55
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Hubungan antara Pembinaan Sekolah, Pengawasan Sekolah, Pengetahuan Pengelola Kantin dan Sikap Pengelola Kantin dengan Sanitasi Kantin SDN
di Kota Binjai
5.1.1. Pembinaan Sekolah terhadap Sanitasi Kantin
Berdasarkan hasil penelitian, Pembinaan mempunyai hubungan yang signifikan dengan sanitasi kantin yaitu dari 26 sekolah yang melakukan pembinaan
baik, terdapat 23 kantin yang memenuhi syarat dan 3 kantin yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan dari 30 sekolah yang melakukan pembinaan kurang baik, hanya
terdapat 1 kantin yang memenuhi syarat dan 29 kantin lainnya tidak memenuhi syarat.
Pembinaan merupakan langkah penting sebagai contoh tindakan yang direkomendasikan yaitu berupa pelatihan dan pendidikan bagi para penjamah
makanan. Di beberapa negara telah melakukan upaya melatih penjamah makanan secara profesional. Seperti di Inggris pada tahun 1989 dan 1995 sudah memberikan
pelatihan pada sejumlah besar penjamah makanan Widyastuti, 2005. Pembinaan yang dilakukan oleh pihak sekolah seharusnya sudah terlebih
dahulu dilakukan sebelum pengelola kantin berjualan di Sekolah melalui program UKS. Berdasarkan hasil penelitian, Pembinaan yang dilakukan oleh pihak sekolah
hanya berupa pemberian informasi tentang pentingnya menjaga kebersihan kantin serta bagaimana makanan yang seharusnya dijual. Akan tetapi, penyuluhan dan
pelatihan dari pihak yang terkait seperti Puskesmas atau Dinas Kesehatan belum
Universitas Sumatera Utara
56
dilakukan untuk pengelola kantin Sehingga dapat dikatakan bahwa pembinaan yang dilakukan ada pada kategori kurang baik.
Pembinaan yang baik yaitu pihak sekolah yang melakukan upaya penyuluhan tentang higiene dan sanitasi dalam mengolah makanan, akan mengubah pengetahuan
pengelola kantin menjadi lebih baik dan ketika mengolah makanan, menyimpannya, mengangkut dan menyajikan makanan, pengelola akan melaksanakan seperti yang
diinformasikan. Hal ini sesuai dengan penelitian Rumondang 2008 yang menyatakan bahwa metode penyuluhan kesehatan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap dokter kecil dalam pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah di Kecamatan Helvetia Medan.
Pihak sekolah sudah seharusnya lebih mengerti tentang pentingnya pembinaan yang dilakukan untuk pengelola kantin yang terlihat dari tingkat pendidikan
terbanyak Sarjana. Selain itu pada umumnya kepala sekolah atau guru adalah perempuan dan berumur 41-55 tahun yang lebih memahami cara membersihkan
tempat pengolahan makanann dan mengolah makanan yang baik sama seperti yang dilakukan di rumah. Selain itu kepala sekolah atau guru yang sudah bekerja lebih dari
10 tahun, sudah seharusnya selalu memperhatikan keadaan kantin dan mengetahui bagaimana pengelola kantin selama ini mengelola kantinnya.
Sebaliknya, jika pembinaan kurang dilakukan oleh sekolah, pengelola kantin tidak akan melaksanakan upaya sanitasi dalam mengelola kantinnya. Seperti yang
terlihat pada hasil penelitian, 27 kantin dari 32 kantin yang tidak memenuhi syarat tidak mempunyai tempat penyimpanan bahan makanan, mereka meletakkan bahan
makanan tersebut diatas meja atau di bawah lantai dengan memakai kotak. Selain itu
Universitas Sumatera Utara
57
84,4 pengelola kantin juga mengambil makanan secara langsung tanpa menggunakan penjepit atau alas tangan. Ketika hal ini ditanyakan kepada pengelola
kantin 53 responden sudah mengetahui bahwa itu tidak boleh karena dapat mencemari makanan, tetapi tidak melaksanakannya dengan alasan ingin cepat dan
selama ini tidak terjadi pencemaran makanan. Penyuluhan tentang hal ini sangat perlu dilakukan agar pengelola tidak hanya mengetahui tetapi melaksanakan yang mereka
ketahui berdasarkan informasi yang diberikan oleh pihak sekolah.
