gymnastic, gerak jalan serta berkereta angin dari kota ke kota. Sugondo pun senang ikut kegiatan berkemah atau senang berjalan kaki.
Dalam bidang kesenian, Sugondo menyenangi seni menulis cerita terutama untuk cerita sandiwara. Sugondo juga tidak segan mementaskan cerita yang ditulisnya sendiri walaupun
tidak ikut bermain di dalamnya. Namun sekali-kali Sugondo juga ikut terlibat di dalam sandiwara lawak. Ketika menjadi anggota pengurus Indonesia Muda, Sugondo terpilih
sebagai ketua dari Toneel Vereeniging Mataram, di mana akan mengadakan sebuah pertunjukkan pada bulan April 1929 dengan judul “Kakek Yang Merindukan Cucunya Yang
Tinggal di Kota Digul”. Ketika Sugondo sedang membacakan pidato pembukaan, tiba-tiba puluhan polisi masuk dari semua pintu yang dipimpin oleh wedana polisi dari PID Politieke
Inchlichtingen Diens. Pertunjukkan tersebut dilarang dan seluruh pemain serta penonton dibubarkan, setelah itu Sugondo sendiri ditangkap untuk diperiksa PID.
23
23
Pemerintah Propinsi Tingkat I Sumatera Utara, Sumatera Utara Dalam Lintasan Sejarah, Medan:Pemerintah Propinsi Tingkat I Sumatera Utara,1984,hal.427
Sampai sekarang belum ditemukan alasan penangkapan Sugondo tersebut, namun melihat cerita yang akan
dipentaskan, sepertinya Pemerintah Belanda takut cerita tersebut membangkitkan rasa nasionalisme di benak para penonton yang hadir.
2.3 Falsafah Hidup Ki Sugondo Kartoprojo
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang berpikir dan penuh ingin tahu. Rasa ingin tahu itulah yang menuntun manusia untuk mencari kebenaran hingga sedalam-
dalamnya. Hakikat mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran, tentang segala hal yang menjadi permasalahan dengan berfikir secara kritis, radikal dan sistematik itulah yang
sering kita sebut dengan berfalsafah. Ketika seseorang berfikir demikian ketika menyelesaikan suatu permasalahan maka orang itu telah memasuki falsafah.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai makhluk yang berpikir maka manusia juga tidak lepas dari pandangan hidup. Pandangan hidup itu sendiri merupakan pendapat, pertimbangan atau panutan yang dijadikan
pegangan, penuntun, pedoman, petunjuk arah di dalam kehidupan di dunia ini. Pandangan hidup itu adalah sebuah rangkaian jalur yang dibuat untuk menentukan arah kehidupan
manusia. Oleh karena itu, kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari falsafah ataupun
pandangan hidup itu sendiri. Falsafah adalah usaha manusia untuk mencari kebenaran, sedangkan pandangan hidup adalah pola pikir atau pandangan manusia mengenai kehidupan
ini. Paduan kedua hal tersebutlah yang merupakan aspek yang membangun karakter manusia sekaligus menjadi arahan hidup manusia. Tingkah laku manusia lebih banyak dikendalikan
oleh sikap, pendapat dan norma yang hidup dalam masyarakat ditambah dengan pengalaman yang diperoleh bertahun-tahun.
24
Di dalam 87 tahun kehidupan Sugondo di dunia ini, di dalam menjalankan peran, fungsi dan kedudukannya di keluarga, masyarakat ataupun lingkungan sekitar, Sugondo juga
memiliki falsah dan pandangan hidupnya sendiri. Perlu diketahui, Sugondo secara kepribadian adalah orang yang sangat tegas dan jujur. Ketegasan Sugondo terbukti dari
bagaimana Sugondo memimpin sekolah Taman Siswa hingga sebesar sekarang. Menurut Prof. Dr. Soegarda Poerbawakatja, kepribadian adalah keseluruhan dari sikap-sikap subjektif
emosional serta mental yang mencirikan watak seseorang terhadap lingkungannnya dan keseluruhan dari reaksi-reaksi itu yang sifatnya psikologis dan sosial, dan untuk itu
Poerbawakatja menyimpulkan bahwa kepribadian itu juga menyangkut dari bagaimana reaksi-reaksi yang ditimbulkan manusia terhadap situasi tertentu.
25
24
Muslimin, Hubungan Masyarakat dan Konsep Kepribadian, Malang: UMM Press, 2004, hal.130
25
Muslimin, op.cit., hal.11
Universitas Sumatera Utara
Sebagai seseorang yang memiliki kepribadian yang tegas dan pemberani, Sugondo tidak segan-segan melawan jika hal itu dirasakan tidak baik. Hal ini tercermin dari sikap
Sugondo waktu menghadapi situasi di pertemuan Taman Siswa di Yogyakarta yang dirangkum dari kutipan wawancara berikut ini:
“Di Yogja, haah sementara seluruh daripada pengurus sekarang yang intinya di pusat juga gak ada lagi, tapi kalo sekedar tapi Probosutedjo sendiri sebagai muridnya juga
sebagai guru di Siantar tempo hari taman siswa siantar dan pusat, pernah juga dilawan sama pak Gondo pada waktu ini. Waktu mengadakan temu wicara ya, bukan temu
wicara atau apa, pertemuan nasional, reuni, reuni seluruh Indonesia pertama kali yang mengadakan karena banyak duit ya kan pak probo, pada waktu itu pak Probo
menyatakan dalam pidatonya yang sudah tertulis dalam satu buku akhirnya bukunya itu pun buyar gak dilaunching lagi, dibatalkan karena dalam kata-kata pengantar untuk
melaunching bukunya itu, mengatakan bahwa saya mau memberikan, menghibahkan tanah seluas 5 hektar di Sunter dan sekarang menjadi Sunter Podomoro, dulu itu 5 ha.
Cuma saya yang mau bangun dan saya yang mau memimpin sendiri perguruan itu yang ada, waah itu langsung dia pak Gondo dia kebetulan di belakang saya tiba-tiba teriak
merdeka, berhenti dulu aah begitu, sodara sebagai pengusaha bukan orang taman siswa atau orang taman siswa, kalo seorang taman siswa tidak mengatakan seperti itu, kalo
memang dikasihkan lepas kasihkan, bahwa ada sifatnya kalo dilepaskan baik yang dipokoknya yang dihibahkan untuk apa saja terserah pada taman siswa iya kan,
misalnya mau didirikan ini untuk ini tapi untuk kepentingan taman siswa itu urusan saya, jangan ikut campur lagi, batal, saya tidak mau terima, dia sebagai pinisepuh
memang waktu itu masih. Akhirnya Sultan Hamengkubuwono sebagai Pembina itu menarik walikota Jakarta waktu itu suara bising itu juga menarik supaya tidak jadi
kisruh pertemuan itu, ya ujungnya sultan menggantikan tanah yang mau diberi itu dibatalkan, Jogja memberikan 50 ha tanah tapi di jogja bukan disini, haaah itu lah
prinsip kan masalah prinsip”
26
26
Wawancara: Ki Heru Wiryono pada 26 Oktober 2012
Universitas Sumatera Utara
Selain dikenal sebagai seseorang yang tegas dan pemberani, Sugondo memiliki pandangan dan falsafah bahwa manusia itu memiliki azas, di mana Sugondo menyadari
bahwa azas manusia itu berasal dari Sang Pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa pada dasarnya manusia ada dan berbudaya itu tidak pernah lepas dari kodrat ilahi. Sugondo
juga menerapkan dalam hidupnya bahwa bagaimana membangun pribadi bangsa untuk dapat berkembang dalam masyarakat kemudian bagaimana membangun negara dan ujungnya
bagaimana mengembangkan kepribadian manusia itu tidak lepas dari yang dalam bahasa jawa yaitu mamayu ayu neng sariro. Mamayu itu adalah bagaimana manusia membangun
badan, fisik, atau pribadi, kemudian bagaimana manusia membangun bangsa atau dalam bahasa Jawa disebut mamayu ayu ne woso dan yang terakhir adalah mamayu ayu neng
mangunso, di mana mangunso itu adalah bagaimana manusia di dalam membangun prinsip. Di mana jika kita kaitkan dengan perjuangkan Sugondo dalam membangun Taman Siswa,
dan dalam hal ini Sugondo menganggap taman siswa itu adalah badan perjuangan. Perjuangan di dalam membangun diri manusia supaya manusia menyadari bahwa manusia itu
sebenarnya memiliki persamaan hak yang kemudian menyatu dalam kelompok yang lebih besar yaitu kehidupan berbangsa. Sugondo berharap agar kita sebagai manusia bisa saling
mengenal satu dengan yang lain dan kiranya juga memahami siapa Tuhanmu. Jadi, walaupun Negara Indonesia ini sedang dijajah tetapi kita jangan mau merasa dijajah. Prinsip inilah yang
juga dipegang oleh seluruh Taman Siswa khususnya para pimpinan Taman Siswa lainnya termasuk Sugondo itu sendiri.
Kepribadian Sugondo yang penuh kejujuran juga tercermin dari bagaimana Sugondo menyikapi suatu keadaan di mana Sugondo menegakkan kebenaran walau harus merasa
berhadapan dengan muridnya sendiri. Hal tersebut tercermin dari kutipan wawancara berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
“Jadi suatu ketika memang Taman siswa mau diberi bantuan untuk diamplas karena secara gedung itu bersejarah dianggap merupakan asset pada waktu itu, kemerdekaan
itu BPI kan disitu jadi itu mau dapat bantuan 5 juta, waktu itu 5 juta sangat besar, pada tahun-tahun barangkali 60an, waktu itu ya sudah itu sudah dinyatakan situ sekian jadi
pak gondo gak mau ngambil sendiri tapi bendahara perguruanlah yang mengambil jadi waktu ngambil itu harus dipotong tetapi bukan kata pak Mara Halim namun kata kantor
keuangan dan kantor gubernur, potong bagaimana orang diterimanya segitu, jadi dilaporkanlah bendahara ini katanya ngambil lapor dulu gak diterima sebagian
besarnya jadi lapor gak mau harus yang ambil keseluruhan menurut hitam puih itu 5 jt harus 5 juta jadi tetap bertahan di kantor keuangan itu mengatakan ini harus dipotong
pajak katanya kan, potong pajak atau ada potongan agak khusus lah istilahnya, jaman- jaman sekarang kayak korupsi itulah dipotong. Kemudian karena gak berani nerima si
bendahara sekolah ini melapor sama pak gondo, pak gondo langsung terus menghampiri saya kemari, menuju ke rumah pak gubernur, jadi diawalnya saya pikir itu baik-baik
saja pada waktu datang itu, pak gondo lihat Mara Halim masih ada di rumah disuruh duduk pak gondo gak mau, “udah disini aja bung Mara Halim” kira-kira begitulah,
“gak itu masalah itu gimana ini berapa tanda tangan saudara untuk mengesahkan memberi bantuan pada taman siswa”, “ya 5 juta kan pak”, “iya tapi enggak gitu kita
urus kesana, barangkali 5 juta kasih kalo tidak gak usah, kalo itu tetap harus dipotong lebih bagus itu turunkan siapa si kepala keuangan disana”, nah itu sibuklah akhirnya
karena itu berjarak antara mengiyakan maupun dikeluarkan 5 juta dengan pengeluaran itu jaraknya jauh dari apa yang dimaui pak gondo, pak gondo langsung menyatakan gak
mau lagi seperti itu, kayak nyembah-nyembah walau dia gubernur, walaupun memang bekas murid, dimana dia juga memang kepala pemerintahan. yang gak benar nah itu
seperti itu, sehingga kan antara benci segan dan macam-macam itu orang kalo sifatnya barangkali pak gondo ini buruk tujuannya seperti benci atau dendam, tetapi lantaran
pak gondo ini tujuannya semua baik, akhirnya segan yang ada..”
27
Di dalam memajukan Taman Siswa, Sugondo memiliki prinsip bahwa setiap anak itu memiliki kharakter dan kemampuannya sendiri-sendiri. Sugondo tidak pernah memaksa anak
didiknya untuk pintar dalam semua bidang. Tindakan Sugondo ini tercermin dari kutipan wawancara berikut ini:
27
Wawancara: Ki Heru Wiryono pada 26 Oktober 2012
Universitas Sumatera Utara
“ini kalau menurut cerita karakter anak didiknya itu seperti mengembangkan apa namanya, ayam yang mengerami telur ayam dan telur itik, telur ayam dan telur itikkan
masing-masing mempunyai karakter, kalau karakter ayam kan makannya di daratan, paruhnya kecil makanya di daratan, sementara itik karakternya makan di air kalau di
daratan pasti dia tak bisa makan, pandai berenang, artinya jiwa anak dididik itu tidak sama jadi kalo ada yang pandai matematika dan tidak ada yang pandai matematika
jangan dipaksa, karena mempunyai bidang sendiri-sendiri, kalau jiwanya tidak bisa agama jangan dipaksa masuk ke pesantren akibatnya nanti akan berontak, bisa
merugikan dirinya sendiri. Jadi falsafah beliau cukup jelas disana, mengajar disesuaikan dengan kodrat alam itu dan kemerdekaan, pilih mana yang bisa
dikerjakan”
28
28
Wawancara: Ki H. Muhammad Marzuki pada 14 November 2012
Dengan keterangan-keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Sugondo adalah pribadi yang tegas, disiplin, berbudaya, jujur dan sedikit keras kepala. Kepribadian
itulah yang membawa Sugondo bisa sebesarnya ini. Sikap bertanggung jawab dan tidak mau menyerah inilah yang ditunjukkan Sugondo ketika Sugondo bertanggung jawab secara
peunuh dengan peristiwa di Jalan Bali wakapun Sugondo sendiri tidak terlibat secara langsung dengan peristiwa tersebut. Sikap kasih sayang Sugondo terhadap anak didiknya dan
dunia pendidikanlah yang membawa sekolah Taman Siswa menjadi jaya ditangannya. Terbukti dari alumni-alumni yang berhasil dihasilkan Taman Siswa selama masa
kepemimpinannya. Terhadap tiga orang puterinya, Sugondo juga menerapkan sikap tegas, dan ketegasan Sugondo jugalah yang menghantarkan ketiga puterinya berhasil di masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Bab III KI SUGONDO KARTOPROJO SEBAGAI PENDIDIK