Deiksis dan pemahamannya teks narasi bahasa Arab (telaah novel al-karnak karya Najib Mahfuz)

(1)

Risty Sugidiyanti Zahara

D E IK S IS

Dan Pemahaman Teks Narasi Bahasa Arab (Telaah Novel al-Karnak Karya Naji>b Mah{fu>z{)


(2)

DEIKSIS

Dan Pemahaman Teks Narasi Bahasa Arab

(Telaah Novel al-Karnak Karya Naji>b Mah{fu>z{)

© LSIP, 2011

x + 156 halaman; 17,6 cm x 25 cm 1. Pragmatik 2. Deiksis

3. Teks Narasi 4. Novel al-Karnak ISBN: 978-602-99877-1-3

Penulis: Risty Sugidiyanti Zahara Editor : Thoyib IM

Desain Cover: M. Adam Hesa

Penerbit:

LSIP (Lembaga Studi Islam Progresif)

Jl. Alam Indah Vila Inti Persada Blok C6/No.36 Pamulang, Tangerang Selatan Telp/Fax: 021-7497810

Cetakan I, September 2011

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KTD) Zahara, Risty Sugidiyanti

DEIKSIS dan Pemahaman Teks Narasi Bahasa Arab (Telaah Novel al-Karnak Karya Naji>b Mah{fu>z{) Tangerang Selatan: LSIP, 2011

x+ 156 halaman; 17,6 cm x 25 cm ISBN: 978-602-99877-1-3


(3)

Kado Tuhan ter indah, di bulan keber kahan dan pengampunan, Anuger ah munajah mama dan papa atas seber kas cinta tak ter hingga, Sang penyejuk taman hati Fir daus dalam r elung r indu tak ber ujung. **RSZ**


(4)

Par a pemuda adalah satu-satunya yang tidak menyer ah pada masa lalu. Dar i mer eka semua, aku telah belajar sesuatu yang tidak aku ketahui sebelumnya. Rahasia ter dalam yang melibatkan pelbagai kejadian sekaligus hati manusia. Saat ini, telah menjadi jelas bagiku dan aku telah meminum isi gelas ini hingga

habis. ** Naji>b Mah{fu>z{ **


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini menunjukan ketidaksependapatan kesimpulan Didier Coste dan John Pier dalam “Narrative Levels”, 2009, yang menyatakan bahwa deiksis bukanlah cara yang tepat untuk memahami teks narasi, melainkan melalui makna secara gramatikal.

Kesimpulan penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya, oleh :

Judith F. Duchan, et all. “Deixis in Narrative: A Cognitive Science Perspective”, 1995, menyatakan bahwa perangkat linguistik dapat mempengaruhi pemahaman dari sebuah teks naratif. Hal itu terkait dengan deiksis yang menjadi faktor utama pemahaman oleh pembaca, sehingga dapat mempengaruhi seberapa mudah dan cepat pembaca dalam memahami suatu teks narasi.

Varzegar Minoo, et all. dalam artikel “Deixis and EFL Reading Comprehension”, 1996, menuliskan bahwa cara yang paling tepat untuk menentukan pemahaman teks dalam hubungan antara bahasa dan konteks tercermin dalam fungsi struktur bahasa itu sendiri, yaitu melalui fenomena pragmatis (deiksis).

William J. Rapaport, et all (Deictic Center and Cognitive Structure of Narrative Comprehension, 1994), mengungkapkan bahwa kajian pusat deiktis dalam pemahaman narasi penting untuk menentukan perangkat deiksis yang memberikan isyarat kontekstual yang memungkinkan pembaca memahami informasi yang diberikan dalam setiap kalimat yang berurutan dalam narasi secara keseluruhan. Penelitian ini menunjukan bahwa deiksis merupakan metode yang lebih tepat untuk membantu memudahkan pemahaman teks narasi.

Dalam hal ini, penelitian teks menggunakan pendekatan linguistik (pragmatik-semantik) dengan metode deskriptif-analisis, yaitu peneliti mengkaji objek (teks) penelitian untuk membuktikan cara deiksis terhadap pemahaman teks narasi bahasa Arab dalam novel al-Karnak. Teori yang digunakan adalah Deiksis, yang di kembangkan oleh Louise Cummings yang meliputi 3 (tiga) macam, yaitu persona, waktu, dan tempat. Penelitian ini merupakan library research dengan prosedur dan prinsip kerja penelitian kualitatif. Sumber primer penelitian ini adalah teks novel al-Karnak karya Naji>b Mah}fu>z}. Adapun, sumber sekunder penelitian ini berupa artikel dalam jurnal, majalah, koran yang berkaitan dengan tema penelitian, serta buku-buku yang dapat dijadikan referensi sekunder. Analisis teks yang


(6)

ditempuh dengan penentuan area topik penelitian, yaitu teks narasi novel berkaitan dengan 3 (tiga) macam deiksis, kemudian menginterkoneksikan antar kata dalam kalimat teks tersebut untuk memperoleh indikator makna pada teks dengan konteks yang diacu kemudian dilakukan analisis dan klasifikasi deiksis dalam teks narasi.


(7)

KATA PENGANTAR

Teks narasi merupakan objek yang selalu menarik untuk di kaji dan menggugah untuk di teliti. Setiap teks memiliki keunikan yang diversif berdasarkan latar belakang para penulis teks tersebut. Adalah Naji>b Mah}fu>z}, seorang penulis besar Mesir yang telah memunculkan karya-karya narasi yang kontroversial seputar kehidupan politik dan kemanusiaan yang terjadi di sepanjang sejarah negaranya. Salah satu karya kritis mengenai kisah kehidupan sosial Mesir pasca kekalahan perang dengan Israel pada Juni 1952 dalam karya yang di tulis pada tahun 1974 berjudul al-Karnak.

Selama ini, pemahaman teks dianggap akan mudah jika pembaca dapat menelusuri secara struktur (gramatikal) dalam memaknai teks. Namun, bagaimana teks-teks tersebut dimaknai secara realitas?. Perbedaan antara kuasa teks dengan struktur, yaitu dimana teks dikonstruksikan, dipresentasi, dan dimaknai. Artinya, pembaca mempunyai pilihan bagaimana membuat dan memaknai teks. Namun semua tidak dilakukan dalam bingkai struktur saja, melainkan yang terbentuk di luar jangkauan intervensi pembaca. Dalam analisis konteks komunikasi, baik lisan atau tulis, perlu diketahui siapa yang mengkomunikasikan; kepada siapa komunikasi itu disampaikan; kapan komunikasi itu dilakukan; dan dimana tempat terjadinya komunikasi tersebut. Dalam hal ini, konteks acuan makna penting untuk diperhatikan dalam proses pemahaman teks melalui piranti pragmatik yaitu deiksis.

Tujuan penelitian antara lain: menjelaskan secara komprehensif mengenai deiksis sebagai sarana pragmatik untuk memudahkan pemahaman teks narasi, serta membuktikan bahwa deiksis dapat mempengaruhi pemahaman teks narasi bahasa Arab dalam novel al-Karnak. Adapun, manfaat penelitian ini secara teoretis adalah untuk mengembangkan khazanah intelektual dalam bidang linguistik dan secara praktis untuk memberikan kebijakan bagi guru bahasa Arab dengan mengembangkan deiksis dalam pembelajaran bahasa Arab di lembaga pendidikan. Berdasarkan hal-hal tersebut maka penelitian yang berjudul “Deiksis Dalam Novel al-Karnak karya Naji>b Mah}fu>z}” menarik untuk dikaji.


(8)

Secara umum tulisan ini terbagi dalam lima bab. BAB I Pendahuluan. Bab ini memuat latar belakang masalah, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, riset terdahulu, metodologi penelitian, dan diakhiri dengan sistematika pembahasan. BAB II merupakan kerangka teori dalam penelitian ini, yang mengkaji mengenai pragmatik dan deiksis. Kemudian lebih lanjut dikaji mengenai teks narasi. BAB III membahas struktur deiksis novel al-Karnak yang meliputi konteks dan struktur alur novel al-Karnak, serta model analisis teks deiksis novel al-Karnak. Sedangkan, BAB IV mengkaji mengenai deiksis novel al-Karnak yang kemudian membentuk rumusan deiksis. Pada BAB V merupakan penutup, yang meliputi kesimpulan dan implikasi penelitian.

Terciptanya karya ini tentu tidak terlepas tanpa dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan apresiasi tertinggi kepada Dr. Thoyib, IM selaku pembimbing, melalui bimbingan dan arahan beliau yang sangat memotivasi penulis untuk menuntaskan karya ini dengan baik dan tepat waktu. Begitu pun, penulis berterima kasih kepada penguji yaitu Prof. Dr. Ahmad Syatori Ismail, MA dan Dr. Ahmad Dardiri, MA yang turut membenahi teknisi karya ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. DR. Azyumardi Azra, MA, baik selaku mantan rektor, Direktur SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas contoh keteladanan seorang intelektual muslim yang bermanfaat bagi masyarakat. Begitu pun, Prof. DR. Suwito, MA, DR. Fuad Jabali, dan DR. Yusuf Rahman yang senantiasa memberikan masukan dan ide yang membangun, serta motivasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kawan-kawan seperjuangan yang selama ini men-chardger semangat penulis, melalui pertemuan-pertemuan singkat untuk sekedar bercengkrama dan mendiskusikan hal-hal akademik.

Lebih lanjut, karya ini penulis persembahkan kepada ayahanda tercinta Meririzal, SE. dan ibunda tersayang Titi Sediyati, Amd., berkat do’a keduanya yang tak terputus dan kasih sayang yang tak ternilai kepada penulis. Teruntuk Firdaus, Lc. yang senantiasa mensupport dan menyemangati penulis ditengah kesibukan menuntaskan karya ini.

Kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, yang telah memberikan saran, kritik, dan bantuan hingga selesainya


(9)

penulisan buku ini penulis mengucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT. membalasnya sebagai amal ibadah. Semoga bermanfaat. Aamiin.

Jakarta, Juni 2011


(10)

TRANSLITERASI ARAB - INDONESIA A. Huruf Konsonan1

س s l

b ش s m

t ص s n

t ض d w

j ط t h

h ظ z `

k ع y

d غ g

d ف f

r ق q

z ك k

B. Translasi

 Seluruh terjemahan dalam tesis ini adalah milik penulis, kecuali terjemahan al-Qur’an. Penerjemahan al-Qur’an penulis mengutip Mushaf al-Qur’an Terjemahan, Departemen Agama RI, al-Juma>natul ‘ali al-Qur’a>n dan Terjemahannya. Bandung: J-ART, 2004.

 Hadith dalam tesis ini menggunakan terjemahan Musthafa Dieb al-Bugha dan Muhyidin Mistu, al-Wafi: Fi> Sharhil Arba’i>n an-Nawawiyah, Damaskus – Beirut: Da>r Ibnu Katsir, 1998.

C. Singkatan

1

David Cowan, An Introduction To Modern Literary Arabic (Cambridge: Cambridge University Press, 1958), 1-2. Dan pedoman transliterasi Arab – Latin Library Of Congress.


(11)

t.t : Tanpa tempat

t.p :

Tanpa penerbit

t.th :

Tanpa tahun terbit

BAB I PENDAHULUAN


(12)

A.Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan salah satu hasil budaya manusia yang sangat tinggi nilainya, karena melalui bahasa manusia dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan sekitarnya. Disamping itu, dengan bahasa manusia dimungkinkan dapat berkembang dan mengabstraksikan pelbagai gejala yang muncul di lingkungannya. Maka, jelaslah bahwa bahasa sangat penting peranannya dalam kehidupan sosial.

