yaitu: 1. Sekolah memeriksa laporan pemeliharaan sarana tempat bermainolahraga yang dibuat oleh penjaga sekolah. Dalam laporan pemeliharaan tersebut terdaftar kondisi sarana dan prasarana sekolah termasuk sarana tempat bermainolahraga yang harus dilakukan penghapusan disertai keterangan yang jelas seperti nama barang, jumlah dan keterangan lainya. 2. Apabila di dalam laporan terdapat barang yang memang harus dilakukan penghapusan karena sudah tidak dibutuhkan lagi atau kondisinya sudah rusak berat dan tidak bisa diperbaiki lagi, maka Kepala Sekolah akan melakukan pemeriksaan terhadap barang tersebut. 3. Setelah pemeriksaan dilakukan dan barang yang diperiksa ternyata kondisinya sesuai dengan yang dilaporkan, maka sekolah akan membuat surat pengajuan penghapusan sarana tempat bermainolahraga disertai data yang lengkap mengenai barang yang ingin dihapuskan seperti jenis barang, jumlah barang dan kode barang. Surat pengajuan tersebut diajukan kepada Dinas Pendidikan setempat 4. Apabila pemerintah menyetujui penghapusan sarana yang diajukan untuk dihapuskan, maka sekolah akan menerima SK penghapusan sarana. Dengan adanya SK dari pemerintah tersebut sekolah sudah bisa melakukan penghapusan terhadap barang yang bersangkutan. Kemudian barang-barang yang akan dihapuskan diberikan kepada pemerintah untuk kemudian diurus penghapusannya oleh pemerintah. MSP-2-P6SP-KS1 Bayu Saputra, 2015 ANALISIS MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B. PEMBAHASAN 1. Ketercapaian Standar Sarana dan Prasarana SD Negeri Kacapiring

a. Lahan

Berdasarkan hasil temuan di lapangan yang diperoleh melalui hasil wawancara dengan kepala sekolah SD Negeri Kacapiring diperoleh informasi bahwa luas lahan sekolah adalah 1976 m² dengan jumlah peserta didik sebanyak 578 dan rombongan belajar sebanyak 18 rombel dimana terdapat beberapa bangunan satu lantai di dalam lahan yang digunakan oleh sekolah. Dalam Permendiknas No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah DasarMadrasah Ibtidaiyah SDMI disebutkan bahwa lahan untuk satuan pendidikan SDMI harus memenuhi ketentuan rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik seperti tercantum pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Rasio Minimum Luas Lahan terhadap Peserta Didik No Banyak rombongan belajar Rasio minimum luas lantai bangunan terhadap peserta didik m²peserta didik Bangunan satu lantai Bangunan dua lantai Bangunan tiga lantai 1 6 12,7 7,0 4,9 2 7-12 11,1 6,0 4,3 3 13-18 10,6 5,6 4,1 4 19-24 10,3 5,5 4,1 Berdasrakan ketentuan rasio minimum luas lahan diatas maka rasio minimum luas lahan sekolah dengan jumlah rombel sebanyak 18 rombel adalah 10,6 m²peserta didik. Sehingga dengan jumlah peserta didik sebanyak 578 maka luas lahan sekolah seharusnya adalah ±6.126 m² rasio minimum x jumlah peserta didik = 10,6 x 578. Namun berdasarkan fakta yang telah disebutkan sebelumnya bahwa luas lahan Bayu Saputra, 2015 ANALISIS MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu sekolah hanya 1976 m². Oleh karena itu, luas lahan sekolah belum memenuhi standar luas lahan sesuai dengan Permendiknas No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah DasarMadrasah Ibtidaiyah SDMI. Untuk memenuhi standar luas lahan maka sekolah harus menambah luas lahan sebanyak 4150 m² 6.126 m² - 1976 m². Sekolah harus melakukan penambahan luas lahan sekolah agar lahan dapat digunakan secara efektif untuk membangun sarana sekolah berupa bangunan gedung dan tempat bermainberolahraga serta sarana lainya sesuai dengan kebutuhan. Luas lahan sekolah terbilang sempit karena tidak sesuai dengan standar luas lahan. Berdasarkan hasil temuan di lapangan yang diperoleh melalui hasil wawancara dengan kepala sekolah SD Negeri Kacapiring diperoleh informasi bahwa sekolah tidak bisa melakukan penambahan lahan tanpa izin dari pemerintah karena lahan sekolah merupakan milik pemerintah. Oleh karena itu, karena keterbatasan lahan tersebut jumlah bangunan menjadi terbatas. Sehingga jumlah ruang kelas tidak sama dengan jumlah rombongan belajar. Karena jumlah kelas yang kurang maka KBM di sekolah untuk kelas 1 dan 2 terbagi ke dalam 2 waktu yaitu jam 07.00 dan 09.30. Selain itu sekolah tidak bisa mendirikan bangunan baru kecuali untuk bangunan lantai 2. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan apabila lahan sekolah sempit maka akan muncul berbagai permasalahan diantaranya yaitu banyaknya bangunan, luas bangunan dan ruang gerak warga sekolah menjadi serba terbatas. Selain itu lahan yang digunakan warga sekolah untuk berinteraksi menjadi terbatas. Peserta didik tidak memiliki lahan yang luas untuk mereka gunakan sebagai tempat bermain ketika berlangsungnya waktu istirahat. Oleh karena itu, seharusnya pemerintah sebagai pemilik lahan memiliki perencanaan yang matang sebelum memulai untuk mendirikan sekolah. Perencanaan lahan harus dilakukan berdasarkan pada kebutuhan di masa yang akan datang. Sehingga lahan yang akan digunakan nanti sesuai dengan kebutuhan akan pengadaan sarana lainya yang mengacu pada standar yang berlaku serta jumlah warga sekolah yang akan menempatinya.