Netralitas Pegawai Negeri Sipil Terhadap Pemilukada Sumatera Utara Tahun 2013

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Arsip Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara

Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Bungin, Burhan. 2001. Metode Penelitian Sosial. Surabaya: PT Airlangga University Press.

Departemen Agama Republik Indonesia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Pegawai Negeri Sipil. Jakarta: September 2003

Ghufron, Achmad. 2008. Pengelolaan Administrasi Kepegawaian dan Pengembangan karir Pegawai Negeri Sipil. Jakarta: Inspektorat Jenderal Departemen Agama.

Mubarok, Mufti M. 2005. Suksesi Pilkada. Surabaya: PT. Java Pustaka Media Utama.

Nawawi, Hadari. 2006. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2005, tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang Pemilihan. Pengesahan, Pengangkatan, Pemberhentian Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2005 tantang Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan rangkap.

Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 10 Tahun 2005 tentang , Pegawai Negeri Sipil menjadi calon Kepala Daerah / Wakil Kepala Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 56 tahun 2010 yaitu Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 57 tahun 2007 tentang, Petunjuk teknis penataan organisasi perangkat Daerah.


(11)

Prihatmoko, Joko J. 2005, Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Filosofi, system dan problema penerapan di Indonesia). Semarang: PT. Pustaka Pelajar. Surat Edaran Nomor 7 Tahun 1999 tentang Netralitas Pegawai Negeri Sipil

dalam Pemilu.

Thoha, Miftah. 2001. Netralitas Birokrasi di Pemerintah Indonesia. Malang: Pustaka Pelajar.

Tim Fokus Media, Pokok-pokok Kepegawaian edisi lengkap tahun 2007. Bandung: Fokus Media.

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 43 Tahun 1999 pasal 43 Tentang Pokok-Pokok kepegawaian.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Usman, Husaini dan Purnomo. 2004. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: PT. Bumi Aksara.

JURNAL:

Katharina, Riris. Netralitas Birokrasi Dalam Pemilu Legislatif 2009 (Studi di Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara). Desember 2010.

Zudi, Mat. Netralitas Pegawai Negeri Sipil Dalam Pemilihan Kepala Daerah. 2012.

SITUS INTERNET:

http/:www.lsi.or.id diakses pada 20 Juli 2013 pukul. 20.30 http/:www.kemenag.go.id diakses pada 20 Juli 2013 pukul 21.00 http/:www.depkeu.go.id diakses pada 21 Juli 2013 pukul 01.25 http/:www.kpu.go.id diakses pada 31 juli 2013 pukul 01.40


(12)

BAB III ANALISIS DATA

Pada bab ini akan disajikan data yang diperoleh melalui penyebaran kuisioner kepada para responden yaitu Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara dengan Sampel sebanyak 68 orang . Adapun populasi dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil yang tinggal atau menetap di Sumatera Utara. Setelah dilakukan penelitian di lapangan dengan cara menyebarkan kuisioner ini ke seluruh sampel Pegawai Negeri Sipil maka di perolehlah berbagai data mengenai keadaan responden serta jawaban-jawaban dari beberapa pertanyaan yang di ajukan dalam kuisioner tersebut yang kemudian akan disajikan dalam bab ini.

III.1 Identitas Responden

Berikut ini akan disajikan data yang berkaitan dengan identitas responden berdasarkan agama, usia, jenis kelamin, dan suku.

Tabel III.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Agama dan Usia Karakteristik berdasarkan agama

No Agama GOLONGAN Jlh Jlh

(%)

II % III % IV %

1 Islam 12 17,65% 25 36,76% 19 27,95% 56 82,36%

2 Kristen Protestan - 0% 5 7,35% 2 2,94% 7 10,29%

3 Kristen Katholik - 0% 1 1,47% 1 1,47% 2 2,94%

4 Buddha - 0% 2 2,94% - 0% 2 2,94%

5 Hindu - 0% - 0% 1 1% 1 1,47%

6 Konghucu - 0% - 0% - 0% 0 0

TOTAL 68 100%


(13)

Karakteristik berdasarkan usia

No Usia GOLONGAN Jlh Jlh

(%)

II % III % IV %

1 20 – 30 10 14,70% - 0% - 0% 10 14,70%

2 31 – 40 2 2,94% 23 33,82% 2 2,94% 27 39,71%

3 41 - 50 - 0% 10 14,70 11 16,18% 21 30.89%

4 51 - 60 - 0% - 0% 10 14,70% 10 14,70%

TOTAL 68 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian


(14)

Berdasarkan tabel III.1 diatas dapat dilihat bahwa karakteristik responden berdasarkan agama yang dilakukan secara acak oleh peneliti lebih dominan ke agama Islam. Hal ini dapat dilihat dari golongan II dengan 12 responden (17,65%), golongan III dengan 25 responden (36,76%) dan golongan IV dengan 19 responden (27,95). Peneliti secara acak memberikan kuesioner kepada responden tidak berdasarkan agama, dengan demikian maka peneliti tidak bermaksud diskriminasi atau membeda-bedakan agama.

