Teori Birokrasi KERANGKA TEORI

2. Untuk mengetahui Netralitas Pegawai Negeri Sipil di Kantor Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara terhadap Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara 2013.

I.5 MANFAAT PENELITIAN

Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat, terlebih lagi untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis maupun metodologis, studi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pemahaman tentang peranan Pegawai Negeri Sipil 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi birokrat dalam setiap even politik pemilu memiliki sikap netral dan profesional. 3. Secara Akademis, diharapkan dapat bermanfaat bagi kalangan mahasiswa Departemen Ilmu Politik dan dapat menjadi sumber rujukan bagi Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. 4. Bagi penulis sendiri, untuk mengembangkan kemampuan berfikit dalam menulis suatu karya ilmiah.

I.6 KERANGKA TEORI

I.6.1 Teori Birokrasi

Birokrasi berasal dari bahasa inggris kata bureaucracy yang dapat diartikan sebagai suatu organisasi yang memiliki rantai komando dalam bentuk sebuah piramida, dimana lebih banyak orang berada ditingkat bawah dari pada tingkat atas, biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya administratif maupun militer. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, birokrasi didefinisikan sebagai sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan. Universitas Sumatera Utara Menurut Max Weber konsep birokrasi ada dalam suatu organisasi, dimana organisasi bukan hanya dapat digunakan sebagai pendekatan efektif untuk mengontrol pekerjaan sehingga sampai pada sasarannya, karena organisasi birokrasi hanya punya struktur yang jelas tentang kekuasaan terhadap orang yang punya kekuasaan mempunyai pengaruh sehingga dapat memberi perintah untuk mendistribusikan tugas kepada orang lain. Weber menggambarkan tipe birokrasi ideal dalam nada positif, membuatnya lebih berberntuk organisasi rasional dan efisien daripada alternatif yang terdapat sebelumnya, yang dikarakterisasikan sebagai dominasi karismatik dan tradisional. Menurut terminologinya, birokrasi merupakan bagian dari dominasi legal. Akan tetapi, ia juga menekankan bahwa birokrasi menjadi inefisien ketika keputusan harus diadopsi kepada kasus individual. Menurut Weber, atribut birokrasi moderen termasuk kepribadiannya, konsentrasi dari arti administrasi, efek daya peningkatan terhadap perbedaan sosial dan ekonomi dan implementasi sistem kewenangan yang praktis tidak bisa dihancurkan. Birokrasi ala Weber dikenal juga dengan sebutan “Birokrasi Weberian”. Birokrasi tersebut dianggap oleh Weber sebagai tidak rasional. Banyak pengangkatan pejabat yang mengacu pada political-will pimpinan Dinasti. Akibatnya banyak pekerjaan negara yang “salah-urus” atau tidak mencapai hasil secara maksimal. 8 1. Organisasi yang disusun secara hirarkis Adapun karakteristik birokrasi menurut weber adalah : 2. Setiap bagian memiliki wilayah kerja khusus. 3. Pelayanan publik civil sevants terdiri atas orang-orang yang diangkat, bukan dipilih, di mana pengangkatan tersebut didasarkan kepada kualifikasi kemampuan, jenjang pendidikan, atau pengujian examination. 4. Seorang pelayan publik menerima gaji pokok berdasarkan posisi. 5. Pekerjaan sekaligus merupakan jenjang karir. 8 Diakses dari www. mutiara-fisip11.web.unair.ac.idartikel_detail pada tanggal 1 september 2013 pukul 14.25 Universitas Sumatera Utara 6. Para pejabatpekerja tidak memiliki sendiri kantor mereka. 7. Setiap pekerja dikontrol dan harus disiplin. 8. Promosi yang ada didasarkan atas penilaian atasan . Prajudi Atmosudirjo mengatakan dalam bukunya G Kartasapoetra mengemukakan bahwa birokrasi mempunyai arti 9 Michael G. Roskin, et al. menyebutkan bahwa sekurang-kurangnya ada 4 fungsi birokrasi di dalam suatu pemerintahan modern. Fungsi-fungsi tersebut adalah : : 1. Birokrasi sebagai tipe organisasi.

2. Sebagai suatu organisasi tertentu, birokrasi cocok sekali untuk

melaksanakan suatu macam pekerjaan yang terkait pada peraturan- peraturan yang bersifat rutin, artinya volume pekerjaan besar, akan tetapi sejenis dan bersifat berulang-ulang, dan pekerjaan yang memerlukan keadilan, merata dan stabil. 3. Birokrasi sebagai system, yang artinya birokrasi adalah suatu system kerja yang berdasar atas tata hubungan kerjasama antara jabatan pejabat-pejabat secara langsung kepada persolannya dan secara formal serta berjiwa tanpa dipilih kasih atau tanpa pandang bulu. Dalam hal ini, menyebutkan adanya keadaan birokrasi publik di sektor pemerintahan, pendidikan dan kesehatan dan sebagainya berada dalam suatu kondisi yang dikenal dengan istilah organizational slack yang ditandai dengan menurunnya kualitas pelayanan yang diberikannya. Masyarakat pengguna pelayanan banyak mengeluhkan akan lambannya penanganan pemerintah atas masalah yang dihadapi dan bahkan mereka telah memberikan semacam public alarm agar pemerintah sebagai instansi yang paling berwenang, responsif terhadap semakin menurunnya kualitas pelayanan kepada masyarakat segera mengambil inisiatif yang cepat dan tepat untuk menanggulanginya. 9 G Karyasapoetra, 1994, Debirokratisasi dan Deregulasi, Jakarta: Rineka Cipta, Hal.21 Universitas Sumatera Utara

1. Administrasi

Fungsi administrasi pemerintahan modern meliputi administrasi, pelayanan, pengaturan, perizinan, dan pengumpul informasi. Dengan fungsi administrasi dimaksudkan bahwa fungsi sebuah birokrasi adalah mengimplementasikan undang-undang yang telah disusun oleh legislatif serta penafsiran atas UU tersebut oleh eksekutif. Dengan demikian, administrasi berarti pelaksanaan kebijaksanaan umum suatu negara, di mana kebijakan umum itu sendiri telah dirancang sedemikian rupa guna mencapai tujuan negara secara keseluruhan.

2. Pelayanan

Birokrasi sessungguhnya diarahkan untuk melayani masyarakat atau kelompok-kelompok khusus. Dalam hal ini badan pendidikan, dan badan kesehatan adalah contoh yang bagus di Indonesia, dimana badan – badan tersebut ditujukan demi kepentingan masyarakat. Sehingga menjalankan fungsi public service nya dengan baik

3. Pengaturan regulation

Fungsi pengaturan dari suatu pemerintahan biasanya dirancang demi mengamankan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan fungsi ini, badan birokrasi biasanya dihadapkan antara dua pilihan: Kepentingan individu versus kepentingan masyarakat banyak. Badan birokrasi negara biasanya diperhadapkan pada dua pilihan ini.

4. Pengumpul Informasi Information Gathering

Informasi dibutuhkan berdasarkan dua tujuan pokok: Apakah suatu kebijaksanaan mengalami sejumlah pelanggaran atau keperluan membuat kebijakan-kebijakan baru yang akan disusun oleh pemerintah berdasarkan situasi faktual. Badan birokrasi, oleh sebab itu menjadi ujung tombak pelaksanaan kebijaksanaan negara tentu menyediakan data-data sehubungan dengan dua hal tersebut. Misalnya, pemungutan uang yang tidak semestinya pungli ketika masyarakat membuat SIM atau STNK tentunya mengalami pembengkakan. Universitas Sumatera Utara Pungli tersebut merupakan pelanggaran atas idealisme administrasi negara, oleh sebab itu harus ditindak. Dengan ditemukannya bukti pungli, pemerintah akan membuat prosedur baru untuk pembuatan SIM dan STNK agar tidak memberi ruang bagi kesempatan melakukan pungli. Melihat sejarah birokrasi Indonesia, netralitas birokrasi yang tidak terpengaruh kekuatan politik belum pernah terwujud. Padahal untuk melahirkan tatanan kepemerintahan yang demokratis diperlukan birokrasi pemerintah yang netral dari kepentingan partai atau kekuatan politik. Jika birokrasi pemerintah dibuat netral, maka rakyat secara keseluruhan akan bisa dilayani oleh birokrasi pemerintah, karena birokrasi tidak mengutamakan dan memihak kepada salah satu kepentingan kelompok rakyat tertentu. Pemihakan kepada kepentingan seluruh rakyat ini sama dengan melaksanakan demokrasi. Sedangkan keberpihakan birokrasi terhadap salah satu kekuatan partai politik yang sedang memerintah cenderung akan memberikan peluang terhadap suburnya penyelewengan- penyelewengan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Pegawai yang profesional dan terbuka terhadap perubahan ekonomi, sosial dan politik menjadi sebuah tuntutan. Bagaimana para birokrat memahami jabatan yang dipegang dan merealisasikan dalam bentuk pelayanan publik optimal adalah hal utama. Selama ini kecenderungan aparat birokrasi masih mewarisi budaya ”memerintah” dan menganggap bahwa jabatan adalah status sosial yang membedakan mereka dengan warga biasa. Melayani dan memenuhi kebutuhan warga negara dengan sebaik-baiknya belumlah menjadi paradigm para birokrat. Masyarakat pun masih menganggap bahwa keberadaan birokrasi bukanlah mempermudah urusan mereka tetapi malah menghambat layanan yang harus diterima. Birokrasi sebagai “alat pemerintah” memang tidak mungkin “netral” dari pengaruh pemerintah. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa birokrasi tidak memiliki kemandirian. Justru karena posisinya sebagai alat pemerintah yang bekerja untuk kepentingan masyarakat, maka diperlukan kemandirian birokrasi. Sebagaimana dicitrakan dalam konsep Hegelian Bureaucracy, birokrasi Universitas Sumatera Utara seharusnya menempatkan dirinya sebagai mediating agent, penjembatanan antara kepentingan-kepentingan masyrakat dengan kepentingan pemerintah. 10 10 Priyo Budi Santoso, 1997, Birokrasi Pemerintah Orde Baru : Perspektif Kultural dan Struktural, Edisi I, Cetakan Ketiga, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm 32 Birokrasi di Indonesia hingga saat ini masih belum efektif. Para birokrat di mata publik memiliki citra buruk dan cenderung korup. Mereka tidak dapat mengikuti situasi ekonomi, sosial dan politik yang sedang berkembang yang menuntut adanya sikap dinamis dan terbuka. Waktu dan biaya yang tidak terukur adalah cermin ketidakprofesional kerja penopang birokrasi. Mereka masih melestarikan budaya birokrasi kolonial. Inilah budaya birokrasi kita saat ini yang jauh dari kesan melayani masyarakat. Perubahan kepemimpinan yang terjadi di tingkat nasional maupun daerah ternyata tidak mampu mendorong reformasi yang terarah dalam memperbaiki citra pejabat birokrat dan sistem birokrasi kita.

I.6.2 Teori Sistem Pemilu