Dalam komunikasi antarindividu, setiap kalimat yang diujarkan mempunyai fungsi yang khusus, yaitu memberitahukan, menanyakan atau memperingatkan tentang suatu realita. Dalam hal ini, pembicara mengharapkan bahwa lawan bicaranya dapat menangkap atau mengerti fungsi dari kalimat yang diujarkan pembicara tersebut. Apabila pendengar gagal menangkap fungsi tersebut, maka dikatakan ia salah mengerti. Untuk itu, fungsi bahasa memiliki tiga aspek, yaitu: Speech Act, Propositional Content, dan Thematic Structure.2 Peranan intonasi dan konteks pembicaraan penting dalam membantu pendengar atau pembaca untuk memahami maksud suatu ujaran pembicara atau penulis. Bahasa memiliki beragam bentuk komunikasi. Menurut Boyle, bahwa hal yang membuat komunikasi manusia lebih efisien dari hewan adalah adanya bahasa.3 Bahasa yang dihasilkan manusia untuk melakukan komunikasi dengan manusia lainnya dapat berupa bahasa lisan, bahasa tulis, dan bahasa tubuh (gerak atau tindakan). Bentuk lisan ditandai dengan bunyi, sedangkan tulisan ditandai dengan tanda yang disepakati bersama. Komunikasi akan berjalan dengan lancar apabila sasaran bahasa yang digunakan tepat. Artinya bahasa itu digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi penutur dan sifat penuturan itu dilaksanakan. Hal ini sangat bergantung pada faktor-faktor penentu dalam tindak bahasa atau tindak komunikasi, yaitu lawan bicara, tujuan pembicara, masalah yang dibicarakan, dan situasi. Penggunaan bahasa seperti inilah yang disebut pragmatik.4

2

Speech Act yang dimaksud adalah pembicara menunjukan sebuah action

meminta, meyakinkan, berjanji, menyuruh dan sebagainya. Pada Propositional Content

adalah pembicara merinci ide-ide (an ideational content) yang ingin dimaksudkan dari

speech act-nya. Dan Thematic Structure merupakan penilaian tentang keadaan mental (mental state) pendengar pada saat seseorang berbicara. Lihat Samsunuwiyati Mar’at,

Psikolinguistik; suatu pengantar (Bandung: Refika Aditama, 2005), 31-34.

3

D.G. Boyle, Language and Thinking in Human Development (London: Hutchinson University Library, 1971), 29.

4 Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa

secara eksternal, yaitu bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi. Berbeda dengan semantik yang merupakan ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara internal. Lihat I Dewa Putu Wijaya dan Muhammad Rohmadi, Analisis Wacana Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis (Jakarta:Yuma Pustaka, 2010), 3-4. Semantik dan pragmatik adalah cabang-cabang ilmu bahasa yang menelaah makna-makna satuan lingual,


(13)

Pragmatik digunakan untuk bidang semua tanda-tanda dan analisis (semantik ‘studi relasi tanda dengan penafsirannya’, sedangkan pragmatik ‘hubungan isyarat pada pemakainya’) tersebut mempertimbangkan tindakan, keadaan di sekitarnya manusia yang bertutur atau mendengar “isyarat linguistik”.5 Lahirnya pragmatik merupakan pengaruh kesadaran yang baru dari para linguis yang mulai di pandang penting dan menjelajah ranah aspek linguistik ini sejak empat puluh tiga tahun lalu.6 Hal itu dikarenakan, adanya kejenuhan yang menciptakan problem baru mengenai kajian bahasa yang terbatasi pada studi struktur yang bersifat abstrak, maka ranah pada penggunaan bahasa sebagai bentuk konkret pada penerapan fungsi struktur menjadi ruh linguistik bahasa tersebut.

Ranah deiksis merupakan satu dari beberapa elemen pragmatik yang bermakna kontekstual atau situasi (penutur, waktu dan tempat) dalam ujaran yang digunakan.7 Kata seperti aku, kamu, kini dan disini merupakan kata-kata yang bersifat deiksis. Rujukan kata-kata-kata-kata tersebut barulah dapat diketahui jika diketahui pula siapa, dimana, dan pada waktu kapan kata-kata itu diucapkan. Sebagai contoh:

“Kini, Aku dan kamu bertemu kembali di sini “

Kata aku mengacu pada pengujar, kata kamu acuan ujaran untuk menyatakan seseorang sebagai lawan bicaranya secara langsung. Sedangkan kini, waktu diujarkannya kalimat tersebut dan kata disini adalah tempat ketika ujaran tersebut terjadi. Bagi Purwo,8 kata yang bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti ganti, tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan tergantung pada saat dan tempat diujarkannya kata itu. Dengan demikian, deiksis sebagai kata yang mengacu pada identitas pengujar, lawan ujar yang bergantung waktu ujaran, dan tempat terjadi ujaran dengan referen yang berubah-ubah. Perubahan referen deiktis disebabkan oleh pengutaraan kata si pembicara, bukan oleh apa yang

hanya saja semantik mempelajari makna yang bebas konteks (context independent), sedangkan pragmatik mempelajari makna yang terikat konteks (context dependent). Lihat Bambang Kaswanti Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa: Menyibak Kurikulum 1984

(Yogyakarta: Kanisius, 1990), 16.

5

Tradisi ini berlangsung terus hingga ahli bahasa dan ahli filsafat telah mengambil istilah pragmatik untuk meliputi kajian bahasa yang digunakan berkaitan dengan konteks, dan khususnya kajian komunikasi linguistik. Lihat Im Young Ho,”Teka-Teki dalam Bahasa Indonesia: Sebuah Kajian Linguistik dan Pragmatik”, Disertasi (Depok: Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002), 48.

6Geoffrey Leech,

The Principles of Pragmatics, diterjemahkan oleh M.D.D. Oka dengan judul terjemah Prinsip-prinsip Pragmatik (Jakarta: Universitas Indonesia, 1993), 1.

7

James R. Hurford, Brendan Heasley, dan Michael B. Smith, Semantics: a Coursebook (Cambridge: Cambridge Unoversity Press, 2008), 66.

8

Bambang Kawanti Purwo, Deiksis dalam Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 1.


(14)

dimaksudkan si pembicara. Misalnya: dalam keadaan marah dapat mengucapkan kata monyet, yang ditujukan kepada lawan bicaranya. Dalam pemakaian yang metaforis ini kata monyet berpindah referennya; referennya bukan hewan yang pandai memanjat, melainkan bentuk celaan kepada lawan bicara yang dikenai rasa amarah itu.

Berdasarkan etimologi deiksis berasal dari bahasa Yunani yaitu deiktikos, yang berarti to pointing atau hal penunjukan secara langsung.9 Kridalaksana mendefinisikan deiksis sebagai hal atau fungsi yang menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata tunjuk pronomina, ketakrifan, dan sebagainya.10 Bagi Matthews,11 deiksis (deixis) sebagai The way in which the reference of certain element in a sentence is determined in relation to a specific speaker and addressee and a specific time and place of utterance. Kata-kata deiksis pada setiap bahasa jumlahnya terbatas. Walau demikian, sistem deiksis justru termasuk yang sangat sulit dipahami orang yang bukan penutur asli bahasa yang bersangkutan12 karena sistem bahasa yang satu dengan bahasa yang lain adalah berbeda. Hal ini dimungkinkan karena tiap-tiap bahasa memiliki kaidah bahasa dan latar belakang budaya tersendiri yang berbeda dengan kaidah latar belakang budaya bahasa yang lain. Perbedaan ini membawa konsekuensi tersendiri bagi orang yang akan mempelajari atau mendalami dan menggunakannya dalam tindak komunikasi. Perhatikan contoh berikut:

A: “Apakah kamu bisa hadir di acara pernikahan saya minggu depan ?” B: “Ya, saya akan hadir”

Pernyataan A dengan kata kamu perlu diketahui siapa orang yang diajak bicara, apakah seorang teman kerja, saudara, sahabat karib dan sebagainya. Kata saya harus diketahui siapa pengujar ujaran ini oleh lawan ujarnya. Dan kata besok merupakan keterangan waktu, saat dan hari terjadinya ujaran itu. Sedangkan B dapat memahami maksud A dengan mengetahui kapan ujaran itu terjadi (jika ujaran diujarkan tanggal 1 november 2011 maka kata minggu depan mengacu pada tanggal 7 november 2011) dan dalam situasi apa ujaran itu terjadi (ketika istirahat makan siang, melalui telepon, bertemu di jalan dan sebagainya). Lebih jelas, perhatikan contoh berikut:

               9

Bambang Kaswanti Purwo, Deiksis Dalam bahasa Indonesia, 2.

10 Harimukti Kridalaksana,

Kamus Linguistik (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2009), 45.

11

Peter Matthews, The Concise Oxford Dictionary of Linguistics (Oxford: Oxford University Press, 1997), 89.

12

Bambang Kaswanti Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa: Menyibak Kurikulum 1984 , 18.


(15)

“Tahukah kamu apakah hari kiamat itu?. Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran”.13 (Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?. Pada hari itu manusia seperti kupu-kupu yang beterbaran).

Pronomina sufiks –ka {ك -} terikat verba ma>d}i adra> {ىردأ}. Posisi objek pengujaran oleh P1 (Allah swt) yang merujuk pada P2 (manusia). Dalam waktu Yauma merujuk pada hari kiamat.

Memahami suatu bahasa diperlukan sebuah teks. Teks merupakan suatu ide yang dikembangkan melalui suatu bentuk tulisan. Bentuk tulisan yang biasa dipakai pengarang terdiri dari empat jenis, yaitu: narasi, eksposisi, deskripsi, dan argumentasi. Bentuk-bentuk tulisan narasi sebagian besar berupa cerita, yang benar-benar terjadi atau hanya diciptakan pengarang saja. Narasi sebagai salah satu bentuk wacana yang terikat oleh unsur perbuatan dan waktu. Menurut Keraf,14 merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu. Sementara itu Culler,15 berpendapat bahwa jika cerita rekaan (narasi) merupakan suatu sistem, subsistem yang terpenting didalamnya adalah alur, tema dan tokoh. Relasi dan sistem diferensial bahasa hanya ditemukan dalam teks yang dipahami sebagai “tenunan”, teks menetralkan pusat-pusat penandaan melalui cara kerja teks yang bersifat diseminatif, karena tanda-tanda yang termuat dalam sebuah teks menyebar dan berhubungan dengan teks-teks lain. Makna dibentuk dari teks, ditemukan dalam teks, dan direkayasa dalam teks.16 Oleh karena itu, pemahaman teks dalam bacaan dibutuhkan konteks unsur luar bahasa (reference) yang mendukung makna teks tersebut. Permasalahan beda antara langue dan parole, yaitu pada bahasa dan ujaran akan berpusat pada kajian semantik dan pragmatik yang berkaitan dengan makna, dan keduanya memiliki batasan yang samar.17

Narasi memiliki 2 (dua) bentuk yaitu narasi fiktif dan narasi non fiktif.18 narasi fiktif berupa roman, novel, cerpen dan dongeng. Sedangkan, narasi nonfiktif berupa sejarah, biografi, dan autobigrafi. Dalam narasi seringkali terjadi ketaksaan makna konteks. Suatu kata mempunyai makna yang berbeda antara penutur/penulis dengan petutur/pembaca dikarenakan perbedaan makna leksikal. Perbedaan tersebut disebabkan oleh konteks yang menyertai dan mempengaruhi kata tersebut. Maka, jika seseorang mengenal dan memahami dengan baik konteks yang menyertai suatu kata,

13 Q.S. Al-Qa>ri’ah (101): 3-4. 14

Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi (Jakarta: Gramedia, 1994), 135.

