Sejarah Pertumbuhan Perkampungan di dalam Beteng Kraton

C. Tempat Pertahanan

Sebagai seorang panglima perang, ahli strategi dan seorang ksatria, Sultan memfasilitasi bangunan Tamansari sebagai tempat pertahanan, fasilitas tersebut antara lain : ƒ Benteng yang tinggi dengan baluwer bastion tempat meriam ƒ Gerbang atau gapuro yang dilengkapi dengan tempat penjagaan para prajurit ƒ Jalan-jalan bawah tanah urung-urung dan bangunan tempat kesekretairatan. ƒ Dua buah meriam pada kanan kiri gerbang

3.5. Sejarah Pertumbuhan Perkampungan di dalam Beteng Kraton

Pembentukan dan pertumbuhan kampung-kampung di Yogyakarta menjadi embrio pembentukan Kota Yogyakarta secara keseluruhan. Kota Yogyakarta berkernbang dari Kraton yang dikelilingi benteng berbentuk kurang lebih persegi. Kawasan Kraton yang dilindungi benteng tebal ini disebut sebagai kuthanagara atau negari gung. Kraton ini menjadi titik pusat yang seolah-olah dikepung oleh wilayah-wilayah yang terdiri dari beberapa lapisan. Wilayah di luar benteng Kraton disebut mancanagara. Dalam perkembangan pembangunan Kraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono 1 memerintahkan untuk membangun kampung- kampung di sekeliling Kraton dalam wilayah yang dilindungi oleh Benteng Baluwarti. Kampung-kampung di dalam wilayah Kraton ini diperuntukkan sebagai tempat bermukim para Pangeran serta kerabat Kraton dan penduduk yang memiliki hubungan kerja dengan Kraton atau lebih dikenal sebagai abdi dalem, serta perumahan dan asrama para anak buah angkatan perang dan perwira-perwiranya. Meskipun pada dasarnya Sri Sultan Hamengku Buwono 1 menghendaki semuanya dapat bertempat tinggal di dalam baluwarti Kraton, tetapi luas wilayah dalam benteng tersebut tidak dapat menampungnya. Sehingga hanya mereka yang penting sekali yang bertempat tinggal dalam wilayah Kraton, termasuk para pangeran, para abdi dalem Kraton dan prajurit tertentu. Nama-narna kampung di dalam Beteng Baluwarti Kraton didasarkan pada: 1. Nama Pangeran yang tinggal di kampung tersebut. 2. Jenis keahlian abdi dalem yang tinggal di wilayah tersebut. 3. Jenis kelompok tentara. 4. Tapak peninggalan, termasuk Kampung Taman, yang berlokasi di bekas istana air Tamansari kawasan inti Tamansari Kampung-kampung pada kelompok ini sebagian besar tumbuh dan berkembang setelah lokasi tersebut tidak dipakai lagi sesuai fungsi awalnya, misalkan kawasan pesanggrahan Tamansari dan Segaran Pulo Gedhong yang mengalami kerusakan akibat gempa dan terlantar bertahun-tahun hingga lokasinya kemudian ditempati penduduk dan berkembang menjadi KampungTaman, Segaran, Nagan, dan Pulo. Nama-nama kampung yang didasarkan pada nama orang atau tokoh, profesi atau keahlian, peristiwa, dan tapak peninggalan. menjadi ciri khas nama-nama kampung di Kota Yogyakarta. Tata nama kampung- kampung di dalam Kawasan Kraton dan sekitamya merangkum sejarah panjang mengenai tata mukim masa lampau di kota ini. Berdasarkan nama-nama kampung itu juga terlihat bagaimana Kraton, dengan Sultannya, menjadi pusat orientasi kehidupan bermukim masyarakat dan sebagai pusat kekuasaan. Kawasan permukiman penduduk di dalam Beteng Baluwarti Kraton ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan Kawasan nJeron Beteng kawasan dalam benteng. Kawasan yang sekarang secara admisnistratif tergabung menjadi Kecamatan Kraton ini terdiri dari empat wilayah kelurahan, yaitu: Kclurahan Kadipaten, Kelurahan Patehan, Kelurahan Panembahan, dan Kelurahan Gamelan. Perkampungan di Kawasan Jeron Beteng Kraton tumbuh dan berkembang dengan pola perkampungan yang mengelompok padat dan menjadi lingkungan permukiman yang khas, tidak saja khas karena masih banyak bentuk rurnah-rumah yang mencirikan arsitektur tradisional Jawa tetapi juga tata lingkungan permukimannya. Di sepanjang sisi dalam bekas dinding benteng Kraton dan di sekitar nDalem milik kerabat Kraton dapat dijumpai deretan rumah yang berhimpit, sebagai perwujudan konvensi sistem bermukim magersari dan ngindung. Pada perkampungan yang berada di dalam dan di luar benteng, berkembanglah komunitas-komunitas orang yang pada mulanya berjumlah sedikit dan masih bersifat kekerabatan. Penduduk datang dan pergi silih berganti, banyak pula yang tinggal menetap sampai beranak cucu turun temurun hingga kawasan tersebut menjadi padat. Pendudukpun membagi-bagikan tanah yang ditempati sebagai warisan pada anak cucunya. Sistem pembagian tanah semacam ini banyak terjadi pada perkampungan di Kota Yogyakarta. Banyak pula di antara rumah- rumah dalam kawasan tersebut yang kemudian dijual dan ditempati oleh pendatang bukan penduduk asli nJeron Beteng. Status tanah yang ditempati penduduk di wilayah kekuasaan Kraton juga menjadi berkembang seiring dengan perkembangan pengaturan tanah oleh Kraton dan kemerdekaan negara pada tahun 1945 yang menjadi masa dimulainya pernerintahan negara Republik Indonesia. Sehingga pada perkampungan di Kota Yogyakarta saat ini, terutama di Kawasan nJeron Beteng, lazim ditemui beberapa istilah mengenai status tanah, dari magersari, ngindung, tanah waris, HGB, hingga hak milik.

3.6. Pertumbuhan Permukiman Tamansari