Tindakan tidak boleh berjualan saat sakit flu, Tindakan tidak boleh menggaruk tubuh atau Keracunan Makanan

44 pertanyaan manfaat cuci tangan dengan sabun dan menutup rambut sebelum mengolah makanan, 54 responden 98,2 mengetahui tindakan tidak boleh berjualan saat sakit flu, TBC,Penyakit kulit, 56 responden 100 mnengetahui tindakan tidak boleh memiliki kuku panjang saat mengolah makanan, 55 responden 98,2 mengetahui tindakan tidak boleh membuka makanan setelah diolah dan terdapat 53 responden 94,6 mengetahui tindakan perlu memakai penjepit makanan atau alas tangan saat mengambil makanan, selanjutnya terdapat 89,3 yaitu 50 responden juga sudah mengetahui tindakan pada makanan yang sudah berjamur yaitu dengan membuangnya. Berdasarkan tabel 4.9 juga terdapat beberapa alasan untuk pertanyaan yang berhubungan dengan pengetahuan pengelola kantin yang dapat dilihat pada tabel 4.10 Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Alasan dari Pertanyaan Pengetahuan Pengelola Kantin tentang Sanitasi Kantin Sekolah Dasar Negeri di Kota Binjai No Pertanyaan dan Alasan Alasan Benar Alasan Tidak Benar n n

1. Tindakan tidak boleh berjualan saat sakit flu,

TBC,Penyakit kulit A.Dapat mencemari makanan dan menularkan penyakit tersebut pada orang lain B.Tidak nyaman saat berjualan C.Tidak tahu 50 89,3 6 10,7

2. Tindakan tidak boleh menggaruk tubuh atau

hidung saat menangani makananminuman A. Karena dapat mencemari makanan B. Karena kurang sopan C. Tidak tahu 50 89,3 6 10,7

3. Tindakan tidak boleh memiliki kuku tangan yang

panjang dan kotor saat mengolah makanan A.Karena dapat mencemari makanan dari kotoran kuku B.Karena terlihat kurang bersih C.Tidak tahu 50 89,3 6 10,7 Universitas Sumatera Utara 45 Lanjutan Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Alasan dari Pertanyaan Pengetahuan Pengelola Kantin tentang Sanitasi Kantin Sekolah Dasar Negeri di Kota Binjai 4. Tidak boleh membiarkan makanan yang telah diolah dibiarkan terbuka A. Karena dapat mencemari makanan B. agar tetap dalam kondisi panas C. Tidak tahu 54 96,4 2 3,5 5. Perlunya memakai penjepit makanan atau alas tangan pada saat mengambil makanan A. Agar makanan tidak tercemar B. Agar tangan selalu bersih C. Tidak tahu 53 94,6 3 5,4 Berdasarkan tabel 4.10. dapat diketahui bahwa pengelola kantin sudah mengetahui alasan yang benar mengenai tindakan yang tidak boleh atau yang harus dilakukan pada saat mengolah makanan. Yaitu terdapat 80 yang memilih alasan dapat mencemari makanan apabila melakukan tindakan seperti menggaruk hidung saat mengolah makanan, memiliki kuku tangan yang panjang dan kotor, membiarkan makanan yang telah diolah terbuka serta tidak memakai penjepit makanan atau alas tangan saat mengambil makanan. Setelah mengetahui gambaran pengetahuan dari pengelola kantin, kemudian pengetahuan pengelola kantin akan dikategorikan menjadi baik, sedang dan kurang baik yang dapat dilihat pada tabel 4.11. Tabel 4.11. Pengetahuan Pengelola Kantin tentang Sanitasi Kantin di Sekolah Dasar Negeri di Kota Binjai Pengetahuan Frekuensi n Persentasi Baik 30 53,6 Sedang 25 44,6 Kurang 1 1,8 Total 56 100,0 Universitas Sumatera Utara 46 Berdasarkan tabel 4.11. Pengetahuan responden lebih banyak pada kategori baik yaitu berjumlah 30 orang 53,6, dan responden dengan pengetahuan kurang yaitu hanya 1 orang 1,8.

4.3.4. Sikap Pengelola Kantin

Sikap yang dinilai yaitu berhubungan dengan pengetahuan pengelola kantin yang seharusnya dapat dilaksanakan pada saat mengolah makanan. Sikap pengelola kantin dapat dilihat berdasarkan jawaban kuesioner pada tabel 4.12. Tabel 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Pengelola Kantin terhadap Sanitasi Kantin Sekolah Dasar Negeri di Kota Binjai No Pertanyaan Sikap Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju n n n 1 Dapur harus selalu dalam kondisi bersih 56 100,0 0,0 0,0 2 Sebelum dan sesudah berjualan harus membersihkan kantin 53 94,6 3 3,4 0,0 3 Tempat sampah harus disediakan dan terbuat dari bahan yang kuat serta tertutup 23 41,1 33 58,9 0,0 4 Bahan makanan yang dibeli dalam kondisi baik dan tidak busuk 51 91,1 5 8,9 0,0 5 Penyimpanan bahan makanan harus di lemari atau rak tertutup 14 25,0 40 71,4 2 3,6 6 Peralatan bahan makanan harus dalam keadaan kering 33 58,9 23 41.1 0,0 7 Tangan harus dicuci dengan sabun sebelum mengolah makanan 30 53,6 26 46,4 0,0 8 Saat mengolah makanan harus memakai tutup kepala dan clemek 25 44,6 0,0 31 55,4 9 Saat mengolah makanan, tidak bolah menggaruk hidung atau kepala 32 57,1 0,0 24 42,8 10 Saat mengolah makanan tidak boleh memiliki kuku tangan yang panjang dan kotor 56 100,0 0,0 0,0 0,0 11 Saat mengolah makanan menutup hidung dengan sapu tangan jika bersin atau batuk 30 53,6 26 46,4 0,0 Universitas Sumatera Utara 47 Lanjutan Tabel 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Pengelola Kantin terhadap Sanitasi Kantin Sekolah Dasar Negeri di Kota Binjai 12 Makanan yang sudah diolah tidak boleh dibiarkan terbuka 30 53,6 16 28,6 10 17,8 13 Makanan yang diolah harus diletakkan di raklemari yang tertutup 25 44,6 6 10,8 25 44,6 14 Meja,kursi harus dalam keadaan bersih 56 100 0,0 0,0 15 Pada saat mengambil makanan harus menggunakan penjepit atau alas tangan 18 32,1 10 17,8 28 50,0 16 Makanan yang sudah berjamur harus di buang 52 92,9 4 7,1 0,0 17 Sampah makanan yang kering tidak boleh dicampur dengan sisa makanan yang basah 51 91,1 5 8,9 0,0 18 Pengolah makanan harus diberikan penyuluhan tentang hygiene sanitasi makanan 56 100 0,0 0,0 19 Pengolah makanan tidak boleh berjualanmengolah makanan saat terkena penyakit seperti influenza pilek, TBC dan Penyakit kulit 26 46,4 30 53,6 0,0 20 Selain untuk memperoleh keuntungan, menyajikan makanan yang bersih dan sehat untuk anak sekolah adalah hal yang penting 56 100 0,0 0,0 Berdasarkan tabel 4.12. Sikap pengelola kantin yang terbanyak yaitu semua responden 100 Setuju untuk berperilaku bersih dan sehat seperti selalu menjaga kebersihan dapur, setuju untuk meja dan kursi harus dalam kondisi bersih, tidak memiliki kuku tangan yang panjang dan kotor. Selain itu terdapat 53 responden 94,6 setuju untuk membersihkan kantin sebelum dan sesudah berjualan, 51 responden 91,1 setuju untuk membeli bahan dalam kondisi baik dan tidak busuk, 52 responden 92,9 setuju yang berjamur harus dibuang dan terdapat 51 responden 91,1 setuju untuk memisahkan sampah kering dan sampah basah. Akan tetapi terdapat 28 responden 50 yang tidak setuju untuk memakai penjepit makanan atau alas tangan saat mengambil makanan. Sikap pengelola kantin dapat dilihat berdasarkan tabel 4.13. Universitas Sumatera Utara 48 Tabel 4.13. Sikap Pengelola Kantin terhadap Sanitasi Kantin Sekolah Dasar Negeri di Kota Binjai Sikap Frekuensi n Persentasi Baik 33 58,9 Sedang 23 41,1 Kurang 0,0 Total 56 100,0 Berdasarkan tabel 4.13. Sikap responden terhadap Sanitasi Kantin lebih banyak berada pada kategori baik yaitu sebanyak 33 orang 58,9 dan sikap dengan kategori kurang tidak ada 0,0.

4.3.5. Sanitasi Kantin

Sanitasi kantin dinilai dengan menggunakan tabel checklist yaitu berdasarkan Kepmenkes RI No.1098MenkesSKVII2003 tentang persyaratan sanitasi rumah makan dan restoran yang telah dimodifikasi yang terdiri dari 79 komponen yaitu penilaian untuk lokasi dan bangunan kantin, fasilitas sanitasi, keadaan dapur, ruang makan dan gudang bahan makanan serta tindakan pengelola kantin dalam menjalankan 6 prinsip sanitasi makanan. Sanitasi kantin memenuhi syarat jika jawaban dari tiap komponen dengan kategori Ya ≥ 80 dan sanitasi kantin tidak memenuhi syarat jika 80. Tabel 4.14. Sanitasi Kantin Sekolah Dasar Negeri di Kota Binjai Sanitasi Kantin Frekuensi n Persentasi Memenuhi Syarat 24 42,9 Tidak Memenuhi Syarat 32 57,1 Total 56 100,0 Berdasarkan tabel 4.14, Kantin yang berada di 56 Sekolah Dasar Negeri di Kota Binjai terdapat 24 kantin yang memenuhi syarat 42,9 dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 32 kantin 57,1. Universitas Sumatera Utara 49 Penilaian pada kantin yang tidak memenuhi syarat dapat dilihat pada beberapa komponen dalam sanitasi kantin yang belum sesuai dengan aturan Kepmenkes RI No.1098MenkesSKVII2003 tentang persyaratan sanitasi rumah makan dan restoran. Yaitu berdasarkan hasil observasi untuk beberapa komponen yang belum memenuhi syarat dapat dilihat pada tabel 4.15. Tabel 4.15. Distribusi Hasil Observasi Sanitasi Kantin yang Belum Memenuhi Syarat di Sekolah Dasar Negeri di Kota Binjai No Komponen Penilaian Tidak Belum Memenuhi Syarat n 1. Bangunan a. Kokohkuat 20 62,5 b. Permanen 20 62,5 c. Rapat Serangga 30 93,8 d. Rapat Tikus 30 93,8 2. Pembagian Ruangan a. Terdiri dari dapur dan Ruang Makanan 14 43,8 b. Ada toiletjamban 30 93,8 c. Ada gudang bahan makanan 30 93,8 3. Dinding a. Kedap air 27 84,4 b. Rata 27 84,4 c. Bersih 27 84,4 d. dicat 27 84,4 4. Atap a. Tidak menjadi sarang tikus dan serangga 13 40,6 b. Tidak bocor 13 40,6 c. Cukup Landai 13 40,6 5. Langit-langit a. Tinggi minimal 2,4 meter 16 50,0 b. Rata dan bersih 26 81,3 c. Tidak terdapat lubang-lubang 26 81,5 6. Pintu a. Rapat Serangga dan Tikus 29 90,6 b. Menutup dengan baik dan membuka arah luar 29 90,6 c. Terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibersihkan 29 90,6 Universitas Sumatera Utara 50 Lanjutan Tabel 4.15. Distribusi Hasil Observasi Sanitasi Kantin yang Belum Memenuhi Syarat di Sekolah Dasar Negeri di Kota Binjai 7. Pembuangan air limbah a. Saluran tertutup 17 53,1 b. Terdapat bak penampung 22 68,8 c. Bak tertutup 23 71,9 8. Tempat Sampah a. Terpisah antara sampah basah dan kering 22 68,8 9. Tempat cuci tangan a. Tersedia air cuci tangan 32 100,0 b. Tersedia sabun 32 100,0 10. Dapur a. Bersih 25 78,1 b. Ada fasilitas penyimpanan makanan kulkas 27 84,4 c. Ukuran dapur cukup memadai 26 81,3 d. Terpasang tulisan pesan-pesan hygiene bagi penjamahkaryawan 32 100,0 11. Penyimpanan bahan makanan a. Mempunyai wadah tempat penyimpanan 27 84,4 b. tertutup 27 84,4 c. bersih 27 84,4 d. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out FIFO dan first expired first out FEFO 27 84,4 e. Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit. 27 84,4 12. Pengolahan makanan a. Pengambilan makanan jadi menggunakan alat yang khusus 27 84,4 13. Penyimpanan makanan a. Suhu dan waktu penyimpanan sesuai dengan persyaratan jenis makanan jadi. 24 75,0 b. Cara penyimpanan tertutup. 15 46,9 14 Pengangkutan makanan a. Diangkut dalam keadaan tertutup atau terbungkus 17 53,1 15. Penyajian makanan dan penanganan sisa a. Suhu penyajian makanan hangat tidak kurang dari 60 o C 15 46,9 b. Cara membawa dan menyajikan makanan dengan tertutup. 19 59,4 c. Sampah dipisah untuk sampah kering dan basah 17 53,1 Universitas Sumatera Utara 51 Berdasarkan tabel 4.15. Kantin yang belum memenuhi syarat yaitu 32 kantin yang terbanyak adalah bangunan tidak rapat serangga dan tikus yaitu 30 kantin 93,8 dan masih terdapat banyak celah yang memungkinkan menjadi tempat keluar masuknya serangga dan tikus. Kemudian dari 32 kantin yang belum memenuhi syarat terdapat 30 kantin 93,8 belum memiliki toilet yang terpisah dari sekolah. Selain itu terdapat juga dari 32 kantin tersebut 27 kantin 84,4 tidak memiliki dinding atau hanya menempel pada dinding sekolah dan 29 kantin 90,6 juga belum memiliki pintu yang memenuhi syarat. Dari 32 kantin yang tidak memenuhi syarat tidak terdapat satu kantin pun yang memiliki poster atau pesan- pesan higiene sanitasi yang tertempel di dinding kantin. Pada saat pengolahan makanan, terdapat 27 kantin 84,4 yang pengelolanya tidak memakai alat penjepit makanan atau alas tangan saat mengambil makanan. Selain itu, sekitar 38 kantin 82,6 juga belum memiliki tempat penyimpanan bahan makanan.

4.4. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan variabel independen yang terdiri dari pembinaan dan pengawasan sekolah serta pengetahuan dan sikap pengelola kantin dengan variabel dependen yaitu Sanitasi Kantin. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square dan fisher exact tingkat kemaknaan α = 0,05. Universitas Sumatera Utara 52 4.4.1. Hubungan antara Pembinaan dan Pengawasan Sekolah serta Pengetahuan dan Sikap Pengelola Kantin dengan Sanitasi Kantin Hasil uji statistik dari variabel independen yang mempengaruhi sanitasi kantin sebagai variabel dependen. Tabel 4.16.Hubungan antara Pembinaan Sekolah dengan Sanitasi Kantin Pembinaan Kategori Sanitasi Kantin Total p Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat 0,000 n n n Baik 23 95,8 3 9,4 26 Kurang Baik 1 4,2 29 90,6 30 Total 24 100,0 32 100,0 56 Berdasarkan tabel 4.16. diketahui bahwa dari 26 sekolah dengan Pembinaan baik terdapat 23 kantin 95,8 yang memenuhi syarat dan 3 kantin 9,4 yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan dari 30 sekolah dengan Pembinaan kurang baik terdapat 1 kantin 4,2 yang memenuhi syarat dan terdapat 29 kantin 90,6 yang tidak memenuhi syarat. Berdasarkan tabel di atas hasil uji statistik dengan Chi Square menunjukkan nilai p = 0,000 α = 0,05 yang berarti Ho ditolak yaitu ada hubungan secara signifikan antara Pembinaan Sekolah dengan Sanitasi Kantin. Tabel 4.17. Hubungan antara Pengawasan Sekolah dengan Sanitasi Kantin Pengawasan Kategori Sanitasi Kantin Total p Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat 0,000 n n n Baik 23 95,8 2 6,3 25 Kurang Baik 1 4,2 30 93,7 31 Total 24 100,0 32 100,0 56 Berdasarkan tabel 4.17. diketahui bahwa dari 25 sekolah dengan Pengawasan baik terdapat 23 kantin 95,8 yang memenuhi syarat dan 2 kantin 6,3 yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan dari 31 responden dengan Pengawasan kurang Universitas Sumatera Utara 53 baik terdapat 1 kantin 4,2 yang memenuhi syarat dan terdapat 30 kantin 93,7 yang tidak memenuhi syarat. Berdasarkan hasil uji statistik dengan Chi Square menunjukkan nilai p α yang berarti ada hubungan yang signifikan antara Pengawasan Sekolah dengan Sanitasi Kantin. Tabel 4.18. Hubungan antara Pengetahuan Pengelola Kantin tentang Sanitasi dengan Sanitasi Kantin Pengetahua n Kategori Sanitasi Kantin Total p Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat 0,000 n n n Baik 23 95,8 7 21,9 30 Sedang 1 4,2 24 75,0 25 Kurang 0,0 1 3,1 1 Total 24 100,0 32 100,0 56 Berdasarkan tabel 4.18. diketahui bahwa dari 30 responden Pengelola Kantin dengan Pengetahuan baik terdapat 23 kantin 95,8 yang memenuhi syarat dan 7 kantin 21,9 yang tidak memenuhi syarat. Dari 25 responden dengan penilaian Pengetahuan sedang terdapat 1 kantin 4,2 yang memenuhi syarat dan terdapat 24 kantin 75,0 yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan untuk 1 responden dengan penilaian pengetahuan kurang tidak terdapat kantin yang memenuhi syarat dan 1 kantin 3,1 tidak memenuhi syarat. Berdasarkan hasil uji statistik dengan fisher exact menunjukkan nilai p α yang berarti Ho ditolak yaitu ada hubungan yang bermakna antara Pengetahuan Pengelola Kantin tentang Sanitasi dengan Sanitasi Kantin. Universitas Sumatera Utara 54 Tabel 4.19. Hubungan antara Sikap Pengelola Kantin dengan Sanitasi Kantin Sikap Kategori Sanitasi Kantin Total p Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat 0,000 n n n Baik 22 91,7 11 34,4 33 Sedang 2 8,3 21 65,6 23 Total 24 100,0 32 100,0 56 Berdasarkan tabel 4.19. diketahui bahwa dari 33 responden yaitu pengelola kantin dengan penilaian Sikap baik terdapat 22 kantin 91,7 yang memenuhi syarat dan 11 kantin 34,4. Dari 23 responden dengan penilaian Sikap sedang terdapat 2 kantin 8,3 yang memenuhi syarat dan 21 kantin 65,6 tidak memenuhi syarat. Sedangkan untuk responden dengan penilaian pengetahuan kurang tidak ada 0,0. Berdasarkan hasil uji statistik dengan Chi square menunjukkan nilai p α yang berarti Ho ditolak yaitu ada hubungan yang bermakna antara Sikap Pengelola Kantin dengan Sanitasi Kantin. Universitas Sumatera Utara 55

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Hubungan antara Pembinaan Sekolah, Pengawasan Sekolah, Pengetahuan Pengelola Kantin dan Sikap Pengelola Kantin dengan Sanitasi Kantin SDN di Kota Binjai

5.1.1. Pembinaan Sekolah terhadap Sanitasi Kantin

Berdasarkan hasil penelitian, Pembinaan mempunyai hubungan yang signifikan dengan sanitasi kantin yaitu dari 26 sekolah yang melakukan pembinaan baik, terdapat 23 kantin yang memenuhi syarat dan 3 kantin yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan dari 30 sekolah yang melakukan pembinaan kurang baik, hanya terdapat 1 kantin yang memenuhi syarat dan 29 kantin lainnya tidak memenuhi syarat. Pembinaan merupakan langkah penting sebagai contoh tindakan yang direkomendasikan yaitu berupa pelatihan dan pendidikan bagi para penjamah makanan. Di beberapa negara telah melakukan upaya melatih penjamah makanan secara profesional. Seperti di Inggris pada tahun 1989 dan 1995 sudah memberikan pelatihan pada sejumlah besar penjamah makanan Widyastuti, 2005. Pembinaan yang dilakukan oleh pihak sekolah seharusnya sudah terlebih dahulu dilakukan sebelum pengelola kantin berjualan di Sekolah melalui program UKS. Berdasarkan hasil penelitian, Pembinaan yang dilakukan oleh pihak sekolah hanya berupa pemberian informasi tentang pentingnya menjaga kebersihan kantin serta bagaimana makanan yang seharusnya dijual. Akan tetapi, penyuluhan dan pelatihan dari pihak yang terkait seperti Puskesmas atau Dinas Kesehatan belum Universitas Sumatera Utara 56 dilakukan untuk pengelola kantin Sehingga dapat dikatakan bahwa pembinaan yang dilakukan ada pada kategori kurang baik. Pembinaan yang baik yaitu pihak sekolah yang melakukan upaya penyuluhan tentang higiene dan sanitasi dalam mengolah makanan, akan mengubah pengetahuan pengelola kantin menjadi lebih baik dan ketika mengolah makanan, menyimpannya, mengangkut dan menyajikan makanan, pengelola akan melaksanakan seperti yang diinformasikan. Hal ini sesuai dengan penelitian Rumondang 2008 yang menyatakan bahwa metode penyuluhan kesehatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap dokter kecil dalam pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah di Kecamatan Helvetia Medan. Pihak sekolah sudah seharusnya lebih mengerti tentang pentingnya pembinaan yang dilakukan untuk pengelola kantin yang terlihat dari tingkat pendidikan terbanyak Sarjana. Selain itu pada umumnya kepala sekolah atau guru adalah perempuan dan berumur 41-55 tahun yang lebih memahami cara membersihkan tempat pengolahan makanann dan mengolah makanan yang baik sama seperti yang dilakukan di rumah. Selain itu kepala sekolah atau guru yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun, sudah seharusnya selalu memperhatikan keadaan kantin dan mengetahui bagaimana pengelola kantin selama ini mengelola kantinnya. Sebaliknya, jika pembinaan kurang dilakukan oleh sekolah, pengelola kantin tidak akan melaksanakan upaya sanitasi dalam mengelola kantinnya. Seperti yang terlihat pada hasil penelitian, 27 kantin dari 32 kantin yang tidak memenuhi syarat tidak mempunyai tempat penyimpanan bahan makanan, mereka meletakkan bahan makanan tersebut diatas meja atau di bawah lantai dengan memakai kotak. Selain itu Universitas Sumatera Utara 57 84,4 pengelola kantin juga mengambil makanan secara langsung tanpa menggunakan penjepit atau alas tangan. Ketika hal ini ditanyakan kepada pengelola kantin 53 responden sudah mengetahui bahwa itu tidak boleh karena dapat mencemari makanan, tetapi tidak melaksanakannya dengan alasan ingin cepat dan selama ini tidak terjadi pencemaran makanan. Penyuluhan tentang hal ini sangat perlu dilakukan agar pengelola tidak hanya mengetahui tetapi melaksanakan yang mereka ketahui berdasarkan informasi yang diberikan oleh pihak sekolah.

5.1.2. Pengawasan Sekolah terhadap Sanitasi Kantin

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara Pengawasan Sekolah dengan Sanitasi Kantin. Diketahui bahwa dari 25 sekolah yang melakukan Pengawasan baik terdapat 23 kantin yang memenuhi syarat dan 2 kantin yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan dari 31 sekolah yang melakukan Pengawasan kurang baik hanya 1 kantin yang memenuhi syarat dan 30 kantin lainnya yang tidak memenuhi syarat. Pengawasan pada penelitian ini adalah usaha yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam mengawasi kantin yang berada di lingkungan sekolahnya, dimana setiap murid akan mengkonsumsi makanan setiap harinya. Pengawasan yang dinilai yaitu ada tidaknya izin yang diberikan oleh pihak sekolah kepada pengelola kantin sebelum berjualan di kantin sehingga akan ada tanggung jawab pihak sekolah terhadap kondisi serta makanan yang dijual oleh pengelola kantin. Berdasarkan hasil penelitian, izin yang diberikan oleh pihak sekolah seharusnya sudah berbentuk ketentuan sehingga pengelola kantin dapat menuruti apa yang diisntruksikan oleh pihak sekolah. Tetapi pada kenyataanya, izin yang diberikan Universitas Sumatera Utara 58 hanya berupa izin berjualan yang disampaikan secara lisan sehingga dapat dinilai bahwa sekolah masih belum mengawasi secara benar kantin sudah berada di sekolah ataupun yang baru akan berjualan di sekolah. Selain itu, pengawasan sekolah juga dapat dilakukan dengan memeriksa kebersihan kantin secara rutin serta perlu adanya kerja sama dengan Dinas Kesehatan sebagai penilik makanan dan kesehatan yang memegang peranan pokok dalam keamanan makanan. Petugas ini dapat mewakili departemen kesehatan dalam menginspeksi TPM, Penjaja makanan kakilima serta pengecer bahan makanan. Mereka harus memberikan pendidikan dan layanan konsultasi untuk para pengelola makanan Widyastuti, 2005. Pihak sekolah seharusnya lebih tegas dalam mengawasi kantin. Sesuai dengan tingkat pendidikan dari kepala sekolah yang pada umumnya sarjana. Dimana pendidikan yang tinggi dari seseorang seharusnya akan menambah sikap disiplin dalam melihat sesuatu. Serta berumur 41-55 tahun. Dimana, Semakin lanjut usia seseorang, maka akan semakin bijaksana. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa kantin yang sudah memenuhi syarat tidak lepas dari perhatian pihak sekolah yang selalu mengawasi kantin. Terlebih lagi berdasarkan hasil penelitian kepala sekolah sudah bekerja lebih dari 10 tahun di sekolah sehingga seharusnya sudah memberikan perhatian khusus pada kantin yang masih belum mempunyai bangunan layak. Kantin yang mendapat pengawasan baik akan diberi lokasi khusus berupa ruangan sehingga tidak membangun secara sembarangan menempel pada dinding sekolah. Universitas Sumatera Utara 59 Selain itu pengelola kantin yang kantinnya berada dalam pengawasan sekolah juga menuruti apa yang diinginkan oleh pihak sekolah. Seperti harus menjaga kebersihan kantin, mengolah makanan dengan baik dan bersih. Pengelola kantin juga lebih merasa bagian dari sekolah yaitu sebagai tempat anak-anak sekolah mengisi energi untuk belajar dari makanan yang pengelola kantin jual. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wulandari Meikawati 2010 yaitu faktor pendorong yang paling berperan dalam praktek hygiene dan sanitasi makanan adalah pengawasan, baik dilakukan oleh atasan langsung Unit gizi maupun Direktur Rumah sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan rawat inap. Sebaliknya jika pengawasan yang dilakukan tidak baik, pihak sekolah tidak merasa bertanggung jawab pada kantin yang ada di sekolahnya .Pengelola kantin yang berjualan di sekolah akan sering berganti-ganti karena tidak perlu izin untuk berjualan di sekolah Bangunan kantin juga tidak memenuhi syarat yaitu tidak berupa bangunan permanen sehingga tidak menjamin makanan yang dihasilkan akan bersih, tempat makan yang terbuka juga akan berisiko mengundang lalat sehingga terlihat kotor. Sesuai dengan pengertian pengawasan yaitu merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mengukur kegiatan atau pelaksanaan suatu program dengan memberikan pengarahan-pengarahan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai Notoatmodjo, 2003, maka pengawasan sudah seharusnya dilakukan oleh sekolah sehingga apa yang diharapkan yaitu kantin sekolah harus dapat menghasilkan makanan yang bersih dan sehat untuk anak-anak sekolah dapat tercapai. Universitas Sumatera Utara 60

5.1.3. Pengetahuan Pengelola Kantin tentang Sanitasi Kantin

Pengetahuan yang dinilai yaitu pengetahuan tentang Sanitasi makanan yang terdiri dari bagaimana ketentuan dapur dan ruang makan yang harus bersih, fasilitas sanitasi, 6 prinsip Sanitasi Makanan serta perilaku-perilaku sederhana yang seharusnya dihindari dalam mengolah makanan. Berdasarkan hasil penelitian ada hubungan yang bermakna antara Pengetahuan Pengelola Kantin tentang Sanitasi dengan Sanitasi Kantin. Pengetahuan tentang kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku yang selanjutnya perilaku ini akan berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehatan Notoatmojdo, 2003. Pengetahuan baik untuk beberapa sekolah menunjukkan bahwa pengelola kantin yang sudah mengerti bagaimana mengolah makanan dengan bersih, memaparkan alasan bahwa makanan tidak boleh dibiarkan terbuka untuk mencegah hinggapnya lalat yang dapat membawa kuman penyakit, selain itu pengetahuan yang baik pada beberapa sekolah terlihat juga pada perilaku pengelola kantin yang ingin kantinnya selalu bersih dan makanan yang dijual juga sehat. Pada umumnya pengelola kantin adalah perempuan sehingga akan lebih mengerti mengolah makanan dengan baik. Selain itu pendidikan yang tidak terlalu rendah yaitu SMA tidak menutup kemungkinan pengelola kantin akan memiliki pengetahuan yang baik selain penyuluhan dari sekolah, informasi dari televisi atau media lain juga dapat diperoleh pengelola kantin. Hal ini sesuai dengan penelitian Siska Ristiana M 2009 yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku sarapan dan status gizi anak sekolah. Universitas Sumatera Utara 61 Pengetahuan yang tidak terlalu baik sedang seperti mengetahui perlunya memakai penjepit makanan atau alas tangan terdapat sebanyak 53 responden dengan alasan makan dapat tercemar . Pada umumnya tidak sesuai dengan observasi secara langsung yaitu terdapat 34 orang yang mengambil makanan tanpa alas tangan dan penjepit makanan. Hal ini di karenakan pengelola kantin tidak mengetahui secara menyeluruh mengapa hal tersebut dilarang dan apa yang menyebabkannya dapat terkontaminasi sehingga masih diperlukan penyuluhan tentang sanitasi agar lebih menambah pengetahuan pengelola kantin sehingga dapat melaksanakannya saat mengolah makanan di kantin.

5.1.4. Sikap Pengelola Kantin terhadap Sanitasi Kantin

Sikap yang dinilai merupakan respon dari pengelola kantin pada hal-hal yang harusnya dilakukan dan tidak dilakukan pada saat pengolah makanan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh ada hubungan yang bermakna antara Sikap Pengelola Kantin dengan Sanitasi Kantin yaitu dari 33 responden dengan Sikap baik terdapat 22 kantin yang memenuhi syarat dan 11 kantin yang tidak memenuhi syarat. Dari 23 responden Sikap sedang terdapat 2 kantin yang memenuhi syarat dan 21 kantin tidak memenuhi syarat. Sedangkan untuk responden dengan penilaian pengetahuan kurang tidak ada. Sikap baik dan sedang dapat dipengaruhi oleh pengalaman langsung yang dialami individu terhadap sesuatu hal dan sikap tidak dibawa sejak lahir tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman individu sepanjang perkembangan selama hidupnya. Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi akan memegang peranan penting. Setelah seseorang mengetahui objek atau Universitas Sumatera Utara 62 stimulus, proses selanjutnya adalah memliki atau bersikap terhadap stimulus atau objek tersebut Notoatmodjo, 2007. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa pengelola kantin sebagian besar sudah setuju untuk menerapkan prinsip-prinsip yang benar dalam mengolah makanan. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, pengelola kantin banyak yang menghiraukan hal tersebut. Salah satu alasan yang dikemukakan adalah karena tidak mau repot dalam mengolah makanan seperti pada pernyataan harus memakai tutup kepala, clemek dan alas tangan atau penjepit untuk mengambil makanan ada beberapa responden yang tidak setuju. Keharusan memakai clemek dan tutup kepala pada saat mengolah makanan ada terdapat 31 orang yang tidak setuju. Selain itu terdapat 28 responden yang tidak setuju menggunakan penjepit atau alas tangan dalam mengambil makanan dengan alasan tidak terbiasa dan tidak mengganggu itu sebagai suatu perilaku yang berisiko mencemari makanan. Sikap yang baik dari pengelola kantin akan mempermudah mereka mengaplikasikan sikap tersebut dalam tindakan jika ditambah dengan usaha sekolah memberi pengetahuan kepada pengelola kantin karena secara umum pengelola kantin merupakan ibu rumah tangga dan sudah lama 5-10 tahun mengelola kantin di sekolah sehingga sudah mengganggap kantin sekolah adalah dapur kedua setelah dapur rumah mereka. Seperti dalam penelitian Wulandari Meikawati 2010 yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan praktek hygiene dan sanitasi makanan dan berpola linier positif. Dapat diartikan semakin baik Universitas Sumatera Utara 63 sikap tentang hygiene dan sanitasi makanan semakin baik pula prakteknya dalam hygiene dan sanitasi makanan. Pengelola kantin yang sudah memiliki sikap yang baik tentang sanitasi, sudah mengaplikasikannya pada tindakan yang bersih dan sehat dalam mengolah makanan. Sikap seseorang juga dipengaruhi oleh keyakinan seperti yang terjadi di salah satu negara berkembang, dimana menurut keyakinan kebanyakan orang diare bukanlah gejala penyakit dengan konsekuensi yang berat bagi kesehatan melainkan masalah kesehatan yang terjadi secara alami. Masyarakat juga mengabaikan peranan makanan dalam penularan penyakit diare dan banyak diantaranya yang mengaitkan penyakit tersebut dengan faktor lain seperti salah cerna, tumbuh gigi atau “terkena santet” Widyastuti, 2005. Untuk itu, perlu diadakannya penyuluhan yang rutin tentang sanitasi agar pengelola kantin dapat memiliki sikap yang baik dalam mengelola kantin secara bersih dan sehat.

5.1.5. Sanitasi Kantin Sekolah Dasar Negeri di Kota Binjai

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, Kantin yang berada di 56 Sekolah Dasar Negeri di Kota Binjai terdapat 24 kantin yang memenuhi syarat dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 32 kantin. Sanitasi kantin yang dinilai pada 56 SDN di Kota Binjai, dengan menggunakan lembar observasi yang terdiri dari lokasi dan keadaan bangunan kantin, yaitu kebersihan lantai, dinding, ventilasi, pencahayaan, atap, langit-langit serta pintu. Selain itu, fasilitas sanitasi yang terdapat di kantin sekolah mulai dari air bersih, tempat pencucian, tempat sampah dan pembuangan limbah. Penilaian selanjutnya Universitas Sumatera Utara 64 pada kebersihan dapur dan ruang makan di kantin serta bagaimana tindakan yang yang dilakukan pengelola kantin pada saat berjualan. Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang dilakukan untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat makanan tersebut siap untuk dikonsumsi Sumantri, 2010. Kantin yang belum memenuhi syarat , secara umum tidak berbentuk suatu bangunan yang kokoh atau permanen, sebagian ada yang menempel didinding samping sekolah, dan ada juga yang memanfaatkan teras sekolah sebagai kantin. Hal ini seharusnya sudah mendapatkan pengawasan dari pihak sekolah yang dapat mengadakan ruangan khusus untuk kantin sekolah. Selain itu sebagai pembinaan untuk pengelola kantin, sekolah juga seharusnya dapat mengadakan poster atau pesan-pesan tentang sanitasi yang ditempelkan pada dinding kantin sehingga pengelola kantin dapat mengetahui dan akan mengaplikasikannya saat mengolah makanan karena pengetahuan dan sikap sangat berpengaruh pada bagaimana pengelola kantin mengelola kantinnya. Berdasarkan penelitian, dari 32 kantin yang belum memenuhi syarat tidak satupun kantin yang memiliki poster tersebut sehingga dapat berpengaruh juga pada pengetahuan dan sikap pengelola kantin dalam memahami bagaimana higiene dan sanitasi makanan di kantin. Berdasarkan hasil penelitian, pada umumnya kantin tidak berada pada jarak 100 m dari sumber pencemaran seperti debu. Ini terlihat dari posisi kantin yang secara umum terletak di dalam sekolah dan jauh dari pasar. Bangunan kantin untuk Universitas Sumatera Utara 65 kantin yang sudah memenuhi syarat sudah menunjukkan kelaikan sebagai tempat pengolahan dan ruang makan yang ditunjukkan dengan bangunan yang kokoh, terpisah dari tempat tinggal serta permanen. Walaupun tidak semua kantin yang memenuhi syarat memiliki pintu yang rapat tikus dan serangga tetapi dengan kondisi kantin yang selalu dijaga bersih tidak akan mengundang datangnya serangga dan tikus. Kantin sekolah yang dinilai belum memenuhi syarat pada umumnya tidak memiliki fasilitas sanitasi seperti toilet, tempat air cuci tangan, tempat pencuci piring, dan tempat pencuci bahan. Keadaan kantin pun tidak menunjukkan kelaikan seperti tidak memiliki dinding, atap, langit-langit serta pintu. kantin terbuka dan tidak terdapat pemisahan antara dapur dengan ruang makan. Dalam pengolahan makanan, tindakan pengelola kantin yang terbanyak adalah tidak menyimpan bahan makanan dengan benar karena secara umum kantin yang ada di sekolah belum mempunyai gudang khusus penyimpanan bahan makanan. Pada saat pengambilan makanan hampir semua pengelola kantin tidak menggunakan alas tangan atau alat khusus. Dalam penyajian makanan juga yang terbanyak adalah tidak menyajikan makanan dalam kondisi hangat yang dikarenakan mereka mengolah makanan di rumah mereka untuk kemudian di bawa ke sekolah sehingga tidak ada lagi proses pemanasan makanan. Tempat penyimpanan makanan juga masih ada yang belum memenuhi syarat, beberapa pengelola kantin meletakkan makanan diatas meja dan tidak bertutup. Sehingga akan menimbulkan makanan dihinggapi lalat. Universitas Sumatera Utara 66 Diantara kantin sekolah yang memenuhi syarat, terdapat beberapa yang telah mendapat pengawasan khusus dari pihak sekolah dan pembinaan langsung tentang bagaimana seharusnya mengelola kantin sehat untuk murid-murid Sekolah Dasar. Seperti yang dilakukan oleh SDN 026602 dan SDN 024772 yang sangat memperhatikan sanitasi kantin di sekolahnya. Kondisi kantin dengan bangunan permanen, bersih dan pengelola kantin yang mengerti serta melaksanakan perilaku hygiene dalam mengolah makanan serta diperhatikan langsung oleh Kepala Sekolah yang secara rutin memeriksa kebersihan dan memberikan penyuluhan tentang Hygiene Sanitasi membuat SDN tersebut memiliki kantin sehat dan menjadi percontohan. Universitas Sumatera Utara 67

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan 1. Pembinaan yang dilakukan oleh pihak sekolah kepada pengelola kantin SD Negeri di Kota Binjai terbanyak pada kategori kurang baik yaitu 53,6. 2. Pengawasan yang dilakukan oleh pihak sekolah di SD Negeri di Kota Binjai diperoleh sebesar 55,4 sekolah belum melakukan pengawasan yang baik. 3. Pengetahuan pengelola kantin tentang sanitasi di SD Negeri di Kota Binjai berada pada kategori baik yaitu 53,6 4. Sikap pengelola kantin dalam mengelola kantin di SD Negeri di Kota Binjai diperoleh sebesar 58,9 pada kategori sudah baik. 5. Berdasarkan hasil uji Statistik dengan interval kepercayaan 95 diperoleh : - Ada hubungan yang bermakna antara Pembinaan Sekolah dengan Sanitasi Kantin. - Ada hubungan yang bermakna antara Pengawasan Sekolah dengan Sanitasi Kantin - Ada hubungan yang bermakna antara Pengetahuan Pengelola Kantin tentang Sanitasi dengan Sanitasi Kantin - Ada hubungan yang bermakna antara Sikap Pengelola Kantin dengan Sanitasi Kantin Universitas Sumatera Utara 68

6.2. Saran

1. Perlu adanya pengawasan dari pihak sekolah atau instansi terkait untuk mengawasi sanitasi kantin yaitu dengan mengharuskan pengelola kantin memiliki izin berjualan di sekolah, memeriksa kebersihan kantin secara rutin serta melakukan inspeksi dari Dinas terkait untuk pengawasan terhadap kebersihan serta kesehatan makanan yang dijual untuk anak sekolah khususnya di Sekolah Dasar. 2. Kondisi bangunan dari kantin seharusnya sudah mendapat perhatian dari pihak sekolah sehingga setiap sekolah diharapkan dapat mempunyai kantin sehat sehingga mencegah anak-anak SD membeli makanan jajanan sembarangan. 3. Penyuluhan dan pelatihan untuk pengelola kantin seharusnya dilakukan secara rutin karena dapat menambah pengetahuan pengelola kantin serta mengubah sikap dan tindakan pengelola kantin untuk dapat menerapkan perilaku hygiene dalam mengolah makanan sehingga memperkecil resiko terjadinya kontaminasi. Universitas Sumatera Utara 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Makanan

Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Ada empat fungsi pokok makanan bagi kehidupan manusia, yakni : 1. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhanperkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak. 2. Memperoleh energi guna melakukan aktivitas sehari-hari. 3. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh yang lain. 4. Berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit. Agar makanan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, kualitas makanan harus diperhatikan. Kualitas tersebut mencakup ketersediaan zat-zat besi gizi yang dibutuhkan dalam makanan dan pencegahan terjadinya kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan Mulia, 2005. Berdasarkan segi kuantitas makanan harus disesuaikan dengan usia seseorang, jenis kelamin, macam pekerjaan yang dilakukan, iklim, tinggi dan berat badan serta keadaan individu Moertjipto, 1994. Menurut WHO, makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan, dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk pengobatan. Tiga fungsi makanan yang pertama yaitu sebagai sumber energi karena panas dapat dihasilkan dari makanan seperti juga energi. Kedua, makanan sebagai zat pembangun karena makanan berguna untuk membangun jaringan tubuh yang baru, Universitas Sumatera Utara 8 memelihara dan memperbaiki jaringan tubuh yang sudah tua. Fungsi ketiga yaitu makanan sebagai zat pengatur karena makanan turut serta mengatur prose salami, kimia, dan proses faal dalam tubuh.

2.1.1. Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengadaan bahan makanan, penyimpanan, pengolahan, pengangkutan dan penyajian makanan, sedangkan sanitasi makanan adalah suatu usaha pencegahan yang menitikberatkan pada kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak segala bahaya yang dapat menggangu atau merusak kesehatan, melalui dari sebelum makanan itu diproduksi selama dalam proses pengolahan, penyiapan, penggangkutan, penjualan, sampai pada saat dimana makanan tersebut siap untuk dikonsumsi kepada konsumen Depkes, 2002. Pada proses pengolahan makanan dapat membawa bakteri yang menyebabkan penyakit pada orang yang makan makanan tersebut. Pada kenyataannya, manusia adalah sumber yang paling umum dari kontaminasi makanan yang dapat berasal dari tangan, nafas, rambut, keringat, serta ketika batuk dan bersin. Bahkan jika pengelola makanan tidak dalam kondisi sakit, masih bisa juga membawa mikroorganisme ke dalam makanan yang bisa menyebabkan penyakit Marriott, 1997. Pada umumnya industri makanan menyediakan waktu khusus untuk mendidik dan melatih karyawan. Supervisor dan pekerja juga perlu memahami pentingnya melindungi makanan. Terjadinya penyakit bawaan makanan dapat mengakibatkan kondisi yang sangat buruk bagi bisnis karena dapat menghabiskan biaya sekitar Universitas Sumatera Utara 9 75.000 dolar untuk pelayanan makanan yaitu, investigasi, membersihkan kembali serta membuat produk yang baru Marriot, 1997.

2.1.2. Sanitasi makanan

Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia Chandra, 2006. Aturan mengenai pelaksanaan hygiene dan sanitasi makanan tercantum dalam Undang-Undang No.91960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan dan Undang-Undang No. 111962 tentang Higiene untuk Usaha-Usaha Umum serta dalam Kepmenkes RI No.1098MENKESSKVII2003 tentang Hygiene Sanitasi Rumah makan dan Restoran. Di dalam upaya sanitasi makanan, terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan, yaitu: 1. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi. 2. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan. 3. Keamanan terhadap penyediaan air. 4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran 5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan. 6. Pencucian dan pembersihan alat perlengkapan. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk dapat menyelenggarakan sanitasi makanan yang efektif. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan makanan, manusia dan peralatan. 1. Faktor makanan Universitas Sumatera Utara 10 Hal- hal yang perlu diperhatikan antara lain: - Sumber bahan makanan, apakah diperoleh dari hasil pertanian, peternakan, perikanan atau lainnya. - Pengangkutan bahan makanan, yaitu harus memenuhi persyaratan sanitasi. Seperti memiliki alat pendingin dan tertutup. - Penyimpanan bahan makanan, harus memenuhi persyaratan sanitasi sebagai berikut : - Terhindar dari binatang pengerat seperti tikus. - Jika akan menggunakan rak, harus disediakan ruang untuk kolong agar mudah dibersihkan. - Suhu udara dalam gudang tidak lembab untuk mencegah tumbuhnya jamur. - Memiliki pencahayaan yang cukup - Dinding bagian bawah dari gudang harus dicat putih agar mempermudah melihat jejak tikus jika ada. - Harus ada jalan gudang. - Pemasaran makanan, yaitu tempat penjualan atau pasar harus memenuhi persyaratan sanitasi antara lain kebersihan, pencahayaan, sirkulasi udara dan memiliki alat pendingin. - Pengolahan makanan, harus memenuhi persyaratan sanitasi terutama berkaitan dengan kebersihan dapur dan alat-alat perlengkapan masak. - Penyajian makanan, yaitu harus bebas dari kontaminasi, bersih dan tertutup serta dapat memenuhi selera makan pembeli. Universitas Sumatera Utara 11 - Penyimpanan makanan, harus disimpan dalam lemari atau alat pendingin. 2. Faktor Manusia Untuk personil yang menyajikan makanan harus memenuhi syarat-syarat seperti kebersihan dan karapian, memiliki etika dan sopan santun memiliki penampilan yang baik dan keterampilan membawa makanan dengan teknik khusus, serta ikut dalam program pemeriksaan kesehatan berkala setiap 6 bulan atau 1 tahun. 3. Faktor Peralatan Kebersihan dan cara penyimpanan peralatan pengolah makanan harus juga memenuhi persyaratan sanitasi Chandra, 2006. Lima langkah yang harus dilakukan dalam upaya pemeliharaan sanitasi makanan: 1. Penggunaan alat pengambil makanan. Sentuhan tangan merupakan penyebab yang paling umum terjadinya pencemaran makanan. Mikroorganisme yang melekat pada tangan akan berpindah ke dalam makanan dan akan berkembang biak dalam makanan, terutama dalam makanan jadi. 2. Penjagaan makanan dari kemungkinan pencemaran. Makanan atau bahan makanan harus disimpan di tempat yang tertutup dan terbungkus dengan baik sehingga tidak memungkinkan terkena debu. 3. Penyediaan lemari es. Banyak bahan makanan dan makanan jadi yang harus disimpan dalam lemari es agar tidak menjadi rusak atau busuk. 4. Pemanasan makanan yang harus dimakan dalam keadaan panas. Jika makanan menjadi dingin mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang biak dengan cepat. Universitas Sumatera Utara 12 5. Penyimpanan makanan jadi tidak terlalu lama. Jarak waktu penyimpanan makanan jadi selama 3 atau 4 jam sudah cukup bagi berbagai bakteri untuk berkembang Purnawijayanti, 2001. Secara umum untuk keberhasilan program sanitasi makanan diperlukan peraturan dalam memproses makanan dan pencegahan terjadinya ”food borne disease”. Selain itu diperlukan pula pengumpulan data harian perihal makanan dan data penyakit apabila ada wabah kejadian luar biasa KLB. Dari pengalaman telah ditemukan bahwa penyebab terjadinya KLB adalah karena tidak adekuat dalam proses memasaknya, penyimpanan dan penyajian kurang hygienis, serta kebersihan pelaksana pekerja yang buruk. Untuk menunjang keberhasilan program sanitasi makanan diperlukan beberapa fasilitas diantaranya adalah penyediaan air bersih, sistem pembuangan sampah yang saniter, sistem pembuangan limbah cair yang saniter, serta sistem Pengendalian insekta dan tikus. Hal yang cukup penting untuk menunjang yang terdidik, standar makanan dan peraturan mengenai makanan, serta pemantauan dan sangsi hukum Mukono, 2005.

2.1.3. Gangguan Kesehatan Akibat Makanan yang Tercemar

Gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat makanan yang tercemar dapat dikelompokkan menjadi, keracunan makanan , penyakit bawaan makanan dan infeksi akibat makanan. Keracunan makanan dapat disebabkan oleh racun asli yang berasal dari tumbuhan atau hewan itu sendiri maupun racun yang ada di dalam panganan akibat kontaminasi. Makanan dapat terkontaminasi oleh berbagai racun yang dapat Universitas Sumatera Utara 13 berasal dari tanah, udara, manusia dan vektor. Apabila racun tidak dapat diuraikan, dapat terjadi bioakumulasi di dalam tubuh makhluk hidup melalui rantai makanan. Penyakit bawaan makanan adalah penyakit umum yang dapat diderita seseorang akibat memakan sesuatu makanan yang terkontaminasi mikroba pathogen kecuali keracunan Mulia, 2005. Infeksi akibat makanan Food infection adalah suatu gejala penyakit yang muncul akibat masuk dan berkembangbiaknya mikroorganisme dalam tubuh usus manusia melalui makanan yang dikonsumsinya Chandra, 2006

1. Keracunan Makanan

Keracunan makanan adalah penyakit mendadak, yang menjangkit dalam waktu 4-12 jam setelah memakan makanan yang tercemar penyebab keracunan. Ditandai dengan keluhan saluran cerna yang bersifat mendadak, berupa mual, muntah, nyeri perut, berak encer, menggigil, pusing gejala gastro enteritis. Keracunan makanan harus dibedakan dari infeksi yang disebabkan oleh makanan. Pada keracunan makanan gejala timbul mendadak akut, dan dalam waktu singkat setelah makan makanan yang tercemar racun eksotoksin atau makanan yang menghasilkan racun ototoksin. Gejala-gejala jelas menunjukkan hubungan dengan makanan yang dimakan, sedangkan derajat berhubungan dengan jumlah makanan beracun yang termakan. Oleh karena itu penting sekali menentukan zat-zat beracun dalam makanan yang diperkirakan sebagai penyebab. Pengertian keracunan makanan, seringkali keliru diartikan untuk penyakit yang ditimbulkan oleh zat yang telah ada dalam makanan dan menyebabkan gejala sakit, bahkan ada juga yang mengartikan Universitas Sumatera Utara 14 sebagai penyakit infeksi yang ditularkan lewat makanan food borne infection Dainur, 1995. Secara sederhana, keracunan makanan berdasarkan penyebabnya dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu : - Bacterial Food Poisoning Bacterial Food Poisoning terjadi akibat konsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri hidup atau terkontaminasi toksin yang dihasilkan bakteri tersebut. Bacterial Food Poisoning dapat dibedakan menjadi 4 tipe, yaitu: a. Salmonella food poisoning Merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri spesies Salmonella. Penyakit ini ditularkan kepada manusia melalui produk ternak yang terkontaminasi, seperti daging, susu dan telur. b. Staphylococcal food poisoning Merupakan kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh enterotoksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Infeksi pada manusia terjadi karena konsumsi makanan yang terkontaminasi toksin. Toksin tersebut memiliki laju reaksi yang cepat dan langsung menyerang usus dan sistem syaraf pusat SSP. Gejala penyakit ini antara lain mual, muntah, diare, nyeri abdomen dan terdapatnya darah dan lendir dalam feses. Kematian akibat penyakit ini jarang terjadi. Penderita dapat sembuh kembali dalam waktu 2-3 hari. c. Botulism Merupakan penyakit keracunan makanan yang disebabkan oleh eksotoksin yang diproduksi Clostridium botulinum. Dalam makanan kaleng, organisme ini akan Universitas Sumatera Utara 15 membentuk spora. Masa inkubasi botulisme cepat sekitar 12 sampai 36 jam. Gejala penyakit berbeda dengan kasus bacterial food poisoning lainnya karena eksotoksin bekerja pada sistem saraf parasimpatik. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan berakibat fatal. Kematian terjadi dalam waktu 4-8 hari akibat kegagalan pernafasan atau jantung. d. Cl. perfringens food poisoning Merupakan penyakit keracunan makanan yang disebabkan oleh Clostridium. perfringens yang dapat ditemukan dalam kotoran manusia dan binatang, dalam tanah,air dan udara. Masa inkubasi penyakit ini sekitar 6-24 jam. Gejala klinis berupa nyeri perut, diare, lesu, subfebris, mual dan muntah jarang terjadi. Penderitanya dapat sembuh dengan cepat, sementara penyakit ini tidak berakibat fatal. - Non- Bacterial Food Poisoning Keracunan makanan ini dapat disebabkan oleh tumbuh-tumbuhan seperti singkong, jengkol dan jamur beracun. Selain itu dapat diakibatkan oleh kerang dan ikan laut serta dapat juga disebabkan oleh bahan-bahan kimia Chandra, 2006.

2. Food borne disease Penyakit bawaan makanan

Dokumen yang terkait

Higiene Sanitasi Dasar Serta Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Penjual Terhadap Kepadatan Lalat Pada Kantin Sekolah Di Kecamatan Sidamanik Tahun 2015

6 109 161

Hubungan Antara Pembinaan Dan Pengawasan Sekolah Serta Pengetahuan Dan Sikap Pengelola Kantin Dengan Sanitasi Kantin Sekolah Dasar Negeri Di Kota Binjai Tahun 2013

0 0 14

Hubungan Antara Pembinaan Dan Pengawasan Sekolah Serta Pengetahuan Dan Sikap Pengelola Kantin Dengan Sanitasi Kantin Sekolah Dasar Negeri Di Kota Binjai Tahun 2013

0 0 2

Hubungan Antara Pembinaan Dan Pengawasan Sekolah Serta Pengetahuan Dan Sikap Pengelola Kantin Dengan Sanitasi Kantin Sekolah Dasar Negeri Di Kota Binjai Tahun 2013

0 0 6

Hubungan Antara Pembinaan Dan Pengawasan Sekolah Serta Pengetahuan Dan Sikap Pengelola Kantin Dengan Sanitasi Kantin Sekolah Dasar Negeri Di Kota Binjai Tahun 2013

0 0 19

Hubungan Antara Pembinaan Dan Pengawasan Sekolah Serta Pengetahuan Dan Sikap Pengelola Kantin Dengan Sanitasi Kantin Sekolah Dasar Negeri Di Kota Binjai Tahun 2013

0 0 3

Hubungan Antara Pembinaan Dan Pengawasan Sekolah Serta Pengetahuan Dan Sikap Pengelola Kantin Dengan Sanitasi Kantin Sekolah Dasar Negeri Di Kota Binjai Tahun 2013

0 0 16

Abstract Higiene Sanitasi Dasar Serta Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Penjual Terhadap Kepadatan Lalat Pada Kantin Sekolah Di Kecamatan Sidamanik Tahun 2015

0 0 2

Chapter II Higiene Sanitasi Dasar Serta Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Penjual Terhadap Kepadatan Lalat Pada Kantin Sekolah Di Kecamatan Sidamanik Tahun 2015

0 1 44

Reference Higiene Sanitasi Dasar Serta Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Penjual Terhadap Kepadatan Lalat Pada Kantin Sekolah Di Kecamatan Sidamanik Tahun 2015

1 1 3