5.1.2. Pengawasan Sekolah terhadap Sanitasi Kantin
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara Pengawasan Sekolah dengan Sanitasi Kantin. Diketahui bahwa dari 25 sekolah
yang melakukan Pengawasan baik terdapat 23 kantin yang memenuhi syarat dan 2 kantin yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan dari 31 sekolah yang melakukan
Pengawasan kurang baik hanya 1 kantin yang memenuhi syarat dan 30 kantin lainnya yang tidak memenuhi syarat.
Pengawasan pada penelitian ini adalah usaha yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam mengawasi kantin yang berada di lingkungan sekolahnya, dimana
setiap murid akan mengkonsumsi makanan setiap harinya. Pengawasan yang dinilai yaitu ada tidaknya izin yang diberikan oleh pihak sekolah kepada pengelola kantin
sebelum berjualan di kantin sehingga akan ada tanggung jawab pihak sekolah terhadap kondisi serta makanan yang dijual oleh pengelola kantin.
Berdasarkan hasil penelitian, izin yang diberikan oleh pihak sekolah seharusnya sudah berbentuk ketentuan sehingga pengelola kantin dapat menuruti apa
yang diisntruksikan oleh pihak sekolah. Tetapi pada kenyataanya, izin yang diberikan
Universitas Sumatera Utara
58
hanya berupa izin berjualan yang disampaikan secara lisan sehingga dapat dinilai bahwa sekolah masih belum mengawasi secara benar kantin sudah berada di sekolah
ataupun yang baru akan berjualan di sekolah. Selain itu, pengawasan sekolah juga dapat dilakukan dengan memeriksa
kebersihan kantin secara rutin serta perlu adanya kerja sama dengan Dinas Kesehatan sebagai penilik makanan dan kesehatan yang memegang peranan pokok dalam
keamanan makanan. Petugas ini dapat mewakili departemen kesehatan dalam menginspeksi TPM,
Penjaja makanan kakilima serta pengecer bahan makanan. Mereka harus memberikan pendidikan dan layanan konsultasi untuk para pengelola makanan Widyastuti, 2005.
Pihak sekolah seharusnya lebih tegas dalam mengawasi kantin. Sesuai dengan tingkat pendidikan dari kepala sekolah yang pada umumnya sarjana. Dimana
pendidikan yang tinggi dari seseorang seharusnya akan menambah sikap disiplin dalam melihat sesuatu. Serta berumur 41-55 tahun. Dimana, Semakin lanjut usia
seseorang, maka akan semakin bijaksana. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa kantin yang sudah memenuhi
syarat tidak lepas dari perhatian pihak sekolah yang selalu mengawasi kantin. Terlebih lagi berdasarkan hasil penelitian kepala sekolah sudah bekerja lebih dari 10
tahun di sekolah sehingga seharusnya sudah memberikan perhatian khusus pada kantin yang masih belum mempunyai bangunan layak. Kantin yang mendapat
pengawasan baik akan diberi lokasi khusus berupa ruangan sehingga tidak membangun secara sembarangan menempel pada dinding sekolah.
Universitas Sumatera Utara
59
Selain itu pengelola kantin yang kantinnya berada dalam pengawasan sekolah juga menuruti apa yang diinginkan oleh pihak sekolah. Seperti harus menjaga
kebersihan kantin, mengolah makanan dengan baik dan bersih. Pengelola kantin juga lebih merasa bagian dari sekolah yaitu sebagai tempat anak-anak sekolah mengisi
energi untuk belajar dari makanan yang pengelola kantin jual. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wulandari Meikawati 2010 yaitu faktor pendorong yang paling
berperan dalam praktek hygiene dan sanitasi makanan adalah pengawasan, baik dilakukan oleh atasan langsung Unit gizi maupun Direktur Rumah sakit untuk
meningkatkan mutu pelayanan rawat inap. Sebaliknya jika pengawasan yang dilakukan tidak baik, pihak sekolah tidak
merasa bertanggung jawab pada kantin yang ada di sekolahnya .Pengelola kantin yang berjualan di sekolah akan sering berganti-ganti karena tidak perlu izin untuk
berjualan di sekolah Bangunan kantin juga tidak memenuhi syarat yaitu tidak berupa bangunan permanen sehingga tidak menjamin makanan yang dihasilkan akan bersih,
tempat makan yang terbuka juga akan berisiko mengundang lalat sehingga terlihat kotor.
