Saran Peranan Bapas Dalam Diversi Sebagai Bentuk Perlindungan Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (Studi Bapas Klas I Medan)

yang dimiliki oeh Bapas Klas I Medan secara tidak lansung menjadi penghambat dari pelaksanaan tugas Bapas itu sendiri karena ketersediaan sarana dan prasarana juga membantu dalam pelaksanaan tugas suatu institusi, selain itu juga hubungan atau kordinasi antara aparat penegak hukum dalam penyelesaian perkara anak juga merupakan faktor penting yang tidak dapat dipisahkan dalam pelaksanaan tugas Bapas. Pada dasarnya Bapas Klas I Medan mempunyai kordinasi yang baik dengan aparat penegak hukum akan tetapi terkadang masih dijumpai adanya pola kordinasi yang menjadi penghambat, seperti halnya terlambat meminta litmas dan tidak melibatkan Bapas dalam proses diversi sehingga keadaan seperti ini tidak jarang menjadi penghambat bagi Bapas. c. Faktor Kultur Budaya. Pola pikir masyarakat yang masih konvensional dan tidak mengerti diversi merupakan hambatan lainnya yang harus dihadapi oleh Bapas Klas I Medan. Masayarakat hanya berpikir bahwa setiap orang yang salah harus dihukum tanpa memikirkan bentuk dan tujuan dari dijatuhkannya penghukuman, keadaan seperti ini menyulitkan proses diversi untuk dapat dilaksanakan atau dapat tercapai kesepakatan diversi yang mana masyarakat tidak mengerti tujuan dari pelaksanaan diversi tersebut.

