Higiene Sanitasi Dasar Serta Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Penjual Terhadap Kepadatan Lalat Pada Kantin Sekolah Di Kecamatan Sidamanik Tahun 2015

(1)

HIGIENE SANITASI DASAR SERTA PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PENJUAL TERHADAP KEPADATAN LALAT PADA

KANTIN SEKOLAH DI KECAMATAN SIDAMANIK TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH JULHIJA NIM. 111000008

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

HIGIENE SANITASI DASAR SERTA PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PENJUAL TERHADAP KEPADATAN LALAT PADA

KANTIN SEKOLAH DI KECAMATAN SIDAMANIK TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH JULHIJA NIM. 111000008

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul:

HIGIENE SANITASI DASAR SERTA PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PENJUAL TERHADAP KEPADATAN LALAT PADA

KANTN SEKOLAH DI KECAMATAN SIDAMANIK TAHUN 2015

Yang disiapkan dan dipertahankan Oleh JULHIJA

NIM. 111000008 Disahkan Oleh: Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Prof. Dr.Dra. Irnawati Marsaulina, MS) (Dra. Nurmaini, MKM. Ph.D)

NIP. 196501091994032002 NIP. 196505011993032001

Medan, Juli 2015 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) NIP. 196108311989031001


(4)

ABSTRAK

Kesehatan lingkungan sekolah merupakan syarat sekolah sehat. Upaya penyelenggaraan kesehatan lingkungan sekolah salah satunya adalah kantin sekolah. Kantin sekolah adalah tempat usaha komersial yang menyediakan makanan dan minuman bagi para murid, guru dan staf pegawai. Kantin harus memenuhi syarat hygiene dan sanitasi. Higiene Sanitasi dasar kantin sebagai sarana minimum penyediaan lingkungan sehat agar dapat mencegah datangnya vektor penyakit seperti lalat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui higiene sanitasi dasar serta pengetahuan, sikap dan tindakan penjual terhadap kepadatan lalat pada kantin sekolah di Kecamatan Sidamanik.

Penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui higiene sanitasi dasar serta pengetahuan, sikap dan tindakan penjual terhadap kepadatan lalat pada kantin sekolah. Penelitian dilakukan bulan Maret-Juli 2015. Populasi penelitian ini terdiri dari subjek yaitu pemilik kantin sebanyak 44 orang dan objek yaitu kantin sebanyak 44 kantin sekolah di Kecamatan Sidamanik. Sampel yang diambil adalah sampel objek yaitu total populasi objek sebanyak 44 kantin sekolah dan sampel subjek yaitu seluruh pemilik kantin sekolah sebanyak 44 orang pemilik kantin. Pengambilan data menggunakan lembar observasi, kuesioner dan fly grill untuk mengukur kepadatan lalat.

Hasil penelitian menunjukkan seluruh higiene sanitasi dasar kantin sekolah tidak memenuhi syarat. Hal ini disebabkan karena sarana sanitasi dasar tidak semua dimiliki oleh kantin sekolah dan kriteria higiene sanitasi dasar tidak sesuai dengan syarat higiene dan sanitasi. Pengetahuan penjual terhadap kepadatan lalat baik (43,2%), sikap penjual terhadap kepadatan lalat baik (70,5%), dan tindakan penjual terhadap kepadatan lalat rendah (65,9%). Tingkat kepadatan lalat pada kantin sekolah baik sumber air bersih kantin, jamban dan SPAL telah memenuhi syarat. Di dekat etalase dan tempat sampah kantin tergolong rendah yaitu < 2 ekor dan di meja makan kantin tergolong rendah 29,5% dan sedang 2,3%.

Diharapkan pemilik kantin sekolah agar dapat meningkatkan sarana sanitasi dasar dan pengendalian terhadap tempat-tempat perindukan lalat agar tercipta kantin sehat dan memenuhi syarat kantin sekolah.

Kata Kunci: Sanitasi dasar kantin, Kepadatan lalat, Pengetahuan, sikap dan tindakan penjual


(5)

ABSTRACT

School hygiene and sanitation is a requisite for healthy school. One of the implementation for healthy school is canteen. Canteen is a comercial place which suplly food and drink for students, teachers and other official. Canteen must accordence requirements of hygiene and sanitation. Basic sanitation of Canteen as a minimum media to supply healthy environment s that can prevented the disease vector such as flies.

The purpose of this research is to know the basic of hygiene and sanitation canteen school, knowledge, attitude and action of the seller with the density of housefly population in canteen school.

This is a descriptive research, to know the basic of hygiene and sanitation canteen school, knowledge, attitude and action of the seller with the density of housefly population in canteen. This research did on march – juli 2015. The populations of research are 44 owners as subject population and 44 canteens school as object population. The sample are all of population. There are 44 owners of canteen as subject sample and 44 canteens school as object sample. The data is taken by observation sheet of check list, quisioner and fly grill to count density of housefly population.

From this research we can see that all of the basic of hygiene and sanitation canteen school is not accordance requeirements. Because many canteen school still don’t have basic sanitation and the criteria of basic sanitation hasn’t been accordance requirement of hygiene and sanitation. The seller knowledge to the density of housefly population is ‘’good’’ (43,2%). The seller attitude to the density of housefly population is ‘’good’’ (70,5%), and action of seller to the density of housefly population is ‘’low’’ (65,9%). The density of housefly population in new water resources of canteen, near etalase and latrine has been requalified. The place of rubish is ‘’low’’ < 2 flies and on the dining tables are ‘’low’’ 29,5% and ‘’medium’’ 2,3%.

Hopely the owner of canteen school can increase the basic of hygiene and sanitation and control to the favorite places of flies that create healthy canteen and accordence requirements of canteen school.

Keyword: Basic sanitation of canteen, Density of housefly population, Knowladge, attitude, and action of the seller


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Julhija

Tempat Lahir : Sidamanik Tanggal Lahir : 10 Juni 1993 Suku Bangsa : Jawa

Agama : Islam

Nama Ayah : Suheri Suku Bangsa Ayah : Jawa

Nama Ibu : Tumina

Suku bangsa Ibu : Jawa Pendidikan Formal

1. TK/Tamat Tahun : TK Tunas Mekar Sidamanik/1997-1999

2. SD/Tamat Tahun : SD Negeri 091428 Afd. A Sidamanik/1999-2005 3. SLTP/Tamat Tahun : SMP Negeri 1 Sidamanik/2005-2008

4. SLTA/Tamat Tahun : SMA Negeri 1 Sidamanik/2008-2011 5. Akademi/Tamat Tahun : Fakultas Kesehatan Masyarakat


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, rasa syukur saya kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Higiene Sanitasi Dasar serta Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penjual Terhadap Kepadatan Lalat pada Kantin Sekolah di Kecamatan Sidamanik Tahun 2015. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, saya banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Pada kesempatan ini saya menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda Suheri, Ibunda Tumina tercinta, Abang, Kakak dan Adik saya tercinta yang selalu memberi doa, dukungan, dan mendidik dengan kasih sayang sehingga saya akhirnya menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS selaku dosen pembimbing I dan Dra. Nurmaini, MKM. Ph.D selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.


(8)

5. dr. Taufik Ashar, MKM selaku penguji I dan dr. Devi Nuraini Santi, MKes selaku penguji II yang telah memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. dr. Heldy B.Z MPH selaku dosen penasehat akademi yang telah membimbing dan memberikan motivasi saya selama perkuliahan di FKM USU.

7. Seluruh dosen dan staf pegawai FKM USU, Peminatan Kesehatan Lingkungan yang telah membantu saya, saya mengucapkan terimakasih setinggi-tingginya.

8. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Pendidikan Kecamatan Sidamanik yang telah membantu saya selama melaksanakan penelitian. 9. Staf pegawai Puskesmas Sarimatondang Kecamatan Sidamanik yang telah

membantu saya selama melaksanakan penelitian.

10. Sahabat-sahabat saya Alfi Kurniati, Zulia Avriska, Lindra Yeni Sukma, dan Shella Elvandari yang telah memberikan saran, perhatian, dukungan, dan semangat selama masa perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini.

11. Seluruh teman-teman stambuk 2011 khususnya Departemen Kesehatan Lingkungan FKM USU yang telah berjuang bersama-sama selama masa perkuliahan serta semua pihak yang telah berperan dalam membantu saya menyelesaikan skripsi ini.

Saya menyadari dalam skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

Medan, Juli 2015


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

IDENTITAS MAHASISWA ... iv

KATA PENGANTAR ...v

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR GAMBAR ...xii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Kantin Sehat ... 8

2.2 Pengertian Higiene Sanitasi Dasar ... 13

2.2.1 Penyediaan Air Bersih ... 14

2.2.1.1 Syarat Kualitas Air Bersih ... 15

2.2.1.2 Sumber Air Bersih ... 16

2.2.1.3 Sarana Penyediaan Air Bersih ... 18

2.2.1.4 Pengaruh Air Terhadap Kesehatan ... 19

2.2.2 Pembuangan Tinja (Jamban) ... 21

2.2.2.1 Syarat Jamban Sehat ... 22

2.2.2.2 Jenis-jenis Jamban ... 23

2.2.3 Pengelolaan Sampah(Tempat Sampah) ... 25

2.2.3.1 Sumber Sampah ... 25

2.2.3.2 Jenis-Jenis Sampah ... 27

2.2.3.3 Pengelolaan Sampah ... 29

2.2.3.4 Pengaruh Sampah Terhadap Kesehatan ... 34

2.2.4 Pembuangan Air Limbah ... 35

2.2.4.1 Sumber Air Limbah ... 36

2.2.4.2 Syarat Sehat SPAL ... 36

2.2.4.3 Dampak Pembuangan Air Limbah ... 37

2.2.4.4 Cara Pembuangan Air Limbah ... 38

2.3 Pengetahuan ... 39


(10)

2.5 Tindakan ... 43

2.6 Lalat ... 44

2.6.1 Klasifikasi Lalat ... 45

2.6.2 Morfologi Lalat ... 49

2.6.3 Siklus Hidup Lalat ... 49

2.6.4 Pola Hidup Lalat ... 50

2.6.4.1 Kebiasaan Makan ... 50

2.6.4.2 Tempat Perindukan ... 51

2.6.4.3 Ekologi Lalat Dewasa ... 51

2.6.5 Hubungan Lalat Dengan Kesehatan ... 53

2.6.6 Kepadatan Lalat ... 54

2.6.7 Pengendalian Kepadatan Lalat ... 57

2.6.7.1 Perbaikan Higiene dan Sanitasi Lingkungan ... 57

2.6.7.2 Pengendalian secara Fisik ... 57

2.6.7.3 Pengendalian secara Kimia ... 59

2.6.7.4 Pengendalian secara Biologi ... 60

2.7 Kerangka Konsep ... 61

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 62

3.1 Jenis Penelitian ... 62

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 62

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 62

3.2.2 Waktu Penelitian ... 62

3.3 Populasi dan Sampel ... 62

3.3.1 Populasi ... 62

3.3.2 Sampel ... 62

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 63

3.4.1 Data Primer ... 63

3.4.2 Data Sekunder ... 63

3.5 Defenisi Operasional ... 63

3.6 Aspek Pengukuran ... 65

3.7 Alat dan Bahan Penelitian ... 68

3.7.1 Alat Penelitian ... 68

3.7.2 Bahan Penelitian ... 68

3.8 Cara Kerja Penelitian ... 68

3.9 Metode Analisis Data ... 68

BAB IVHASIL PENELITIAN ... 69

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 69

4.2 Karakteristik Responden ... 72

4.2.1 Umur ... 72

4.2.2 Jenis Kelamin ... 72

4.2.3 Pendidikan ... 73

4.2.4 Masa Kerja ... 73

4.3 Hasil Penelitian Sanitasi Dasar ... 74

4.3.1 Jenis Kantin ... 74

4.3.2 Kantin dan Sarana Prasarana ... 74


(11)

4.4 Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindaan ... 77

4.4.1 Tingkat Pengetahun ... 77

4.4.2 Tingkat Sikap ... 79

4.4.3 Tingkat Tindakan ... 82

4.5 Kepadatan Lalat ... 84

4.5.1 Kepadatan Lalat di Dekat Etalase ... 84

4.5.2 Kepadatan Lalat di Meja Makan ... 85

4.5.3 Kepadatan Lalat di Sumber Air Bersih ... 86

4.5.4 Kepadatan Lalat di Jamban ... 86

4.5.5 Kepadatan Lalat di SPAL ... 86

4.5.6 Kepadatan Lalat di Tempat Sampah ... 86

BAB V PEMBAHASAN ... 88

5.1 Sanitasi Dasar Kantin ... 88

5.2 Pengetahuan, Sikap dan Tindakan ... 90

5.2.1 Pengetahuan ... 90

5.2.2 Sikap ... 92

5.2.3 Tindakan ... 93

5.3 Kepadatan Lalat ... 94

BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN ... 97

6.1 Kesimpulan ... 97

6.2 Saran ... 97


(12)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Tabel 4.1 Distribusi Kantin Sekolah di Kecamatan Sidamanik Tahun

2015 ... 70 2. Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Umur yang Berjualan pada

Kantin Sekolah Di Kecamatan Sidamanik Tahun 2015 ... 72 3. Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin yang Berjualan

pada Kantin Sekolah Di Kecamatan Sidamanik Tahun

2015 ... 72 4. Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Pendidikan yang Berjualan pada

Kantin Sekolah Di Kecamatan Sidamanik Tahun 2015 ... 73 5. Tabel 4.5 Distribusi Responden Menurut Masa Kerja yang Berjualan pada

Kantin Sekolah Di Kecamatan Sidamanik Tahun 2015 ... 73 6. Tabel 4.6 Distribusi Kantin Menurut Jenis Kantin pada Kantin Sekolah

Di Kecamatan Sidamanik Tahun 2015 ... 74 7. Tabel 4.7 Distribusi Kantin Menurut Ketersedian Sarana dan Prasarana

pada Kantin Sekolah Di Kecamatan Sidamanik Tahun 2015 ... 74 8. Tabel 4.8 Hasil Observasi Sanitasi Dasar Kanti Sekolah di

Kecamatan Sidamanik Tahun 2015 ... 75 9. Tabel 4.9 Distribusi Kantin Sanitasi Dasar Kantin Sekolah Di

Kecamatan Sidamanik Tahun 2015 ... 76 10. Tabel 4.10 Hasil Kuesioner Pengetahun Penjual Terhadap Kepadatan Lalat

Pada Kantin Sekolah di Kecamatan Sidamanik Tahun 2015 .... 77 11. Tabel 4.11 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Terhadap

Kepadatan Lalat Pada Kantin Sekolah di Kecamatan Sidamanik

Tahun 2015 ... 79 12. Tabel 4.12 Hasil Kuesioner Sikap Penjual Terhadap Kepadattan Lalat Pada

Kantin Sekolah di Kecamatan Sidamani Tahun 2015 ... 79 13. Tabel 4.13 Distribusi Responden Menurut Sikap Terhadap Kepadatan


(13)

14. Tabel 4.14 Hasil Kuesioner Tindakan Penjual Terhadap Kepadatan Lalat Pada Kantin Sekolah di Kecamatan Sidamanik Tahun 2015 .... 82 15. Tabel 4.15 Distribusi Responden Menurut Tindakan Terhadap

Kepadatan Lalat Pada Kantin Sekolah di Kecamatan Sidamanik

Tahun 2015 ... 84 16. Tabel 4.16 Kepadatan Lalat di Dekat Etalase Dihitung dengan Fly Grill

Pada Kantin Sekolah Di Kecamatan Sidamanik Tahun 2015 .... 85 17. Tabel 4.17 Kepadatan Lalat di Meja Makan Dihitung dengan Fly Grill

Pada Kantin Sekolah Di Kecamatan Sidamanik Tahun 2015 ... 85 18. Tabel 4.18 Kepadatan Lalat di Tempat Sampah Dihitung dengan Fly Grill

Pada Kantin Sekolah Di Kecamatan Sidamanik Tahun 2015 ... 87


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Lampiran 1. Dummy Tabel Pencatatan Kepadatan Lalat ...103

2. Lampiran 2. Lembar Observasi ...104

3. Lampiran 3. Kuesioner ...103

4. Lampiran 4. Data Mentah ...113

5. Lampiran 5. Output Data ...125

6. Lampiran 6. Surat Permohonan Izin Penelitian ...137

7. Lampiran 7. Surat Izin Penelitian UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Sidamanik 138 8. Lampiran 8. Surat Izin Penelitian Puskesmas Kecamatan Sidamanik ...139

9. Lampiran 9. Surat Keterangan Selesai Penelitian UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Sidamanik ...140

10. Lampiran 10. Surat Keterangan Selesai Penelitian di Puskesmas Sarimatondang Kecamatan Sidamanik ...141


(16)

ABSTRAK

Kesehatan lingkungan sekolah merupakan syarat sekolah sehat. Upaya penyelenggaraan kesehatan lingkungan sekolah salah satunya adalah kantin sekolah. Kantin sekolah adalah tempat usaha komersial yang menyediakan makanan dan minuman bagi para murid, guru dan staf pegawai. Kantin harus memenuhi syarat hygiene dan sanitasi. Higiene Sanitasi dasar kantin sebagai sarana minimum penyediaan lingkungan sehat agar dapat mencegah datangnya vektor penyakit seperti lalat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui higiene sanitasi dasar serta pengetahuan, sikap dan tindakan penjual terhadap kepadatan lalat pada kantin sekolah di Kecamatan Sidamanik.

Penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui higiene sanitasi dasar serta pengetahuan, sikap dan tindakan penjual terhadap kepadatan lalat pada kantin sekolah. Penelitian dilakukan bulan Maret-Juli 2015. Populasi penelitian ini terdiri dari subjek yaitu pemilik kantin sebanyak 44 orang dan objek yaitu kantin sebanyak 44 kantin sekolah di Kecamatan Sidamanik. Sampel yang diambil adalah sampel objek yaitu total populasi objek sebanyak 44 kantin sekolah dan sampel subjek yaitu seluruh pemilik kantin sekolah sebanyak 44 orang pemilik kantin. Pengambilan data menggunakan lembar observasi, kuesioner dan fly grill untuk mengukur kepadatan lalat.

Hasil penelitian menunjukkan seluruh higiene sanitasi dasar kantin sekolah tidak memenuhi syarat. Hal ini disebabkan karena sarana sanitasi dasar tidak semua dimiliki oleh kantin sekolah dan kriteria higiene sanitasi dasar tidak sesuai dengan syarat higiene dan sanitasi. Pengetahuan penjual terhadap kepadatan lalat baik (43,2%), sikap penjual terhadap kepadatan lalat baik (70,5%), dan tindakan penjual terhadap kepadatan lalat rendah (65,9%). Tingkat kepadatan lalat pada kantin sekolah baik sumber air bersih kantin, jamban dan SPAL telah memenuhi syarat. Di dekat etalase dan tempat sampah kantin tergolong rendah yaitu < 2 ekor dan di meja makan kantin tergolong rendah 29,5% dan sedang 2,3%.

Diharapkan pemilik kantin sekolah agar dapat meningkatkan sarana sanitasi dasar dan pengendalian terhadap tempat-tempat perindukan lalat agar tercipta kantin sehat dan memenuhi syarat kantin sekolah.

Kata Kunci: Sanitasi dasar kantin, Kepadatan lalat, Pengetahuan, sikap dan tindakan penjual


(17)

ABSTRACT

School hygiene and sanitation is a requisite for healthy school. One of the implementation for healthy school is canteen. Canteen is a comercial place which suplly food and drink for students, teachers and other official. Canteen must accordence requirements of hygiene and sanitation. Basic sanitation of Canteen as a minimum media to supply healthy environment s that can prevented the disease vector such as flies.

The purpose of this research is to know the basic of hygiene and sanitation canteen school, knowledge, attitude and action of the seller with the density of housefly population in canteen school.

This is a descriptive research, to know the basic of hygiene and sanitation canteen school, knowledge, attitude and action of the seller with the density of housefly population in canteen. This research did on march – juli 2015. The populations of research are 44 owners as subject population and 44 canteens school as object population. The sample are all of population. There are 44 owners of canteen as subject sample and 44 canteens school as object sample. The data is taken by observation sheet of check list, quisioner and fly grill to count density of housefly population.

From this research we can see that all of the basic of hygiene and sanitation canteen school is not accordance requeirements. Because many canteen school still don’t have basic sanitation and the criteria of basic sanitation hasn’t been accordance requirement of hygiene and sanitation. The seller knowledge to the density of housefly population is ‘’good’’ (43,2%). The seller attitude to the density of housefly population is ‘’good’’ (70,5%), and action of seller to the density of housefly population is ‘’low’’ (65,9%). The density of housefly population in new water resources of canteen, near etalase and latrine has been requalified. The place of rubish is ‘’low’’ < 2 flies and on the dining tables are ‘’low’’ 29,5% and ‘’medium’’ 2,3%.

Hopely the owner of canteen school can increase the basic of hygiene and sanitation and control to the favorite places of flies that create healthy canteen and accordence requirements of canteen school.

Keyword: Basic sanitation of canteen, Density of housefly population, Knowladge, attitude, and action of the seller


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kesehatan lingkungan sekolah merupakan syarat sekolah sehat. Upaya penyelenggaraan kesehatan lingkungan sekolah telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1429/MENKES/SK/XII/2006 tentang pedoman penyelenggaraan kesehatan lingkungan sekolah. Salah satu upaya penyelenggaraan kesehatan lingkungan sekolah yaitu kantin sekolah yang merupakan salah satu ruang lingkup higiene dan sanitasi sekolah.

Kantin adalah tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya. Kantin merupakan salah satu bentuk fasilitas umum yang keberadaannya selain sebagai tempat untuk menjual makanan dan minuman juga sebagai tempat bertemunya segala macam masyarakat dalam hal ini siswa yang berada di lingkungan sekolah dengan segala penyakit yang mungkin dideritanya. Kantin sekolah menjadi salah satu indikasi kesehatan siswa dalam proses belajar mengajar (Depkes RI, 2003). Salah satu fungsi dari kantin adalah sebagai tempat memasak atau membuat makanan dan selanjutnya dihidangkan kepada konsumen, maka kantin dapat menjadi tempat menyebarnya segala penyakit yang medianya melalui makanan dan minuman. Dengan demikian makanan dan minuman yang dijual di kantin berpotensi menyebabkan penyakit bawaan makanan bila tidak dikelola dan ditangani dengan baik (Mukono, 2000).

Kantin sekolah mempunyai peranan penting dalam mewujudkan pesan-pesan kesehatan dan dapat menentukan perilaku makan siswa sehari-hari melalui penyediaan pangan jajanan di sekolah. Kantin sekolah dapat menyediakan makanan sebagai pengganti makan pagi dan makan siang di rumah serta camilan dan minuman yang sehat, aman dan bergizi. Keberadaan kantin sekolah memberikan peranan penting karena mampu menyediakan ± ¼ konsumsi makanan keluarga karena keberadaan peserta didik di sekolah yang cukup lama. Kantin sekolah sehat yang memenuhi standar kesehatan telah ditetapkan sebagai salah satu indikator sekolah sehat (Nuraida, 2009).


(19)

Persyaratan sanitasi kantin telah dijelaskan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang kelaikan higiene sanitasi pada rumah makan dan restoran. Persyaratan higiene sanitasi kantin yang harus memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan adalah fasilitas sanitasi seperti kualitas lingkungan dan faktor-faktor lingkungan fisik atau sanitasi dasar, sanitasi makanan, sanitasi peralatan dan penjamah makanan.

Sanitasi dasar terdiri dari penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah (tempat sampah). Untuk meningkatkan kesehatan lingkungan, sanitasi dasar merupakan sarana minimum yang diperlukan sebagai penyediaan lingkungan pemukiman sehat yang memenuhi syarat kesehatan (Azwar, 1995). Tidak hanya di pemukiman, kantin sekolah juga memerlukan sanitasi dasar yang harus dijaga kebersihannya agar dapat mencegah datangnya vektor penyakit, seperti lalat.

Lalat merupakan vektor mekanik yang dapat memindahkan mikroorganisme ke penyediaan makanan seperti kantin sekolah. Apabila kepadatan lalat tinggi, lalat dapat menularkan penyakit tifus abdominalis, disentri, kolera dan penyakit gangguan pencernaan lainnya. Sifat lalat yang suka dengan tempat-tempat yang kotor dan bau perlu diwaspadai sehingga perlu dilakukan sanitasi terhadap lingkungan kantin termasuk sanitasi dasar kantin sekolah (Sumantri, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian tentang sekolah sehat yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani Depdiknas Tahun 2007 pada 640 SD di provinsi yang diteliti, sebanyak 40% belum memiliki kantin. Sementara dari yang telah memiliki kantin (60%) sebanyak 84.30% kantinnya belum memenuhi syarat kesehatan. Selain itu banyak ditemukannya produk jajanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan, termasuk perilaku pengelola kantin yang tidak mencerminkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Penelitian Ardhiana (2011) mengenai sanitasi dasar kantin sekolah menengah atas (SMA) di Kecamatan Medan Barat Kota Medan menyebutkan penyediaan air bersih dan pembuangan air limbah telah memenuhi syarat kesehatan sedangkan jamban dan tempat pembuangan sampah tidak memenuhi syarat karena tidak


(20)

tersedianya sabun pada seluruh jamban pada kantin sekolah dan tidak adanya tutup pada tempat sampah. Untuk tingkat kepadatan lalat pada kantin SMA di Kecamatan Medan Barat Kota Medan ada yang tergolong tinggi dan rendah. Kepadatan lalat tertinggi terdapat pada tempat sampah yaitu sebanyak 7,8 di kantin SMA Laksamana Martadinata. Pada etalase kantin, kepadatan lalat tertinggi sebanyak 5,6 di kantin SMA NEGERI 3. Pada meja makan kantin, kepadatan lalat tertinggi sebanyak 7,6 di SMA Methodist 8. Pada jamban, kepadatan lalat tertinggi sebanyak 3,4 di SMA Methodist 5. Pada SPAL dan sumber air bersih kantin sekolah SMA di Kecamatan Medan Barat Kota Medan, kepadatan lalat rendah yaitu 0.

Penelitian yang dilakukan oleh Lady dkk. (2014) mengenai santasi dasar kantin dan tingkat kepadatan lalat pada kantin sekolah menengah pertama (SMP) di Kecamatan Tumpaan Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2014 yaitu secara keseluruhan, sanitasi dasar kantin SMP di Kecamatan Tumpaan belum memenuhi syarat dan tingkat kepadatan lalat pada kantin SMP berada dalam tingkat sedang sebanyak 75% dan tinggi sebanyak 25%.

Berdasarkan data referensi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2014), Kabupaten Simalungun memiliki 1223 sekolah yang terdiri dari 872 SD, 232 SMP/MTS, 80 SMA/MA, dan 39 SMK, dimana sekolah-sekolah tersebut tersebar dibeberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Simalungun, salah satunya di Kecamatan Sidamanik. Kecamatan Sidamanik memiliki banyak sekolah mulai dari Paud/TK, SD, SMP, SMA, serta SMK sebagai penunjang kesejahteraan masyarakatnya. Keberadaan sekolah berstatus negeri mendominasi di wilayah Kecamatan Sidamanik dibandingkan sekolah berstatus swasta. Jumlah sekolah sebanyak 43 sekolah terdiri dari 30 SD, 9 SMP, 2 SMA, dan 2 SMK.

Hasil observasi yang dilakukan peneliti pada beberapa sekolah yang ada di Kecamatan Sidamanik, masih banyak kantin sekolah yang sanitasi dasarnya tidak memenuhi syarat kesehatan. Seperti pewadahan sampah yang tidak tertutup, kotor dan tidak ada pemisahan antara sampah basah dan sampah kering. Terdapat kantin sekolah yang letaknya tidak jauh dengan toilet dan tempat pembuangan sampah sekolah. Hal ini dapat berperan sebagai faktor pendukung terciptanya tempat perkembangbiakan lalat yang dapat menularkan penyakit.


(21)

Perilaku penjamah makanan yang tidak menutup etalase makanannya juga memungkinkan terjadinya kontaminasi mikroorganisme oleh lalat. Karena tampak lalat berterbangan di sekitar tempat penyajian makanan dan lantai kantin. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh perilaku serta tingkat pengetahuan penjual makanan. Pengawasan dari pihak sekolah hanya sebatas kebersihan lingkungan sekolah saja yaitu memberitahu pihak kantin agar membersihkan sampah yang tercecer dari hasil samping kegiatan berjualan.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap higiene sanitasi dasar serta pengetahuan, sikap dan tindakan penjual terhadap kepadatan lalat pada kantin sekolah di Kecamatan Sidamanik.

1.2 Rumusan Masalah

Perilaku penjual pada kantin sekolah di Kecamatan Sidamanik masih ada yang kurang memperhatikan kebersihan kantinnya. Lalat yang tampak berterbangan dengan leluasa hinggap pada tempat penyajian makanan yang tidak ditutup. Kebiasaan tidak menutup etalase atau tempat penyajian makanan masih banyak dilakukan oleh penjual makanan pada kantin. Sanitasi dasar kantin juga masih ada yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Berdasarkan masalah tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana higiene sanitasi dasar serta pengetahuan, sikap, dan tindakan penjual terhadap kepadatan lalat pada kantin sekolah di Kecamatan Sidamanik tahun 2015.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui higiene sanitasi dasar serta pengetahuan, sikap, dan tindakan penjual terhadap kepadatan lalat pada kantin sekolah di Kecamatan Sidamanik tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui higiene sanitasi dasar kantin sekolah di Kecamatan Sidamanik.

2. Untuk mengetahui pengetahuan penjual terhadap kepadatan lalat pada kantin sekolah di Kecamatan Sidamanik.


(22)

3. Untuk mengetahui sikap penjual terhadap kepadatan lalat pada kantin sekolah di Kecamatan Sidamanik.

4. Untuk mengetahui tindakan penjual terhadap kepadatan lalat pada kantin sekolah di Kecamatan Sidamanik.

5. Untuk mengetahui tingkat kepadatan lalat pada kantin sekolah di Kecamatan Sidamanik.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi pihak pemerintah khususnya sektor kesehatan dan sektor pendidikan, diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dalam penyusunan program kantin sehat pada sekolah.

2. Bagi sekolah dan pemilik kantin diharapkan dapat menjadi informasi untuk meningkatkan higiene sanitasi dasar kantin.

3. Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam kegiatan penelitian ini.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kantin Sehat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kantin adalah ruang tempat menjual makanan dan minuman (di sekolah, di kantor, di asrama, dan sebagainya). Menurut Wikipedia, Kantin (dari bahasa Belanda: Kantine) adalah sebuah ruangan dalam sebuah gedung umum yang dapat digunakan untuk makan, baik makanan yang dibawa sendiri maupun yang dibeli disana.

Kantin adalah tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya. Kantin merupakan salah satu tempat untuk menjual makanan dan minuman juga sebagai tempat bertemunya masyarakat dalam hal ini siswa-siswi dan para guru (Depkes, RI, 2003).

Kantin sekolah dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu kantin dengan ruangan tertutup dan kantin dengan ruangan terbuka seperti di koridor atau di halaman sekolah. Meskipun kantin berada di ruang terbuka, namun ruang pengolahan dan tempat penyajian makanan harus dalam keadaan tertutup. Kedua jenis kantin ini harus memiliki sarana dan prasarana sebagai berikut: sumber air bersih, tempat penyimpanan, tempat pengolahan, tempat penyajian dan ruang makan, fasilitas sanitasi, perlengkapan kerja dan tempat pembuangan limbah (Nuraida, L. dkk, 2011).

Kantin dengan ruang tertutup harus mempunyai bangunan tetap dengan persyaratan tertentu, sedangkan ruang terbuka (koridor atau halaman) harus mempunyai tempat tertutup untuk persiapan dan pengolahan serta penyajian makanan dan minuman. Persyaratan bangunan untuk kantin dengan ruang tertutup adalah sebagai berikut (Nuraida, L. dkk, 2011):

a. Lantai kedap air, rata, halus tetapi tidak licin, kuat, dibuat miring sehingga mudah dibersihkan.

b. Dinding kedap air, rata, halus, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas, dan kuat sehingga mudah dibersihkan.


(24)

c. Langit-langi terbuat dari bahan tahan lama, tidak bocor, tidak berlubang-lubang, dan tidak mudah mengelupas serta mudah dibersihkan.

d. Pintu, jendela dan ventilasi kantin dibuat dari bahan tahan lama, tidak mudah pecah, rata, halus, dapat dibuka tutup dengan baik, dilengkapi dengan kasa yang dapat dilepas sehingga mudah dibersihkan.

e. Untuk ruang pengolahan dan penyajian serta tempat makan di ruang makan, lubang angin/ventilasi minimal 2 buah dengan luas keseluruhan lubang ventilasi 20% terhadap luas lantai harus tersedia.

Kantin dengan ruangan tertutup maupun terbuka harus mempunyai suplai air bersih yang cukup, baik untuk kebutuhan pengolahan maupun kebutuhan pencucian dan pembersihan. Air dapat diperoleh dari PAM maupun dari sumur. Untuk air yang digunakan memasak dan disimpan dalam ember, jangan kotori air dengan mencelupkan tangan. Gunakan gayung bertangkai panjang untuk mengeluarkan air dari ember/wadah air. Wadah air harus selalu tertutup. Air harus bebas dari mikroba dan bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan seseorang, tidak berwarna dan berbau. Air yang digunakan harus memenuhi syarat kualitas air bersih dan atau air minum. Air yang digunakan untuk memasak atau mencuci bahan pangan memenuhi persyaratan bahan baku air minum (Nuraida, L. dkk, 2011).

Ruang pengolahan atau persiapan makanan mempunyai persyaratan yang sama, baik untuk kantin terbuka maupun kantin ruang tertutup. Ruang pengolahan selalu dalam keadaan bersih dan terpisah dari ruang penyajian dan ruang makan. Ruang pengolahan atau persiapan makanan harus tertutup. Terdapat tempat/meja yang permanen dengan permukaan halus, tidak bercelah, dan mudah dibersihkan untuk pengolahan atau penyiapan makanan. Ruang pengolahan tidak berdesakan sehingga karyawan yang sedang bekerja dapat leluasa bergerak. Terdapat lapu penerangan yang cukup terang dan lampu penerangan tidak berada langsung di atas meja pengolahan makanan. Terdapat ventilasi yang cukup agar udara panas dan lembab di dalam ruangan pengolahan dapat dibuang keluar dan diganti dengan udara segar (Nuraida, L. dkk, 2011).


(25)

Kantin ruang tertutup maupun kantin ruang terbuka harus mempunyai tempat penyajian makanan seperti etalase atau lemari kaca yang memungkinkan konsumen dapat melihat makanan yang disajikan dengan jelas. Tempat penyajian makanan ini harus selalu tertutup untuk melindungi makanan dari debu, serangga dan binatang lain. Makanan camilan harus mempunyai tempat penyajian yang terpisah dari tempat penyajian makanan sepinggan. Makanan camilan yang dikemas dapat digantung atau ditempatkan dalam wadah yang terlindung dari sinar matahari langsung atau debu. Buah potong harus mempunyai tempat penyajian tersendiri dan dijaga kebersihannya, terhindar dari kontaminasi debu, serta sedapat mungkin dalam keadaan dingin/didinginkan (Nuraida, L. dkk, 2011). Kantin harus menyediakan meja dan kursi dalam jumlah cukup dan nyaman. Meja dan kursi harus selalu dalam keadaan bersih, tidak berdesakan sehingga setiap konsumen dapat leluasa bergerak. Permukaan meja harus mudah dibersihkan. Untuk kantin dalam ruang tertutup, ruang makan harus mempunyai ventilasi yang cukup. Untuk kantin yang menggunakan koridor, taman atau halaman sekolah sebagai tempat makan, tempat tersebut harus selalu dijaga kebersihannya, rindang (tidak terkena matahari langsung jika tidak ada atap), ada pertukaran udara, serta jauh dari tempat penampungan sampah, WC dan pembuangan limbah (minimal jarak 20 m) (Nuraida, L. dkk, 2011).

Tempat penyimpanan untuk kantin yang tertutup maupun kantin di ruang terbuka mempunyai persyaratan yang sama. Tempat penyimpanan bahan baku, makanan jadi yang akan disajikan, bahan bukan pangan dan peralatan disipan dalam tempat yang berbeda. Penyimpanan bahan baku dan produk pangan juga harus sesuai dengan suhu penyimpanan yang dianjurkan. Tempat penyimpanan harus terbebas dari bahan pencemar, serangga, tikus, kecoak dan bahan berbahaya lainnya yang tidak boleh disimpan di kantin. Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan (Nuraida, L. dkk, 2011).

Kondisi peralatan untuk pengolahan/persiapan makanan di kantin harus mudah dibersihkan, kuat dan tidak mudah berkarat, misalnya peralatan dari bahan tahan karat. Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan pangan harus halus, tidak bercelah, tidak mengelupas, dan tidak menyerap air (Nuraida, L. dkk, 2011).


(26)

Fasilitas sanitasi kantin mempunyai persyaratan yang sama, baik untuk kantin yang terbuka maupun kantin yang tertutup, yaitu (Nuraida, L. dkk, 2011): a. Tersedia bak cuci piring dan peralatan dengan air mengalir serta rak piring. b. Tersedia wastafel dengan sabun/detergen dan lap bersih atau tissue di tempat

makan dan di tempat pengolahan/persiapan makanan.

c. Tersedia suplai air yang cukup, baik untuk kebutuhan pengolahan maupun untuk kebutuhan pencucian dan pembersihan.

d. Tersedia alat cuci/pembersih yang terawatt baik seperti sapu lidi, sapu ijuk, selang air, kain lap, sikat pel, dan bahan pembersih seperti sabun/detergen dan bahan sanitasi.

Baik kantin terbuka maupun kantin yang tertutup mempunyai persyaratan pembuangan limbah yang sama antara lain (Nuraida, L. dkk, 2011):

a. Tempat sampah atau limbah padat di kantin harus tersedia dan jumlahnya cukup serta selalu tertutup.

b. Di dalam maupun di luar kantin harus bebas dari sampah. Jarak kantin dengan tempat penampungan sampah sementara minimal 20 meter.

c. Ada selokan atau saluran pembuangan air, termasuk air limbah dan berfungsi dengan baik serta mudah dibersihkan bila terjadi penyumbatan.

d. Terdapat lubang angin yang berfungsi untuk mengalirkan udara segar dan membuang limbah gas hasil pemasakan makanan.

Tempat penyimpanan uang di kasir juga harus memnuhi syarat karena uang merupakan sumber kontaminasi mikroba yang sering tidak disadari. Tempat penyimpanan uang haruus berada jauh dari etalase atau tempat penyajian makanan siap saji. Sebaiknya orang yang menerima pembayaran tidak merangkap sebagai pengolah atau penyaji makanan agar tidak terjadi pemindahan mikroba melalui uang (Nuraida, L. dkk, 2011).


(27)

Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia (widyati dan yuliarsih, 2002). Menurut Departemen Kesehatan RI (2003) higiene adalah upaya dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya, sedangkan menurut Azwar (1995), higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap manusia, upaya pencegahan timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan tersebut serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan.

Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia (widyati dan yuliarsih, 2002). Menurut Azwar (1995), sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan.

Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan. Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pengelolaan sampah (tempat sampah), dan pembuangan air limbah (SPAL) (Azwar, 1995).

2.2.1 Penyediaan Air Bersih

Penyediaan air merupakan salah satu kebutuhan utama bagi manusia untuk kalangsungan hidup dan menjadi faktor penentu dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia. Sumber daya air dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan antara lain, untuk kepentingan rumah tangga (domestik), industri, pertanian, perikanan dan saranan lain. Sesuai dengan kebutuhan akan air dan kemajuan teknologi, air permukaan dapat dimanfaatkan lebih luas lagi antara lain untuk sumber baku air minum dan air industri (Sumantri, 2010).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990, yang dimaksud air bersih adalah air bersih yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air bersih merupakan salah


(28)

satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat. Ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi setiap individu yang tinggal di perkotaan maupun di pedesaan.

2.2.1.1Syarat Kualitas Air Bersih

Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi syarat kontinuitas, kuantitas dan kualitas (Chandra, 2006) yaitu sebagai berikut:

1. Syarat Kuantitas

Syarat kuantitas adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Semakin banyak aktifitas yang dilakukan makan kebutuhan air akan semakin besar.

2. Syarat Kualitas

Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kima dan mikrobiologis yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air (Slamet, 2007).

a. Parameter fisik

Air yang memenuhi persyaratan fisik adalah air yang tidak berbau, jumlah zat padat terlarut (TDS) yang terdiri dari zat organik, garam organik, dan gas terlarut harus rendah, tidak keruh atau jernih, tidak memberi rasa atau tawar, suhu air sebaiknya di bawah suhu udara dan air tidak berwarna. Hal ini untuk menjaga estetis dan mencegah berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna. b. Parameter Kimia

Air yang memenuhi persyaratan kimia adalah air yang tidak mengandung zat kimia organik (seperti BOD) dan anorganik (seperti flourida, khlorida, besi, mangan, nitrit, natrium dan sebagainya) yang berlebihan karena dapat membahayakan kesehatan. Selain itu, pH atau derajat keasaman air dalam keadaan netral, tidak asam atau basa, karena jika pH tidak netral dapat melarutkan berbagai elemen kimia yang dilaluinya serta untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan distribusi air.


(29)

Sinar alpha, beta, dan gamma memiliki perbedaan dalam kemampuan menembus jaringan tubuh. Kerusakan dapat berupa kematian dan perubahan komposisi genetik. Perubahan genetis dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker dan mutasi. Sehingga air yang baik adalah air yang tidak terpapar oleh radioaktivitas.

d. Parameter Mikrobiologis

Parameter mikrobiologis dalam air adalah koliform tinja dan total koliform yaitu sebagai indikator berbagai macam mikroba yang dapat berupa parasit, bakteri pathogen dan virus. Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri. Jumlah dan jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari bakteri pathogen agar tidak mengganggu kesehatan.

2.2.1.2Sumber Air Bersih

Air yang berada dipermukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu sebagai berikut (Sumantri, 2010):

1) Air Angkasa (Hujan)

Air angkasa atau air hujan merupakan sumber air utama di bumi. Air hujan adalah penyubliman awan/uap air menjadi air bumi yang ketika turun dan melalui udara akan melarutkan benda-benda yang terdapat di udara, seperti: Gas (O2, CO2, H2 dan lain-lain), jasad-jasad renik, dan debu. Air hujan cenderung mengalami pencemaran ketika berada diatmosfer.

2) Air Permukaan

Air permukaan meliputi badan-badan air semacam sungai, danau telaga, wadu, rawa, air terjun dan sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Kemudian air hujan akan mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah maupun lainnya. Dibandingkan dengan yang lainnya, air permukaan adalah air yang paling tercemar akibat kegiatan manusia, fauna, flora dan zat-zat lain.

Untuk penggunaan air permukaan sebagai air bersih dalam aktivitas sehari-hari membutuhkan purifikasi bakterial kecuali air terjun karena air tersebut


(30)

sebelumnya sudah dibendung oleh alam dan jatuh secara gravitasi sehingga air tidak tercemar. Sedangkan air laut yang mengandung kadar garam yang tinggi jika digunakan untuk air minum, air ini harus menjalani proses ion-exchange.

3) Air Tanah

Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah. Dalam perjalanannya ke bawah tanah, air tanah akan menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan air permukaan.

Air tanah dibedakan atas dua macam, air lapisan (layer water) dan air celah (fissure water). Air lapisan adalah air yang terdapat di dalam ruang antara butir-butir tanah. Air celah adalah air yang terdapat di dalam retak retak di dalam tanah.

2.2.1.3Sarana Penyediaan Air Bersih

Sarana penyediaan air bersih adalah bangunan beserta peralatannya yang menghasilkan, menyediakan dan mendistribusikan air tersebut kepada masyarakat. Ada beberapa jenis sarana penyediaan air bersih yang digunakan masyarakat untuk menampung atau untuk mendapatkan air bagi kebutuhan sehari-hari, yaitu sebagai berikut ini (Sanropie, 1984):

1) Sumur Gali (SGL)

Sumur gali merupakan sarana penyediaan air bersih yang mudah dijumpai di masyarakat karena merupakan sarana air bersih yang mudah sekali dalam pembuatannya, walaupun demikian sumur gali harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Jaraknya paling sedikit 10 meter dari sumber pencemaran (TPS, tempat penampugan tinja, tempat tergenangnya air kotoran).

b. Dinding sumur sedalam 3 meter dari permukaan tanah harus ditembok atau kedap air.

c. Harus ada saluran pembuangan air limbah.


(31)

e. Mempunyai dinding sumur setinggi ±80 cm. f. Tali dan timba tidak boleh terletak dilantai. 2) Penampungan Air Hujan (PAH)

Penampungan air hujan adalah sarana penyedian air bersih yang digunakan untuk menampung air hujan sebagai persediaan air bersih dan pengadaan air bersih. 3) Sumur Pompa

Sumur pompa adalah sarana penyediaan air bersih yang digunakan untuk menaikkan air dari sumur dengan menggunakan pompa air, baik itu pompa tangan maupun pompa listrik. Ada beberapa jenis sumur pompa, yaitu:

a. Sumur pompa tangan dangal (SPTDK) yaitu sumur yang dilengkapi dengan pompa tangan, kedalaman sumur 7 meter.

b. Sumur pompa tangan sedang yaitu sumur yang dilengkapi dengan pompa tangan, kedalaman sumur 7-20 meter.

c. Sumur pompa tangan dalam yaitu sumur yang dilengkapi dengan pompa dengan kedalaman sumur 20-30 meter.

4) Ledeng atau Perpipaan (PDAM)

Ledeng atau perpipaan adalah sarana penyediaan air bersih yang menggunakan jaringan pipa.

2.2.1.4Pengaruh Air Terhadap Kesehatan

Secara khusus, pengaruh air terhadap kesehatan dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh yang timbul akibat pendayagunaan air yang dapat menurunkan kesejahteraan manusia. Sebagai contoh, pengotoran badan-badan air dengan zat-zat kimia yang dapat menurunkan kadar oksigen terlarut, zat-zat kimia tidak beracun yang sukar diuraikan secara alamiah dan menyebabkan masalah khusus seperti kekeruhan akibat adanya zat-zat tersuspensi dan estetika (Slamet, 2002).


(32)

Pengaruh langsung terhadap kesehatan tergantung sekali pada kualitas air, karena air dapat menularkan penyakit. Mekanisme penularan penyakit terbagi menjadi empat, yaitu sebagai berikut (Sumantri, 2010):

1) Waterborne mechanism

Di dalam mekanisme ini, kuman pathogen dalam air yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini antara lain kolera, disentri basiler, tifoid, hepatitis viral, dan poliomyelitis.

2) Waterwash mechanism

Mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan dan perseorangan. Ada tida cara penularan, yaitu:

a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak. b. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti scabies dan trachoma. c. Penularan melalui binatang pengerat, seperti leptospirosis. 3) Water-based mechanism

Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agen penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai intermediate host yang hidup di dalam air. Contohnya schistosomiasis.

4) Water related insect water mechanism

Agen penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air. Contohnya adalah filariasis, dengue, malaria, dam yellow fever. 2.2.2 Pembuangan Tinja (Jamban)

Pembuangan tinja yang merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendesak. Pembuangan tinja yang tidak layak pada tempatnya dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat, karena tinja dapat


(33)

mengandung mikroba pathogen yang dapat menjadi penyebab penyakit bawaan (Widyati dan Yuliarsih, 2002).

Gambar 1. Skema penyebaran penyakit yang bersumber dari faeces

Dari skema tersebut tampak jelas bahwa peranan tinja dalam penyebaran penyakit sangat besar. Di samping dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, air tanah dan serangga (lalat, kecoak, dan sebagainya) dan bagian tubuh kita dapat terkotaminasi oleh tinja tersebut. Benda-benda yang telah terkontaminasi oleh tinja dari seseorang yang sudah menderita penyakit tertentu ini, sudah tentu merupakan penyebab penyakit bagi orang lain. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain: tipus, disentri, kolera, schistosomiasis dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

2.2.2.1Syarat Jamban Sehat

Untuk mencegah terjadinya transmisi/pemindahan penyakit, perlu dilakukan isolasi tinja sedini mungkin. Tinja harus dibuang dalam jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut (Sumantri, 2010):

1) Tidak mengotori permukaan tanah dan di sekeliling jamban 2) Tidak mengotori air pemukaan di sekitarnya

3) Tidak mengotori air tanah di sekitarnya Tinja

Air

Tangan

Tanah Lalat

Makanan Minuman Sayur-mayur

dsb

Mati

Sakit Penjamu


(34)

4) Tidak dapat terjangkau dan tidak menjadi tempat perindukan oleh vektor seperti lalat, kecoak dan binatang-binatang lainnya

5) Tidak menimbulkan bau 6) Jamban berjenis leher angsa 7) Mudah dibersihkan dan dipelihara 8) Tersedia air pembersih yang cukup

Pengelolaan ekskreta dapat dilakukan pada on-site, off site, atau community on-site. Pada pengelolaan on-site, ekskreta ditampung dan diolah pada jamban yang berada disekitar rumah. Pada pengolahan off-site, ekskreta dialirkan ke tempat pengolahan untuk mengalami pengolahan selanjutnya. Adapun pada community on-site, pengolahan ekskreta dilakukan pada sekelompok komunitas secara kolektif.

2.2.2.2Jenis-jenis Jamban

Menurut Chandra (1986), ada beberapa jenis jamban yang sering dipergunakan oleh masyarakat antara lain:

1. Jamban cemplung (Pit latrine)

Jamban cemplung sering dijumpai di daerah pedesaan. Jamban ini dibuat dengan membuat lubang di tanah dengan kedalaman 1,5-3 meter saja dan diameter 80-120 cm. Jamban cemplung dapat dibuat dari bambu, dinding bambu dan atap daun kelapa. Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15 meter, agar tidak mengotori air tanah.

2. Jamban empang (Fishpond latrine)

Jamban ini dibangun di atas empang ikan. Di dalam jamban empang ini terjadi daur ulang (recycling), yakni tinja dapat langsung dimakan oleh ikan.

3. Jamban pupuk (the compost Privy)

Pada prinsipnya jamban ini seperti jamban cemplung, hanya galiannya lebih dangkal. Sistem jamban pupuk yaitu pada lapisan dasar diberi sampah daunan kemudian tinja ditaruh diatasnya. Setelah itu ditutup lagi dengan daun-daunan sampah. Demikian selanjutnya sampai penuh.


(35)

4. Jamban leher angsa (Angsa latrine)

Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini sebagai sumbat sehingga bau busuk dari kakus tidak tercium. Bila dipakai, tinjanya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru masuk ke bagian yang menurun untuk masuk ke tempat penampungannya yaitu septik tank.

5. Jamban plengsengan (Trech latrine)

Jamban plengsengan adalah tempat pembuangan kotoran dengan tempat jongkok atau slab yang dihubungkan ke lubang penampungan kotoran dengan saluran miring. Model ini baik untuk digunakan di daerah yang permukaan air tanahnya dalam serta berair banyak. Keuntungannya adalah bau dapat berkurang dan tidak dapat dijangkau oleh serangga (Kusnoputranto, 2000).

6. Jamban cair (Aqua Privy)

Jamban cair mirip dengan jamban gali, namun jamban ini dibuat dari tangki kedap air dan berisi air, terletak langsung di bawah tempat jongkok. Fungsi dari tangki jamban tersebut yaitu menerima, menyimpan dan mencerna kotoran serta melindungi kotoran dari lalat. Tinja masuk ke dalam tangki yang memungkinkan bahan-bahan padat untuk mengendap dalam bentuk lumpur (sludge). Kemudian, proses aerobik akan terjadi di dalam tangki.

7. Jamban kimia (Chemical closet)

Jamban ini terdiri dari tanki metal yang berisi cairan desinfektan (kaustik soda) yang juga ditambah dengan bahan penghilang bau. Tempat duduk langsung diletakkan diatas tanki. Tidak ada yag boleh dimasukkan ke dalam tanki ini kecuali kertas toilet. Jika air dimasukkan ke dalam jamban, cairan kimia yang ada didalamnya akan mengalami pengenceran sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

2.2.3 Pengelolaan Sampah (Tempat Sampah)

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang dimaksud dengan sampah adalah sisa kegiatan


(36)

sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat (Sarudji, 2010). Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 19-254-2002 yang dimaksud dengan sampah adalah limbah yang bersifat padat dan terdiri dari berbagai bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2006).

2.2.3.1Sumber Sampah

Sampah yang ada dipermukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber. Beberapa sumber sampah yaitu sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003): 1. Pemukiman penduduk

Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti: sisa-sisa makanan baik yang sudah dimasak atau belum, bekas pembungkus baik kertas, plastik, daun dan sebagainya, pakaian-pakaian bekas, bahan-bahan bacaan, perabot rumah tangga, daun-daunan dari kebun atau tanaman.

2. Tempat-tempat umum

Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat-tempat hiburan, terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas, plastik, botol, daun, dan sebagainya.

3. Perkantoran

Sampah ini berasal dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen, perusahaan. Sampah ini berupa kertas-kertas, plastik, karbon, klip, dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat kering dan mudah terbakar (rubbish).

4. Jalan raya

Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari kertas-kertas, kardus-kardus, debu, pasir, sobekan ban, onderdil-onderdil kendaraan yang jatuh, daun-daunan, plastik, dan sebagainya.


(37)

5. Industri

Sampah ini berasal dari kawasan industri, termasuk sampah yang berasal dari pembangunan industri dan segala sampah yang berasal dari produksi, misalnya: sampah-sampah pengepakanb arang, logam, potongan tekstil, kaleng, dan sebagainya.

6. Pertanian/Perkebunan

Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian, misalnya: Jerami, sisa sayur-mayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah dan sebagainya.

7. Pertambangan

Sampah ini berasal dari daerah pertambangan dan jenis sampahnya tergantung dari jenis usaha pertambangan itu sendiri.

8. Peternakan dan perikanan

Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini, berupa: sisa-sisa makanan, bakai binatang dan sebagainya.

2.2.3.2Jenis-jenis Sampah

Menurut Gelbert, dkk. (1996) sampah dikelompokkan berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan sebagai:

1. Sampah Organik, terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami.

2. Sampah Anorganik, terdiri dari bahan atau zat anorganik yang secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama.

Sampah padat dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu sebagai berikut (Sumantri, 2010):


(38)

1) Sampah Organik adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya: sisa makanan, daun-daunan, dan lain-lain.

2) Sampah anorganik adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya: logam/besi, pecahan gelas, plastik, dan sebagainya.

b. Berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar

1) Mudah terbakar, misalnya: kertas plastik, daun kering, kayu dan lain-lain. 2) Tidak mudah terbakar, misalnya: kaleng, besi, gelas dan lain-lain.

c. Berdasaran karakteristik atau ciri sampah

1) Garbage, terdiri atas zat-zat yang mudah membusuk dan dapat terurai kembali dengan cepat. Misalnya, sampah sisa makanan yang berasal dari rumah makan.

2) Rubbish, terbagi menjadi dua, yaitu:

a) Rubbish mudah terbakar terdiri atas zat-zat organik, misalnya: Kertas, kayu, karet, daun kering, dan sebagainya.

b) Rubbish tidak mudah terbakar terdiri atas zat-zat anorganik, misalnya: kaca, kaleng dan sebagainya.

3) Ashes adalah semua sisa pembakaran dari industri.

4) Street sweeping yaitu sampah yang berasal dari pembersihan jalan, yang terdiri dari campuran bermacam-macam sampah, daun-daun, kertas, plastik, pecahan kaca, besi, debu dan sebagainya.

5) Dead animal yaitu bangkai binatang yang mati akibat kecelakaan atau secara alami.

6) House hold refuse yaitu sampah campuran (contoh: garbage, ashes, rubbish) yang berasal dari perumahan.


(39)

7) Abandoned vehicle yaitu sampah yang berasal dari bangkai kendaraan. 8) Demolission Waste atau contructions waste yaitu sampah yang berasal

dari hasil sisa-sisa pembangunan, misalnya: potongan-potongan kayu. 9) Sampah industri berasal dari pertanian, perkebunan, dan industri.

10) Santage Solid terdiri atas benda-benda solid atau kasar yang biasanya berupa zat organik, pada pintu masuk pusat pengolahan limbah cair. 11) Sampah khusus atau sampah yang memerlukan penanganan khusus

seperti kaleng dan zat radio aktif.

Sampah padat yang tidak dikelola sebagaimana mestinya terbukti sering menyebabkan masalah lingkungan dan kesehatan pada manusia, antara lain dari masalah estetik, tersumbatnya saluran air yang dapat menyebabkan banjir, bahaya kebakaran, terjadinya pencemaran lingkungan, hingga meningkatnya penyakit yang ditularkan melalui vektor. Oleh karena itu, upaya pengelolaan sampah sangat penting dilakukan untuk menangani masalah sampah (Sumantri, 2010).

2.2.3.3 Pengelolaan Sampah

Ada beberapa tahapan di dalam pengelolaan sampah padat yang baik, diantaranya tahap pengumpulan dan penyimpanan di tempat sumber, tahap pengangkutan dan tahap pemusnahan (Sumantri, 2010).

1. Tahap pengumpulan dan penyimpanan di tempat sampah

Sampah yang ada di lokasi sumber ditempatkan dalam penyimpanan sementara, dalam hal ini tempat sampah. Sampah basah dan sampah kering sebaiknya dikumpulkan dalam tempat yang terpisah untuk memudahkan pemusnahannya yang dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu:

1) Sistem duet: tempat sampah kering dan tempat sampah basah.


(40)

Adapun pewadahan sampah yang digunakan harus memenuhi syarat sebagai berikut ini:

a. Konstruksi harus kuat dan tidak mudah bocor. b. Terbuat dari bahan yang kedap air

c. Memiliki tutup dan mudah dibuka tanpa mengotori tangan d. Sampah diangkut setiap 24 jam

e. Ukuran sesuai sehingga mudah diangkut oleh satu orang

Dari tempat penyimpanan ini, sampah dikumpulkan kemudian dimasukan ke dalam dipo (rumah sampah). Dipo ini berbentuk bak besar yang digunakan untuk menampung sampah rumah tangga.

2. Tahap pengangkutan

Untuk mengangkut sampah dari tempat pengumpulan sampah hingga ke tempat pembuangan akhir, diperlukan beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain sebagai berikut (Widyati dan Yuliarsih, 2002):

a. Kendaraan/truk sampah harus ditutup supaya sampah tidak beterbangan dan mengotori jalan.

b. Jangan membiarkan sampah terlalu lama pada tempat pengumpulan sampah. Sebaiknya tidak melebihi 3x24 jam sudah harus diangkat.

c. Pengangkatan sampah sebaiknya dilakukan setiap hari.

d. Cara pengangkutan mengambil jarak paling dekat ke tempat pembuangan sampah.

3. Tahap pengolahan

Setelah tiba ditempat pembuangan sampah akhir maka sampah-sampah tersebut dikelola agar tidak menimbulkan pencemaran. Ada beberapa cara pengolahan sampah yang dapat digunakan, antara lain (Sumantri, 2010):


(41)

Sanitary landfill adalah sistem pemusnahan sampah yang paling baik. Dalam metode ini, pemusnahan sampah dilakukan dengan cara menimbun sampah dengan tanah yang dilakukan dengan cara selapis. Dengan demikian, sampah tidak berada di ruang terbuka dan tentunya tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang binatang pengerat. Sanitary landfill yang baik harus memenuhi persyaratan berikut:

a. Tersedia tempat yang luas b. Tersedia tanah untuk menimbun c. Tersedia alat-alat besar

Lokasi sanitary landfill yang lama dan sudah tidak dipakai lagi dapat dimanfaatkan sebagai tempat pemukiman, perkantoran, dan sebagainya.

b. Incenaration

Incenaration atau insinerasi merupakan suatu metode pemusnahan sampah dengan cara membakar sampah secara besar-besaran dengan menggunakan fasilitas pabrik. Manfaat sistem ini, antara lain:

a. Volume sampah dapat diperkecil sampai sepertiganya. b. Tidak memerlukan ruang yang luas.

c. Panas yang dihasilkan dapat dipakai sebagai sumber uap.

d. Pengelolaan dapat dilakukan secara terpusat dengan jadwal jam kerja yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.

c. Composting

Pemusnahan sampah dengan memanfaatkan proses dekomposisi zat organik oleh kuman-kuman pembusuk pada kondisi tertentu. Proses ini menghasilkan bahan berupa kompos atau pupuk. Berikut tahap-tahap di dalam pembuatan kompos:

1) Pemisahan benda-benda yang tidak dapat dipakai sebagai pupuk seperti gelas, kaleng, besi, dan sebagainya.


(42)

2) Penghancuran sampah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil (minimal berukuran 5 cm).

3) Pencampuran sampah dengan memerhatikan kadar karbon dan nitrogen yang paling baik (C:N = 1:30).

4) Penempatan sampah dalam galian tanah yang tidak begitu dalam. Sampah dibiarkan terbuka agar terjadi proses aerobik.

5) Pembolak-balikan sampah 4-5 kali selama 15-21 hari agar pupuk dapat terbentuk dengan baik. Perlu diingat bahwa galian tersebut jangan sampai menjadi tempat bersarangnya hewan pengerat atau serangga.

d. Hog Feeding

Penggunaan sampah jenis garbage untuk makanan babi telah lama dikenal. Pada zaman dahulu, beberapa kota sengaja mengorganisir penggunaan garbage sebagai makanan babi, tetapi pada saat ini jumlahnya tidak banyak lagi. Ditinjau dari segi ekonomi, pemusnahan sampah yang seperti ini tentu saja menguntungkan. Hanya saja jika ditinjau dari segi kesehatan, penggunaan garbage untuk makanan babi memang mendatangkan masalah, terutama jika garbage tersebut tidak direbus terlebih dahulu.

e. Discharge to Sweer

Sampah dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam sistem pembuangan air limbah. Metode ini dapat efektif asalkan sistem pembuangan air limbah memang baik.

f. Dumping

Metode ini merupakan cara pembuangan sampah hanya dengan dibuang atau diletakkan begitu saja di tanah lapangan, jurang, atau tempat sampah.

g. Dumping in Water

Metode ini prinsipnya sama dengan dumping hanya saja sampah dibuang ke dalam air sungai atau laut. Akibatnya, terjadi pencemaran pada air dan pendangkalan yang dapat menimbulkan bahaya banjir.


(43)

h. Individual Incenarator

Pembakaran sampah secara perorangan ini biasanya dilakukan oleh penduduk terutama di daerah pedesaan.

i. Recycling

Pengolahan kembali bagian-bagian dari sampah yang masih dapat dipakai atau daur ulang. Contoh bagian sampah yang dapat didaur ulang antara lain plastik, gelas, kaleng, besi, dan sebagainya.

j. Reduction

Metode ini diterapkan dengan menghancurkan sampah (biasanya dari jenis garbage) sampai bentuk yang lebih kecil, kemudian diolah untuk menghasilkan lemak.

k. Salvaging

Pemanfaatan sampah yang dapat dipakai kembali, misalnya kertas bekas. Bahayanya adalah bahwa metode ini dapat menularkan penyakit.

2.2.3.4 Pengaruh Sampah terhadap Kesehatan

Adapun Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat dijelaskan sebagai berikut (Sarudji, 2010):

1. Sampah sebagai sarang vektor dan binatang pengerat

Sampah terutama yang mudah membusuk (garbage) merupakan sumber makanan lalat dan tikus. Lalat dan tikus merupakan vektor penyakit yang mempunyai kebiasaan hidup di sekitar kegiatan manusia karena manusia secara tidak sadar telah menyediakan makanan bagi mereka. Kontaminasi oleh lalat atau tikus terhadap makanan disebabkan karena kebiasaan mereka hidup di tempat yang kotor (sampah) dan juga kebiasaan menjamah makanan manusia.

2. Sampah sebagai sumber infeksi

Sumber infeksi adalah zat atau bahan dimana hidup agen (penyebab) penyakit sebelum agen penyakit mencapai host yang baru. Seringkali sampah tercampur dengan kotoran manusia atau vomitus dan bahan lain yang berasal dari penderita yang bersifat infeksius. Kontak antara manusia dan sampah dapat langsung maupun melalui vektor penyakit.


(44)

3. Sampah sebagai sumber pencemaran

Pembuangan sampah yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan masyarakat atau lingkungan seperti open dumping akan berpotensi mencemari tanah dan air tanah di dalamnya. Hasil penguraian maupun bahan kimia toksik yang terdapat dalam sampah akan terbawa oleh lindi (leachate) sampai akhirnya mencapai air tanah.

4. Sampah berbahaya

Sifat sampah ada yang membahayakan kehidupan dan/atau kesehatan manusia yang dikelompokkan dalam sampah berbahaya (hazardous waste).Ada yang bersifat toksik seperti sampah kimia yang dihasilkan oleh kegiatan industri kimia tertentu, sampah pestisida, dan sampah dari laboratorium kimia. Sampah berbahaya lainnya adalah sampah infeksius, sampah eksplosif, sampah mudah terbakar, dan sampah radioaktif.

5. Sampah mengganggu estetika

Sampah, baik bentuk atau wujud maupun baunya sudah menimbulkan kesan tidak estetis.

2.2.4 Pembuangan Air Limbah

Air limbah atau air buangan adalah sisa air buang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup (Notoatmodjo, 2003). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, air limbah adalah sisa dari suatu usaha atau kegiatan yang berwujud cair.

2.2.4.1Sumber Air Limbah

Air limbah dapat berasal dari rumah tangga (domestic) maupun industri. Air limbah rumah tangga terdiri dari tiga fraksi penting yaitu (Sumantri, 2010):

1) Tinja (Faeces), berpotensi mengandung mikroba.

2) Air seni (Urine), umumnya mengandung nitrogen dan pospor, serta kemungkinan kecil mikroorganisme.


(45)

3) Grey water, merupakan air bekas cucian dapur, mesin cuci, dan kamar mandi. Grey water sering juga disebut dengan sullage. Campuran tinja dan air seni disebut ekskreta, sedangkan campuran ekskreta dengan air bilasan toilet disebut dengan black water, mikroba pathogen banyak terdapat pada ekskreta. Ekskreta ini merupakan cara transfor utama bagi penyakit bawaan air.

Air limbah industri umumnya terjadi sebagai akibat adanya pemakaian air dalam proses produksi. Zat-zat yang terkandung di dalamnya sangat bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai oleh masing-masing industri, antara lain: nitrogen, sulfide, lemak, zat pewarna dan sebagainya. Oleh sebab itu, perlunya pengelolaan air limbah ini agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. 2.2.4.2Syarat Sehat SPAL

Untuk menghindari terjadinya gangguan tersebut, air limbah perlu dilakukan pengelolaan sebelum dilepas ke lingkungan. Menurut Kepmenkes No. 1098 tahun 2003, saluran pembuangan air limbah (SPAL) yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a) Air limbah mengalir dengan lancar b) Terdapat grease trap

c) Saluran tertutup dan kedap air

d) Tidak menimbulkan bau yang mengganggu

e) Tidak dapat dihinggapi serangga dan tikus serta tidak menjadi tempat berkembang biaknya vektor seperti lalat.

2.2.4.3Dampak Pembuangan Air Limbah

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut sebagai berikut:

1) Gangguan kesehatan

Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit bawaan (waterborne disease). Selain itu, di dalam air limbah mungkin juga


(46)

terdapat zat-zat berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi makhluk hidup yang mengonsumsinya. Air limbah yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menjadi sarang vektor penyakit (misalnya, lalat, kecoak, tikus, dan lain-lain).

2) Penurunan kualitas lingkungan

Air limbah yang langsung dibuang ke permukaan air dapat mengakibatkan pencemaran permukaan air. Apabila air mengandung bahan organik dibuang langsung ke air permukaan dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut, sehingga akan menyebabkan kehidupan di dalam air terganggu. Adakalanya, air limbah juga akan merembes ke dalam air tanah, sehingga mencemari air tanah dan akan menurunkan kualitasnya.

3) Gangguan terhadap keindahan

Air limbah yang mengandung pigmen warna dapat menimbulkan perubahan warna pada badan air penerima. Kadang-kadang air limbah dapat juga mengandung bahan-bahan yang bila terurai menghasilkan gas-gas. Hal ini tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, tetapi terjadi gangguan keindahan terhadap badan air penerima.

4) Gangguan terhadap kerusakan benda

Air limbah yang mengandung zat-zat yang dapat dikonversikan oleh bakteri anaerob menjadi gas yang agresif seperti H2S. Gas ini mempercepat proses pengkaratan pada benda yang terbuat dari besi.

2.2.4.1Cara Pembuangan Air Limbah

Secara ilmiah, lingkungan mempunyai daya dukung yang cukup besar terhadap gangguan yang timbul karena pencemaran air limbah tersebut. Namun demikian, alam tersebut mempunyai kemampuan yang terbatas dalam daya dukungnya, sehingga air limbah perlu diolah sebelum dibuang. Beberapa cara pembuangan air limbah adalah sebagai berikut (Widyati dan Yuliarsih, 2002): 1) Pengenceran (dilution)

Pengenceran adalah cara pembuangan limbah dengan mengencerkan air limbah lebih dulu sebelum dibuang ke badan-badan air.


(47)

2) Irigasi luas

Cara ini pada umumnya dilakukan di pedesaan atau diluar kota karena memerlukan tanah yang luas. Air limbah dialirkan ke dalam parit-parit terbuka yang digali pada sebidang tanah dan air merembes masuk ke dalam tanah melalui dasar dan dinding parit-parit tersebut.

3) Septic tank

Air limbah yang dibuang ke dalam septic tank dapat meminimalkan kejadian penyakit bawaan air. Karena di dalam septic tank ekskreta secara anaerobik menjadi biogas (campuran gas karbon dioksida dan gas metana).

4) Sistem Riol

Sistem riol adalah cara pembuangan air limbah yang digunakan di kota-kota besar karena sudah direncanakan sesuai dengan pembuangan kota. Semua buangan dari rumah tangga dan industri dialirkan ke riol.

2.3 Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan tersebut melalui pancaindra manusia, yakni; indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata terjadi perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognintif mempunyai 6 tingkatan, yakni (Notoadmodjo, 2003):

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk


(48)

mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antar lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. 2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis ini suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi diartikan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diukur atau diketahui dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan tersebut diatas (Notoadmodjo, 2003).


(49)

2.4 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Allport yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), sikap mempunyai 3 komponen pokok, yakni:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni (Notoadmodjo, 2003):

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

2. Merespon (Responding)

Memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah berarti orang menerima ide tersebut (merespon).

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskkusikan dengan orang lain masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dilakuan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek (Notoadmodjo, 2003).


(50)

Menurut Ahmadi (1999), ada beberapa ciri-ciri sikap, yaitu sebagai berikut: 1. Sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir, tetapi harus dipelajari selama

perkembangan hidupnya.

2. Sikap itu tidak semata berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan objek. Pada umumnya sikap tidak berkenaan dengan satu objek saja tetapi juga dapat berkenaan dengan deretan-deretan objek yang serupa.

3. Sikap pada umumnya mempunyai segi-segi motivas dan emosi sedangkan kecakapan dan pengetahuan hal ini tidak ada.

2.5 Tindakan

Menurut Notoatmodjo (2003), suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Di samping faktor fasilitas, faktor dukungan (support) dari pihak lain juga diperlukan. Tingkatan Tindakan antara lain sebagai berikut:

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan pratek tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin (Guided Respons)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh merupakan indikator praktek tingkat dua.

3. Mekanisme (Mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.


(51)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2.6 Lalat

Lalat merupakan vektor mekanik yaitu lalat bertindak sebagai alat pemindah pasif dengan pengertian bahwa mikroorganisme pathogen tidak mengalami perubahan apapun dalam tubuh lalat, tetapi hanya menempel pada tubuh lalat seperti di sayap, di kaki, dibagian tubuh lainnya, muntahan serta faecesnya (Widyati, dan Yuliarsih, 2002). Saat ini terdapat sekitar ±60.000-100.000 spesies lalat, tetapi tidak semua spesies perlu diawasi karena beberapa diantaranya tidak berbahaya terhadap kesehatan masyarakat (Santi, 2001).

2.6.1 Klasifikasi Lalat

Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) termasuk dalam ordo dipthera yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Lalat diklasifikasikan sebagai berikut (Santi, 2001):

Kingdom: Animalia Phylum: Arthropoda Class: Hexapoda Ordo: Diptera

Family: Muscidae, Sarchopagidae, Challiporidae, dll.

Genus: Musca, Stomoxys, Phenisia, Sarchopaga, Fannia, dll.

Spesies: Musca domestica, Stomoxy calcitrans, Phenesia sp, Sarchopaga sp, Fannia sp,dll

Jenis spesies dari tiap-tiap kelas lalat adalah Houseflies (lalat rumah, Musca domestica), Sandflies (lalat pasir, genus Phlebotomus), Tsetse flies (lalat tsetse, genus Glossina), Blackflies (lalat hitam, genus Simulium) (Santi, 2001).


(52)

1. Genus Musca

Genus musca adalah spesies yang sering terdapat di sekitar rumah dan di dalam rumah. Adapun tanda-tanda dari lalat rumah (Musca domestica) yaitu tubuh berwarna coklat dan kehitam-hitaman, pada thorax terdapat 4 garis hitam dan 1 garis hitam medial pada abdomen punggung, vein ke empat dari sayap berbentuk sudut, antena mempunyai 3 segmen, mata terpisah, metamorfosanya sempurna serta tubuh lalat jantan lebih kecil dari tubuh lalat betina. Musca domestica hidup disekitar tempat kediaman manusia di seluruh dunia. Jenis lalat ini yang paling banyak diantara jenis-jenis lalat rumah. Karena fungsinya sebagai vektor transmisi mekanis dari berbagai bibit penyakit disertai jumlahnya yang banyak dan hubungannya yang erat dengan lingkungan hidup manusia, maka jenis lalat Musca domestica ini merupakan jenis lalat yang terpenting ditinjau dari sudut kesehatan manusia.

2. Sandfly (Lalat Pasir)

Lalat pasir ialah vektor penyakit leishmaniasis, demam papataci dan bartonellosis. Leishmania donovani penyebab Kala azar, L. tropica penyebab oriental sore, dan L. braziliensis penyebab leishmaniasis Amerika, ditularkan oleh Phlebotomus. Demam papataci atau demam phlebotomus, penyakit yang disebabkan oleh virus banyak terdapat di daerah Mediterania dan Asia Selatan, terutama ditularkan oleh P. papatsii, yang menjadi infektif setelah masa perkembangan virus selama 7-10 hari. Bartonellosis juga terdapat di Amerika Selatan bagian Barat Laut sebagai demam akut penyakit Carrion dan sebagai keadaan kronis berupa granulema verrucosa. Basil penyebab adalah Bartonella bacilliformis, ditularkan oleh lalat pasir yang hidup di daerah pegunungan Andes.


(53)

3. Tsetse Flies (Lalat Tsetse)

Lalat tsetse adalah vektor penting penyakit trypanosomiasis pada manusia dan hewan peliharaan. Paling sedikit ada tujuh spesies sebagai vektor infeksi trypanosoma pada hewan peliharaan, spesies Trypanosoma rhodesiense yang menjadi penyebab trypanosomiasis, adalah Glossina morsitans, G. swynnertoni, dan G. Pallidipes. Vektor utama .pada penyakit tidur (Sleeping Sickness) di Gamblia adalah spesies G. palpalis fuscipes dan pada daerah – daerah tertentu adalah spesies G. tachhinoides.

4. Blackflies (Lalat Hitam)

Blackflies adalah vektor penyakit oncheocerciasis Di Afrika adalah spesies Simulium damnosum dan S. neavei dan di Amerika adalah S. metallicum, S. ochraceum dan S. callidum. Spesies lain mungkin adalah vektor yang tidak penting dan menularkan onchocerciasis pada ternak dan penyakit protozoa pada burung.

5. Lalat rumah kecil (jenis Fannia)

Lalat rumah kecil ini menyerupai lalat rumah biasa, tetapi ukuran mereka jauh lebih kecil. Mereka membiak di kotoran manusia dan hewan dan juga dibagian-bagian tumbuhan yang membusuk, misalnya di tumpukan rumput yang membusuk.

6. Lalat kandang yang menggigit (Stomoxys caleitrans)

Mereka menyerupai lalat rumah biasa, tetapi meraka mempunyai kebiasaan untuk menggigit. Tempat pembiakan hanya di tumbuhan-tumbuhan yang membusuk. Siklus hidupnya 21-25 hari. Jenis lalat ini tidak penting untuk transmisi penyakit manusia tetapi mereka bisa memindahkan penyakit-penyakit


(1)

(2)

147


(3)

148

Gambar 3. Menghitung Kepadatan Lalat di Dekat Etalase


(4)

149

Gambar 5. Mengukur Kepadatan Lalat di Meja Makan


(5)

150

Gambar 7. Sumber Air Bersih pada Kantin Sekolah


(6)

151


Dokumen yang terkait

Hubungan Kepadatan Lalat, Personal Hygiene dan Sanitasi Dasar dengan Kejadian Diare pada Balita di Lingkungan I Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2015

15 135 159

Gambaran Sanitasi Dasar Kantin Dan Tingkat Kepadatan Lalat Pada Kantin Sekolah Menengah Atas (SMA) Di Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun 2011

18 133 99

Hubungan Antara Pembinaan Dan Pengawasan Sekolah Serta Pengetahuan Dan Sikap Pengelola Kantin Dengan Sanitasi Kantin Sekolah Dasar Negeri Di Kota Binjai Tahun 2013

2 14 103

GAMBARAN KONDISI SANITASI KANTIN DAN TINGKAT KEPADATAN LALAT PADA SEKOLAH DASAR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGMUNDU TEMBALANG SEMARANG -

0 1 73

Hubungan Antara Pembinaan Dan Pengawasan Sekolah Serta Pengetahuan Dan Sikap Pengelola Kantin Dengan Sanitasi Kantin Sekolah Dasar Negeri Di Kota Binjai Tahun 2013

0 0 14

Hubungan Antara Pembinaan Dan Pengawasan Sekolah Serta Pengetahuan Dan Sikap Pengelola Kantin Dengan Sanitasi Kantin Sekolah Dasar Negeri Di Kota Binjai Tahun 2013

0 0 2

Hubungan Antara Pembinaan Dan Pengawasan Sekolah Serta Pengetahuan Dan Sikap Pengelola Kantin Dengan Sanitasi Kantin Sekolah Dasar Negeri Di Kota Binjai Tahun 2013

0 0 6

Abstract Higiene Sanitasi Dasar Serta Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Penjual Terhadap Kepadatan Lalat Pada Kantin Sekolah Di Kecamatan Sidamanik Tahun 2015

0 0 2

Chapter II Higiene Sanitasi Dasar Serta Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Penjual Terhadap Kepadatan Lalat Pada Kantin Sekolah Di Kecamatan Sidamanik Tahun 2015

0 1 44

Reference Higiene Sanitasi Dasar Serta Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Penjual Terhadap Kepadatan Lalat Pada Kantin Sekolah Di Kecamatan Sidamanik Tahun 2015

1 1 3