Sesuai dengan pengertian pengawasan yaitu merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mengukur kegiatan atau pelaksanaan suatu program dengan
memberikan pengarahan-pengarahan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai Notoatmodjo, 2003, maka pengawasan sudah seharusnya dilakukan oleh
sekolah sehingga apa yang diharapkan yaitu kantin sekolah harus dapat menghasilkan makanan yang bersih dan sehat untuk anak-anak sekolah dapat tercapai.
Universitas Sumatera Utara
60
5.1.3. Pengetahuan Pengelola Kantin tentang Sanitasi Kantin
Pengetahuan yang dinilai yaitu pengetahuan tentang Sanitasi makanan yang terdiri dari bagaimana ketentuan dapur dan ruang makan yang harus bersih, fasilitas
sanitasi, 6 prinsip Sanitasi Makanan serta perilaku-perilaku sederhana yang seharusnya dihindari dalam mengolah makanan. Berdasarkan hasil penelitian ada
hubungan yang bermakna antara Pengetahuan Pengelola Kantin tentang Sanitasi dengan Sanitasi Kantin.
Pengetahuan tentang kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku yang selanjutnya perilaku ini akan berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehatan
Notoatmojdo, 2003. Pengetahuan baik untuk beberapa sekolah menunjukkan bahwa pengelola
kantin yang sudah mengerti bagaimana mengolah makanan dengan bersih, memaparkan alasan bahwa makanan tidak boleh dibiarkan terbuka untuk mencegah
hinggapnya lalat yang dapat membawa kuman penyakit, selain itu pengetahuan yang baik pada beberapa sekolah terlihat juga pada perilaku pengelola kantin yang ingin
kantinnya selalu bersih dan makanan yang dijual juga sehat. Pada umumnya pengelola kantin adalah perempuan sehingga akan lebih mengerti mengolah makanan
dengan baik. Selain itu pendidikan yang tidak terlalu rendah yaitu SMA tidak menutup kemungkinan pengelola kantin akan memiliki pengetahuan yang baik selain
penyuluhan dari sekolah, informasi dari televisi atau media lain juga dapat diperoleh pengelola kantin. Hal ini sesuai dengan penelitian Siska Ristiana M 2009 yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku sarapan dan status gizi anak sekolah.
Universitas Sumatera Utara
61
Pengetahuan yang tidak terlalu baik sedang seperti mengetahui perlunya memakai penjepit makanan atau alas tangan terdapat sebanyak 53 responden dengan
alasan makan dapat tercemar . Pada umumnya tidak sesuai dengan observasi secara langsung yaitu terdapat 34 orang yang mengambil makanan tanpa alas tangan dan
penjepit makanan. Hal ini di karenakan pengelola kantin tidak mengetahui secara menyeluruh mengapa hal tersebut dilarang dan apa yang menyebabkannya dapat
terkontaminasi sehingga masih diperlukan penyuluhan tentang sanitasi agar lebih menambah pengetahuan pengelola kantin sehingga dapat melaksanakannya saat
mengolah makanan di kantin.
5.1.4. Sikap Pengelola Kantin terhadap Sanitasi Kantin
Sikap yang dinilai merupakan respon dari pengelola kantin pada hal-hal yang harusnya dilakukan dan tidak dilakukan pada saat pengolah makanan.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh ada hubungan yang bermakna antara Sikap Pengelola Kantin dengan Sanitasi Kantin yaitu dari 33 responden dengan Sikap
baik terdapat 22 kantin yang memenuhi syarat dan 11 kantin yang tidak memenuhi syarat. Dari 23 responden Sikap sedang terdapat 2 kantin yang memenuhi syarat dan
21 kantin tidak memenuhi syarat. Sedangkan untuk responden dengan penilaian pengetahuan kurang tidak ada.