15

Panuti Sudjiman, Memahami Cerita Rekaan (Jakarta: Pustaka Jaya, 1987), 11.

16

Muhammad al-Fayyadl, Derrida (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2006), 76-77.

17

Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Pragmatik (Bandung: Angkasa, 2009), 24.

18


(16)

maka dengan mudah ia akan dapat memahami makna kontekstual kata tersebut.

Dalam membaca suatu teks narasi fiksi perlu diketahui adanya bentuk tata bahasa dan gaya bahasa yang dipakai oleh penulis, jika pembaca ingin memahami suatu gambaran atau pesan yang disampaikan dalam penceritaan tentunya pembaca harus memiliki keterampilan membaca. Untuk mengetahui dan mengerti dengan jelas apa yang dibahas dalam suatu teks, pembaca dituntut memahami teks bacaan tersebut dengan benar. Memahami isi teks dengan seksama merupakan salah satu kesulitan yang sering kali dihadapi pembaca. Dalam dunia pendidikan bahasa asing terdapat kesulitan memahami bahasa (khususnya dalam bahasa Arab yaitu pragmatik atau ‘ilm Ma’a>ni19) yang selama ini bertendensi pada topik gramatikal terlebih dalam penerapan memahami teks. Pada hakikatnya makna gramatikal merupakan faktor penting dalam memahami suatu teks karena mempelajari gramatikal tanpa memahami makna hanya akan menimbulkan keabstrakan dan ketaksaan makna.

Teks naratif pada dasarnya adalah teks yang menceritakan sesuatu.20 Tujuannya untuk menghibur, mendapat perhatian pembasa atau pendengar cerita, mendidik, memberitahu, dan mengembangkan imajinasi pembaca atau pendengar. Sehingga teks narasi itu sendiri bersifat imajiner (yaitu menyampaikan refleksi tentang pengalaman pengarangnya) dan faktual (ialah menceritakan kejadian yang sesungguhnya seperti dalam novel, biografi dan sebagainya).

Teori kontekstual mengisyaratkan bahwa suatu kata atau simbol ujaran tidak mempunyai makna jika ia terlepas dari konteks. Konteks merupakan konsep yang luas dengan melibatkan unsur fisik, linguistik, epistemis dan sosial.21 Walau demikian, beberapa pakar semantik yang berpendapat bahwa setiap kata mempunyai makna dasar atau primer yang terlepas dari konteks situasi dan kata itu baru mendapatkan makna sekunder sesuai dengan konteks situasi. Sedangkan, dalam kenyataannya kata tidak akan terlepas dari konteks pemakaiannya. Pendapat yang membedakan makna primer atau makna dasar dan makna sekunder atau makna kontekstual secara tidak eksplisit mengakui pentingnya konteks situasi dalam analisis makna.22

19

Moch. Ainin, Metodologi Penelitian Bahasa Arab (Malang: Hilal Pustaka, 2007), 48.

20

Hugh Cory, Advances Writing With English In Use (New York: Oxford University Press, 2002), 76.

21

Louise Cummings, Clinical Pragmatics, editor: Abdul Syukur Ibrahim dengan judul terjemah Pragmatik Klinis (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 37.

22


(17)

Naji>b Mah}fu>z{ merupakan salah satu novelis raksasa dalam khazanah sastra Arab modern dan sastra dunia, peraih Hadiah Nobel Sastra 1988. Ia menulis novel dan cerpen. Pengarang Mesir yang sangat produktif ini meraih gelar sarjana filsafat pada 1934,yang kemudian memilih dunia kepengarangan walaupun ia juga sempat bekerja sebagai pegawai negeri di Departemen Kebudayaan Mesir antara 1954-1971 hingga menjabat sebagai penasehat menteri. Lalu ia menjadi editor mengawali karir sastranya dengan menulis cerpen. Salah satu karyanya yang terkenal adalah trilogi novel Bayn Al-Qasrayn, Qas}r Al-Shawq dan Al-Sukkariyya (1956-1857). Adapun, novel Al-Karnak ditulisnya tahun 1971, diterbitkan pertama pada 1974 dan sempat difilmkan pada 1975 dengan judul yang sama. Novel menjadi objek penelitian yang menarik dari tinjauan deiksis, karena berdasarkan struktur teksnya sifat novel didominasi oleh sejumlah ungkapan atau ekspresi oleh hubungan komunikasi pada tindak bahasa yang terjadi dalam 2 (dua) tataran, yaitu (1) tataran luar-novel dan (2) tataran dalam-novel.23 Ini karena novel merupakan sebuah karya naratif.24 Dalam novel al-Karnak –dan karya-karya lainnya, penulis cenderung menggunakan gaya bahasa haz}f25, terutama dalam dialog-dialog novel, sehingga akan mempersulit pembaca dalam memahami konteks acuan teks novel bahasa Arab. Selain itu, penggunaan balaghah berupa majaz dan isti’arah dalam novel al-Karnak akan sukar bagi pembaca untuk memaknai teks apabila tidak memahami konteksnya. Oleh karena itu, deiksis dapat dijadikan alat untuk memudahkan pembaca dalam memahami teks novel al-Karnak, dengan tujuan agar pembaca tidak memaknai acuan konteks secara rancu dan menyimpang. Selain itu, karya al-Karnak ini merupakan salah satu dari karyanya yang termasuk periode realism atau novel sejarah. Novel ini mengkisahkan berbagai peristiwa sepanjang sejarah revolusi Mesir yang paling dikritisi oleh penulis. Hal ini menarik untuk ditelaah, karena setiap peristiwa yang terjadi mendeskripsikan kenyataan yang sebenarnya di rasakan oleh penulis.

23

Komunikasi pada tataran luar-novel merupakan upaya penyampaian amanat tertentu dari pengarangnya melalui isi novel itu yang ditujukan kepada suatu publik pembaca yang diperkirakan pengarang. Sedangkan, komunikasi pada tataran dalam-novel adalah penyampaian cerita dari pencerita kepada pembacanya. Lihat, Benny H. Hoed, Kala dalam Novel Fungsi dan Penerjemahannya (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992), 7.

24

Benny H. Hoed, Kala dalam Novel Fungsi dan Penerjemahannya, 7.

25 Atau gaya penceritaan eliptik, yakni membuang kata tertentu, karena dianggap

sudah memadai Muh}ammad Ah}mad Khad{ir, al-Tarki>b wa al-Dila>lah wa al-Siya>q: Dira>sah Tat>bi>qiyyah (Kairo: Maktabah Anjalau, 2005), 147. Penggunaan haz}f

bertujuan agar ceritanya singkat, tidak bertele-tele, dan tidak berbunga-bunga. Lihat Sukron Kamil, Teori Kritik Satra Arab: Klasik dan Modern (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2008), 147.


(18)

Dalam hal ini, metode yang digunakan dalam memahami sebuah narasi tidak cukup menggunakan perasa sastra saja, melainkan perlu menggunakan perangkat linguistik, salah satunya adalah deiksis. Deiksis yaitu memahami suatu teks narasi dengan melibatkan unsur-unsur eksternal bahasa (unsur-unsur luar bahasa atau pragmatik konteks) tersebut. Dalam mengetahui bentuk ujaran dialog yang melibatkan siapa, kapan, dimana, konteks penceritaan itu diungkapkan oleh tokoh-tokoh cerita. Rujukan dari maksud yang diungkapkan cerita terjadi pada penutur itu sendiri.

Sejauh ini, penelitian mengenai deiksis telah cukup banyak dilakukan, baik oleh sarjana Indonesia maupun non Indonesia seperti yang peneliti temukan, antara lain: Bambang Kaswanti Purwo dalam deiksis dalam Bahasa Indonesia, Rita Prasetiani dalam deiksis dalam Bahasa Arab, Clive Holes dalam Modern Arabic: Structure, Function, and Varieties, F.X. Rahyono dalam Makna Invariant Deiksis Bahasa Jawa serta beberapa bentuk penelitian tentang bahasa lain oleh beberapa peneliti lainnya seperti Heeschen, Malotki, dan Batori. Namun, dari semua penelitian yang ada, penelitian mengenai deiksis teks narasi belum banyak ditemukan. Terdapat beberapa peneliti seperti Judith F. Duchan, et all dalam bukunya Deixis in Narrative: A Cognitive Science Perspective, William J. Rapaport, et all. dalam penelitian “Deictic Centers and Cognitive Structure of Narrative Comprehension” dan beberapa artikel seperti Varzegar Minoo, et all. dalam “Deixis and EFL Reading Comprehension”.

Hal ini penting untuk diteliti karena para pembaca teks narasi masih mengalami kesulitan-kesulitan terutama bagi pembaca teks narasi bahasa Arab dalam hal penerapan fungsi bahasa tulis. Selama ini, penelitian bahasa Arab didominasi pada studi gramatikal, namun dalam aplikasi fungsi gramatikal bahasa dalam pemahaman masih belum banyak yang dikaji, terutama dari segi pragmatik, yaitu bagaimana cara melakukan metode yang tidak hanya memberikan informasi secara struktural tetapi lebih menekankan penerapan fungsi eksternal struktural bahasa untuk pemahaman informasi atau pesan yang tersirat dari apa yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca. Oleh sebab itu, penelitian ini penting untuk membuka jalan dalam memahami teks narasi sehingga berbagai pesan dan informasi didalamnya lebih jelas dengan kajian linguistik melalui studi deiksis ini, serta memberikan kontribusi kebijakan dalam pendidikan bahasa pembelajaran teks narasi. Maka, penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Pada dasarnya pengidentifikasian masalah muncul dari 3 (tiga) faktor sumber masalah, yaitu masalah diri sendiri (peneliti), masalah dari


(19)

orang lain (buku, seminar, diskusi, dan sebaginya), dan masalah dari dokumen (teks, jurnal, koran, dan sebagainya).

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang, peneliti mengidentifikasikan penelitian ini karena masalah dari perdebatan diskusi yang memunculkan beberapa pertanyaan yang perlu sekiranya di jawab yakni:

(1) Sejauh mana deiksis berpengaruh dalam pemahaman teks narasi?, (2) Bagaimana penggunaan deiksis sebagai solusi pemahaman membaca

teks narasi ?,

(3) Apakah deiksis dapat menjadi faktor utama dalam pemahaman teks narasi?,

(4) Bagaimana cara deiksis menjadi faktor sangat berpengaruh untuk memudahkan pemahaman teks narasi?,

(5) Bagaimana relevansi deiksis dan semantik dalam teks narasi?, (6) Apa penyebab kesulitan dalam pemahaman teks narasi?,

(7) Faktor-faktor deiksis apa saja dalam upaya memahami teks narasi?, (8) Bagaimana implikasi deiksis dalam pembelajaran bahasa Arab?.

2. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dengan membatasi variabel atau aspek mana yang diteliti dan mana yang tidak.26

Untuk itu, riset ini membatasi masalah pada bagaimana pengaruh deiksis dalam pemahaman teks narasi Novel al-Karnak karya Naji>b Mah}fu>z}.

3. Perumusan Masalah

Rumusan masalah berisi uraian tentang masalah-masalah yang hendak dipecahkan melalui penelitian. Tentunya masalah yang dipaparkan tersebut tidak lepas dari latar belakang yang di kemukakan pada bagian pendahuluan.27

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

Bagaimana pengaruh deiksis dalam pemahaman teks narasi, sehingga dapat memudahkan pemahaman novel al-Karnak ?.

C. Kajian Pustaka dan Penelitian Terdahulu yang Relevan

Manfaat pustaka untuk memberikan pemahaman banding antara fenomena yang hendak diteliti dengan hasil studi terdahulu yang sama atau

26

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Rosda Karya, 2009), 300 – 301.

27


(20)

serupa.28 Maka, informasi-informasi terdahulu yang telah ada dapat dilakukaan penelaahan lebih lanjut terhadap masalah yang akan diteliti.29 Kajian mengenai deiksis ini cukup banyak dilakukan pada beberapa penelitian, terutama yang berkaitan dengan bahasa. Sedangkan, penelitian yang berkaitan dengan teks masih sedikit. Dalam kajian pustaka ini, penulis memaparkan kajian penelitian secara spesifik yang berkaitan dengan bahasa Arab dan teks narasi. Karya-karya tersebut sebagai berikut:

Deiksis dalam teks: Judith F. Duchan, et all dalam “Deixis in Narrative: A Cognitive Science Perspective” (1995)30, William J. Rapaport, et all dalam Deictic Centers and The Cognitive Structure of Narrative Comprehension (1994)31, Varzegar Minoo, et all dalam “Deixis and EFL Reading Comprehension” (2004)32, dan Josep Ribera, “Text Deixis in Narrative Sequences” (2007).33 Penjelasan singkat penelitian diatas dengan klasifikasi sebagai berikut:

Pertama, kajian deiksis dalam narasi secara kognitif, yaitu Judith F. Duchan dan William J. Rapaport. Asumsi-asumsi deiksis secara kognitif ini meliputi definisi dan tujuan yang dikerangkakan dalam sebuah teks narasi. Hipotesa yang dibangun penelitian ini adalah bahwa penulis/pengarang menciptakan suatu narasi dapat memanipulasi pusat deiktis kepada pembaca menggunakan berbagai pandangan kognitif, seperti pada lakon tokoh utama cerita atau deskripsi tuturan.

Kajian Judith F. Duchan ini merupakan kajian komprehensif. Kajian ini menggunakan beberapa pendekatan, yaitu filosofi, teori dan empirik linguistik, psikolinguistik, psikologi, pustaka kritis, dan artificial intelligence yang menjadi disiplin pengetahuan kognitif.34 Menurutnya, bahwa pembaca akan memperoleh pengetahuan cerita narasi (termasuk kesadaran, perasaan dan sebagainya) melalui faktor mental, naluri, dan pengalaman pembaca sendiri.

28

Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rajawali Press, 2006), 46.

29

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), 21.

30

Judith F. Duchan, et all., “Deixis in Narrative: A Cognitive Science Perspective”, Computational Linguistics vol. 22 no. 3 (State University of New York of Buffalo, 1995).

31

William J. Rapaport,et all., Deictic Centers And The Cognitive Structure of Narrative Comprehension (State Buffalo:University of New York, 1994).

32 Varzegar Minoo, et all., “Deixis and EFL Reading Comprehension” (

Academic Exchange Quarterly, 2004).

33

Josep Ribera, “Text Deixis in Narrative Sequences”, IJES: International Journal, vol. 7 (1) (Universidad de Murcia, 2007).

34

Judith F. Duchan, et all., “Deixis in Narrative: A Cognitive Science Perspective”, 98.


(21)

Kritik terhadap Judith F. Duchan, bahwa pembahasan deiksis dalam narasi secara kognitif ini menjadikan pembaca tidak memiliki keleluasaan untuk ber-perspektif terhadap sebuah narasi. Hal ini terlihat, pada pembaca yang lebih ditekankan faktor peranan psikologi dan pengetahuan linguistik terhadap teks narasi. Sementara, deiksis dalam kajian ini hanya sebagai penghubung acuan-acuan makna teks narasi secara deskriptif.

Kedua, kajian yang berasumsi deiksis sebagai pemahaman bacaan oleh Varzegar Minoo. Menurutnya, bahwa membaca merupakan proses merangkai struktur kata dalam kalimat dan tak terlepas dari makna. Memahami makna secara kontekstual, konseptual, tematik, dan pragmatis dapat memunculkan pemahaman yang holistik dan global.35 Selain itu, ada dua proses dasar yang terlibat dalam pemahaman: (1) decoding dan (2) demessaging. Decoding adalah proses mencoba memahami arti dari sebuah kalimat, kata, atau kalimat dan demessaging adalah skriptual, skematis dan pragmatis aspek pemahaman.36

Kritik terhadap kajian Varzegar ini adalah fokus perhatian pada proses pemahaman bacaan. Peran deiksis dalam kajian sebatas untuk memudahkan bacaan dalam struktur teks dan masih dalam kerangka proses bukan hasil pemahaman bacaan tersbeut. Sehingga analisa deiksis dalam cakupan pemahaman bacaan merupakan kajian yang diharapkan mampu membongkar lebih komprehensif dalam konteks acuan bacaan tersebut.

Ketiga, kajian dengan asumsi narasi sebagai teks deiksis, yaitu melihat deskripsi demonstratif, sebagai struktur teks deiktik yang berkontribusi untuk menentukan referen teks. Teks deiksis dianggap sebagai sebuah metafora perangkat referensial yang memetakan dasar tuturan pada teks itu sendiri. Pengkaji ini adalah Josep Ribera. Pemikiran fundamental kajian ini adalah bahwa narasi merupakan teks deiksis yang diekspresikan secara demonstratif dengan klasifikasi perspektif yang berbeda antara deiktik dan anaforis sebagai perangkat teks. Demonstratif deiktik sebagai tekstual tidak murni , sedangkan anaforis sebagai tekstual murni.37

Kritik terhadap kajian ini adalah penjelasan demonstratif teks deiksis berfokus pada bentukan nomina. Selain itu, adanya proses metafora yang menghubungkan deiksis dan anaforis bahwa demonstratif adalah deskripsi yang dipicu oleh teks deiksis dan referen yang diberikan untuk mempertahankan referen teks bersama dengan anaforis. Oleh karena itu, kajian ini belum maksimal menjelaskan teks deiksis sebagai bentuk acuan konteks.

35

Varzegar Minoo, et all., “Deixis and EFL Reading Comprehension”, 112.

36

Varzegar Minoo, et all., “Deixis and EFL Reading Comprehension”, 114.

37


(22)

Deiksis dalam bahasa: Clive Holes dalam Modern Arabic: Structures, Function, and Varieties (1995)38 dan Rita Prasetiani dalam tesisnya “Deiksis dalam Bahasa Arab” (2004)39. Penjelasan singkat penelitian diatas sebagai berikut:

Clive Holes dan Rita Prasetiani menggunakan struktur bahasa Arab yang menghubungkan deiksis dengan morfologis dan semantik. Dalam penjelasan tentang deiksis, Holes menguraikan aspek-aspek deiksis dalam bahasa Arab, seperti pronominal persona yang termasuk dalam deiksis persona, pronominal demonstratif yang termsuk deiksis ruang, deiksis waktu, dan deiksis lokasi.40 Menurutnya pronominal persona dalam bahasa Arab terbagi atas bentuk bebas dan terikat. Bentuk bebas terpisah dari kata setelahnya dan berfungsi sebagai subjek kalimat. Adapun Rita menambahkan bahwa bahasa Arab memuat semua jenis deiksis, yaitu termasuk deiksis wacana dan deiksis sosial.41

Kritik terhadap kajian diatas adalah bahwa deiksis dalam bahasa Arab lebih menekankan pada struktural teks sehingga bersifat semantik. Sehingga kajian deiksis sebagai konteks kurang dijelaskan.

Berdasarkan kajian pustaka dari penelitian terdahulu yang relevan diatas, maka analisis deiksis dalam teks narasi bahasa Arab layak dilakukan dengan pertimbangan penulis, belum ada yang meneliti teks narasi bahasa Arab dengan deiksis. Kelayakkan ini juga dilihat pada pemilihan objek penelitian dalam karya-karya sastrawan besar Mesir, Naji>b Mah}fu>z}, yang memiliki gaya penulisan yang khas dalam novel al-Karnak sebagai salah satu novel beraliran realism mengenai kisah sejarah revolusi Mesir tahun 1967, sehingga perlu untuk diteliti secara kontekstual.

Dengan demikian, kajian pustaka dapat dibuat bagan kajian teks narasi. Dilihat dari tinjauan referen, teks narasi ber-referen pada intralingual dan ekstralingual yang dipengaruhi oleh tindak tutur, hasil analisis penelitian ini mengkaitkan tektual ke dalam kontekstual berdasarkan tindak tutur dan mengkolaborasikannya dalam rumusan struktural deiksis. Berikut bagan (1) sebagai model analisis penelitian ini:

38 Clive Holes,

Modern Arabic: Structures, Function, and Varieties (New York: Longman, 1995).

39

Rita Prasetiani, “Deiksis dalam Bahasa Arab”, Tesis (Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004).

40

Clive Holes, Modern Arabic: Structures, Function, and Varieties, 145.

41


(23)

Teks Narasi Referen

Intralingual Tindak tutur Ekstralingual

Semantik Pengujaran Pragmatik

Anaforis Kataforis Subjek Objek Deiksis

Tekstual Ujaran Persona Waktu Ruang

Subjek Objek Kontekstual

Rumusan deiksis

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dibagi dua, yaitu: tujuan umum dan tujuan khusus. Pada tujuan umum menjelaskan sasaran umum yang akan dicapai/dihasilkan oleh peneliti, bisa dirumuskan dalam bentuk hasil atau proses. Sedangkan, tujuan khusus menjelaskan sasaran khusus yang akan dicapai yang merupakan rincian dari sasaran/tujuan umum, dan dirumuskan dalam bentuk hasil.42

Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan deiksis sebagai sarana terhdap pemahaman teks narasi, yang kemudian membuktikan bahwa deiksis dapat berpengaruh dalam memudahkan pemahaman teks narasi bahasa Arab dalam novel al-Karnak.

E. Manfaat Penelitian

Riset ini sangat penting, karena selama ini masih sedikit penelitian mengenai pengaruh deiksis dan pemahaman teks narasi bahasa Arab. Selain itu, pembahasan deiksis yang cukup “sulit” dapat di ketahui secara

42


(24)

mendalam mengenai hakikat deiksis sebagai sarana untuk memahami suatau teks narasi.

Dalam riset ini dikembangkan 2 (dua) manfaat bagi keilmuan, yaitu pengembangan murni dan pemecah masalah. Pengembangan murni untuk mengungkap sebuah permasalahan yang belum terungkap. Dalam pemecah masalah merupakan bentuk aplikasi berdasarkan teori-teori yang ada. Untuk itu, hasil penelitian ini memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun praktis.

