45 tahun pada salah satu studi yang dilakukan di Switzerland.
[14]
2. 1. 6. 3. Patofisiologi dan Patologi
Pada tahap-tahap awal, ketika kartilago masih utuh, terdapat peningkatan kadar air pada kartilago sehingga matriks
proteoglikan menjadi semakin mudah hancur. Hal ini disebabkan gagalnya fungsi jaring kolagen internal yang pada kondisi
fisiologis bekerja untuk menahan gel matriks pada tempatnya. Pada tahap berikutnya, kartilago kehilangan proteoglikannya dan
kerusakan mulai tampak pada kartilago. Seiring dengan bertambahnya kekakuan kartilago, kerusakan sekunder yang
terjadi pada kondrosit akan menyebabkan dilepaskannya enzim, sehingga matriks akan dipecah lebih lanjut. Deformitas kartilago
akan menambah stress yang terjadi pada jaringan kolagen, sehingga mengamplifikasi perubahan pada siklus yang kemudian
berujung pada gangguan jaringan.
[7]
Kartilago artikularis memiliki peran yang penting dalam mendistribusikan serta menyebarkan gaya yang berkenaan dengan
beban. Ketika kartilago artikularis kehilangan integritasnya, gaya- gaya tersebut menjadi terpusat pada tulang subkondral. Hasilnya
adalah degenerasi trabekular yang bersifat fokal, serta adanya pembentukan kista, selain juga peningkatan vaskularisasi dan
sklerosis reaktif pada zona dengan beban maksimal.
[7]
Walau begitu, struktur yang tersisa dari kartilago tersebut masih
memiliki kemampuan
regenerasi, perbaikan,
dan remodeling. Bagian pinggir kartilago masih memiliki aktivitas
pertumbuhan sera osifikasi endokondral yang kemudian akan berkontribusi pada pembentukan osteofit.
[7]
Beberapa gambaran penting yang terjadi pada OA adalah 1 destruksi kartilago secara progresif, 2 pembentukan kista
subartikular dengan 3 sklerosis tulang di sekitarnya, 4 pembentukan osteofit, dan 5 fibrosis kapsular.
[7]
Awalnya, perubahan kartilago dan tulang terfokus pada bagian tertentu dari sendi, yakni bagian yang lebih banyak
menerima beban tubuh. Selain itu, terjadi pula perlembutan dan penguraian
– atau fibrilasi – dari kartilago yang semula licin dan mulus. Dengan adanya disintegrasi yang progresif dari kartilago,
tulang yang berada di bawahnya tersingkap yang memungkinkan terjadinya eburnasi
– suatu proses di mana permukaan sendi yang harusnya dilapisi oleh kartilago artikuler, namun kartilago tersebut
terkikis sampai tulang subkondral, sehingga tulang subkondral tersebut kemudian menjadi permukaan sendi dan menjadi halus
dan mengkilat seperti gading. Vaskularisasi yang meningkat karena reaksi tulang dalam ruang tertutup tersebut menjadi faktor
penyebab timbulnya keluhan nyeri.
[7]
2. 1. 6. 4. Epidemiologi
WHO, melalui publikasinya – Global Burden of OA – pada
tahun 2002, mengestimasikan bahwa kurang lebih 10 populasi dunia berusia ≥ 60 tahun memiliki gangguan simtomatis yang
berhubungan dengan osteoartritis.
[15]
Prevalensi pada negara berkembang bervariasi berbeda antar-hasil riset. Menurut studi
COPCORD yang dilakukan di Asia, prevalensi osteoartritis ditemukan meningkat sesuai usia dan lebih banyak ditemukan
pada wanita.
[16]
Studi COPCORD pada daerah Asia Tenggara meliputi negara Thailand, Filipina, Vietnam, dan Malaysia.
[16]
Adapun, data mengenai usia spesifik tidak dicantumkan pada studi ini penulis hanya menuliskan bahwa data yang didapat adalah
pada populasi berusa ≥ 15 tahun. Di Indonesia sendiri, prevalensi osteoartritis mencapai 5 pada usia 40 tahun, 30 pada usia
40-60 tahun, dan 65 pada usia ≥ 61 tahun.
[4]
Sementara itu,