12
adalah sebagai berikut penerapan teknologi dan keragaan usahatani, parameter input dan output, dan kelembagaan kelompok tani, dll.
Data sekunder merupakan data pendukung yang dikumpulkan daridinas instansi terkait yang meliputi data karakteristik lokasi wilayah biofisik, sosial
ekonomi dan budaya, laporan akhir tahun Dinas Pertanian dan publikasi- publikasi hasil penelitian sebagai referensi.
c. Analisi Data
Untuk melihat kinerja program yang telah dilakukan petani dapat juga dilihat dengan perubahan porduktivitas, perubahan biaya produksi, perubahan
penerimaan dan keuntungan serta perubahan R C ratio serta Net R C ratio. Perbedaan Biaya Produksi : ∆TC = { TC
1
TC -1} 100
Perbedaan Penerimaan :∆TR = { TR
1
TR -1} 100
Perbedaan Keuntungan : ∆ = {
1
-1} 100 Perbedaan R C Ratio : MBCR = TR
1
-TR TC
1
-TC , Net R C atau B C Ratio,
Net MBCR =
1
- TC
1
– TC Keterangan :
∆TC TC
1
TC ∆TR
TR
1
TR ∆
1
MBCR Net MBCR
= =
= =
= =
= =
= =
= Perbedaan Biaya Produksi
Biaya setelah mengikuti program Biaya sebelum mengikuti program
Perbedaan penerimaan Penerimaan setelah mengikuti program
Penerimaan sebelum mengikuti program Perbedaan pendapatan keuntungan
Keuntungan setelah mengikuti program Keuntungan sebelum mengikuti program
Perbedaan R C ratio Perbedaan Net R C ratio
Analisis deskriptif eksplanatif digunakan untuk mengukur variabel target dan realisasi kinerja program UPSUS yaitu optimasi lahan dan GP-PTT,
penyediaan benih, penyediaan pupuk dan alat mesin pertanian. Dari masing- masing variabel program tersebut akan dilihat program mana yang mempunyai
daya ungkit untuk meningkatkan produksi.
13
I V. HASI L DAN PEMBAHASAN
4.1. Kinerja Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan
Dari aspek perencanaan penentuan CPCL, penentuan kebutuhan teknologi PTT dan perencanaan kebutuhan sarana produksi, hampir semuanya
mengikuti pedoman pelaksanaan program UPSUS Optimasi lahan dan GP- PTT.Pada umumnya kelompok tani peserta program UPSUS Optimasi lahan dan
GP-PTT menerima paket teknologi muatan PTT dan pelaksanaannya menyesuaikan dengan kondisi yang ada spesifik lokasi.
Kenyataan menunjukkan bahwa hampir disetiap lokasi kajian pesertanya tidak menerima
bansos dari kegiatan yang sama pada tahun anggaran berjalan. Petani kelompok tani sebagian kecil bersedia menambah biaya pembelian sarana produksi dan
pendukung karena dianggap bantuan dari pemerintah kurang. Hampir setiap lokasi program UPSUS memlilki potensi peningkatan produktivitas, tetapi luas
lahan sawah yang disyaratkan di Pedoman Umum Optimasi lahan dan GP-PTT tidak sesuai karena setiap kelompok tani hamparannya maksimal 10 hektar.
I ntervensi pusat cenderung bersifat desentralistik dan dominan dalam implementasikan konsep program UPSUS, hal ini ternyata berdampak positif
terhadap alokasi anggaran. Dampak positif lainya adalah ketersediaan benih tepat waktu, kualitas, kuantitas benih dan varietas sesuai dengan harapan petani
karena kelompok tani yang mengadakannya. Kelemahan program UPSUS padi adalah tidak adanya singkronisasi antar
ujung tombak pelakasana lapangan. Dalam hal ini antara penyuluh, mantri tani dan babinsa kurang kompak karena kemungkinan berada alam naungan institusi
yang berbeda. Kondisi ini jika berlarut-larut mengakibatkan program sulit berkembang. Solusinya adalah antara penyuluh, mantri tani dan babinsa harus
dapat memahami tugas pokok dan fungsi masing-masing. Permasalahan koordinasi antar pelaksana program UPSUS, terutama pihak dinas pertanian dan
Badan Koordinasi Penyuluh baik di tingkat kabupaten dan provinsi masih memerlukan harmonisasi sehingga dapat bersinergi dengan baik.