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bisa memperkaya khazanah intelektual, khususnya dalam bidang linguistik. Dengan riset ini juga diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pengembangan ilmu linguistik, khususnya bidang pragmatik dalam pembelajaran bahasa. Implikasinya adalah dalam memahami suatu teks narasi dibutuhkan acuan secara kontekstual guna memudahkan pembaca dalam memahami makna yang tersirat dalam teks narasi yang tidak semata-mata didasarkan struktur semata, melainkan pada pemahaman kontekstual secara komprehensif dengan melihat tujuan informasi yang ingin disampaikan oleh pengujar. Serta diharapkan pula dapat memperkaya teori tersebut dengan ditemukan metode pemahaman baru melalui sarana deiksis.

Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan suatu masukan bagi guru dalam mengembangkan pendekatan belajar mengajar bahasa Arab sebagai bahasa asing. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan kontekstual (pragmatik).43 Dalam hal ini, guru melaksanakan sistem proses belajar mengajar bahasa Arab tidak hanya terpaku pada pemahaman bahasa berdasarkan struktur atau wujud formal. Akan tetapi, guru diharapkan mencermati konteks struktur bahasa dalam teks narasi. Maka kompetensi siswa dalam memahami bahasa secara komprehensif lebih dapat ditingkatkan, disamping pola interaksi dalam proses belajar-mengajar juga dapat berlangsung lebih dinamis dan kondusif.

Dalam pemaparan manfaat penelitian haruslah menjelaskan tentang (1) pengembangan pengetahuan, (2) implikasinya bagi penelitian lebih lanjut dan penyempurnaan pelaksanaan pendidikan.44

Selain itu diharapkan pula, riset ini menjadi tambahan acuan bagi pengajar bahasa asing sebagai pedoman pembelajaran pemahaman bacaan suatu teks narasi bahasa Arab dalam proses pembelajaran terhadap para siswa dengan metode ajar narasi yang lebih baik.

F. Metodologi Penelitian

a. Pendekatan penelitian

43

Moch. Ainin, Metodologi Penelitian Bahasa Arab, 47.

44


(25)

Tesis ini pada dasarnya merupakan penelitian teks (dira>sat nus}u>s}). Penelitian ini menggunakan pendekatan linguistik,45 yaitu penelitian strukturalistik, memberikan perspektif rasional antar kata dalam struktur kalimat dalam penentuan makna teks, sehingga relasi antarkata dan kalimat dalam wacana memungkinkan kita memahami konteks kebahasaan suatu teks. Hal ini sejalan dengan fungsi-fungsi bahasa sebagai; fungsi individual (media ekspresi), fungsi sosial (alat komunikasi dan interaksi sosial), fungsi psikologis (media pengembangan pemikiran dan kecerdasan), fungsi kependidikan (media transformasi ilmu, nilai, seni, dan keterampilan), dan fungsi kultural (media pemeliharaan tradisi, warisan budaya, dan peradaban, termasuk teks).

b. Metode penelitian

Metode penelitian sebagai cara yang ditempuh oleh peneliti dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan, dan cara-cara itu digunakan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang sudah direncanakan.46

Berdasarkan pada tema penelitian yang akan di teliti berupa analisis, maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analisis, yaitu penyusun berusaha menggambaran obyek penelitian dan melakukan pengkajian terhadap teks narasi bahasa Arab dalam novel al-Karnak karya Naji>b Mah}fu>z}, kemudian menganalisis permasalahan berkaitan dengan deiksis dan pemahaman teks.

c. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan riset kepustakaan (library research), dengan tujuan untuk mencari dasar pijakan atau fondasi dalam memperoleh dan membangun landasan teori, kerangka berpikir, dan menentukan dugaan sementara. Oleh karena itu semua data penelitian ini diperoleh melalui penelusuran informasi47 yang ada di buku, jurnal ilmiah, majalah, koran, dan juga data-data yang diambil dari website dan digital library.

Sesuai dengan jenisnya, penelitian ini dilakukan dengan mengikuti prosedur dan prinsip kerja penelitian kualitatif yang meyakini realitas dan makna psikologis yang kompleks dan subjektif, serta berusaha

45

Muhbib Abdul Wahab, Pemikiran Linguistik Tamma>m Hassa>n dalam Pembelajaran Bahasa Arab (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2009), 68.

46

‘Ali> ‘Abd al-Wa>hid Wa>fi>, ‘Ilm al-Lughah (Kairo: Da>r Nahdhah Mishr, 1957), 33.

47

Sumber dari kepustakaan pada dasarnya lebih menekankan pada pencarian data dan informasi. Lihat Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, 14, dan informasi yang digunakan bahan-bahan tertulis seperti manuskrip, buku, majalah, surat kabar, dan dokumentasi lainnya. Lihat Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2009), 173.


(26)

mengungkapkannya.48 Penelitian ini termasuk jenis riset teks, yaitu menganalisis teks yang meliputi pengumpulan data dan informasi melalui pengujian teks, studi kepustakaan dan dilengkapi dengan Research on the Internet.49 Metode kualitatif secara khusus berorientasi pada eksplorasi, penemuan dan logika induktif. Hasil penelitian ini akan di deskripsikan dan di analisis terhadap objek kajian -dan bukan disampaikan dengan angka-angka statistik.50 Selain itu dalam penelitian kualitatif melihat proses dari objeknya, sedangkan data kuantitatif melihat produk dari objeknya.51 Objek dari penelitian ini adalah teks narasi novel.

d. Sumber data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan ketentuan penyusunan tesis/disertasi yang berlaku di SPS UIN.52 Dalam penelitian ini sumber yang digunakan terdiri dari: sumber primer dan sumber sekunder.

Sumber primer (primary sources), meliputi: buku-buku linguistik tentang semantik dan pragmatik sebagai literatur utama, terutama yang berkaitan dengan tema deiksis. Untuk teks narasi bahasa Arab menggunakan sumber dari novel al-Karnak karya Naji>b Mah}fu>z}.

Sumber sekunder (secondary sources), meliputi: artikel, jurnal, majalah, koran yang berkaitan dengan tema penelitian. Buku-buku yang dijadikan acuan referensi sekunder, antara lain Pragmatics karya Stephen C. Levinson, Deiksis dalam Bahasa Indonesia oleh Bambang Kaswanti Purwo, Deiksis dalam Bahasa Arab karya Rita Prasetiani, Holes dalam bukunya

48

E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi

(Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia, 1998), 35.

49

James H. Mc. Millan dan Sally Schumacher, Research In Education A Conceptual Introduction (United State: Pricilla Mc. Geehon, 2005), 148.

50

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Jelas bahwa pengertian ini mempertentangkan penelitian kualitatif dengan penelitian yang bernuasnsa kuantitatif yaitu dengan menonjolkan bahwa usaha kuantifikasi apapun tidak perlu digunakan pada penelitian kualitatif. Lihat Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosda Karya, 2010), 6.

51

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996, edisi lll), 29.

52

Dalam ketentuan umum penulisan karya ilmiah, salah satunya berisi bahwa sumber/rujukan penulisan makalah, proposal, tesis, dan disertasi diharuskan minimal berbahasa Arab dan Inggris, selain yang berbahasa Indonesia dan agar dihindari penggunaanbahan terjemahan. Lihat Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman Akademik Program Magister dan Doktor Kajian Islam 2009-2010 (Ciputat: Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), 42.


(27)

Modern Arabic: Structure, Function, and Varietes, The Principles of Pragmatics karya Geoffrey Leech, John Lyons dalam Semantics, Louise Cummings dalam Pagmatics Clinical dan sebagainya.

e. Tehnik penelitian dan analisis data

Data dalam penelitian deskriptif maupun penelitian kualitatif dapat dikumpulkan dari tangan pertama (penulis) atau dapat diambil dari sumber data yang telah ada.53

Data penelitian ini dikumpulkan melalui studi teks (literature) terhadap narasi dalam novel yang kemudian menganalisis deiksis yang mencakup 3 (tiga) aspeknya (persona, waktu, dan ruang). Adapun teknik analisis yang digunakan dalam memahami data kualitatif (teks) penelitian ini adalah analisis linguistik yang ditempuh melalui langkah-langkah berikut:

1. Penentuan area (ruang lingkup) topik penelitian: teks narasi novel yang mendeskripsikan 3 (tiga) aspek, yaitu deiksis persona, deiksis waktu, deiksis ruang.

2. Pemahaman terhadap interkoneksi antarkata dalam kalimat yang tedapat dalam narasi, terutama mengenai fungsi bahasa secara deiksis. 3. Penentuan ragam indikator atau penunjuk makna pada struktur kalimat

dalam teks

4. Pemahaman konteks yang mengacu pada pembicaraan dan situasi cerita 5. Pemahaman terhadap makna-makna fungsional gramatikal

6. Penyimpulan klasifikasi deiksis dalam teks narasi tersebut.

G. Sistematika Penulisan

Tesis ini secara keseluruhan memuat 5 (lima) bab. Bab pertama berisi Pendahuluan, yang membahas: latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan terakhir menjelaskan sistematika penulisan.

Bab kedua berisi Deiksis dan Teks Narasi meliputi Pragmatik meliputi aras pragmatik, relasi bentuk dan makna, dan konteks pragmatik. Adapun, deiksis meliputi deiksis persona, deiksis waktu, dan deiksis ruang, dan teks narasi (teks dan konteks, pengujaran dan ujaran, narasi novel, biografi Naji>b Mah}fu>z}, dan novel al-Karnak).

Bab ketiga berisi Struktur deiksis Novel al-Karnak. Bab ini mengkaji konteks novel al-Karnak, struktur narasi novel al-Karnak, dan

53

Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Metode Riset Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa (Bandung: Angkasa, 1993) , 105


(28)

model analisis deiksis yang meliputi deiksis persona (persona pertama dan persona kedua), deiksis waktu, dan deiksis ruang.

Bab keempat berisi penjelasan deiksis novel al-Karnak.

Bab kelima adalah bagian penutup, yang merupakan bab terakhir. Dalam bab ini dijelaskan kesimpulan tesis ini berdasarkan hasil temuan penelitian. Paparan mengenai kesimpulan penelitian akan diberikan sesuai dengan sistematika pertanyaan penelitian, sehingga diketahui sejauh mana pertanyaan yang ditetapkan telah memperoleh jawaban. Selanjutnya akan diajukan implikasi penelitian yang dapat ditindaklanjuti setelah penelitian ini.

BAB II

DEIKSIS DAN TEKS NARASI

Pada bab ini membahas kerangka teori mengenai: pragmatik meliputi aras pragmatik, relasi bentuk dan makna, serta konteks pragmatik. Dilanjutkan pemaparan deiksis dan pembagian 3 (tiga) macamnya, yaitu deiksis persona (isharah shakhs}iyyah), deiksis waktu (isharah al-zama>niyyah), dan deiksis ruang (al-isharah al-maka>niyyah). Dalam bab ini juga dijelaskan mengenai teks narasi yang meliputi teks dan konteks, pengujaran dan ujaran, narasi novel dan pemahaman teks, biografi Naji>b Mah}fu>z}, serta novel al-Karnak berupa deskripsi penceritaan berdasarkan tema, tokoh, alur, latar, dan peristiwa.

A. Pragmatik

Pada tahun 1940-an dan 1950-an, aliran linguistik struktural atau deskriptif,54 dengan pengusungnya – Leonard Bloomfield, Edward Sapir, Charles Hockett, Charles Fries – berpendapat bahwa tugas linguis adalah menjabarkan bahasa manusia dan mengenali karakter struktural bahasa-bahasa tersebut. Aksioma mereka bahwa bahasa-bahasa-bahasa-bahasa bisa saling berbeda tanpa batas dan tidak ada praduga yang bisa diterapkan terhadap bahasa-bahasa tersebut, sehingga tugas linguis struktural hanya memeriksa data

54


(29)

yang nyata yang bisa diamati dan mengabaikan “pikiran” filsafat dan intuisi yang tidak bisa diamati. Sejalan dengan Skinner,55 bahwa konsep apapun mengenai gagasan atau makna adalah fiktif ilustasi dan si pembicara hanyalah tempat kejadian bagi perilaku verbal, bukan penyebar.

Pendapat para tokoh strukturalis tersebut merupakan kesimpulan yang tidak holistik terhadap pemahaman bahasa, karena hanya melingkupi gramatikalisasi. Pada kenyataannya dalam komunikasi, bahasa terjadi tidak hanya mengedepankan unsur-unsur internal dalam sturktural saja, melainkan adanya faktor-faktor eksternal berupa situasional dan sosial yang komprehensif mengenai bahasa.56 Terciptanya bahasa yang dinamis disebabkan perilaku bahasa masyarakat yang cenderung memunculkan istilah-istilah baru yang turut dipengaruhi perkembangan sosial dan budaya yang ada di lingkungannya. Memproduksi makna merupakan tindakan bersama antara teks lisan secara nyata dan pengujar, dan karenanya tindakan tersebut menjadi tindakan yang selalu berubah-ubah sesuai dengan keragaman pengujar dan situasi ujaran yang terjadi. Bahasa akan berkembang lambat selama masih membatasi pada ruang lingkup struktural. Oleh karena itu, perkembangan bahasa yang dinamis merupakan hasil dari pemfungsian struktural yaitu secara pragmatik.

1. Aras pragmatik

Dalam gejala pragmatik, bahasa merupakan (a) satu bentuk tingkah laku manusia, yaitu sebagai satu peristiwa dimana manusia melakukan hal-hal tertentu terhadap yang lain dengan menggunakan bahasa, sedangkan manusia yang melakukan bentuk tindakan ini dinamakan pemakaian bahasa. Para pemakaian bahasa adalah penutur dan pendengar, penulis dan pembaca, dan (b) sarana yang dipakai oleh manusia dalam pemakaian bahasa untuk saling berkomunikasi.57 Pernyataan (a) terdapat bentuk lisan dan bentuk tulis dalam pemakaian bahasa. Dalam ilmu bahasa pemakaian

55

B.F. Skinner, Verbal Behavior (New York: Appleton-Century-Crofts, 1957), 21.

56

Pernyataan yang di kemukakan oleh pemikir bebas, Firth dan halliday. Pada tataran studi pragmatik yang sangat berpengaruh adalah para ahli filsafat, seperi Austin (1962), Searle (1969), dan Grice (1975). Lihat Geoffrey Leech, The Principles of Pragmatics, penerjemah M.D.D. Oka dengan judul Prinsip-Prinsip Pragmatik (Jakarta: UI Press, 1993), 2.

57

S.C. Dik/J.G. Kooij, Ilmu Bahasa Umum, penerjemah T.W. Kamil (Jakarta: RUL, 1994), 11.


(30)

bahasa lisan adalah primer terhadap pemakaian bahasa tulis. Berdasarkan sejarah bahasa, bahwa pernyataan (b), bahasa alamiah pertama adalah sarana untuk berkomunikasi lisan. Perbandingan dengan berabad-abad penggunaan bahasa alamiah merupakan hal baru untuk menguasai satu bentuk tulis. Bahkan, beberapa bahasa sama sekali tidak tertulis. Pada kenyataannya bahwa bahasa yang tidak ditulis tidak kalah secara hakiki sebagai sarana komunikasi dibandingkan dengan bahasa-bahasa yang ada tulisannya. Karena itu pemakaian bahasa tulis dianggap sebagai satu bentuk turunan dalam pemakaian bahasa secara lisan.

Pragmatik sebagai kajian konteks eksternal bahasa mengamati berbagai aspek pemakaian bahasa dalam situasi yang kongkret. Hal ini karena, pragmatik memiliki komponen yang jelas berupa acuan dan ‘informasi’ yang melibatkan psikologi kognitif 58dan inteligennsi artifisial.59 Pemakaian bahasa merupakan bentuk interaksi sosial yang dapat dipakai oleh masyarakat bahasa bertujuan saling menjalin hubungan dengan cara yang lembut dan beraneka ragam, serta untuk mencapai komunikasi.60 Komunikasi sebagai fungsi yang paling umum bagi pemakai bahasa yang bukan terjadi semata-mata melalui pemakaian bahasa (komunikasi “non verbal”61), melainkan bahasa adalah sarana yang efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain. Penggunaan komunikasi “verbal”, bila orang yang berbeda saling mempengaruhi keadaan mental62 dengan cara

58

Psikologi kognitif yang dimaksud bukanlah satu-satunya disiplin ilmiah kognitif yang mengasumsikan pandangan pemrosesan informasi kognisi manusia maupun yang berkaitan dengan pragmatik. Lihat Louise Cummings, Pragmatics, a Multidisciplinary Perspective, oleh editor Abdul Syukur Ibrahim dengan judul Pragmatik: Sebuah Perspektif Multidisipliner (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 3.

59

Tujuan utama inteligennsi artifisial (IA) adalah menstimulasikan inteligensi manusia dengan komputer. Dalam pemprosesan bahas alam yang terbukti sangat sulit, pragmatik menempati posisi yang berpengaruh dalam penggunaan bahasa dalam setiap konsep inteligensi, yaitu bagaimana penutur menggunakan kompetensi otomisasi dalam komunikasi. Lihat Louise Cummings, Pragmatics, a Multidisciplinary Perspective, 302-303.

60

S.C. Dik/J.G. Kooij, Ilmu Bahasa Umum, 19-20.

61

Istilah non-verbal seperti gerak-gerik, bentuk-bentuk pakaian, serta beraneka praktik sosial konvensional lainnya, dapat dipandang sebagai sejenis bahasa yang tersusun dari tanda-tanda bermakna yang dikomunikasikan atas dasar relasi-relasi. Lihat Kris Budiman, Kosa Semiotika (Yogyakarta: LKiS, 1999), 108.

62

‘Keadaan mental’ di maksudkan adalah segala yang diketahui, dipikirkan, diduga, diharapkan, dan dirasakan oleh penutur. Lihat S.C. Dik/J.G. Kooij, Ilmu Bahasa Umum, 20.


(31)

tuturan. Sehingga dengan bahasa kita dapat mengemudikan permainan pikiran dan tindakan orang lain.

Dalam konsep linguistik, perlu melihat pada aras maknanya yang merupakan makna-makna leksikal dan makna-makna struktural sebuah bahasa.63 Pada aras makna linguistik, para penutur perlu menguasai dan membedakan setiap makna kata dan penggunaan makna kata. Perangkat konsep linguistik yang menjadi penelitian ini mengenai pragmatik yang berintegrasi dengan semantik. Dalam pragmatik makna diberi definisi dalam hubungannya dengan penutur atau pemakai bahasa, sedangkan makna semantik didefinisikan semata-mata sebagai ciri ungkapan-ungkapan dalam suatu bahasa tertentu, terpisah dari situasi penutur dan petuturnya.64

Pada aras pragmatik, ujaran yang dilontarkan seorang penutur tentu mengandung tujuan tertentu. Hal ini termasuk dalam pemahaman akan tujuan dan fungsi sebuah tutur.65 Bagi Yule,66 terdapat argumen mengenai pragmatik berintegrasi dengan makna, yakni:

Pragmatics is concerned with the study of meaning as communicated by a speaker (or writer) and interpreted by a listener (or reader). It has, consequently, more to do with the analysis of what people mean by their utterances than what the words or phrases in those utterances might mean by themselves. Pragmatics is the study of speaker meaning.

Pragmatik mengkaji makna yang dipengaruhi oleh hal-hal diluar bahasa67 dan mengintegrasikan bentuk linguistik dengan pemakaian bahasa.68 Bagi Levinson,69 pragmatik adalah studi terhadap semua hubungan antara bahasa dan konteks yang digramatikalisasikan atau ditandai dalam struktur suatu bahasa. Hubungan pragmatik yang tidak terlepas dari konteks, karena pragmatik adalah aturan-aturan bagaimana cara berbahasa dan menggunakan bahasa tersebut sesuai dengan konteks sehingga dapat menunjang kemampuan si pemakai bahasa dalam berkomunikasi. Bagi Nababan,70 berbahasa secara pragmatik adalah dengan

63

J.D. Parera, Teori Semantik (Jakarta: Erlangga, 2004), 2.

64

Geoffrey Leech, The Principles of Pragmatics, 8.

65

J.D. Parera, Teori Semantik, 3.

66

George Yule, Pragmatics (Oxford: Oxford University Press, 1997), 3.

67

Untung Yuwono Kushartanti, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik (Jakarta: Gramedia, 2005), 104.

68

George Yule, Pragmatics, 4.

69

Stephen C. Levinson, Pragmatics (Cambridge: Cambridge University Press, 1983), 9.

70

P.W.J. Nababan, Ilmu Pragmatik: Teori dan Penerapannya (Jakarta: DEPDIKBUD DIRJEN DIKTI, 1987), 76.


(32)

melibatkan dan mengaitkan konteks (secara teks bahasa dan kebudayaan, atau situasi (tempat, waktu, pemeran serta lingkungannya) dalam kegiatan berbahasa itu (pembicara atau pengarang).

Pragmatik dan semantik secara egaliter menggunakan makna sebagai isi komunikasi, dengan menelaah hubungan unsur bahasa dengan para pemakainya atau tidak linguistik beserta konteks situasinya.71 Pragmatik memiliki kaitan erat dengan semantik. Semantik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang melibatkan dua segi ‘dyadic’ seperti pada “Apa artinya Z?”, sedangkan pragmatik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang melibatkan tiga segi ‘triadic’, seperti pada “Apa maksudmu dengan Z?”.72 Dengan demikian, dalam pragmatik makna diberi definisi dalam hubungannya dengan penutur atau pemakaian bahasa, sedangkan dalam semantik, makna didefinisikan semata-mata sebagai ciri-ciri ungkapan dalam suatu bahasa tertentu, terpisah dari situasi, penutur dan lawan tuturnya. Selain itu, pragmatik berpusat pada teks sebagai proses penggunaan bahasa yang bersifat motivasional. Bagi Levinson,73 pragmatik adalah kajian menghubungakan antara bahasa dan konteksnya yang merupakan dasar dari penentuan pemahamannya. Sependapat dengan Levinson, Leech menyatakan bahwa pragmatik adalah kajian makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar. Aspek-aspek situasi ujar meliputi penyapa dan pesapa, konteks sebuah tuturan, tujuan sebuah tuturan, tuturan sebagai bentuk tindakkan, dan tuturan sebagai produk suatu tindak verbal (di luar tindak verbal).74

Crystal,75 mengemukakan bahwa pragmatik merupakan kajian yang menghubungkan struktur bahasa dan pemakaian bahasa, seperti bagan (2) berikut:

Bahasa

Struktur ‹--- Pragmatik ---› Pemakaian

71 Yayat Sudaryat,

Makna Dalam Wacana (Bandung: Yrama Widya, 2009), 120.

72

Geoffrey Leech, The Principles of Pragmatics, 8.

73

Stephen C. Levinson, Pragmatics, 21.

74

Geoffrey Leech,The Principles of Pragmatics, 13.

75

David Crystal, The Cambridge Encyclopedia of Language (Cambridge: Cambridge University Press, 1991), 83.


(33)

2. Relasi bentuk dan makna

Kata merupakan satuan dari perbendaharaan sebuah bahasa yang mengandung 2 (dua) aspek, yaitu: bentuk dan makna. Bentuk sebagai segi yang dapat dipahami dengan panca indera, yaitu dengan mendengar atau melihat. Sedangkan, makna adalah segi yang menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengar atau pembaca disebabkan rangsangan aspek bentuk. Dalam makna kata dapat dibatasi sebagai hubungan antara bentuk dengan referennya.76 Pada kata sepeda merupakan bentuk dan referennya adalah sesuatu yang diwakili oleh kata sepeda itu, yaitu alat yang beroda dua, terdapat keranjang didepannya dan dikendarai dengan cara diayunkan oleh kedua kaki. Maka hubungan antara keduanya (bentuk dan referen) akan menimbulkan makna. Makna kata sepeda timbul akibat hubungan bentuk itu dengan pengalaman non-linguistis.77 Seperti bagan (3) berikut:

Makna

Sepeda (bentuk)

(referen: pengalaman non-linguistis) Makna bahasa terkait erat dengan bentuk kata, struktur dan konteks pada situasi dan kondisi. Makna kata suatu bahasa tidak dapat dipisahkan dari akar kata, penunjukkan dan konteks penggunaannya.78 Relasi antara bentuk dan makna dalam gramatikal menimbulkan masalah yang kompleks. Dalam bahasa, satu bentuk gramatikal menuntut deskripsi yang rumit untuk menjelaskan beragam makna yang dimunculkannya. Bentuk dan makna dalam kebahasaan merupakan 2 (dua) unsur yang memiliki karakteristik yang berbeda.

Pembahasan makna tidak terlepas dari unsur-unsur yang lebih kecil yang menjadi bahan terbentuknya suatu kalimat, seperti unsur-unsur fonem,

76

Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa (Jakarta: Gramedia, 2001), 25.

77

Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, 26.

78

Moh. Matsna, Orientasi Semantik al-Zamakhsyari: Kajian Makna Ayat-Ayat Kalam (Jakarta: Anglo Media, 2006), 18-24.


(34)

morfologi, sintaksis, dan unsur-unsur lainnya.79 Bahasa merupakan alat penyampaian makna yang meliputi semua tataran bahasa. Bahasa juga bersifat sistemis karena memiliki subsistem berupa fonogis, gramatikal, dan leksikal.80 Ketiga subsistem tersebut relevan dengan makna yang berkitan dengan semantik. Jika sistem bahasa dihubungkan dengan unsur luar bahasa (pragmatik), maka dapat berfungsi menentukan serasi tidaknya sistem bahasa tersebut dengan pemakaian bahasa dalam komunikasi. Berikut bagan (4) hubungan sistem dan pemakaian bahasa:81

Bahasa

Struktur ‹--- Pragmatik ---› Pemakaian

Fonologi Leksikal Tulis Lisan

Gramatikal Semantik (Morfologi dan Sintaksis)

Makna fonetik (lisan atau al-as}wa>t dan tulis atau al-imla) dalam bahasa Arab berhubungan dengan bentuk harakat dalam bahasa tulisan yang sangat berpengaruh terhadap makna. Dalam makna leksikal (denotatif atau asa>siyyah) adalah makna yang secara inheren dalam sebuah leksem.82Makna leksikal dapat juga diartikan sebagai makna kata secara lepas diluar konteks kalimatnya. Sementara makna gramatikal yang meliputi morfologi (s}araf) dan sintaksis (nah}w) merupakan makna yang muncul sebagai hasil suatu proses struktural. Dalam bentuk, gramatikal terbagi 2

79 S.C. Dik dan J.G. Kooij,

Ilmu Bahasa, vii.

80

Yayat Sudaryat, Makna Dalam Wacana, 2.

81

Yayat Sudaryat, Makna Dalam Wacana, 3.

82

Umar Manshur, “Ambiguitas Teks al-Qur’an dan Implikasinya Terhadap Polarisasi Pemikiran”, Tesis (Jakarta: Sekolah PascaSarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), 17.


(35)

(dua) macam, yaitu bentuk beraturan dan bentuk tidak beraturan. Dalam bahasa Arab memiliki bentuk verba beraturan. Pola-pola perubahan bentuk pada ma>d{i dan mud}a>ri’. Verba ma>d}i menyatakan masa lampau dan makna perfektifitas, sedangkan verba mud}a>ri’ merupakan makna progresif dengan waktu kebahasaan yang fleksibel dan dapat mengungkapkan ke-kini-an. Bentuk sintaksis terdapat 2 (dua) macam, yakni umum dan khusus. Bentuk umum berupa makna kalimat atau struktur, sedangkan bentuk khusus berupa kedudukkan subjek, objek, dan sebagainya.83

3. Konteks pragmatik

Pragmatik sebagai kajian konteks eksternal bahasa dengan mengamati berbagai aspek pemakaian bahasa dalam situasi yang konkret. Dalam pragmatik mengkaji empat aspek, yaitu tindak tutur (Speech Act)84, implikatur (Implicature)85, deiksis (Deixis),86 dan praanggapan (Presupposition)87, pada bagan (5) sebagai berikut:

83

Tama>m H{assa>n, al-Lughah al-‘Arabiyyah Ma’naha> wa mabna>ha>

(Cairo: ‘Alam al-Kutub, 1998), 178.

84

John Austin (1911-1960), seorang ahli filsafat Inggris, orang pertama yang memberikan perhatian pada fungsi-fungsi yang terjadi yang dihasilkan oleh ujaran-ujaran sebagai bagian dari komunikasi interpesonal. Austin menunjukan bahwa banyak ujaran yang tidak menyampaikan informasi belaka, melainkan juga suatu tindakan. Ia membagi tindak tutur menjadi 3 (tiga) macam ketika seorang pengujar menghasilkan ujaran: (1) Tindak Lokusi (The Act of Sayying Something) merupakan tindak ujaran untuk menyatakan sesuatu, seperti: strawberry itu berwarna merah. Ujaran tersebut dingkapkan oleh pengujaran yang bertujuan untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu pada lawan biacarnya. (2) Tindak Ilokusi (The Act of Doing Something) yaitu ujaran yang berfungsi untuk menginformasikan sesuatu dan bertujuan untuk melakukan sesuatu, seperti saya tidak bisa datang. Kalimat tersebut diujarkan kepada teman yang baru saja merayakan ulang tahun. Informasi ketidakhadiran pengujar dalam ujaran tersebut mengisyaratkan tindakan permohonan maaf kepada lawan bicaranya tersebut. Dan (3) Tindak Perlokusi (The Act of Affecting Someone) merupakan sebuah ujaran yang diungkapkan oleh seseorang yang dapat mempengaruhi atau efek bagi lawan bicaranya, seperti: ujiannya mudah. Ujaran tersebut dilakukan oleh seseorang untuk memberikan pengaruh positif kepada lawan bicaranya yang pada saat itu belum mengikuti ujian, selain itu pengujar bermaksud untuk tidak frustasi menghadapi ujian sehingga ia dapat menerka bahwa soal-soal ujian akan mudah untuk dijawab. Lihat Louise Cummings,

Pragmatics, a Multidisciplinary Perspective, 8-10.

85

Implikatur menekankan pada percakapan dalam peran kerja sama antara pembicara dan lawan bicara. Teori implikatur oleh Grice bahwa kerja sama membentuk struktur kontribusi-kontribusi pembicara terhadap percakapan dan menginterpretasikannya pada lawan bicaranya. Dalam hal ini pembicara menganggap lawan bicaranya mengetahui


(36)

Pragmatik

Tindak tutur Implikatur Deiksis Praanggapan Pragmatik merupakan kesatuan utuh yang tercermin dalam empat aspek diatas. Untuk lebih menjelaskan posisi aspek-aspek tersebut perhatikan contoh berikut:

“Aku akan berkunjung kerumah barumu siang ini.”

Ujaran tersebut dalam tindak tutur merupakan ujaran performatif.88 Keadaan yang dalam ujaran ini – bahwa dia berjanji untuk mengunjunginya siang ini – sekaligus dapat menjadi landasan bagi ujaran konstatif sesuai pada tingkat keakuratannya. Tindakan pengujaran tersebut adalah tindak ilokusi dalam bentuk memperingatkan pada seseorang agar tidak bepergian hari itu karena akan dikunjungi. Secara implikatur ujaran tersebut jika di tambahkan dengan ujaran “kakakku sedang dirawat di rumah sakit”, maka konteks ini, ujaran kedua dapat diinterpretasikan dengan sejumlah tindak tutur yang berbeda. Mungkin pengujar pertama belum mengetahui perihal kakak pengujar kedua sakit. Mungkin dengan pengetahuan ini di benak

maksud dari percakapan yang di sampaikan oleh pembicara. Louise Cummings,

Pragmatics, a Multidisciplinary Perspective, 13.

86

Deiksis mencakup ungkapan-ungkapan dari kategori gramatikal yang memiliki keragaman seperti kata ganti dan kata kerja, menerangkan berbagai entitas dalam konteks sosial, linguistik, atau ruang-waktu ujaran yang lebih luas. Acuan pada entitas berbagai konteks ini dapat diperoleh makna ungkapan-ungkapan deiksis. J.L. Austin, How To Do Thing With Words (Cambridge: Harvard University Press, 1975), 109. Lihat pula, Louise Cummings, Pragmatics, a Multidisciplinary Perspective, 31.

87

Praanggapan merupakan perkiraan atau sangkaan yang berkaitan dengan kemustahilan sesuatu bisa terjadi (defessbility). Hal ini berkaitan dengan inferensi kewacanaan, yaitu proses yang dilakukan oleh pembicara untuk mamahami makna wacana yang tidak diekspresikan langsung dala wacana. Inferensi kewacanaan diperlukan dalam memaknai wacana yang implisit atau tidak langsung mengacu ke tujuan. Namun tidak semua inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu merupakan praanggapan yang tepat terhadap suatu ujaran. Louise Cummings, Pragmatics, a Multidisciplinary Perspective, 42-43.

88

Ujaran performatif merupakan ujaran yang tidak menyatakan ‘benar’ atau ‘salah’ melainkan pengujaran kalimat untuk melakukan sesuatu. Hal ini berlawanan dengan ujaran konstatif yang mendeskripsikan atau melaporkan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi sehingga memunculkan kesimpulan ‘benar’ atau ‘salah’. Lihat Louise Cummings,


(37)

pengujar kedua, dia sedang berusaha mengingatkan pengujar pertama untuk tidak berkunjung siang ini karena ia sedang menemani kakaknya di rumah sakit. Asumsi bahwa pengujar kedua sedang bersikap penuh kerjasama dalam percakapan tersebut, sedangkan pengujar pertama dapat menyimpulkan bahwa tindak tutur yang dimaksudkan pengujar kedua merupakan penolakan terhadap informasi yang diberikan pengujar pertama. Sementara, dalam deiksis ujaran tersebut meliputi kata aku sebagai bentuk persona pertama, kata kamu bentuk persona kedua, ke-waktu-an mendatang pada kata akan, dan kata rumah sebagai bentuk tempat. Deiksis persona aku dan kamu bersifat ekstralingual yang berfungsi menggantikan suatu acuan di luar ujaran, seperti siapa yang berkata aku dan kepada siapa aku mengujarkan ujaran itu pada seseorang yang disebut kamu. Dalam hal ini penting untuk diketahui pada acuannya. Acuan waktu akan adalah pengujaran saat sebelum terjadinya peristiwa tersebut, karena bisa jadi pengujar itu melakukan tindak tutur pada waktu pagi ini atau menjelang siang ini. Adapun deiksis tempat pada kata rumah mengacu tempat berlangsungnya kejadian yang tidak berada dekat dengan pengujar. Praanggapan dalam ujaran tersebut bahwa lawan ujar menduga bahwa siang ini pengujar akan datang ke rumahnya dan ia akan mengetahui kebenarannya jika pengujar tersebut benar-benar datang.

Bagi Leech89 semantik dan pragmatik memiliki perbedaan dalam cara memberikan arti sebuah ujaran. Dalam pragmatik, ujaran merupakan kaitan antara 2 (dua) jenis arti yaitu makna (istilah Leech ‘harfiah’) dengan daya (ilokusi). Oleh karena itu, pragmatik mengkaji perilaku yang dimotivasi oleh tujuan-tujuan percakapan. Ada beberapa faktor yang menentukan apa yang dimaksud pengujar dengan ujarannya, antara lain kondisi-kondisi yang dapat diamati, ujaran, dan konteks.90 Berdasarkan faktor-faktor tersebut lawan ujar bertugas menyimpulkan interpretasi yang paling mungkin. Namun walaupun pengujar seorang penafsir yang baik, ia tidak selalu sanggup membuat suatu kesimpulan yang pasti mengenai maksud dari ujarannya. Dengan demikian, menafsirkan sebuah ujaran sama dengan membuat hipotesis,91 sebagaimana penjelasan contoh diatas.

89

Geoffrey Leech,The Principles of Pragmatics, 45.

90

Geoffrey Leech,The Principles of Pragmatics, 45-46.

91


(38)

B. Deiksis

Deiksis sebagai salah satu kajian pragmatik merupakan gejala semantik pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya kepada pembicara atau penulis dengan memperhitungkan waktu dan situasi pembicaraan. Sebuah ‘kata’ dikatakan bersifat deiksis apabila rujukan kata-kata itu berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu92 atau kata yang mengungkap makna tuturan (utterance) atau pengujaran kalimat pada konteks sesungguhnya.93 Maka, deiksis merupakan ekspresi atau ungkapan yang memiliki satu makna, namun mengacu pada entitas yang beragam sebagai perubahan konteks luar bahasa. Adapun kata-kata deiksis berfungsi sebagai pengacu, sedangkan unsur yang diacunya disebut referen94 atau anteseden.95 Bagi Cummings,96 deiksis memiliki 3 (tiga) macam, meliputi: (1) Deiksis persona ‘person deixis’, (2) Deiksis waktu ‘time deixis’, dan (3) Deiksis ruang ‘place deixis’. Berikut macam-macam deiksis dalam bagan (6):

Deiksis

Persona Waktu Ruang

Deiksis persona berhubungan dengan pemahaman mengenai peserta ujaran dalam situasi pengujaran dimana ujaran tersebut dibuat. Deiksis waktu berhubungan dengan pemahaman titik ataupun rentang waktu saat ujaran dibuat. Deiksis tempat berhubungan dengan pemahaman lokasi atau tempat yang dipergunakan pengujaran dalam situasi pengujaran.

Paham deiksis mencakup pengertian dalam konteks yang lebih luas. Bagi Verhaar97 apa yang dimaksud dengan “deiksis” adalah semantik

92

Bambang Kaswanti Purwo, Deiksis dalam Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 1.

93 Bambang Kaswanti Purwo,

Deiksis dalam Bahasa Indonesia , 9.

94

J.W.M. Verhaar, Asas-Asas Linguistik Umum (Yogayakarta: Gadjah Mada University Press, 2010), 389.

95

Yayat Sudaryat, Makna dalam Wacana, 121.

96

Louise Cummings, Pragmatics, a Multidisciplinary Perspective, 31.

97


(1)

INDEKS

INDEKS TOKOH Coste, Didier 46 Crystal, David 22

Cummings, Louise 6, 16, 19, 24, 25, 27, 44, 57

Duchan, Judith F. 7, 9, 10, 46 Genette, Gerard 42

Halliday, M.A.K. 43 Hassa>n, Tamma>m 14 Heeschen 7

Hoed, Benny H. 27, 36, 40, 42, 45 Holes, Clive 7, 11, 16

Keraf, Gorys 4, 5

Kridalaksana, Harimurti 3

Leech, Geoffrey 2, 16, 18, 20, 21, 22, 26

Levinson, Stephen C. 21 Lyons, John 16, 28, 30

Mah}fu>z}, Naji>b 6, 8, 14, 16, 17, 18, 47, 48, 49, 50, 51, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 84, 86, 87, 88, 92, 10587, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 96, 99, 100, 101, 105, 106, 107.

Malotki 7

Matthews, Petter 3

Minoo, Varzegar 7, 9, 10, 46 Nababan, P.W.J. 21, 35 Nadar, F.X. 41

Ni’mah, Fuad 30 Pier, John 46

Prasetiani, Rita 7,11,16

Purwo, Bambang Kaswanti 2, 3, 7, 13, 21, 26, 27, 28, 27, 29, 30, 32, 33, 36 Qutb, Sayyid 46

Rapaport, William J. 7, 9, 47 Ribera, Josep 9, 11

Imperfektif 40 Infiks 31

Infleksi 31, 35, 36, 40 Inteligennsi artifisial 19 Intralingual 28

Kala 27, 36, 38, 40, 42, 45 Konfiks, 31

Konteks 1, 2, 4, 5, 6, 7, 13, 14, 17 Leksem 3, 34, 35, 36, 57

Leksikal 28, 29, 30, 40 Modus Indikatif, 40 Modus Jussif, 41 Modus Subjungtif, 40 Nomina, 32

Parole 5 Perfektif, 40

Pragmatik 2, 5, 7, 13, 16, 18, 19, 20, 21, 24, 26, 30, 41, 45, 47

Prefiks, 31 Proksimal, 41, 42

Pronomina, 30, 32, 33, 34, 35, 41, 45, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 114, 115, 119, 121, 123, 124, 125, 126 Propositional Content 1

Psikologi kognitif, 19 Referen 3, 28

Sufiks 31, 34, 35 Speech Act 1 Teks 4, 5, 17

Utterance-external, 27

Verba 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 39, 40, 42

INDEKS TEMPAT

Kafe Karnak 58, 59, 63, 69, 70, 71, 73, 105, 106

Kairo 24, 47, 48, 49


(2)

Verhaar, J.W.M. 27, 31

Yule, George 20, 21 INDEKS ISTILAH

Conversational Implicature 24

Deiksis, 3, 7, 8, 9, 13, 14, 16, 17, 18, 24, 27, 28, 30, 35, 41, 47, 57, 58, 60, 70, 107, 108, 112, 115, 119, 120, 126, 128

Distal 41 Eksoforis 28 Ekstralingual 28, 46

Q.S. al-Kauthar (108): 1 34 Q.S. al-Qa>ri’ah (101): 3-4 4 Q.S. an-Nasr (110): 2 33 Q.S. at-Tiin (95): 3 42 Q.S. Inshiqaq (84): 7-8 39

Mesir 6, 58, 59, 60, 70, 72, 73, 74, 76, 79, 80, 84, 85, 101

INDEKS AL-QUR'AN DAN HADITH

H.R. Ibn Ma>jah 34 H.R. Muslim 33 Q.S. ‘Abasa (80): 1 39 Q.S. al-‘Ala (87): 10 40 Q.S. al-Infithaar (82): 10-12 39 Q.S. al-Ka>firu>n (109): 6 35


(3)

i

GLOSARI

Alomorf

: anggota morfem yang sama, yang variasi bentuknya disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang dimasukinya.

Anaforis

: pengacuan yang merujuk kembali pada yang telah disebutkan sebelumnya pada wacana dengan stubsitusi.

Aspek

: kategori gramatikal verba yang menunjukkan lamanya dan jenisnya perbuatan; apakah mulai, selesai, sedang berlangsung, berulang, dan sebagainya.

Axplication de texte

: sejenis laporan langsung mengenai hasil yang mengungkapkan sesuatu peristiwa yang dinamis sebagai suatu proses.

Deiksis

: hal atau fungsi menunjuk sesuatu di luar bahasa.

Deklinasi

: perubahan nomina, pronomina, atau

adjektiva yang menunjukan kategori, kasus, jumlah, atau jenis.

Diseminatif

: penyebarluasan ide, gagasan, dan sebagainya.

Distal : terletak jauh dengan arah pusat suatu benda.

Eksoforis

: hal atau fungsi menunjuk kembali pada sesuatu yang ada di luar bahasa atau pada situasi.

Ekstralingual

: sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal di luar bahasa, (makna semantik yang menyangkut leksikal).


(4)

ii

sesuatu yang ada di dalam bahasa atau pada situasi.

Genre : wacana yang mempunyai ciri-ciri struktural

dan stilistis yang khusus.

Imajiner

: menyampaikan refleksi tentang pengalaman pengarangnya.

Imperfektif

: atau imperfektum sebagai bentuk kala yang dihubungkan dengan perbuatan sedang berlangsung atau kebiasaan dalam waktu lampau.

Infleksi

: perubahan bentuk kata yang menunjukan berbagai hubungan gramatikal.

Inteligensi artifisial

: sebuah stimulasi inteligensi manusia dengan komputer.

Intralingual

: sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal di dalam bahasa, (makna semantik yang menyangkut gramatikal).

Kataforis : pengacuan pada sesuatu yang disebut di

belakang (–nya).

Leksem : satuan leksikal dasar yang abstrak yang

mendasari pelbagai bentuk kata.

Metaforis

: pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan.

Modalitas

: klasifikasi proposisi menurut hal menyuguhkan atau mengingkari kemungkinan atau keharusan.

Modus

: kategori gramatikal dalam bentuk verba yang mengungkapkan suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran pembicara atau sikap pembicara tentang apa yang


(5)

iii

diucapkannya.

Morf : fonem atau untaian fonem yang berasosiasi

dengan suatu makna.

Morfem

: suatu bentuk bahasa terkecil yang

mempunyai makna secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil.

Perfektif

: atau perfektum sebagai bentuk kala yang dihubungkan dengan perbuatan sudah selesai.

Proksimal

: terletak dekat dengan arah pusat suatu benda.

Pronomina : kata yang dipakai untuk mengganti orang

atau benda.

Propositional Content

: pembicara merinci ide-ide (an ideational

content) yang ingin dimaksud dari speech

act –nya.

Psikologi kognitif : Pemprosesan informasi kognisi manusia.

Referen (anteseden)

: benda atau orang tertentu yang diacu oleh kata atau untaian kata dalam kalimat atau konteks tertentu.

Speech Act

: pembicara menunjukan sebuah action meminta, meyakinkan, berjanji, menyuruh dan lain-lain.

Teks referensial

: teks yang berfungsi mengatakan sesuatu tentang dunia nyata atau sebenarnya.

Teks fiksional

: teks yang didalamnya berisi cerita atau hal-hal yang bersifat rekaan.

Thematic Strusture : penilaian tentang keadaan mental (mental


(6)

iv

berbicara.

Utterance-external : luar-tuturan atau luar-ujaran.

Weak deistics : jenis persona yang rujukannya lebih bersifat