Mengawali Karir Sebagai Pendidik Di Yogyakarta dan Cepu

Bab III KI SUGONDO KARTOPROJO SEBAGAI PENDIDIK

3.1 Mengawali Karir Sebagai Pendidik Di Yogyakarta dan Cepu

Salah satu isi dari politik etis yang diterapkan Belanda adalah menyelenggarakan pendidikan. Berangkat dari hal itu, Suwardi Suryaningrat atau yang lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara bersama teman-temannya mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa pada 3 Juli 1922. Di dalam perkembangannya, Perguruan Taman Siswa tersebut mendapat sambutan hangat dari masyarakat terutama bagi orang-orang pergerakan terutama sekolah-sekolah Budi Utomo yang menyatakan diri menjadi bagian dari Perguruan Taman Siswa. Perlulah dicatat bahwa perjalanan hidup suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari peranan para pemuda didalamnya. Dengan semangat juang dan jiwa muda mereka telah membawa pengaruh besar bagi bangsa ini. Bagaimana tidak, dikala kaum tua masih terjerat dengan dogma-dogma pemikiran yang lama, kaum muda hadir membawa penyegaran baru bagi dogma pemikiran kaum tua tersebut. Begitu pula dengan perguruan Taman Siswa. Bermula dari adanya dua grup pemuda dalam lingkungan Mulo KweekSchool Taman Siswa Sekolah Menengah Taman Siswa berpendidikan guru yang kelak menjadi bagian dari Taman Dewasa dan Taman Guru yaitu grup Klaverblad van Vieren dibawah pimpinan Sugondo Kartoprojo dan grup Doodskop dibawah pimpinan Ki Soendhoro Notodipoetro yang kemudian pada tahun 1927 kedua grup ini bersatu dalam M.K.V.T.S Mulo Kweekschool Vereniging Taman Siswa yang nantinya dari grup inilah melahirkan tunas pemuda Taman Siswa yang kelak menjadi organisasi kader-kader Taman Siswa. Universitas Sumatera Utara Setelah tamat dari Mulo KweekSchool Taman Siswa pada tahun 1928, Sugondo melanjutkan karirnya menjadi pamongguru sukarela di Taman Muda Yogyakarta. Pada saat itu, Sugondo merasa ada sesuatu yang kurang di Perguruan Taman Siswa. Sugondo melihat bagaimana sekolah Muhammadiyah memiliki badan penyokongnya yaitu anggota perkumpulan Muhammadiyah. Begitu pula dengan sekolah-sekolah Katholik yang memiliki badan penyokongnya sendiri. Tetapi tidak demikian dengan perguruan Taman Siswa. Sugondo berpendapat sudah seharusnya perguruan Taman Siswa memiliki penyokong seperti sekolah-sekolah tersebut. Maka pada tahun 1928, Sugondo memprakarsai pembentukan perkumpulan bekas guru, bekas murid dan pecinta Taman Siswa. Perkumpulan ini disingkat dengan PBMTS. Sugondo sendiri menjadi ketua PBMTS periode 1929 sd 1930. Sugondo berharap perkumpulan ini dapat menjadi pemprakarsa perguruan Taman Siswa apabila hendak mendirikan Cabang Taman Siswa dimana-mana. Perlu diketahui bahwa perguruan Taman Siswa berbeda dengan perguruan lainnya yang melebarkan sayapnya dari pusat ke cabang. Apabila ingin mendirikan Taman Siswa disuatu daerah maka masyarakat daerah tersebut harus terlebih dahulu membentuk panitia. Panitia inilah yang mendirikan sekolah yang bernama Persiapan Cabang Taman Siswa. 29 Selanjutnya seperti kita ketahui sebelumnya Sugondo juga turut aktif dalam grup pemuda yang kemudian menjadi M.K.V.T.S Mulo Kweekschool Vereniging Taman Siswa. M.K.V.T.S dalam pertumbuhannya menjelma menjadi P.T.S Pemuda Taman Siswa tahun Kemudian panitia meminta bantuan dari cabang Taman Siswa yang terdekat untuk membimbingnya. Apabila persiapan cabang ini telah dirasakan matang dan mampu berdiri sendiri barulah dilepaskan menjadi cabang. Hal ini diharapkan agar Taman Siswa menjadi kepunyaan masyarakat dan Taman Siswa dapat mandiri serta tidak mengganggu cabang- cabang lainnya. 29 Ibid., hal 6 Universitas Sumatera Utara 1931 dan satu konferensi berikutnya pada tahun 1933 telah meningkatkanya menjadi perserikatan pemuda Taman Siswa, sedang pada tahun 1934 nama organisasi ini lebih disempurnakan lagi menjadi Persatuan Pemuda Taman Siswa P.P.T.S. 30 Merasa ilmunya belum cukup, Sugondo memutuskan berhenti menjadi pamong setelah setahun mengajar di Yogyakarta. Sugondo memilih kembali ke bangku sekolah dengan menjadi murid di Taman Guru Dewasa Taman Biasa yang dikenal dengan nama TGD Taman Siswa. Adapun keistimewaan Taman Guru ini adalah murid-murid yang dilahirkan banyak menjadi pemimpin sehingga sering disebut juga sebagai Taman Guru Pemimpin. Selain itu, keistimewaannya semakin dirasa bagaimana murid-murid yang bersekolah adalah P.P.T.S dalam perkembangannya tumbuh menjadi penggerak kader-kader Taman Siswa dan turut menggerakkan kader-kader Taman Siswa menjadi penggerak pejuang bangsa yang dilandasi oleh jiwa Taman Siswa. Dalam membina kader-kader Taman Siswa, berbagai kegiatan dilakukan di P.P.T.S seperti adanya klub berdebat, kegiatan kesenian, olah raga, dan sebagainya. Adapun pemuda-pemuda Taman Siswa yang memiliki peranan dalam memajukan P.P.T.S tersebut selain Ki Sugondo Kartoprojo dan Ki Sundoro Notodipoetro adalah Ki Sadono, Ki Suroso, Ki Sayogo, Ki Asrar, Ki Ida Wayan Ghose, Ki Suwardi, Ki Syamsu Harya Udaya, Ki Sapardi, Ki Suwitarjo, Nyi Tarsiyah Winarno, Ki Toha Reksosubroto, Ki Moh. Sofindadi, Ki Supardo, Ki Sukaton, Ki Iman Sudiyat, Ki Sjamsu Hadjar Lelono, Ki Sada, Ki Moh. Tachir Huseini, Ki Moh. Gani, Ki Muchasim Hadiprabowo, Nyi Darmiyati Hadiprabowo, Nyi Suratmi Iman Sudiyat, dan lain-lain. Keberhasilan P.P.T.S menghimpun kader-kadernya sebagai pejuang bangsa membuat Perguruan Taman Siswa kebanjiran murid-murid dari seluruh penjuru tanah air. Begitu pula dengan cabang-cabang di daerah lainnya mengalami perkembangan yang serupa. 30 Majelis Luhur Taman Siswa, 50 Tahun Taman Siswa, Yogyakarta: Majelis Luhur Taman Siswa, 1976, hal.275 Universitas Sumatera Utara murid-murid yang sudah pernah bekerja. Ada bekas guru, ada bekas pegawai, tetapi karena merasa kurang ilmunya, mereka kembali bersekolah. Agak lucu juga sekolah ini, karena muridnya ada yang lajang, ada yang sepasang suami istri dan ada pula yang sudah janda. 31 1. Pengetahuan dan Jiwa bagi Taman Siswa Tetapi mereka memiliki satu tujuan yaitu menambah ilmu dan mendapat bimbingan langsung dari Ki Hajar Dewantara. Dengan bantuan guru-guru yang berpengalaman Ki Hajar Dewantara membina sekolah ini sebaik-baiknya. Adapun mata pelajaran yang diperdalam dalam Taman Guru ini adalah: 2. Ilmu Pendidikan dan Keguruan 3. Ilmu Organisasi 4. Ilmu Kepemimpinan 5. Bahasa Jerman. Ki Hajar Dewantara langsung mendidik murid-muridnya. Beliau berharap agar setelah tamat dari Taman Guru dapat menjadi guru, pemimpin dan pejuang di kemudian hari. Sugondo sendiri sangat tekun dan rajin memperdalam ilmunya di sekolah tersebut. Sehingga suatu ketika terjadi perselisihan antar guru-guru di Taman Siswa Cabang Cepu pada tahun 1931. Melihat hal yang terjadi, Ki Hajar Dewantara berinisiatif mengirim Sugondo untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di Taman Siswa Cabang Cepu. Padahal saat itu, Sugondo sendiri belumlah menamatkan pendidikannya, dan Sugondo sendiri merupakan murid termuda diantara murid Taman Guru tersebut. Dalam menyelesaikan permasalahan yang ada, Sugondo langsung menghubungi pihak yang berselisih, selain itu Sugondo juga menghubungi masyarakat setempat dan teman-teman 31 Ki Drs H. Asuhaimi S, op.cit., hal.7 Universitas Sumatera Utara yang ada di Cepu. Setelah mengetahui dengan jelas permasalahan yang ada, barulah Sugondo bertindak. Hanya memerlukan waktu beberapa bulan, Sugondo berhasil menyelesaikan permasalahan yang ada di Cepu dan Taman Siswa Cabang Cepu kembali maju ditangannya. Permasalahan yang ada di Cepu adalah batu lonjakan pertama bagi kepemimpinan Sugondo. Ki Hajar Dewantara sendiri menilai Sugondo telah berhasil dengan baik menyelesaikan permasalahan yang ada. Sugondo bertugas di Cepu hanya selama tujuh bulan saja.

3.2 Mengemban Tugas di Kutaraja