Sudanti 1993: 49 persepsi dan preferensi masyarakat yang menjadi kelompok sasaran perencanaan perlu dipahami dan diserap hingga luluh
dalam pengembangan.
2.7. Peninggalan Sejarah dan Konservasi Budaya
Konservasi warisan arsitektur tradisional maupun peninggalan kolonial di Indonesia masih merupakan “benda aneh”. Terkadang
dianggap menghambat pembangunan atau dituding hanya sekedar tuntutan nostalgia dan romantisme saja. Jika orang berbicara mengenai
konservasi, lazimnya pemikiran kita yang hanya tertuju pada konservasi alam atau pelestarian alam lingkungan dan jarang sekali yang
mengkaitkan dengan konservasi arsitektur. Padahal di negara maju masalah konservasi lingkungan binaan sudah merupakan cabang ilmu
tersendiri sebagai sempalan dari ilmu arsitektur dan perencanaan kota. Konservasi dan pembangunan tidak lagi dilihat sebagai dua aspek yang
bertentangan melainkan justru saling mendukung. Budihardjo, 1997: 124
Masalah konservasi lingkungan binaan pada negara-negara maju tidaklah semuanya melakukan hal yang dinginkan yaitu dengan menjaga
dan mengembangkannya dengan tetap menjaga keutuhan ataupun ciri khasnya. Hal ini juga dialami oleh Singapura yang pernah berbuat keliru
dengan membongkar bangunan-bangunan kuno untuk memberikan tempat bagi bangunan baru yang serba modern dengan teknologi
canggih. Akibat yang kemudian diderita adalah menurunnya turis mancanegara, karena mereka tidak lagi bisa menikmati keunikan yang
khas dari kota singa tersebut. Menyadari hal tersebut maka digalakkanlah kegiatan pelestarian atau konservasi arsitekturnya yaitu pada bangunan
dan lingkungannya. Meskipun kesadaran itu datang terlambat namun hasilnya masih cukup mengesankan.
Indonesia sebenarnya memiliki khasanah peninggalan arsitektur yang sangat kaya. Sebagian masih terpelihara dengan baik seperti Candi
Prambanan dan Borobudur yang menjadi salah satu keajaiban dunia, keraton dan puri, gereja, bank, pasar, stasiun kereta api dan lain-lain.
Sejarah manusia jawa yang sangat panjang dan penjajahan oleh belanda yang berlangsung lama telah meninggalkan banyak sekali bentuk-bentuk
arsitektur yangt beraneka ragam disegenap pelosok tanah air. Semua itu telah menjadi bagian dari sejarah sebagai komponen integral dalam
perkembangan arsitektur dari masa ke masa. Melihat hilangnya beberapa bangunan-bangunan kuno dan
bersejarah yang memiliki nilai keunikan dan kelangkaan seperti Sosiet Harmoni di Jakarta, penjara sukamiskin di Bandung tempat Bung Karno
ditahan Belanda, dan stasiun Jurnatan di Semarang stasiun kereta api pertama di Indonesia. Penghancuran bangunan kuno seperti ini yang
dilakukan atas nama kemajuan dan modernisasi, dapat juga disebut sebagai tindakan bunuh diri. Sayang sekali bekas bangunan-bangunan
kuno tersebut tidak ada, sehingga tidak bisa mendatanginya untuk
berziarah menghormati dan mengirim bunga. Beberapa bangunan bersejarah yang masih ada dapat kita lihat dan kita telusuri sejarahnya,
disitu dapat kita temukan keunikan dan kehandalan bangunan. Seperti contohnya bangunan keraton yogyakarta yang merupakan bangunan
tradisional warisan nenek moyang, itu tidak semata-mata tercermin dari kejujuran struktur, tanggap terhadap iklim tropis, dan tahan terhadap
pengaruh gempa, tetapi juga mewujud dalam tata ruang luar yang penuh kejutan atau misteri, serta tata ruang dalam yang penuh hiasan dan
ornamen yang syarat makna.
2.8. Konservasi pada Bangunan Kuno