Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakikatnya pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan seseorang terhadap orang lain agar orang lain memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam proses pendidikan selalu terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua. Sesuai dengan Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 1 yang mengemukakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagaman, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Adapun pendidikan menurut para ahli diantaraya dikemukakan oleh John Dewey Ahmadi, A dan Nur Uhbiyati, 2003:69 “Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fondamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia”. Selain itu, Ahmadi, A dan Nur Uhbiyati 2003:71 menyatakan bahwa “Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan yang secara sadar dan disengaja, serta penuh tanggungjawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita- citkan dan berlangsung terus menerus”. Hal senada dikemukakan oleh Purwanto, N. 2009:11 “Pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan”. Menurut Carter V. Good 1945:145 Suwarno, W. 2009:20-21 Pendidikan adalah: pertama, kseluruhan proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai positif dalam masyarakat di tempat hidupnya; kedua, proses sosial dimana seseorang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol khusus yang datang dari sekolah, sehingga orang tersebut bisa mendapat atau mengalami perkembangan kemampuan sosial maupun kemampuan individual secara optimal. Pendidikan dimulai lebih awal sebelum terjadinya pernikahan yang mana sebelum menikah mereka mempersiapkan diri dan memilih bibit, bebet, bobot terlebih dahulu untuk mendapatkan persemaian yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Brojonagoro Ahmadi, A dan Nur Uhbiyati, 2003:75 bahwa “pendidikan dapat dimulai lebih awal lagi, bahkan ketika calon suami istri”. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan oleh seorang yang profesional untuk membantu anak dalam mencapai kedewasaan nya dan berlangsung sepanjang hayat dimulai dari masa konsepsi atau pada saat anak masih ada dalam kandungan sampai anak itu meninggal dunia agar anak cakap dalam menyelesaikan tugas hidupnya dengan tanggungan sendiri. Berbagai jenis pendidikan dapat dibedakan atau digolongkan berdasarkan tingkat dan sistem persekolahan, berdasarkan tempat berlangsungnya pendidikan, berdasarkan cara berlangsungnya pendidikan, berdasarkan aspek pribadi, dan pendidikan berdasarkan sifatnya. Pendidikan menurut sifatnya yang dikemkakan oleh Ahmadi, A dan Nur Uhbiya ti, 2003:97 dibedakan menjadi “pendidikan informal, pendidikan non form al dan pendidikan formal”. Pendidikan informal, yaitu pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sepanjang hayat. Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga, dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam pekerjaan, masyarakat, atau organisasi. Pendidikan non formal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan secara tertentu dan sadar tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat. Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang berlangsung secara teratur, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat. Pendidikan ini berlangsung di sekolah. Pendidikan formal merupakan pendidikan resmi yang mempunyai jenjang bertingkat, seperti lembaga pendidikan SD dari kelas I sampai kelas VI, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi yang dilakukan karena tugas jabatan oleh guru kepada murid-muridnya. Pendidikan dikatakan formal karena diadakan di sekolahtempat tertentu, teratur sistematis, mempunyai jenjang dan kurun waktu tertentu, serta berlangsung mulai dari TK sampai PT, berdasarkan aturan resmi yang telah ditetapkan. Dalam hal ini sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Menurut Ahmadi, A dan Nur Uhbiyati 2003:162 “Pada umumnya lembaga formal adalah tempat yang paling memungkinkan sesorang meningkatkan pengetahuan dan paling mudah untuk membina generasi muda yang dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat”. Jenjang lembaga pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidika menengah, dan pendidikan tinggi. Ahmadi, A dan Nur Uhbiyati 2003:163 membagi jenjang pendidikan formal sebagai berikut: Pendidikan tinggi Umum SMTA Kejuruan Pendidikan menengah Umum SMTA Kejuruan Pendidikan dasar SD TK Gambar 1. 1 Jenjang Pendidikan Formal Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan tentang lembaga pendidikan formal, termasuk di dalamnya SD Sekolah Dasar. SD merupakan wahana untuk mengembangkan dan menggali potensi siswa. Dalam mekanisme kerjanya terus berupaya memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar. Tirtarahardja, U dan La Sulo 2005:265 mengemukakan bahwa “pendidikan dasar diselenggarakan untuk memberikan bekal dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat berupa pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar”. Hal tersebut sesuai dengan konsep sistem pendidikan nasional yang direalisasi melalui kurikulum yang memberi bekal pengetahuan, sikap, dan keterampilan kepada peserta didik. Kurikulum yang sekarang berlaku di Indonesia adalah KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Menurut Sulistyorini, S dan Supartono 2007:25 Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut: 1. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; 2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; 3. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; 4. Kelompok mata pelajaran estetika; dan 5. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan. Salah satu ilmu pengetahuan yang diajarkan di SD adalah Ilmu Pengetahuan Alam IPA. Ilmu Pengetahuan Alam diterjemahkan dari kata “Science” yang berasal dari kata natural science. Natural artinya alamiah dan berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Jadi, secara harfiah Sains dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan tentang alam atau yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam Bundu, P., 2006: 9. Pemahaman mengenai sains atau IPA ini sangat penting dimiliki oleh siswa SD karena mata pelajaran sains bukan hanya mata pelajaran yang diajarkan di sekolah saja tetapi juga sangat berguna bagi siswa saat ia berada di alam dan masyarakat. Pentingnya sains dikuasai siswa bahkan dianjurkan sejak di bangku SD, dikemukakan oleh Semiawan, et al. Bundu, P., 2006:5 sebagai berikut: 1. Perkembangan ilmu pengetahuan sangat cepat sehingga tidak mungkin lagi mengajarkan fakta dan konsep kepada siswa, 2. Siswa akan lebih mudah memahami konsep yang abstrak jika belajar melalui benda-benda konkrit dan langsung melakukannya sendiri, 3. Penemuan ilmu pengetahuan sifat kebenarannya relatif. Suatu teori yang dianggap benar hari ini, belum tentu benar di masa datang jika teori tersebut tidak lagi didukung oleh fakta ilmiah, dan 4. Dalam proses belajar mengajar pengembangan konsep tidak bisa dipisahkan dari pengembangan sikap dan nilai. Adapun tujuan pembelajaran sains atau IPA di SDMI menurut Kurikulum KTSP Depdiknas, 2006 secara terperinci adalah: 1 memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-Nya, 2 mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, 3 mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, 4 mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, 5 meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, 6 meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptn Tuhan dan 7 memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs. Sains memiliki tiga komponen, yaitu proses ilmiah, produk ilmiah dan sikap ilmiah. Bundu, P 2006:11 mengemukakan bahwa sains secara garis besar memiliki tiga komponen, yaitu: 1. Proses ilmiah, misalnya mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, merancang dan melaksanakan eksperimen, 2. Produk ilmiah, misalnya prinsip, konsep, hukum, dan teori, dan 3. Sikap ilmiah, misalnya ingin tahu, hati-hati, obyektif dan jujur. Pengkajian sains dari segi proses disebut keterampilan proses sains science process skills atau disingkat saja dengan proses sains. Dalam proses pembelajaran, siswa harus didorong untuk mengembangkan berbagai keterampilan, terutama keterampilan proses sains. Menurut Bundu, P 2006:12 “Proses sains adalah sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam dengan cara-cara tertentu untuk memperoleh ilmu dan pengembangan ilmu itu selanjutnya”. Dengan keterampilan proses siswa dapat mempelajari sains sesuai dengan apa yang para ahli sains lakukan, yakni melalui pengamatan, klasifikasi, inferensi, merumuskan hipotesis, dan melakukan eksperimen. Bundu, P 2006:23 membuat penggolongan Keterampilan Proses Sains menjadi dua kelompok, yaitu “keterampilan dasar dan keterampilan terintegrasi”. Keterampilan dasar meliputi: observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran, prediksi, dan penarikan kesimpulan. Sedangkan keterampilan terintegrasi meliputi: mengidentifikasi variable, menyusun table data, menyusun grafik, menggambarkan hubungan antar variable, memperoleh dan memproses data, menganalisis investigasi, menyusun hipotesis, merumuskan variable secara operasional, merancang investigasi, dan melakukan eksperimen. Keterampilan proses sains yang harus dikuasai oleh siswa SD diantaranya keterampilan observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran, prediksi dan penarikan kesimpulan. Seperti yang ditulis oleh Rezba, et al. Bundu, P., 2006: 12 menyarankan bahwa: Pada tingkat sekolah dasar untuk menguasai keterampilan dasar proses Sains yang meliputi keterampilan mengamati observing, mengelompokan clasifying, mengukur measuring, mengkomunkasikan communicating, meramalkan predicting, dan menyimpulkan inferring. Berdasarkan pernyataan tersebut, keterampilan proses sains ini penting bagi siswa SD bahkan harus dikuasai oleh siswa karena hasil belajar sains melalui proses sains menghasilkan kesan yang lama, tidak mudah lupa, dan akan dapat digunakan sebagai dasar ntuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, kemampuan yang diperoleh dapat pula ditransfer ke bidang ilmu yang lain. J. Bruner Sulistyorini, S dan Supartono, 2007:10 memberikan empat alasan mengapa proses sains penting bagi proses belajar siswa, yaitu: 1. Dapat mengembangkan kemampuan intelektual siswa; 2. Mendapatkan motivasi intrinsik; 3. Menghayati bagaimana ilmu itu diperoleh; 4. Memperoleh daya ingat yang lebih lama retensinya. Kenyataan di lapangan membuktikan bahwa keterampilan proses sains siswa masih sangat rendah. Hal tersebut dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan Caslim bahwa siswa tidak dapat mengembangkan potensi sainnya pada keterampilan proses sehingga dapat menyebabkan menurunnya hasil belajar siswa. Ketidakberhasilan pembelajaran sains ini terlihat pada aktivitas guru dan siswa yang tidak melaksanakan proses pembelajaran dengan percobaan langsung. Ketiadaan belajar praktek menimbulkan meningkatnya rasa jenuh dalam belajar, yang mengakibatkan siswa tidak serius dalam memperhatikan pelajaran. Sekolah sebagai lembaga pendidikan dituntut untuk dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa yang relevan dengan KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang telah disusun dan diputuskan oleh pemerintah. Seorang guru atau calon guru SD sangat perlu untuk menguasai bidang studi yang diasuhnya, mengajarkannya dengan pembelajaran yang mendidik, memahami karakteristik anak didik, serta memahami apa yang dibutuhkan oleh masyarakat dengan pengembangan kepribadian dan profesionalisme. Bundu, P 2006:49 menyatakan bahwa dalam kurikulum sains SD peran guru dalam pembelajaran sains sebaiknya memuat tiga komponen, yaitu: 1. Pengajaran sains harus merangsang pertumbuhan intelektual dan perkembangan siswa. 2. Pengajaran sains harus melibakan siswa dalam kegiatan-kegiatan praktikum percobaan tentang hakikat sains. 3. Sain pada SD seharusnya: a. mendorong dan merangsang terbentuknya sikap ilmiah, b. mengembangkan kemampuan penggunaan keterampilan proses sains, c. Menguasai pola dasar pengetahuan sains, d. Merangsang tumbuhnya sikap berpikir kritis dan rasional. Keterampilan proses sains sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengambangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki. Selain itu, keterampilan proses sains sebagai pendekatan dalam pembelajaran sangat penting karena menumbuhkan pengalaman selain proses belajar. Keterampilan yang diperoleh melalui keterampilan proses sains diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep, prinsip hukum dan teori sains. Melalui keterampilan proses sains ini , siswa diharapkan dapat mengalami proses sebagaimana yang dialami ilmuan dalam memecahkan misteri-misteri alam dan menjadi roda penggerak penemuan, pengembangan fakta dan konsep, serta penumbuhan dan pengembangan sikap, wawasan dan nilai. Dalam memenuhi tuntutan tersebut, tentu saja para peneliti dan guru berusaha untuk mencari pendekatan dan model pembelajaran yang tepat, yang mampu meningkatkan hasil belajar siswa dan keterampilan proses sains siswa. Oleh karena itu, banyak penelitian-penelitian mengenai pendekatan dan model pembelajaran yang dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan keterampilan proses sains siswa, salah satunya adalah model pembelajaran inkuiri. Menurut Sanjaya 2006:194 “Model pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan”. Peran siswa dalam model ini yaitu mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar. Dengan penerapan model pembelajaran ini diharapkan proses pembelajaran tidak berpusat kepada guru yang pada kenyataannya selalu membuat proses pembelajaran cenderung pasif. Selain itu, pembelajaran yang dikemas oleh guru tidak menarik dan tidak menantang siswa untuk aktif mengikuti pembelajaran. Oleh karena itu, seringkali banyak siswa yang kurang memahami materi pelajaran yang disampaikan. Penerapan model inkuiri diharapkan siswa dapat menemukan sendiri materi pembelajaran sesuai dengan pemahamannya, menguasai materi pembelajaran dan selalu mengingat materi pembelajaran tersebut untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa serta hasil belajar siswa. Menurut Bundu, P. 2006:17 “Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor”. Berdasarkan uraian di atas, maka upaya yang dilakukan untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa dan hasil belajar siswa, peneliti menggunakan model pembelajaran Inkuiri. Adapun judul yang diambil yaitu: “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri terhadap Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa SD Kelas V Pada Ma teri Gaya Magnet”.

B. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK JIGSAW TERHADAP PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATERI SIMETRI LIPAT DI KELAS V (Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Cibeureum I dan SDN Cimalaka II di Kabupaten Sumedang).

0 1 39

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS V PADA MATERI GAYA MAGNET (Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Jatimulya II dan SDN Jatimulya III Kecamatan Kasokandel Kabupaten Majalengka).

0 0 34

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING (GUIDED DISCOVERY) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS V SD PADA MATERI GAYA GESEK (Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Parungjaya II dan SDN Ciparay I Kecamatan Leuwimunding Ka

0 0 30

PENGARUH MODEL INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS V PADA MATERI PERUBAHAN SIFAT BENDA. (Penelitian eksperimen terhadap kelas V SDN I Muara dan Kelas V SDN II Muara Kecamatan Suranenggala Kabupaten Cirebon).

0 2 36

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SEKOLAH DASAR KELAS V MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI PADA MATERI GAYA GESEK (Penelitian Mixed Method pada Siswa Kelas V SD Negeri Cigentur dan SD Negeri Cimuncang Kecamatan Tanjungkerta Kabupaten Sumedang).

0 0 31

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATERI SIMETRI LIPAT (Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Padasuka II dan SDN Padamulya di Kabupaten Sumedang).

0 0 40

PENGARUH MODEL LEARNING CYCLE TERHADAP KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA SD KELAS V PADA MATERI GAYA GESEK DAN GAYA GRAVITASI (Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN I Pamijahan,di Kecamatan Plumbon Kabupaten Cirebon).

3 6 34

PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION TERHADAP PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATERI SIMETRI PUTAR (Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Cimalaka 2 dan SDN Citimun 2 di Kabupaten Sumedang).

0 0 44

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH(PBM) DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS V PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA (Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Cadaspangeran Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang).

0 0 54

PENGARUH MODEL CLIS (CHILDREN LEARNING IN SCIENCE ) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS V PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA (Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Salam dan SDN Ciranjang Kecamatan Tanjungmedar Kabupaten Sumedang ).

0 2 37