Kultur Hukum. Peranan Bapas Dalam Diversi Sebagai Bentuk Perlindungan Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (Studi Bapas Klas I Medan)

disuruh menandatangai Berita Acara Diversi tanpa dilibatkan didalamnya. Di satu sisi memang ini merupakan kabar baik karena diversi dapat mencapai kesepakatan dan tidak menambah beban kerja Bapas tapi di sisi lain jelas ini sangat bertentangan dengan undang-undang dan tugas Bapas dalam mendampingi anak. UU SPPA memberikana tugas kepada Bapas untuk mendampingi anak dalam proses diversi selain itu juga tujuan anak didampingi oleh Bapas agar anak tidak mendapatkan intimidasi atau diskriminasi dari aparat penegak hukum dan pihak lainnya yang ingin memaksakan kehendaknya kepada anak. 119

C. Kultur Hukum.

Kultur hukum merupakan salah satu unsur dari sistem hukum yang membicarakan hal-hal sebagaimana dikemukakan diatas, oleh karena itu hukum tersebut tidak layak hanya dibicarakan dari segi struktur dan substansinya saja melainkan juga dari segi kulturnya. Kultur hukum menyangkut budaya hukum yang merupakan sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa didukung budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan masyarakat maka penegakan hukum tidak akan berjalan secara efektif. Secara tidak lansung masyarakat juga berperan dalam penanganan perkara anak, tak terkecuali halnya dengan melalui mekanisme diversi. Bahkan dalam UU 119 Hasil Wawancara dengan Bapak Saiful Azhar PK di Balai Pemasyarakatan Klas I Medan, Tanggal 19 April 2016 di Balai Pemasyarakatan Klas I Medan. Universitas Sumatera Utara SPPA sendiri sudah dicantumkan peran serta dari masyarakat tersebut. 120 Akan tetapi tak jarang pula masyarakat yang menjadi penghambat dalam proses pelaksanaan diversi, masyarakat beranggapan bahwa setiap pelaku tindak pidana harus mendapatkan hukuman yang setimpal dengan apa yang telah diperbuatnya yaitu dijatuhi hukuman penjara dan tidak terkecuali halnya dengan anak sebagai pelaku tindak pidana. Pada saat menjalankan tugasnya dalam pembuatan litmas seringkali Bapas Klas I Medan mendapat kesulitan dari masyarakat ketika hendak mencari informasi mengenai si anak baik itu dari keluarga si anak itu sendiri maupun dari tetangga sekitar tempat tinggal anak. Masyarakat pada umumnya acuh terhadap kedatangan Bapas dan tidak mengetahui betapa penting litmas yang akan dibuat untuk kepentingan anak. Tidak hanya sampai di situ saja dalam proses diversi pun tidak jarang pula masyarakat menjadi penghambat dari keberhasilan diversi. Banyak keluarga korban yang tidak mau untuk dilakukannya diversi ataupun tidak mau berdamai dengan anak dan hanya mau anak tersebut dihukum oleh pengadilan ataupun apabila mau berdamai meminta ganti rugi yang sangat besar yang tidak dapat dipenuhi oleh anak. 121 Kondisi ini semakin diperparah lagi karena lingkungan sekitar keluarga korban mendukung untuk itu sehingga kemungkinan tercapainya diversi semakin kecil. 120 Pasal 93 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 121 Hasil Wawancara dengan Bapak Saiful Azhar PK di Balai Pemasyarakatan Klas I Medan, Tanggal 19 April 2016 di Balai Pemasyarakatan Klas I Medan. Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan