Pronomina leksikal persona kedua plural antum {
ﻢﺘﻧأ
} pada kalimat 87 dan 88 merupakan pronomina leksikal persona kedua plural. Kedua
leksem kalimat tersebut berkedudukan sebagai subjek pengujaran.
B. Deiksis Waktu 1. Waktu kebahasaan lampau
Berbicara mengenai waktu kebahasaan lampau dalam bahasa Arab, bentuk mad}i memiliki makna kelampauan secara inheren. Karena itulah,
untuk menyatakan peristiwa yang terjadi sebelum saat pengujaran atau sebelum 3 tiga pusat deiksis untuk teks tertulis, bentuk tersebut sering
digunakan.
Terdapat alat
kebahasaan yang
digunakan untuk
mengekspresikan semantis kewaktuan tersebut, yaitu verba bantu kana
{
نﺎﻛ
}
dan adverbia temporal. Pada klausa waktu 89, 90 dan 91 memiliki makna kekalaan
lampau bentuk verba bantu kana
{
نﺎﻛ
}
dalam pengujaran kunti {
ِﺖﻨﻛ
} ‘saat lampau kamu feminin’, serta kanat {
ْﺖﻧﺎﻛ
} ‘saat lampau dia feminin’ pada klausa waktu 92. Begitupun, pengujaran kuntu {
ُﺖﻨﻛ
} ‘saat lampau aku’ pada kewaktuan 93 dan 94. Klausa-klausa kewaktuan
tersebut mengalami waktu kronis pribadi. Maksud dari waktu kronis pribadi adalah menggunakan rujukan peristiwa yang diketahui secara perorangan
yang merupakan landasan bagi penentuan waktu kebahasaan
337
. Dalam hal ini, waktu kronis pribadi bersifat statis, karena jaraknya dengan titik 0 tidak
berubah. Sehingga kalimat tersebut mengandung waktu kelampauan dengan SRW vektor P rel 0 P
0 pola 3, 0 = saat penceritaan, yaitu peristiwa ditempatkan dalam hubungan dengan suatu waktu statis yang menandai
suatu ujaran. Verba bantu kana
{
نﺎﻛ
}
turut berperan dalam menyatakan waktu kelampauan dalam konstruksi klausa-klausa tersebut. Visualisasi
peristiwa pada garis waktu sebagai berikut:
X Lampau
Mendatang saat penceritaan
X = peristiwa sebelum pengujaran. Jarak X-0 sifatnya berubah jika pusat deiktis berubah karena X adalah waktu statis.
337
Benny H. Hoed, Kala dalam Novel, Fungsi dan Penerjemahannya, 40
Apabila merujuk pada SRW P rel R rel 0 pola 3, dapat terlihat pada situasi peristiwa pertama Pt1 klausa 95 dhahaba {
ﺐھذ
}, 96 qala {
لﺎﻗ
}, 97 i’tazaltu {
ﺖﻟﺰﺘﻋا
} dan 98 Inqad}at muddah sijnihi {
ةﺪﻣ ﺖﻀﻘﻧا ﮫﻨﺠﺳ
} hakikatnya mengandung waktu kebahasaan kini, karena tidak menyebutkan waktu dalam bentuk waktu statis tahun, tanggal, dan
sebagainya. Namun,
keenam klausa
tersebut secara
implisit mengekspresikan waktu statis pada peristiwa lain Pt2 pada konteks
kalimat setelah peristiwa itu, sehingga bervektor P R 0. Dalam waktu statis, jarak waktu antara titik 0 dan peristiwa satu dan lainnya ditempatkan
dalam waktu yang akan berubah jika titik 0 berubah tempatnya dalam waktu. Maka, jarak waktu antara titik 0 = waktu statis dan peristiwa dalam
kelima klausa tersebut akan berubah jika titik 0-nya juga berubah. Selain itu, setiap situasi di ungkapkan dengan menggunakan bentuk mad}i yang secara
inheren mengandung makna kekalaan lampau. Maka, visualisasi klausa- klausa tersebut sebagai berikut:
X Y Pt1
Pt2 0 Lampau saat tokoh berbicara
X = peristiwa pertama dan Y = peristiwa lain setelah peristiwa pertama. Jarak X,Y-0 sifatnya berubah jika pusat deiktis berubah karena X dan Y adalah waktu statis.
Adapun peristiwa lampau pada kalimat 99 al-mad}i ‘ala mada thalathina ‘aman aw akthar
{
ﻰﻠﻋ ﻰﺿﺎﻤﻟا ﻦﯿﺛﻼﺛ ىﺪﻣ
وأ ﺎﻣﺎﻋ ﺮﺜﻛأ
} merujuk peristiwa yang diujarkan terjadi dalam waktu statis jumlah waktu, yaitu 30 tahun atau lebih. Maka, kalimat tersebut merupakan SRW
vektor pada R rel 0 pola 3 dengan vektor R 0. Bentuk visualisasinya sebagai berikut:
X 30 thn
Lampau saat tokoh berbicara
X = peristiwa waktu statis. Tanda ‘ ’ merupakan hal yang masih dapat bergeser bergantung pada perspektif kapan ujaran tersebut dimaknai .
Merujuk pada SRW R rel 0, R 0 pola 2, yaitu waktu kebahasaan lampau kalimat 100 kana yatamanni {
ﻰﻨﻤﺘﯾ نﺎﻛ
} dan 101 kana yasgha
{
ﻰﻐﺼﯾ نﺎﻛ
}. Penambahan verba bantu kana
{
نﺎﻛ
}
yang ditambahkan pada bentuk verba mud}ori’ sehingga bermakna lampau lihat
tabel 2 no. 4. Konteks waktu kedua kalimat tersebut adalah peristiwa saat
tokoh berbicara antara kejadian Pt1 dan mengkaitkan Pt1 dengan kejadian Pt2. Maka, dapat divisualisasikan dalam garis waktu sebagai berikut :
Pt1 Pt2 X Lampau
saat tokoh berbicara
2. Waktu kebahasaan kini Analisis waktu kebahasaan kini berupa relasi bentuk antara verba
mud}ori’ dalam bahasa Arab dengan konsep semantis kewaktuan yang diungkapkannya. Dalam konteks adverbia temporal alan {
ٍنﻵا
} mengisyaratkan situasi waktu bersamaan dengan saat penceritaan. Hal ini
terlihat pada 102, 103, dan 104 merupakan peristiwa yang terjadi “sekarang” saat “aku” mengungkapkan ceritanya. Selain itu, bentuk
adverbia temporal al-yaum {
مﻮﯿﻟا
} terdapat pada situasi penceritaan tokoh pada 105, 106, dan 107. Oleh karena itu, pada kalimat 104 dan 107
memiliki SRW vektor P rel 0 P = 0 pola 1, 0 = pusat deikstis saat penceritaan. Sementara, SRW vektor P rel 0 P = 0 pola 2, 0 = pusat
deikstis saat tokoh berbicara pada 102, 103, 105, dan 107. Dengan visualisasi dalam satu garis waktu deiktis sebagai berikut:
X Lampau
Mendatang saat penceritaan
3. Waktu kebahasaan mendatang Dalam bahasa Arab, waktu kebahasaan mendatang tidak mempunyai
bentuk, yang biasanya ditandai dengan verba mud}ari’ berpartikel sa {
ـﺳ
}, saufa {
فﻮﺳ
}, adverbia temporal, disesuaikan dengan konteks kalimat, atau dapat pula menggunakan verba mad}i dalam konstruksi yang sangat
spesifik, yaitu saat do’a dan harapan. Konstruksi 108 satujib {
ﺐﯿﺠﺘﺳ
}, 109 satadhhabin {
ﺬﺘﺳ ھ
ﻦﯿﺒ
}, dan 110 Sa’antaz}iruka
{
كﺮﻈﺘﻧﺄﺳ
}
.
Ketiga kalimat verba mud}ori’ tersebut berafiks partikel sa {
ﺳ ـ
} sehingga menyatakan waktu mendatang, yaitu ketika peristiwa ditempatkan sesudah pengujaran. Adapun kesesuaian
partikel verba mud}ari’ lainnya adalah partikel saufa {
فﻮﺳ
}. Fungsi partikel tersebut menunjukan apabila peristiwa ditempatkan secara
dinamis sesudah pengujaran seperti kalimat 111 dan 112. Oleh karena konstruksi-konstruksi tersebut dinyatakan saat pengujaran oleh “aku”, maka
merujuk SRW vektor P rel 0 P 0 pola 2, Hanya saja pembedaan terletak pada kerelatifan waktu ketika peristiwa itu terjadi. Sehingga bentuk
visualisasi dalam garis waktu sebagai berikut:
X Mendatang
saat tokoh berbicara Pada kalimat 113 yaqtarih} {
حﺮﺘﻘﯾ
} menunjukan waktu mendatang dengan konteks pada peristiwa lain yang menjadi rujukan, yakni yat}ma’u
{
ﻊﻤﻄﯾ
}. Pengungkapan waktu terjadi saat “aku” menceritakan peristiwa mendatang dengan SRW vektor P rel R rel 0 P R 0 pola 2. Bentuk
visualisasi garis waktu sebagai berikut:
X1 X2 Mendatang
Saat penceritaan
X1= Peristiwa pusat deiktis, dan X2= Peristiwa lain sebagai rujukan.
Sedangkan, klausa 114 sa’and}im {
ﻢﻀﻧﺄﺳ
} merujuk waktu mendatang. Namun, melibatkan bentuk mad}i ‘indama {
ﺎﻣﺪﻨﻋ
} yang mengisyaratkan kebahasaan past-future. Waktu kebahasaan kalimat
tersebut merupakan situasi berupa harapan dan do’a. Oleh karena itu, situasi peristiwa tersebut belum terjadi dan akan terjadi apabila Allah
menghendaki. Artinya, jika Allah memberikan kesehatan P1, maka peristiwa setelah pengujaran akan terjadi. Penggunaan bentuk mad}i
menunjukan sesuatu yang hampir tidak mungkin terjadi atau kesesuaian pada partikel law {
ﻮﻟ
}. Maka, SRW vektor P rel 0 , P 0 - P 0 pola 3 dapat divisualisakan berikut :
X Y Lampau
Mendatang Saat penceritaan
X= Peristiwa belum terjadi, dan Y= Peristiwa yang akan terjadi jika X telah tercapai.
Lain halnya pada konstruksi waktu mendatang menggunakan verba mad}i dengan ditambahkan partikel an {
نأ
} sehingga bermakna bentuk mud}ori’ seperti kalimat 115 an ja’a {
ءﺎﺟ نأ
} dan 116 anna al- madarisa futih}at
{
ﺖﺤﺘﻓ ﺔﺳرﺪﻤﻟا نأ
}. Maka, kedua kalimat tersebut merujuk SRW vektor P rel R P R pola 2. Sedangkan, pada kalimat 117
lam yataghoyyar {
ﻢﻟ ﺮﯿﻐﺘﯾ
} ‘tidak berubah’ merupakan bentuk negasi verba mud}ori’ dan merujuk pada SRW P rel 0 P 0 pola 2.
C. Deiksis Ruang 1. Lokatif