14
Tabel 1. Target dan Realisasi Tanam, Produktivitas dan Produksi Program UPSUS GP-PTT, OPLA dan RJI T
Program Target
Tanam Realisasi
Tanam Target
Produktivitas Realisasi
Produktivitas Target
Produksi Realisasi
Produksi GP-PTT
10.000 8.225
4,6 7,2
46.000,0 59.220,0
OPLA 12.058
11.227 4,6
6,6 55.466,8
74.098,9 RJI T
33.650 33.164
4,6 4,6
154.790,0 152.554,4
Jumlah 55.708
52.616 256.256,0
285.873,0
Sumber : data primer diolah, 2015
Keberhasilan pengembangan program UPSUS GP-PTT dan Optimasi lahan dalam peningkatan produksi padi di provinsi Bengkulu memerlukan
peningkatan kapasitas produksi pertanian, pengembangan infrastruktur, kemampuan manajemen petani, dan kelembagaan pendukung pengembangan.
Kesemuanya ini membutuhkan dukungan lintas sektor dan lintas dinas melalui sinergi dan integrasi program strategis sesuai dengan kebutuhan spesifik di
tingkat lapangan. Peningkatan produksi dalam kegiatan program UPSUS GP-PTT dan Optimasi lahan cukup beragam antar daerah. Hasil analisis usahatani di
tingkat mikro, menunjukkan secara umum terjadi peningkatan produksi dan pendapatan petani dibandingkan antara sebelum dan sesudah mengikuti
program GP-PTT dan Optimasi lahan. Tabel 2. Jenis bantuan yang diterima oleh petani peserta program UPSUS
Optimalisasi lahan dan GP-PTT No
Uraian Optimalisasi Lahan
GP-PTT 1
Benih kg ha 25
25 2
Pupuk - Urea Kg ha
- NPK Phonska kg ha 210
135 200
300 3
Perstisida paket ha 250.000
300.000 4
Biaya olah tanah Rp ha 560.000
5 Biaya tanam Rp ha
300.000 Dari aspek perencanaan pelaksanaan program optimalisasi lahan dan GP-
PTT mengikuti pedoman pelaksanaan program UPSUS. Kelompok tani peserta program UPSUS menerima paket teknologi muatan PTT dan pelaksanaannya
menyesuaikan dengan kondisi yang ada spesifik lokasi. Kenyataan
menunjukkan bahwa hamper setiap lokasi kajian pesertanya tidak menerima bansos dari kegiatan yang sama pada tahun anggaran berjalan. Petani kelompok
15
tani sebagian kecil bersedia menambah biaya pembelian sarana produksi dan pendukung karena dianggap bantuan dari pemerintah kurang. Hampir setiap
lokasi program UPSUS memiliki potensi peningkatan produktivitas, tetapi luas lahan sawah disyaratkan di Pedoman Umum Optimalisasi Lahan dan GP-PTT
tidak sesuai karena setiap kelompok tani hamparannya maksimal 10 hektar. Tabel berikut ini memberikan gambaran tentang kinerja program optimasi
lahan dan GP-PTT terhadap produksi, biaya, penerimaan dan keuntungan yang didapatkan oleh petani, R C ratio, B C ratio serta MBCR dan Net MBCR sebelum
dan setelah menjadi petani koopertaor program. Tabel 3. Produksi, keuntungan, R C Ratio, B C Ratio perhektar sebelum dan
setelah menjadi petani Kooperator Optimalisasi Lahan per usahatani untuk satu musim tanam.
No Uraian
Optimalisasi lahan Sebelum
Pada saat program
Perbedaan 1.
2. 3.
4. 5.
6. Produksi Kg
Biaya Rp Penerimaan Rp
Keuntungan Rp R C ratio
B C ratio 2.744,4
3.432.750 12.348.000
8.915.250 3,5
2,5 4.116,6
5.815.265 18.524.700
12.709.435 3,1
2,1 50
69,4 50
42,5 2,5
1,5
Dari tabel diatas dapat dilihat kinerja program optimasi lahan dapat meningkatkan 50 persen hasil produksi dan kinerja program GP-PTT telah
meningkatkan 89 persen hasil produksi dimana produksi padi setelah program jauh lebih tinggi. Sirapa dkk 2010 menjelaskan bahwa peningkatan jumlah
produksi padi lebih disebabkan oleh peningkatan produktivitas dibanding peningkatan luas panen. Dalam setiap kegiatan usahatani terdapat dua hal yang
harus diperhatikan yaitu penerimaan dan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Penerimaan merupakan hasil uang yang diterima oleh petani selama
satu musim tanam sedangkan biaya merupakan harga dari faktor-faktor produksi yang digunakan. Nilai R C pada saat mengikuti program optimasi lahan adalah
3,1 sedangkan sebelum mengikuti program optimasi lahan sebesar 3,5 berarti adanya penurunan sebesar 0,4 12,9 . Penurunan ini karena bantuan yang di
terima petani 50 berupa upah olah tanah sedangkan sisanya berupa saprodi benih, pupuk dan pestisida.
16
Tabel 4. Produksi, keuntungan, R C Ratio, B C Ratio perhektar sebelum dan setelah menjadi petani Kooperator GP-PTT per usahatani untuk satu
musim tanam.
No Uraian
GP-PTT Sebelum
Pada saat program
Perbedaan 1.
2. 3.
4. 5.
6. Produksi Kg
Biaya Rp Penerimaan Rp
Keuntungan Rp R C ratio
B C ratio 1.634
3.896.966 7.353.000
3.456.034 1,9
0,8 2.881
5.060.723 12.964.500
7.903.777 2,5
1,6 89
29,9 76
128 4,8
3,8
Peningkatan luas panen seperti penggunaan varietas unggul akan sangat nyata meningkatkan hasil produksi. Terutama jika penggunaan varietas ini
bersamaan dengan penggunaan pupuk berimbang. Kajian FAO yang dilaporkan Las dalam Sirappa 2010 menunjukkan bahwa secara partial varietas
memberikan kontribusi sebesar 16 dan jika diintegrasikan bersama dengan pupuk dan irigasi, peningkatan produksi padi dapat mencapai 75 . Namun
banyak hal yang bisa menjadi kendala dalam peningkatan produksi padi diantaranya yaitu lahan produktif yang semakin t erbatas, keadaan iklim yang
tidak mendukung dan ancaman hama dan penyakit. Oleh karena itu diperlukan varietas yang memiliki daya hasil yang tinggi, umur genjah dan tahan terhadap
hama penyakit. Peningkatan produksi secara langsung akan mempengaruhi jumlah keuntungan yang diterima oleh petani.
Nilai R C rasio pada saat mengikuti program GP-PTT sebesar 2,5 sedangkan sebelum mengikuti program sebesar 1,9, hal ini menunjukkan adanya
peningkatan sebesar 0,6 24,0 . Hal ini karena pada program GP-PTT bantuan saprodinya lebih banyak dan petani peserta program GP-PTT wajib
menggunakan sistem tanam jajar legowo 4: 1. Pada saat mengikuti program RJI T nilai R C rasionya sebesar 2,5 atau meningkat sebesar 3,4 . Peningkatan
ini di duga dipengaruhi oleh bantuan saprodi berupa benih, pupuk dan pestisida.
17
Tabel 5. Produksi, keuntungan, R C Ratio, B C Ratio perhektar sebelum dan setelah menjadi petani Kooperator RJI T per usahatani untuk satu
musim tanam.
No Uraian
RJI T Sebelum
Pada saat program
Perbedaan 1.
2. 3.
4. 5.
6. Produksi Kg
Biaya Rp Penerimaan Rp
Keuntungan Rp R C ratio
MBCR 2.634
3.896.966 7.353.000
2.456.034 1,5
3.881 4.960.723
10.964.500 4.203.777
2,5 3,40
24,7 27,2
49,1 30,1
3,4
4.2. Capaian Sasaran Program Peningkatan Produksi Padi Di Provinsi Bengkulu