B. Saran

Setelah melakukan pembahasan dan analisa terhadap permasalahan yang telah dikemukakan maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 1. Lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan wujud dari perlindungan yang diberikan kepada anak. Pemerintah harus dengan sungguh-sungguh dalam mengupayakan segala hal agar implementasi dari undang-undang ini dapat benar-benar dirasakan oleh masyarakat. Salah satunya dengan membuat instrumen-intrumen pendukung seperti halnya Peraturan Pemerintah PP yang dibutuhkan dalam pelaksanaan undang-undang tersebut. 2. Bapas Klas I Medan harus meningkatkan kualitas para petugasnya khususnya bagi Petugas Pembimbing Kemasyarakatan Anak PK Anak agar dapat memahami betapa pentingnya peran Bapas dalam pelaksanaan diversi tersebut agar nantinya diversi dapat mencapai kesepakatan. 3. Pemerintah harus segera menyiapkan segala perangkat-perangkat hukum untuk menjalankan amanat dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, sehingga dapat dilaksanakan dengan optimal. Pada Bapas sendiri pemerintah harus segera membangun Bapas disetiap kabupatenkota yang ada diseluruh Indonesia sebagaimana yang diamanatkan Pasal 105 huruf d dan meningkatkan kualitas pegawai Bapas dan memperlengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai, serta membangun pola hubungan yang baik antara aparat penegak hukum dengan Bapas dalam penyelesaian perkara pidana anak. Universitas Sumatera Utara BAB II PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Filosofi sistem peradilan pidana anak adalah untuk mengutamakan perlindungan dan rehabilitasi terhadap anak yang mana anak dianggap sebagai manusia yang mempunyai sejumlah keterbatasan sehingga tidak dapat di samakan dengan orang dewasa. Anak akan selalu memerlukan perlindungan khususnya dari negara dalam keadaan apapun, terlebih lagi apabila seorang anak bersentuhan dengan hukum. Konsep diversi didasarkan pada kenyataan bahwa proses peradilan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana melalui sistem peradilan pidana lebih banyak menimbulkan bahaya daripada kebaikannya. Alasan dasarnya yaitu pengadilan akan memberikan stigmatisasi terhadap anak atas tindakan yang dilakukannya, seperti anak tersebut dianggap jahat sehingga lebih baik untuk menghindarkannya ke luar sistem pengadilan. Pelaksanaan diversi oleh aparat penegak hukum didasari oleh kewenangan aparat penegak hukum yang disebut dengan discretion atau diskresi. 26 Diskresi di dalam penegakan hukum memang tidak dapat dihindarkan, mengingat keterbatasan-keterbatasan baik dalam kualitas perundang-undangan, sarana dan prasarana, kualitas penegak hukum maupun partisipasi masyarakat. Diskresi ini merupakan refleksi pengakuan bahwa konsep tentang penegakan hukum secara total total enforcement dan penegakan hukum secara penuh full 26 Diskresi merupakan wewenang dari aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan dalam penanganan perkara tindak pidana apakah ingin meneruskan perkara atau menghentikan perkara, mengambil tindakan tertentu dengan kebijakan yang dimilikinya. Universitas Sumatera Utara enforcement tidak mungkin terjadi. Hikmah yang terjadi adalah bahwa diskresi inilah yang menjadi sumber pembaharuan hukum apabila direkam dan dipantau dengan baik dan sistematis. 27 Pelaksanaan diversi memang didasari oleh keberadaan diskresi oleh aparat penegak hukum, akan tetapi terdapat perbedaan antara diskresi dan diversi yaitu, pada diskresi pengambilan kebijakan yang diambil oleh aparat penegak hukum mengikuti sifat kebijakan pribadi seseorang yang artinya bahwa hanya didasari dari penilaian subjektif semata sedangkan pada diversi merupakan suatu kebijakan yang bersifat kelembagaan karena merupakan suatu kewajiban dan memiliki kualifikasi atau aturan-aturan yang jelas. 28 Di Indonesia sendiri pada dasarnya dimungkinkan untuk menyelesaikan perkara pidana anak melalui jalur luar pengadilan, ketentuan ini dapat dilihat pada Surat Kejaksaan Agung pada Mahkamah Agung No.P.120 tanggal 30 Maret 1951 yang menjelaskan bahwa anak adalah mereka yang menurut hukum pidana melakukan perbuatan yang dapat dihukum yang belum berusia 16 enam belas tahun. Jaksa Agung melaui surat ini menjelaskan bahwa menghadapkan anak- anak ke depan pengadilan, hanya sebagai langkah terakhir ultimum remedium. Setiap anak masih dimungkinkan ada penyelesaian lain yang dipertimbangkan secara masak faedahnya. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dalam pelaksanaannya dianggap sudah tidak relevan lagi dengan keadaan yang ada pada saat ini sehingga perlu dilakukan perubahan yang didasarkan peran dan tugas 27 Maidin Gultom, Op.Cit, hlm. 22. 28 Marlina, Op.Cit, hlm. 4. Universitas Sumatera Utara masyarakat, pemerintah dan lembaga negara lainnya untuk sama-sama bertanggung jawab meningkatkan kesejaterahan anak dan memberikan perlindungan khususnya bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Lahirnya UU SPPA didasari oleh beberapa dasar pemikiran yaitu : 29 Pertama, dasar filosofis bahwa pandangan hidup Bangsa Indonesia dalam berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila. Penjabaran nilai-nilai dari pancasila setidaknya mencrminkan keadilan, ketertiban dan kesejaterahan yang diinginkan masyarakat. Nilai-nilai pancasila yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, dan kemanusiaan yang adil dan beradap, sehingga sebagai bangsa yang bermartabat permasalahan anak harus harus ditangani dengan memprioritaskan yang terbaik bagi anak. Kedua, dasar sosiologis bahwa Pelaksanaan lembaga peradilan pidana anak dapat menguntungkan atau merugikan mental, fisik dan sosial anak. Pada saat ini tindak pidana yang dilakukan oleh anak cenderung terus meningkat dan hampir semua tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa juga dilakukan oleh anak. Terlebih lagi dalam pelaksanaan lembaga peradilan tersebut anak sering kali dijadikan sebagai objek dan perlakuan yang di terima oleh anak cenderung merugikan anak tersebut. Ketiga, dasar yuridis bahwa Pasal 28 ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa : setiap anak berhak atas kelansungan atas hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dan diskriminasi. Terlepas dari seperti apa kondisi dan keadaan seorang anak, dia harus tetap diberikan perlindungan. Keempat, dasar psikopolitik masyarakat adalah suatu kondisi nyata didalam masyarakat mengenai tingkat penerimaan atau tingkat 29 Lidya Rahmadani Hasibuan, Diversi Dan Keadilan Restoratif Justice Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, Medan : Pusaka Indonesia, 2014, hlm. 10. Universitas Sumatera Utara penolakan terhadap suatu peraturan perundang-undangan. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak baik lansung maupun tidak lansung merupakan suatu akibat dari tindakan yang dilakukan oleh orang dewasa dalam bersinggungan dengan anak atau merupakan sebagai bagian dalam proses interaksi anak dengan lingkungannya. Paradigma inilah yang harus ditanamkan kepada para penegak hukum dalam menghadapi anak yang melakukan tindak pidana. 30

A. Asas-Asas Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak