1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengkaji orientasi penggunaanpemanfaatan fasilitas pelayanan sosial di kota Jatinom bagi penduduk Kota Jatinom dan daerah sekitar hinterland.
2. Mengkaji orientasi penggunapemanfaatan fasilitas pelayanan ekonomi di kota Jatinom bagi penduduk Kota Jatinom daerah sekitar hinterland.
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai syarat untuk menempuh ujian akhir tingkat sarjana di Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2. Diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi pemerintah dalam menyusun kebijaksanaan di bidang rencana struktur tata ruang.
1.5. Telaah Pustaka dan Penelitian Scbelumnya
a. Telaah Pustaka
Geografi terpadu integrated geography mendekati atau menghampiri masalah dalam goegrafi digunakan bermacam-macam pendekatan yaitu
pendekatan analisa keruangan, analisa ekologi, dan analisa kompleks wilayah. Analisa keruangan mempelajari perbedaan lokasi mengenai sifat-sifat penting atau
seri sifat-sifat penting. Analisa ekologi mempelajari interaksi antara manusia dan lingkungannya untuk kemudian dipelajari kaitannya. Sedangkan analisa kompleks
wilayah merupakan kombinasi antara analisa keruangan dan analisa ekologi. Dalam analisa kompleks wilayali ini, wilayah-wilayah tertentu didekati dengan
pengertian areal differentiantion yaitu suatu anggapan bahwa interaksi antar wilayah akan berkembang karen pada hakekatnya suatu wilayah berbeda dengan
wilayab yang lainnya, oleh karena terdapat permintaan dan penawaran antar wilayah tersebut. Pada analisa ini diperhatikan pula penyebaran fenomena dan
interaksi antara variabel manusia dan lingkungannya untuk kemudian dipelajari kaitannya. Dalam hubungan dengan analisa kompleks wilayah ini ramalan
wilayah regional forecasting dan perencanaan wilayah regional planning merupakan aspek-aspek dalam analisa tersebut Bintarto dan Surastopo, 1979.
Analisa regional merupakan suatu masalah alokasi geografis dari sumber
daya suatu negara Fisher, dalarn prisma 3, 1975. Selanjutnya Fisher
menyebutkan ada dua jenis temuan analisa regional. Ialah analisa yang berhubungan dengan konsep homogenitas regional homogenity or co;nmonality
dan analisa yang berhubungan dengan konsep sentralitas regional regional centrality or nodality. Konsep homogenitas memandang suatu daerah sebagai
suatu wiayah tata ruang yang mempunyai ciri khas kurang lebih sama. Konsep sentralitas memandang suatu daerah dari segi tata ruang Spatial organization
dan berbagai aktivitas dan sumberdayanya. Masing-rnasing daerah dianggap heterogen dan penekanan diletakkan pada hubungan antara pusat-pusat atau
sentra-sentra kegiatan dan sumber daya dalam tata ruang yang tersebar. Setiap sentra diangggap mempunyai daerah belakang hinterland atau lingkungan
daerah pengaruh zones of influence yang sesuai dengan hirarki. Kota Jatinom dianggap sebagai sentra bagi daerah belakangnya baik itu desa-desa yang berada
di lingkungan kecamatan Jatinom maupun dua kecamatan yang termasuk dalam sub wilayah pengembangan VI. Teori tempat sentral sentra place theory yang
dikemukakan oleh Christaler merupakan salah satu media pengembangan wilayah atas dasar konsep heterogenitas.
Tempat sentral adalah suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah belakangnya Sitohang, Paul, 1977. Tempat yang lokasinya
sentral merupakan tempat yang memungkinkan partisipasi penduduk yang jumlahya maksimal, baik bagi mereka yang terlibat dalam aktifitas pelayanan
maupun yang menjadi konsumen dan barang-barang dan jasa yang dihasilkan. Tempat-tempat sentral itu mempunyai daerah pengaruh, setiap tempat sentral
tidak sama Sumaatmadja, 1988. Pemukiman yang menyediakan pelayanan orde tinggi dan barang-barang orde tinggi mempunyai daerah pengaruh lebih besar
daripada tempat sentral yang menyediakan pelayanan orde rendah dan barang- barang orde rendah. Akibatnya terjadilah hirarki pemukiman. Permukiman
hiraraki atas mempunyai daerah pengaruh lebih luas dan pada daerah pengaruh yang dimiliki pemukiman yang ada pada hirarki dibawahnya. Sehingga dalam
sebuah wilayah pengaruh permukiman hirarki I akan terdapat beberapa
permukiman hirarki II dan lebih banyak lagi pemukiman hirarki III. Permukiman yang terbesar dalam suatu wilayah akan menyediakan barang dan pelayanan yang
paling besar jumlahnya dan paling banyak macamnya sedangkan permukiman terkecil menyediakan barang dan pelayanan yang paling sedikit jumlahnya dan
paling terbatas macamnya Huisman, 1987. Makin besar permukiman makin hanyak barang-barang dan pelayanan yang tersedia.
Teori tempat sentral ini menuntut adanya hirarki tempat-tempat sentral, yang berarti juga hirarki tempat permukiman yang ada. Sitohang, Paul 1977
menyebutkan bahwa suatu sistem pusat yang hirarki dapat menghindarkan duplikasi dan pembocoran. Sistem hirarkis adalah suatu cara yang relalif efisien
untuk pengadministrasian dan pengalokasian sumber daya di dalam suatu daerah, memudahkan terwujudnya manfaat-manfaat sosial yang timbul oleh keuntungan-
keuntungan skala. Sistem hirarki yang dikembangkan di kota-kota sangat menguntungkan
bagi perkembangan kemajuan kota. Sedangkan di Klaten kebijaksanaan pemerintah dalam pengembangan wilayah menurut Rencana Umum Tata Ruang
Kota Klaten menggunakan sistem Pewilayahan. Pembagian wilayah ke dalam sub-sub wilayah pengembangan baik ke I, ke II dan seterusnya sangat
menguntungkan dari segi pengelolaan khususnya. Sistem pewilayahan ini juga akan membantu pertumbuhan dan perkembangan daerah pedesaan dan juga
memperbesar kemudahan penduduk pedesaan dalam mendapatkan pelayanan barang dan jasa bagi pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan mereka. Kota-kota
menengah dan kota-kota kecil diharapkan sebagai “Central paces” bagi daerah pedesaan disekitarnya.
Pernukiman ini sebagai “central places” adalah ibukota kecamatan dan merupakan kota kecil menurut Lubell dalam Rondinelli, 1983. Kota dibagi
menjadi tiga tingkat yaitu: 1.
The metropolis yaitu suatu kota besar, biasanya merupakan ibukota nasioanal dari suatu negara kecil atau merupakan suatu ibukota wilayah utama di
negara-negara besar.
2. Secondary centers yaitu kota-kota yang mempunyai jumlah penduduk
100.000-2.500.000 atau lebih. 3.
The rural-urban interface yaitu kota-kota kecil menurut konteks negara dengan jumlah penduduk 100.000 — ke bawah.
Definisi kota sekunder yang menyatakan batasan terendah kota sekunder adalah 1 kota-kota kecil yang dipertimbangkan oleh pemerintah negara sedang
berkembang menjadi urban secondary centers dan tentu saja mempunyai karakteristik-karakteristik kota. 2 kota yang melakukan fungsi urban secara
essensial. 3 kota kecil yang penduduknya kurang dari 100.000 orang yang didominasi oleh pusat-pusat pelayanan pertanian dan pusat-pusat di pedesaan.
Berdasarkan definisi kota sekunder dengan pernyataan batasan terendah kota sekunder maka kota kecil dapat digolongkan dalam kota sekunder. Jadi
penggolongan kota kecil dalam kota sekunder tidak hanya berdasarkan jumlah pcnduduknya saja tetapi berdasarkan karakteristik-karakteristik lain seperti yang
ada pada batasan terendah kota sekunder. Kota kecil menurut definisi kota sekunder dengan pernyataan batasan
terendahnya, mempunyai peranan yang paling penting bagi pembangunan daerah hinterland karena kota kecil dapat sebagai pusat perdagangan, aktivitas pelayanan
dan menyediakan kesempatan kerja non pertanian untuk daerah hinterland daerah pedesaan. Fungsi ini membantu meningkatkan produk pertanian, pendapatan
pedesaan, dan kesejahteraan pedesaan. Fungsi kota kecil sendiri untuk ekonomi pedesaan dibatasi menjadi pusat penerimaan dan distribusi barang-barang
konsumsi di pusat kota metropolis. Kota kecil tidak menjalankan sebagai pusat produksi tetapi sebagai pusat distribusi barang konsumsi, karena barang itu dibuat
di pusat kota. Peranan kota kecil sebagai pendorong pembangunan daerah belakang
maka, Keterkaitan antara pusat kota dan daerah belakang perlu diperkuat. Menurut Urban Function Development Rural UFDR. Analisa keterkaitan
terdapat 3 jenis yaitu 1 antara daerah pusat dengan hinterlandnya. 2 antara pusat-pusat dalam wilayah dan, 3 antara pusat-pusat dalam dengan daerah luas.
Analisa keterkaitan dalam penelitian ini yang digunakan adalah keterkaitan antara
pusat dengan daerah belakang pedesaan. Keterkaitan antara pusat dengan daerah belakang menimbulkan interaksi, antara lain interaksi sosial, ekonomi, politik.
Lebih lanjut Ullman dalam Daldjoeni, 1997 mengemukakan tiga syarat bagi terjadinya interaksi keruangan :
1 Asas saling melengkapi tejadi apabila ada perbedaan sumber daya alam dan
budaya antar daerah satu dengan daerah lainnya. Sehingga antara kedua daerah tesebut terjadi interaksi terhadap suplai dan penawaran terhadap
produksi tertentu. 2
Saling melengkapi terjadi apabila, tidak dijumpai hambatan yang menghalangi atas wilayah yang berinteraksi. Apabila saling melengkapi telah terjadi maka
akan terbentuk rute untuk melayani kebutuhan pertukaran antar wilayah. Saling melengkapi ini dapat didorong oleh wilayah lainnya. Dalam hal ini
wilayah ketiga akan menawarkan jenis barang yang sama dari lokasi yang lebih jauh jaraknya. Dengan kata lain faktor peluang terjadinya substitusi
wilayah. 3
Faktor jarak dimana interaksi akan terjadi apabila wilayah-penawaran dan permintaan tidak terlampau jauh.
Fungsi kota kecil sebagai pusat penawaran dan aktifitas pelayanan dapat menjalani interaksi ekonomi maupun sosial dengan daerah belakang. Interaksi
ekonomi dapat menimbulkan arus barang yaitu barang hasil pertanian mengalir dari desa ke kota dan barang-barang non pertanian mengalir dari kota ke desa.
Selain menimbulkan arus barang juga menimbulkan arus orang desa yang tinggal di daerah belakang. Daerah belakang menggunakan fasilitas pelayanan yang ada
di pusat kota kecil. Fasilitas tersebut antara lain fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan, perdagangan, rekreasi, komunikasi dan lain-lain. Sehingga dengan
keterkaitan ini akan menimbulkan interaksi dan menjadikan daerah belakang mengalami kemajuan pembangunan baik dalam peningkatan kesejahteraan
penduduk maupun peningkatan fisik daerah belakang.
b. Penelitian Sebelumnya