Asas-Asas Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

penolakan terhadap suatu peraturan perundang-undangan. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak baik lansung maupun tidak lansung merupakan suatu akibat dari tindakan yang dilakukan oleh orang dewasa dalam bersinggungan dengan anak atau merupakan sebagai bagian dalam proses interaksi anak dengan lingkungannya. Paradigma inilah yang harus ditanamkan kepada para penegak hukum dalam menghadapi anak yang melakukan tindak pidana. 30

A. Asas-Asas Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

Asas hukum merupakan unsur yang penting dan pokok dari peraturan hukum, hal ini dikarenakan bahwa asas hukum ini merupakan suatu landasan bagi lahirnya suatu peraturan tersebut. C.W. Paton mengemukakan pendapatnya mengenai asas sebagai suatu sarana yang membuat hukum itu hidup, tumbuh dan berkembang dikarenakan hukum itu bukan sekedar kumpulan dari peraturan- peraturan belaka. Asas hukum itu sendiri mengandung nilai-nilai didalamnya sehingga oleh karena itu asas hukum tersebut menjadi jembatan antara peraturan- peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakat. 31 UU SPPA memuat beberapa asas yang menjadi hakikat dari keberadaan undang-undang ini. Asas-asas ini diletakan untuk mempertegas tujuan yang ingin di capai melalui undang-undang ini ataupun untuk menjadi tolak ukur dalam bekerjanya undang-undang ini. 32 Asas-asas tersebut adalah : 1. Asas Perlindungan. Bertujuan untuk melindungi dan mengayomi anak yang berhadapan dengan hukum dengan tetap mementingkan kepentingan si anak agar anak masih 30 M. Nasir Jamil, Op. Cit, hlm. 52-54. 31 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006, hlm, 45. 32 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Universitas Sumatera Utara bisa menggapai masa depannya yang masih panjang dengan cara memberikan kesempatan kepada anak melalui pembinaan sehingga anak menemukan jati dirinya untuk menjadi manusia mandiri, bertanggung jawab, dan berguna bagi diri sendiri, keluarga dan lingkungan sekitarnya. Perlindungan anak dapat dilakukan baik secara lansung maupun tidak lansung dari tindakan yang membahayakan anak. 2. Asas Keadilan. Bahwa setiap penyelesaian perkara anak harus mencerminkan rasa keadilan bagi anak. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian perkara anak harus menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari dari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. 3. Asas Non Diskriminasi. Bahwa tidak adanya perlakuan yang berbeda-beda kepada anak yang didasari oleh suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak dan kondisi fisik danatau mental anak. 4. Asas Kepentingan Terbaik Bagi Anak. Segala tindakan dan pengambilan keputusan yang menyangkut anak, baik yang dilakukan keluarga, masyarakat maupun pemangku hukum, kelansungan hidup dan tumbuh kembang anak harus selalu menjadi pertimbangan utama. Seperti halnya Hakim dalam memutus perkara harus yakin bahwa putusannya dapat menjadi salah satu dasar yang kuat untuk Universitas Sumatera Utara mengembalikan dan mengantarkan anak menuju masa depan yang baik untuk mengembangkan dirinya. 5. Asas Penghargaan Terhadap Pendapat Anak. Bahwa anak tidak boleh dipandang sebelah mata. Anak harus diberikan kebebasan dalam rangka mengembangkan kreativitasnya dan intelektualitasnya daya nalar dengan melakukan penghormatan atas hak anak untuk berpartisipasi dalam menyatakan pendapatnya sesuai dengan tingkat usia anak dalam pengambilan keputusan, terutama jika menyangkut hal yang mempengaruhi kehidupan anak. 6. Asas Kelansungan Hidup dan Tumbuh Kembang Anak. Merupakan hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang harus dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua. 7. Asas Pembinaan dan Pembimbingan Anak. Suatu kegiatan yang bertujuan meningkatkan kualitas jasmani dan rohani anak mulai dari ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, pelatihan keterampilan dan profesional anak baik yang dilakukan didalam maupun diluar proses peradilan pidana. 