F. Syarat-Syarat Pelaksanaan Diversi.
Sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 7 ayat 1 UU SPPA yang menyatakan diversi merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan di setiap
tingkatan pemeriksaan secara tidak lansung membawa konsekuensi terhadap penegak hukum yaitu bertambahnya beban tugas dari aparat penegak hukum,
bahkan terdapat sanksi baik yang bersifat administratif maupun bersifat pidana yang membayangi aparat penegak hukum apabila tidak melaksanakan diversi.
Walaupun diversi pada hakikatnya merupakan suatu kewajiban akan tetapi proses pelaksanaan diversi juga bersifat limitatif terbatas, karena tidak semua
perkara anak dapat diselesaikan dengan mekanisme diversi. UU SPPA memberikan batasan untuk perkara anak yang dapat diselesaikan dengan proses
diversi, sebagai berikut : 1.
Ketegori Tindak Pidana. Diversi hanya dapat dilakukan untuk tindak pidana tertentu sebagaimana
Pasal 7 ayat 2 UU SPPA berbunyi : “Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan dalam hal
tindak pidana yang dilakukan : a.
Diancam dengan pidana penjara dibawah 7 tujuh tahun b.
Bukan merupakan pengulangan tindak pidana.” Ketentuan yang pertama adalah mengenai kategori tindak pidana yang
dilakukan oleh anak. Tidak semua tindak pidana yang dilakukan oleh anak dapat didiversi. Diversi hanya dapat dilakukan untuk tindak pidana yang ancaman
hukumannya tidak lebih dari 7 tujuh tahun. Ditentukannya batasan 7 tujuh
Universitas Sumatera Utara
tahun dikarenakan bagi setiap tindak pidana yang ancaman hukumannya melebihi 7 tujuh tahun sudah tergolong dalam tindak pidana berat sehingga proses
penyelesaiannya melalui proses peradilan formal. Selain tindak pidana yang dilakukan oleh anak merupakan tindak pidana
yang ancamannya tidak melebihi 7 tujuh tahun, tindak pidana yang dilakukan tersebut haruslah bukan merupakan pengulangan tindak pidana sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 7 ayat 2 UU SPPA tersebut yang mencantumkan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Doktrin hukum pidana mengenal 3 tiga
bentuk pengulangan tindak pidana : a.
General Residive Pengulangan Umum. Tindak pidana yang termasuk dalam pengulangan umum ini adalah
tindak pidana yang dilakukan seseorang yang telah diputuskan oleh pengadilan dengan putusan pemidanaan karena suatu tindak pidana yang
dilakukannya, kemudian menjalani pidana baik sebagian atau seluruhnya, belum melampaui waktu 5 lima tahun ia melakukan lagi tindak pidana
apapun. Misalnya tindak pidana pertama yang dilakukan adalah tindak pidana pencurian sedangkan tindak pidana berikutnya adalah pembunuhan.
b.
Special Residive Pengulangan Khusus. Tindak pidana yang termasuk dalam pengulangan khusus ini adalah
tindak pidana yang dilakukan seseorang yang telah diputuskan seseorang yang telah diputuskan oleh pengadilan dengan pitusan pemidanaan karena
suatu tindak pidana yang dilakukannya, kemudian menjalani pidana baik sebagian atau seluruhnya belum melampaui 5 lima tahun ia melakukan
lagi tindak pidana yang sama atau yang sejenis dengan tindak pidana yang pertama. Misalnya tindak pidana pertama yang dilakukan adalah tindak
pidana pencurian dan tindak pidana yang dilakukan berikutnya juga tindak pidana pencurian.
c.
Tussen Stelsel. Tindak pidana yang termasuk dalam pengulangan umum ini adalah
tindak pidana yang dilakukan seseorang yang telah diputuskan oleh pengadilan dengan putusan pemidanaan karena suatu tindak pidana yang
dilakukannya, kemudian menjalani pidana baik sebagian atau seluruhnya, belum melampaui waktu 5 lima tahun ia melakukan lagi tindak pidana
yang berupa tindak pidana yang masih dalam satu kualifikasi tindak pidana yang pertama. Misalnya tindak pidana pertama yang dilakukan adalah
Universitas Sumatera Utara
tindak pidana pencurian sedangkan tindak pidana berikutnya adalah tindak pidana pencurian pada malam hari.
62
Bahwa anak sebelumnya yang sudah pernah melakukan tindak pidana baik itu merupakan tindak pidana sejenis maupun tidak pidana yang tidak sejenis dan
juga termasuk didalamnya tindak pidana yang pernah diselesaikan dengan proses diversi
63
, maka dalam hal ini diversi tidak dapat untuk dilakukan. Ini dikarenakan bahwa tujuan dari diversi tersebut tidak tercapai yaitu menanamkan rasa tanggung
jawab kepada anak untuk tidak mengulangi perbuatan yang berupa tindak pidana.
64
2. Batas Usia Anak.
Bahwa diversi yang merupakan proses penyelesaian perkara pidana anak dengan bentuk pengalihan hanya berlaku bagi anak yang sudah dapat dimintakan
pertangungjawaban pidananya. Ketentuan yang termuat dalam UU SPPA bahwa anak yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidananya disebut dengan
istilah anak berkonflik dengan hukum atau dikenal dengan istilah ABH. Pasal 1 angka 3 UU SPPA menyebutkan bahwa :
“Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 dua belas tahun, tetapi belum
berumur 18 tahun delapan belas tahun yang diduga melakukan tindak pidana.”
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut maka dapat dipahami bahwa diversi hanya dapat dilakukan kepada anak yang telah berusia 12 tahun sampai 18 tahun
62
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum pidana, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hlm. 39.
63
Penjelasan Pasal 7 ayat 2 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
64
M. Nasir Djamil, Op.Cit, hlm. 139.
Universitas Sumatera Utara
saat melakukan tindak pidana, sehingga anak yang masih berusia dibawah 12 tahun pada saat melakukan tindak pidana tidak dapat dilakukan diversi
terhadapnya dan hanya dapat dilakukan atau dijatuhkan tindakan kepadanya sesuai dengan Pasal 21 ayat 1 UU SPPA bahwa :
“Dalam hal Anak belum berusia 12 dua belas tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan
dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk :
a. Menyerahkannya kembali kepada orang tuaWali atau
b. Mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan dan
pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejaterahan sosial, baik di tingkat pusat maupun
daerah, paling lama 6 enam bulan.” Keputusan yang diambil tersebut selanjutnya harus diserahkan ke
Pengadilan Negeri guna untuk ditetapkan dibuat Penetapan oleh Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 3 hari,
65
setelah itu barulah dapat untuk dilaksanakan berdasarkan penetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri.
65
Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang