Prinsip konservasi suatu kawasan maupun kota menurut Cohen 1999:35 juga terkait dengan kepemilikan dan pembagian lahan, hak milik
pribadi dan umum, juga penataan ruang kota sebagai akibat dari perkembangan dan perubahan fungsinya dari waktu ke waktu. Konservasi
suatu kawasan yang merupakan suatu kesatuan bangunan dan lingkungan bersejarah perlu mempertimbangkan aspek kepemilikan dan
kepentingan umum. Upaya konservasi pada suatu tempat atau bangunan yang
merupakan hak milik pribadi private property juga perlu
mempertimbangkan bahwa terkadang bangunan-bangunan tersebut merupakan milik sekelompok orang yang tidak semuanya sepakat untuk
mendukung upaya konservasi tersebut. Permasalahan kepemilikan tidak hanya menyangkut bangunan saja, tetapi juga termasuk status lahan
Cohen, 1999:35
2.5. Kedudukan Masyarakat dalam Konservasi Warisan Budaya
Masyarakat setempat atau local community secara fisik ruang atau
geografis dapat didefinisikan sebagai masyarakat yang bermukim di sekitar situs budaya Jope dalam Hampton dalam Nuryanti, 1996:203.
Agar kegiatan konservasi warisan budaya dapat diterima dan didukung oleh komunitas lokal, maka diperlukan pendekatan partisipatif dalam
kegiatan konservasi tersebut. Pendekatan ini dapat menyelaraskan visi komunitas lokal dan pelaksana konservasi.
Pendekatan partisipatif yang melibatkan masyarakat lokal dalam konservasi warisan budaya tidak hanya dibutuhkan selama proses
konservasi itu tetapi yang lebih penting adalah pascakonservasi. Kegiatan pada tahap pascakonservasi bergantung pada masyarakat lokal dan disini
tampak bagaimana konservasi sebagai sebuah kontinuitas. Kontinuitas konsenasi warisan budaya yang paling penting adalah dimilikinya sikap di
kalangan komunitas lokal bahwa warisan budaya yang ada di dekatnya senantiasa membutuhkan jasa-jasa konservasi.
Namun, Grimwade dan Carter dalam Nuryanti, 1996: 161 menyatakan bahwa, seringkali suatu sites diperjuangkan untuk direstorasi
atau dikonservasi, tetapi elemen krusial lain terlupakan, yaitu pengenalan dan pemahaman kepada masyarakat mengenai upaya konservasi
tersebut. Tanpa pengenalan dan apresiasi masyarakat mengenai kegiatan konservasi tersebut, maka akan memungkinkan situs itu menjadi kurang
bermakna dan pemahaman akan posisi masyarakat dalam rantai evolusi akan hilang. Masyarakat perlu mengetahui dengan jelas apa sebenarnya
yang dikonservasi di kawasan mereka dan mengapa dikonservasi. Dengan memahami hal tersebut, masyarakat akan merasa memiliki
sesuatu yang dapat dibanggakan. Dengan demikian, tuntutan akan kelanggengan suatu kawasan cagar budaya secara penuh dapat dicapai
tidak hanya dari aktivitas konservasi namun juga dengan memberikan makna tempat tersebut dalam kehidupan masyarakat yang kontemporer.
Dengan pengenalan dan pemahaman kepada masyarakat mengenai kegiatan konservasi ini maka dapat memupuk kebanggaan masyarakat
terhadap situs bersejarah tersebut serta menumbuhkan kesadaran bahwa pusaka budaya yang ada di kawasannya sclalu membutuhkan jasa-jasa
konservasi. Pemahaman masyarakat akan rencana pelestarian dan pengembangan kawasan juga dapat menjadi sebuah perangsang bagi
proses pengembangan komunitas lebih lanjut dan menstimulasi pengembangan ekonomi lokal.
Masyarakat tidak hanya sebagai subyek yang dilibatkan dalam kegiatan tersebut tetapi juga sebagai obyek konservasi. Untuk itu,
pemahaman akan persepsi masyarakat lokal perlu dilakukan agar kebijakan dan tindakan revitalisasi terutama penanganan hunian di
kawasan ini tidak hanya menekankan pada aspek tertentu saja, baik itu aspek historis maupun estetis, serta tidak berkesan mengorbankan
kelompok tertentu dalam masyarakat, yang berarti bertentangan dengan salah satu prinsip konservasi.
Menurut Hampton dalam Nuryanti, 1996: 204 perencanaan suatu kawasan yang menggunakan pendekatan top down tanpa memperhatikan
aspirasi dari bawah, pada beberapa kasus memunculkan kebijakan penggusuran masyarakat setempat untuk proyek pariwisata yang dinilai
tanpa kompromi. Pemusnahan fisik suatu desa dan penggusuran masyarakat lokal ini disebut olch Wall dalam Hampton dalam Nuryanti,
1996: 204 sebagai people outside the plan. Dengan pendekatan pada
masyarakat, maka diharapkan konservasi suatu kawasan tidak melahirkan people outside the plan, sehingga kegiatan konservasi dan
pengembangan kawasan mendapat dukungan dari masyarakat setempat.
2.6. Persepsi dan Preferensi Masyarakat