Sikap baik dan sedang dapat dipengaruhi oleh pengalaman langsung yang dialami individu terhadap sesuatu hal dan sikap tidak dibawa sejak lahir tetapi
dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman individu sepanjang perkembangan selama hidupnya. Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan
dan emosi akan memegang peranan penting. Setelah seseorang mengetahui objek atau
Universitas Sumatera Utara
62
stimulus, proses selanjutnya adalah memliki atau bersikap terhadap stimulus atau objek tersebut Notoatmodjo, 2007.
Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa pengelola kantin sebagian besar sudah setuju untuk menerapkan prinsip-prinsip yang benar dalam mengolah makanan.
Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, pengelola kantin banyak yang menghiraukan hal tersebut. Salah satu alasan yang dikemukakan adalah karena tidak mau repot dalam
mengolah makanan seperti pada pernyataan harus memakai tutup kepala, clemek dan alas tangan atau penjepit untuk mengambil makanan ada beberapa responden yang
tidak setuju. Keharusan memakai clemek dan tutup kepala pada saat mengolah makanan
ada terdapat 31 orang yang tidak setuju. Selain itu terdapat 28 responden yang tidak setuju menggunakan penjepit atau alas tangan dalam mengambil makanan dengan
alasan tidak terbiasa dan tidak mengganggu itu sebagai suatu perilaku yang berisiko mencemari makanan.
Sikap yang baik dari pengelola kantin akan mempermudah mereka mengaplikasikan sikap tersebut dalam tindakan jika ditambah dengan usaha sekolah
memberi pengetahuan kepada pengelola kantin karena secara umum pengelola kantin merupakan ibu rumah tangga dan sudah lama 5-10 tahun mengelola kantin di
sekolah sehingga sudah mengganggap kantin sekolah adalah dapur kedua setelah dapur rumah mereka. Seperti dalam penelitian Wulandari Meikawati 2010 yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan praktek hygiene dan sanitasi makanan dan berpola linier positif. Dapat diartikan semakin baik
Universitas Sumatera Utara
63
sikap tentang hygiene dan sanitasi makanan semakin baik pula prakteknya dalam hygiene dan sanitasi makanan.
Pengelola kantin yang sudah memiliki sikap yang baik tentang sanitasi, sudah mengaplikasikannya pada tindakan yang bersih dan sehat dalam mengolah makanan.
Sikap seseorang juga dipengaruhi oleh keyakinan seperti yang terjadi di salah satu negara berkembang, dimana menurut keyakinan kebanyakan orang diare bukanlah
gejala penyakit dengan konsekuensi yang berat bagi kesehatan melainkan masalah kesehatan yang terjadi secara alami. Masyarakat juga mengabaikan peranan makanan
dalam penularan penyakit diare dan banyak diantaranya yang mengaitkan penyakit tersebut dengan faktor lain seperti salah cerna, tumbuh gigi atau “terkena santet”
Widyastuti, 2005. Untuk itu, perlu diadakannya penyuluhan yang rutin tentang sanitasi agar pengelola kantin dapat memiliki sikap yang baik dalam mengelola
kantin secara bersih dan sehat.
5.1.5. Sanitasi Kantin Sekolah Dasar Negeri di Kota Binjai
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, Kantin yang berada di 56 Sekolah Dasar Negeri di Kota Binjai terdapat 24 kantin yang memenuhi syarat dan
yang tidak memenuhi syarat sebanyak 32 kantin.
Sanitasi kantin yang dinilai pada 56 SDN di Kota Binjai, dengan menggunakan lembar observasi yang terdiri dari lokasi dan keadaan bangunan kantin,
yaitu kebersihan lantai, dinding, ventilasi, pencahayaan, atap, langit-langit serta pintu. Selain itu, fasilitas sanitasi yang terdapat di kantin sekolah mulai dari air bersih,
tempat pencucian, tempat sampah dan pembuangan limbah. Penilaian selanjutnya
Universitas Sumatera Utara
64
pada kebersihan dapur dan ruang makan di kantin serta bagaimana tindakan yang yang dilakukan pengelola kantin pada saat berjualan.
Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang dilakukan untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu
atau merusak kesehatan mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat makanan tersebut
siap untuk dikonsumsi Sumantri, 2010. Kantin yang belum memenuhi syarat , secara umum tidak berbentuk suatu
bangunan yang kokoh atau permanen, sebagian ada yang menempel didinding samping sekolah, dan ada juga yang memanfaatkan teras sekolah sebagai kantin.
Hal ini seharusnya sudah mendapatkan pengawasan dari pihak sekolah yang dapat mengadakan ruangan khusus untuk kantin sekolah. Selain itu sebagai
pembinaan untuk pengelola kantin, sekolah juga seharusnya dapat mengadakan poster atau pesan-pesan tentang sanitasi yang ditempelkan pada dinding kantin sehingga
pengelola kantin dapat mengetahui dan akan mengaplikasikannya saat mengolah makanan karena pengetahuan dan sikap sangat berpengaruh pada bagaimana
pengelola kantin mengelola kantinnya. Berdasarkan penelitian, dari 32 kantin yang belum memenuhi syarat tidak satupun kantin yang memiliki poster tersebut sehingga
dapat berpengaruh juga pada pengetahuan dan sikap pengelola kantin dalam memahami bagaimana higiene dan sanitasi makanan di kantin.
Berdasarkan hasil penelitian, pada umumnya kantin tidak berada pada jarak 100 m dari sumber pencemaran seperti debu. Ini terlihat dari posisi kantin yang
secara umum terletak di dalam sekolah dan jauh dari pasar. Bangunan kantin untuk
Universitas Sumatera Utara
65
kantin yang sudah memenuhi syarat sudah menunjukkan kelaikan sebagai tempat pengolahan dan ruang makan yang ditunjukkan dengan bangunan yang kokoh,
terpisah dari tempat tinggal serta permanen. Walaupun tidak semua kantin yang memenuhi syarat memiliki pintu yang rapat tikus dan serangga tetapi dengan kondisi
kantin yang selalu dijaga bersih tidak akan mengundang datangnya serangga dan tikus.
Kantin sekolah yang dinilai belum memenuhi syarat pada umumnya tidak memiliki fasilitas sanitasi seperti toilet, tempat air cuci tangan, tempat pencuci piring,
dan tempat pencuci bahan. Keadaan kantin pun tidak menunjukkan kelaikan seperti tidak memiliki dinding, atap, langit-langit serta pintu. kantin terbuka dan tidak
terdapat pemisahan antara dapur dengan ruang makan. Dalam pengolahan makanan, tindakan pengelola kantin yang terbanyak adalah
tidak menyimpan bahan makanan dengan benar karena secara umum kantin yang ada di sekolah belum mempunyai gudang khusus penyimpanan bahan makanan. Pada saat
pengambilan makanan hampir semua pengelola kantin tidak menggunakan alas tangan atau alat khusus. Dalam penyajian makanan juga yang terbanyak adalah tidak
menyajikan makanan dalam kondisi hangat yang dikarenakan mereka mengolah makanan di rumah mereka untuk kemudian di bawa ke sekolah sehingga tidak ada
lagi proses pemanasan makanan. Tempat penyimpanan makanan juga masih ada yang belum memenuhi syarat,
beberapa pengelola kantin meletakkan makanan diatas meja dan tidak bertutup. Sehingga akan menimbulkan makanan dihinggapi lalat.
Universitas Sumatera Utara
66
Diantara kantin sekolah yang memenuhi syarat, terdapat beberapa yang telah mendapat pengawasan khusus dari pihak sekolah dan pembinaan langsung tentang
bagaimana seharusnya mengelola kantin sehat untuk murid-murid Sekolah Dasar. Seperti yang dilakukan oleh SDN 026602 dan SDN 024772 yang sangat
memperhatikan sanitasi kantin di sekolahnya. Kondisi kantin dengan bangunan permanen, bersih dan pengelola kantin yang mengerti serta melaksanakan perilaku
hygiene dalam mengolah makanan serta diperhatikan langsung oleh Kepala Sekolah yang secara rutin memeriksa kebersihan dan memberikan penyuluhan tentang
Hygiene Sanitasi membuat SDN tersebut memiliki kantin sehat dan menjadi percontohan.
Universitas Sumatera Utara
67
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN