2.1.2. Pendapatan Minimum
Berdasarkan konversi ILO No. 131 1970 pemerintah memberlakukan ketentuan pendapatan melalui Upah Minimum Regional UMR. Ketentuan ini merupakan salah
satu bentuk campur tangan pemerintah dalam pasar tenaga kerja. Pada kondisi Labour Surplus, tanpa ada intervensi dari pemerintah adalah sangat tidak mungkin dapat
memperbaiki kesejahteraan masyarakat atau tenaga kerja. Kebijakan ini mulai diaktifkan kembali pada tahun 1989, penentuan biasanya dimulai dari pembahasan pada tingkat
komisi pengupahan dan jaminan sosial di dewan pengusaha, pemerintah dan unsur dari perguruan tinggi mengadakan sidang merumuskan besarnya pendapatan untuk tahun
berikutnya. Hasil tersebut direkomendasikan Gubernur diteruskan kepada menteri tenaga kerja dengan mempertimbangkan masukan dari dewan penelitian pengupahan nasional
DPPN, besarnya pendapatan ditetapkan melalui keputusan menteri tenaga kerja. Ketentuan ini efektif berlaku per april pada tahun bersangkutan. Setelah era otonomi
daerah, keputusan tersebut didelegasikan kepada gubernur dan mulai berlaku per 1 januari pada tahun yang bersangkutan.
UMR merupakan pendapatan terendah yang diijinkan diberikan oleh pengusaha kepada pekerja yang bersifat normative. Dengan demikian pengusaha diperbolehkan
memberikan pendapatan yang lebih tinggi dari ketentuan tersebut, bahkan pengusaha yang telah memberikan pendapatan yang lebih tinggi dari ketentuan ini dilarang
menurunkan pendapatan karyawan baik pendapatan pokok ataupun tunjangan tetap. Sasono ; 1994 : 18
Besarnya penentuan pendapatan yang sekarang lazim dikenal dengan Upah Minimum Propinsi UMP. Didasasarkan pada kebutuhan fisik hidup minimum, indeks
Universitas Sumatera Utara
harga konsumen, perluasan kesempatan kerja, pendapatan pada umumnya yang berlaku secara regional, kelangsungan perusahaan, dan tingkat perkembangan ekonomi regional
ataupun nasional.
2.1.3. Pendapatan Minimum Sektoral Regional
Pada tahun 1999 pemerintah mulai menerapkan kebijakan pendapatan minimum sektoral regional melalui Upah Minimum Sektoral Regional UMSR. Kebijakan ini
didasarkan pada kenyataan bahwa ketetapan pendapatan yang berlaku selama ini diterapkan untuk seluruh usaha, tanpa membedakan kemampuan perusahaan, sektor
usaha, skala perusahaan atau beban resiko kerja. Cakupan ini tidak memandang antara usaha kecil yang berkemampuan rendah dengan perusahaan besar yang tergolong
mampu.
Lebih ironis bagi perusahaan besar yang kuat secara financial menjadikan UMR sebagai pendapatan yang standar. Kenaikan pendapatan diperusahaan cenderung
menunggu kenaikan pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Akibatnya pendapatan karyawan relatif tetap dan berada pada level UMR, artinya walaupun perusahaan
menetapkan pendapatan yang relative tinggi dari UMR, tetapi kenaikan tersebut lebih disebabkan oleh tuntutan karyawan untuk menaikan pendapatannya bersamaan dengan
kenaikan upah minimum.
Kenaikan pendapatan yang demikian disebut upah sundulan. Mekanisme kenaikan pendapatan semacam ini sangat tidak diinginkan karena ada kecenderungan
untuk terus menerus tergantung pada kenaikan pendapatan yang ditetapkan pemerintah. Upah sundulan ini pada hakikatnya muncul sebagai dampak negatif akibat dari
Universitas Sumatera Utara
interpretasi penetapan UMR sebagai pendapatan yang standar. Penetapan pendapatan diperusahaan seyogyanya ditumbuhkan dari kesadaran akan kemampuan perusahaan
yang lebih tinggi untuk membayar pendapatan melalui perundingan untuk memperoleh kesepakatan yang paling diinginkan.
Dengan pendekatan tersebut masyarakat karyawan mengetahui seberapa besar kontribusi yang dicurahkan untuk menghasilkan output, dan kemapuan pengusaha
sebenarnya dalam memberikan pendapatan karyawannya. Demikian pula, pengusaha mengetahui secara persis kemampuan memberikan pendapatan dan tingkat pendapatan
yang sebanding dengan produktivitas tenaga kerja. Dalam masa krisis, perbedaan kemampuan memberikan pendapatan masing-
masing sektor atau perusahaan terlihat semakin nyata, beberapa perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan perikanan, industri hulu, dan hilir yang berorientasi
didaerah rural dan ekspor banyak mendapatkan keuntungan besar dari melemahnya rupiah. Dalam kondisi demikian dipandang perlu untuk berbagi keuntungan kepada
karyawannya, hal ini mutlak diperlukan disaat kenaikan UMR pada tahun yang bersangkutan yang tidak bisa mengikuti kenaikan harga barang kebutuhan hidup yang
mencapai 80. Pada gilirannya penetapan UMSR yang lebih tinggi daripada UMR dapat meningkatkan daya beli masyarakat yang secara nasional dapat meningkatkan permintaan
efektif yang selanjutnya mampu menolong menghidupkan kembali aktivitas perekonomian makro.
Dalam konteks makro yang berjangka panjang tentunya tidak bisa diharapkan bahwa kenaikan UMSR hanya ditentukan terhadap sektor-sektor ekonomi yang
Universitas Sumatera Utara
memperoleh keuntungan sesaat akibat konjungtur perekonomian. basis yang lebih kokoh perlu diidentifikasikan sebagai dasar dalam meningkatkan kinerja perusahaan sedemikian
rupa sehingga kemampuan perusahaan dalam memberikan pendapatan karyawannya yang bekerja juga terangkat. Dengan basis yang kokoh , peningkatan kemampuan membayar
perusahaan bisa lebih berkelanjutan sustainable tanpa tergantung pada situasi dan kondisi perekonomian. Akibat positif selanjutnya, peningkatan kesejahteraan perusahaan
dan karyawan juga menjadi lebih bias dipastikan.
2.1.4. Prosedur Penetapan UMSR