8. Asas Proporsional. Bahwa segala perlakuan terhadap anak harus dilakukan secara seimbang, yang harus disesuaikan dengan batas keperluan, umur dan kondisi anak. Anak yang sedang berhadapan dengan hukum harus diberikan bantuan dan perlindungan agar tetap diperlakukan secara manusiawi. Perlakuan terhadap Universitas Sumatera Utara anak harus melihat situasi, kondisi mental dan fisik, keadilan sosial dengan kemampuannya pada usia tertentu. 9. Asas Perampasan Kemerdekaan dan Pemidanaan Sebagai Upaya Terakhir. Bahwa pada dasarnya seorang anak tidak boleh untuk dirampas kemerdekaannya, kecuali terpaksa guna kepentingan penyelesaian perkara. 10. Asas Penghindaran Pembalasan. Semua pihak yang terlibat dalam tindak pidana korban, anak dan masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi dan menentramkan tidak berdasarkan pembalasan. Penghindaran pembalasan adalah prinsip menjauhkan upaya pembalasan dalam proses peradilan pidana anak. 33 Selain asas-asas di atas, di dalam UU SPPA ini juga menganut beberapa asas mengenai proses penyelesaian perkara anak di pengadilan asas dalam hukum acaranya, yaitu : 1. Pembatasan Umur. Bahwa seorang anak yang dapat di periksa di Sidang Pengadilan Anak ditentukan secara limitatif yaitu minimum berumur 12 tahun dan maksimum 18 tahun dan belum pernah kawin. Apabila seorang anak pada saat melakukan tindak pidana belum berusia 18 tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah berusia lewat dari 18 tahun akan tetapi belum mencapai umur 21 tahun maka anak tersebut akan tetap diajukan ke Pengadilan Anak. 2. Pembatasan Ruang Lingkup Masalah. 33 Edy Ikhsan, Op. Cit, hlm. 33-35. Universitas Sumatera Utara Bahwa masalah yang di periksa di Pengadilan Anak hanyalah menyangkut masalah anak saja. Pemeriksanaan hanya untuk perkara pidana saja sehingga masalah-masalah lain di luar pidana bukan merupakan wewenang dari Pengadilan Anak. 3. Ditangani Pejabat Khusus. Bahwa perkara anak harus ditangani oleh pejabat khusus yang diangap memiliki kompetensi tentang anak yaitu Penyidik Anak, Penuntut Umum Anak dan Hakim Anak. 4. Suasana Pemeriksaan. Bahwa dalam pemeriksaan perkara anak harus dijauhkan dari suasana yang dapat membuat anak takut ataupun merasa terintimidasi. Dalam pemeriksaan tersebut para aparat penegak hukum tidak menggunakan atribut mereka yang biasanya digunakan dalam proses persidangan dewasa. 5. Keharusan Splitsing. Bahwa seorang anak tidak boleh disidangkan atau diadili bersama-sama dengan orang dewasa baik yang berstatus sipil maupun militer. Apabila seorang anak melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa maka anak akan tetap di periksa di Pengadilan Anak. 6. Acara Pemeriksaan Tertutup. Bahwa acara pemeriksaan di persidangan harus dilakukan secara tertutup untuk umum dan yang boleh berada didalam adalah pihak-pihak yang mempunyai kepentingan saja kecuali pada saat agenda pembacaan putusan maka persidangan dapat dibuka untuk umum. Universitas Sumatera Utara 7. Diperiksa Oleh Hakim Tunggal. Bahwa pada dasarnya proses pemerisaan di pengadilan hanya dilakukan oleh Hakim Tunggal saja akan tetapi dalam keadaan tertentu seperti ancaman tindak pidana yang dilakukan oleh anak lebih dari 7 tahun atau lebih atau sulit pembuktiannya maka proses pemeriksaan dimungkinkan untuk dilakukan oleh Hakim Majelis. 8. Masa Penahanan Lebih Singkat. Bahwa masa penahanan terhadap anak dilakukan lebih singkat dari pada orang dewasa. Oleh Penyidik anak hanya dapat di tahan maksimal 15 hari 7 hari dan diperpanjang 8 hari, Oleh Penuntut Umum hanya dapat di tahan maksimal 10 hari 5 hari dan diperpanjang 5 hari, Oleh Hakim hanya dapat di tahan maksimal 25 hari 10 hari dan diperpanjang 15 hari. 9. Hukuman Lebih Ringan. Bahwa hukuman yang dijatuhkan kepada anak lebih ringan dari pada orang dewasa. Anak hanya dihukum maksimal 10 tahun penjara atau setengah dari hukuman maksimal penjara orang dewasa. 34

B. Tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak