BAB I PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Pegawai Negeri Sipil adalah Unsur Aparatur Negara dalam mengadakan dan menyelenggarakan pemerintahan maupun pembangunan dalam rangka usaha
untuk dapat mencapai tujuan Nasional. Adapun usaha dalam mencapai tujuan Nasional tersebut diperlukan adanya pegawai Negeri Sipil yang penuh kesetiaan
dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah.
Peran Pegawai Negeri Sipil merupakan subyek utama dalam suatu birokrasi yang mempunyai peran tertentu untuk dapat menjalankan tugas negara
dan pemerintahan. Dalam hal ini pola kerja Pegawai Negeri Sipil merupakan suatu unsur utama dalam terciptanya pelayanan kepada masyarakat secara
profesional, adil dan merata. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil sebagai suatu unsur aparatur negara yang abdi masyarakat dan memiliki mental loyalitas
terhadap negara. Hal ini secara tidak langsung Pegawai Negeri Sipil dituntut harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak
diskriminatif terhadap pelayanan masyarakat.
Sehubungan dengan persoalan netralitas Pegawai Negeri Sipil tersebut, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang nomor 43 Tahun 1999 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian yang mengatur dengan tegas mengenai Netralitas Pegawai pada pemerintahan sebagaimana tercantum dalam pasal 3 yang
menyatakan bahwa Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai
politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan masyarakat. Untuk
Universitas Sumatera Utara
menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota danatau pengurus partai politik.
1
Larangan terhadap Pegawai Negeri Sipil menjadi anggota partai politik dapat dilihat secara rinci dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun
2004 tentang larangan Pegawai Negeri Sipil dalam menjadi Anggota ataupun Pengurus Partai Politik
2
yang mengatur bahwa Pegawai Negeri Sipil dituntut untuk netral dan dilarang menjadi anggota atau pengurus partai politik tertentu.
Apabila ada seorang Pegawai Negeri Sipil ingin menjadi anggota dalam suatu partai politik ataupun ingin duduk sebagai pengurus partai politik, maka yang
bersangkutan diharuskan melaporkan kepada atasan langsungnya dan tidak membuat permohonan pengunduran diri sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan secara
langsung akan diberhentikan secara tidak hormat. Hal ini bisa dibilang berhubungan dengan pendapat Wilson dan Godnow yang menyatakan bahwa
perlunya memisahkan antara administrasi dengan politik yang arahnya untuk menjaga agar tugas dan fungsi masing-masing yang sebagaimana mestinya
diterapkan larangan ikut keanggotaan suatu partai politik kepada Pegawai Negeri Sipil
3
. Adapun pendapat Hegel mengatakan bahwa birokrasi haruslah berposisi di tengah sebagai perantara antara kelompok kepentingan umum negara dengan
kelompok kepentingan khusus pengusaha dan profesi
4
Dalam hal ini, Netralitas Pegawai Negeri Sipil berkaitan dengan adanya Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Dengan berlakunya Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 dimana Undang-Undang ini mengenai Pemerintahan Daerah. Adapun agenda reformasi yang digulirkan dengan tujuan untuk dapat
mewujudkan iklim yang lebih demokratis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal seperti ini dapat diwujudkan dengan mengembalikan
.
1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 pasal 3 tentang pokok- pokok kepegawaian.
2
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil menjadi anggota pengurus Partai Politik
3
Miftah Thoha, Netralitas Birokrasi di Pemerintahan Indonesia, Malang: Pustaka Pelajar, 2001, hal.54.
4
Ibid hal.55
Universitas Sumatera Utara
kedaulatan ketangan rakyat. Karena yang kita ketahui selama ini adalah kedaulatan yang seakan-akan berada di tangan partai politik. Dimana satu-satunya
hak politik yang dimiliki oleh rakyat adalah dengan memilih orang yang akan mewakili mereka dalam Dewan perwakilan Rakyat. Lalu setelah itu, kedaulatan
beralih kepada mereka yang menyebut diri mereka sebagai wakil rakyat yang pada kenyataannya justru lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan
partainya, daripada memperjuangkan kepentingan rakyat yang memilih mereka.
Dalam praktiknya, tercatat ada tiga bentuk pelanggaran yang dilakukan
PNS dan pejabat pemerintahan dalam pemilu. Pertama, penyalahgunaan
kewenangan yang dimiliki, antara lain menerbitkan aturan yang mewajibkan kampanye kepada bawahan, pengumpulan dana bagi parpol tertentu, pemberian
izin usaha disertai tuntutan dukungan kepada parpolcaleg tertentu, penggunaan bantuan pemerintah untuk kampanye, mengubah biaya perjalanan dinas, dan
memaksa bawahan membiayai kampanye parpolcaleg dari anggaran
negara. Kedua, penggunaan fasilitas negara secara langsung, misalnya
penggunaan kendaraan dinas, rumah dinas, serta kantor pemerintah dan
kelengkapannya. Ketiga, pemberian dukungan lain, seperti bantuan sumbangan,
kampanye terselubung, memasang atribut parpolcaleg di kantor, memakai atribut parpolcaleg, menghadiri kegiatan kampanye dengan menggunakan pakaian dinas
dan kelengkapannya, serta pembiaran atas pelanggaran kampanye dengan menggunakan fasilitas negara dan perlakuan tidak adildiskriminatif atas
penggunaan fasilitas negara kepada parpolcaleg. Sebenarnya yang harus mendapat titik tekan pelarangan Pegawai Negeri
Sipil terlibat dalam penyelenggaraan Pilkada Langsung adalah dalam konteks sebagai peserta, baik sebagai calon Kepala Daerah maupun tim kampanye
pendukung Kepala Daerah. Mereka memposisikan diri mereka pada salah satu pihak, keberpihakan merekalah yang sebenarnya harus “diharamkan”. Karena
ketika mereka memutuskan menjadi Pegawai Negeri Sipil PNS keberpihakan mereka hanyalah kepada kepentingan rakyat. Mereka haruslah mengabdi demi
rakyat, bukanlah demi satu atau dua kelompok atau satu atau dua kepentingan
Universitas Sumatera Utara
saja. Jadi, jika mereka terlibat menjadi panitia penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah itu di bolehkan
5
Dalam pemerintahan Otonomi Daerah, Pegawai Negeri Sipil banyak terjadi penyalahgunaan wewenang. Misalnya saja dalam pelaksanaan Pemilihan
Kepala Daerah Langsung, penyalahgunaan wewenang kerap kali terjadi. Birokrasi disini dijadikan sebagai mesin politik untuk dapat memenangkan Incumbent.
Menurut Lembaga Survey Indonesia dari 460 calon incumbent yang menang dalam Pemilukada kurang lebih 62,7, sedangkan yang kalah kurang lebih
37,83. .
Mengacu kepada surat Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor : K.26- 30V.31-399, tanggal 12 Maret 2009, untuk mencegah terjadinya pelanggaran
masalah netralitas PNS dalam pemilukada, pemilu calon legislatif DPR, DPRD Provinsi, DPRD KabupatenKota, anggota DPD, dan calon PresidenWakil
Presiden, maka Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat, dan Daerah ProvinsiKabupatenKota, bertanggungjawab untuk :
a. Mensosialisasikan mengenai netralitas PNS dalam Pemilihan Umum Calon Legislatif dan Calon PresidenWakil Presiden;
b. Mengecek dan mengawasi implementasi mengenai netralitas PNS dalam Pemilihan Umum Calon Legislatif dan Calon PresidenWakil Presiden;
c. Memberikan hukuman apabila terdapat PNS di lingkungannya yang melakukan pelanggaran terhadap netralitas PNS.
6
5
Departemen Agama Republik Indonesia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Pegawai Negeri Sipil, Jakarta: September 2003
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang, Penulis mengangkat judul Skripsi tentang “Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilukada Sumatera
Utara 2013” Studi Kasus terhadap Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara.
6
Diakses dari www.Lsi.or.id pada tanggal 20 Juli 2013-07-21
Universitas Sumatera Utara
I.2 PERUMUSAN MASALAH