Karakteristik berdasarkan usia yang peneliti temukan dilapangan adalah rentang usia mulai 20 sampai 60 tahun. Dan pada penelitian kali ini usia terbanyak yang peneliti temukan adalah usia yang berkisar antara usia 31 – 40 tahun yaitu sebanyak 27 responden yang terdiri dari 2 responden dari golongan II, 23 responden dari golongan III dan 2 responden dari golongan IV. Usia termuda pada penelitian ini yaitu usia 28 tahun yang terdapat pada golongan II, lebih tepatnya golongan II/b dengan 1 responden. Sedangkan usia yang terbesar pada penelitian ini yaitu kisaran usia 51 - 60 tahun dengan 10 responden dari golongan IV .


(15)

Tabel III.2

Karekteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin GOLONGAN Jlh Jlh

(%)

II % III % IV %

1 Laki-Laki 9 13,24% 15 22,07% 14 20,60% 38 55,88%

2 Perempuan 3 4,41% 18 26,47% 9 13,24% 30 44,12%

TOTAL 68 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian

Diagram III.2

Perbedaan pada tabel jenis kelamin bukanlah suatu ajang perbedaan atau faktor penentu bagi masyarakat untuk ikut ataupun tidak mau ikut dalam pemilihan, dimana adanya kesamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam hal memberikan sikap dalam berpolitik. Namun dalam hal ini, jika kita memandang dan melihat apa yang terjadi di Negara Indonesia bahwa pada umumnya laki-laki lebih dominan dan aktif memasuki dunia politik dibandingkan dengan perempuan. Walaupun demikian dari jumlah responden yang diambil jumlah laki-laki dan perempuan perbandingan tidak terlalu jauh.


(16)

Pada tabel III.2 tentang karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, menunjukkan bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak bila dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin perempuan. Sebanyak 38 responden atau 55,88% yang terdiri dari 9 responden (13,24%) dari golongan II, 15 responden (22,07%) dari golongan III dan 14 responden (20,60%) dari golongan IV adalah responden yang berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan untuk responden yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 3 responden (4,41%) dari golongan II, 18 responden (26,47%) dari golongan III, dan 9 responden (13,24%) dari golongan IV.

Tabel III.3

Karakteristik Berdasarkan Suku

No Agama GOLONGAN Jlh Jlh

(%)

II % III % IV %

1 Mandailing 1 1,47% 10 14,71% 6 8,82% 17 25.00%

2 Batak 2 2,94% 6 8,82% 5 7,35% 13 19,12%

3 Karo 2 2,94% 6 8,82% 2 2,94% 10 14,71%

4 Minang 2 2,94% 2 2,94% 2 2,94% 6 8,82%

5 Melayu 2 2,94% 4 5,88 5 7,35% 11 16,18%

6 Jawa 3 4,41% 3 4,41% 2 2,94% 8 11,76

7 Tionghoa - 0% 1 1,47% - 0% 1 1,47%

8 Aceh - 0% 1 1,47% 1 1,47% 2 2,94%

TOTAL 68 100%


(17)

Diaram III.3

Berdasarkan tabel III.3 diatas dapat dilihat karakteristik berdasarkan suku yang dilakukan secara acak oleh peneliti yang paling dominan dianut adalah suku mandailing dengan 17 responden (25%) yang terdiri dari 1 responden (1,47%) golongan II, 10 responden (14,71%) dari golongan III dan 6 responden (8,82%) golongan IV. Dapat dikatakan dalam pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah di Sumatera Utara ini masih tergolong sangat unik, karena sebagian besar penduduknya akan memilih yang masih memiliki hubungan kesukuan dengan mereka.

Jika dilihat dari tabel diatas suku mandailing lah yang paling dominan diantara yang lainnya. Apakah hubungan kesukuan ini akan mempengaruhi perilaku mereka dalam memiih? Jawaban dari pertanyaan tersebut akan kita lihat berdasarkan data-data yang akan dijabarkan selanjutnya.

III.2 Evaluasi Perilaku Pemilih

Berikut ini disajikan data dari jawaban responden terhadap keseluruhan pertanyaan melalui kuesioner yang telah disebarkan yaitu menyangkut evaluasi


(18)

Tabel III.4

Jumlah Responden Terdaftar

No Terdaftar GOLONGAN Jlh Jlh

(%)

II % III % IV %

1 Ya 12 17,65% 33 48,53% 23 33,82% 68 100%

2 Tidak - 0% - 0% - 0% 0 0%

TOTAL 68 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian

Pandangan Responden dalam Menggunakan Hak Pilih

No Meggunakan Hak Pilih

GOLONGAN

Jlh Jlh (%)

II % III % IV %

1 Ya 10 14,71% 32 47,06% 23 33,82% 65 95,59%

2 Tidak 2 2,94% 1 1,47% - 0% 3 4,41%

TOTAL 68 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian


(19)

Melalui tabel III.4 dapat dilihat bahwa semua Pegawai Negeri Sipil yang menjadi responden pada penelitian ini mengaku telah terdaftar untuk memberikan suaranya pada Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2013. Tetapi hal ini agak kurang berbanding dengan hak mereka dalam mengunakan hak pilih. Hanya ada 65 responden yang terdiri dari 10 responden dari golongan II, 32 responden dari golongan III dan 23 responden dari golongan IV yang menggunakan hak pilih mereka pada hari pemungutan suara. Dalam hal ini terlihat bahwa sebagai pemilih yang sebenarnya dituntut harus netral, tingkat partisipasi politik para Pegawai Negeri Sipil di Kantor Kementerian Agama ini pun cukup tinggi.

Sedangkan yang tidak menggunakan hak pilih (golput) adalah sebanyak 3 responden yang terdiri dari 2 responden dari golongan II dan 1 responden dari golongan III meskipun hanya 3 responden (4,41%) saja yang tidak menggunakan hak pilihnya, angka golput dikalangan Pegawai Negeri Sipil Kanwil Kementerian Agama ini tergolong rendah.

Pada tabel selanjutnya dapat dilihat alasan-alasan khusus mereka dalam menggunakan hak pilih dan alasan-alasan khusus bagi yang tidak menggunakan


(20)

Tabel III.5

Alasan Responden dalam menggunakan hak pilih

No Alasan GOLONGAN Jlh Jlh

(%)

II % III % IV %

1 Sadar sebagai

WNI 5 7,70% 16 24,61% 11 17,01% 32 49,22%

2 Adanya imbalan 1 1,54% 6 9,23% 3 4,61% 10 15,38% 3 Ajakan orang 4 6,15% 10 15,39 9 13,85% 23 35,40%

TOTAL 65 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian

Alasan Responden tidak menggunakan hak pilih

No Alasan GOLONGAN Jlh Jlh

(%)

II % III % IV %

1 Tidak percaya - 0% 1 33,33% - 0% 1 33,33%

2 Tidak sesuai 2 66,67% - 0% - 0% 2 66,67%

3 Ajakan orang - 0% - 0% - 0% 0 0%

TOTAL 3 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian


(21)

Tabel dan diagram diatas adalah pandangan responden terhadap alasan khusus mereka dalam menggunakan hak pilih dan alasan khusus mereka bagi yang tidak menggunakan hak pilih. Dari tabel diatas dapat dilihat sebanyak 65 responden yang menggunakan hak pilih dengan berbagai alasan. Sebanyak 32 responden yang terdiri dari 5 responden (7,70%) dari golongan II, 16 responden (24,61) dari golongan III dan 11 responden (17,01) dari golongan IV menggunakan hak pilihnya karena sadar telah memiliki hak sebagai warga Negara Indonesia. Melihat tingginya persentasi memilih mereka karena kesadaran sebagai warga Negara ini adalah salah satu bentuk perilaku politik yang baik, dimana Pegawai Negeri Sipil ini sadar sebagai warga Negara yang diberikan hak dan kebebasan untuk memilih pemimpin yang sesuai dengan pilihan mereka.

Sedangkan alasan memilih mereka karena adanya janji diberikan imbalan kepada pribadi yang memilih. Dimana 10 responden yang terdiri 1 responden (1,54%) dari golongan II, 6 responden (9,23) dari golongan III, dan 3 responden (4,61%) dari golongan IV mengikuti pemilu karena akan diberikan imbalan yang setimpal ini memiliki persentasi cukup tinggi dengan jumlah 15,38%. Hal seperti


(22)

alasan adanya ajakan keluarga/orang lain. Dimana 4 responden (6,15%) dari golongan II, 10 responden (15,39%) dari golongan III dan 9 responden (13,85) dari golongan IV. Dalam hal ini biasanya ajakan berasal dari suami/istri, ataupun dari keluarga terdekat yang menjadi acuan mereka dalam memilih. Kejadian seperti ini biasanya dikarenakan minimnya sosialisasi informasi para calon Pemilukada tersebut.

Alasan bagi mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya atau golput dikarenakan banyak hal, salah satu yang paling dominan adalah calon-calon kepala daerah yang menurut mereka kurang sesuai di hati. Alasan tidak sesuai/menarik meliputi 2 responden dari golongan II. Sedangkan 1 responden dari golongan III memilih alasannya adalah karena tidak percaya terhadap janji-janji calon-calon Kepala Daerah tersebut. Misalnya saja tidak percaya pada visi dan misi pasangan calon, dan tidak percaya terhadap program kerja yang mungkin tidak akan terealisasikan menjadikan alasan bagi mereka untuk tidak menggunakan hak pilihnya (golput).

III.3 Evaluasi tentang Kampanye

Berikut ini akan disajikan keseluruhan dari jawaban responden yang berkaitan dengan kampanye pada pemilihan Kepala Daerah Gubernur tahun 2013. Tentang keterlibatan mereka sebagai pemilih pemula didalam kampanye dan juga apakah kampanye itu nantinya akan mempengaruhi keputusan mereka ketika proses pemungutan suara itu terjadi.

Tabel III.6

Jumlah Responden terhadap Pernah atau Tidak Melihat Kampanye

No Kampanye GOLONGAN Jlh Jlh

(%)

II % III % IV %

1 Pernah 12 17,65% 33 48,53% 23 33,82% 68 100%

2 Tidak Pernah - 0% - 0% - 0% 0 0%


(23)

Diagram III.6

Kampanye merupakan salah satu usaha dari kandidat/para calon untuk meyakinkan para calon pemilih untuk mendapat dukungan yang sebesar-besarnya dengan menawarkan banyak program dan menawarkan pembangunan dan penawaran yang lain. Melalui kampanye yang dilakukan para kandidat pada saat inilah mereka menyampaikan s egala banyak hal yang dapat memikat perhatian masyarakat untuk dapat memilih mereka. Bagi publik/ masyarakat atau calon pemilih kampanye merupakan sarana untuk melihat, mengamati, menentukan calon mana yang akan menjadi pilihanya. Begitu juga dengan sebaliknya kampanye bukanlah hanya sekedar penyampaian visi dan misi dan menyampaikan janji saja bagi masyarakat supaya dipilih melainkan janji adalah suatu hal yang akan di tepati.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 68 responden dari golongan II dengan 12 responden, golongan II dari 33 responden dan golongan IV dari 23 responden mengaku pernah melihat kampanye dalam berbagai bentuk.


(24)

Tabel III.7

Pasangan Calon yang dipilih responden

No Pasangan Calon GOLONGAN Jlh Jlh

(%)

II % III % IV %

1 Gus - Soekirman 2 2,94% 8 11,76% 5 7,35% 15 22.06% 2 Effendi - Jumiran 1 1,47% 2 2,94% 2 2,94% 5 7,35% 3 Chairuman-Fadly 1 1,47% 2 2,94% 1 1,47% 4 5,88%

4 Amri – RE 2 2,94% 4 5,89% 2 2,94% 8 11,77%

5 Gatot – Erry 6 8,82% 17 25% 13 19,12% 36 52,94%

TOTAL 68 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian

Diagram III.7

Dari data tabel III.7 diatas, bahwa 36 responden (52,94%) mengaku memilih pasangan Calon Gatot Pujonugroho dan Tengku Erry Nuradi. Adapun 6 responden (8,82%) dari golongan II, 17 responden (25%) dari golongan III dan 13 responden (19,12%) dari golongan IV. Di peringkat kedua adalah pasangan calon Gus Irawan dan Soekirman memiliki 15 responden (22,06%), yaitu 2 responden (2,94%) dari golongan II, 8 responden (11,76%) dari golongan III dan 5 responden (7,35%) dari golongan IV. Di peringkat ketiga adalah pasangan calon


(25)

Amri Tambunan – RE Nainggolan dengan 8 responden (11,77%), dimana golongan II terdapat 2 responden (2,94%), golongan III memiliki 4 responden (5,89%), dan golongan IV memiliki 2 responden (2,94%). Di peringkat keempat memiliki suara 5 responden (7,35%) pada pasangan calon Effendi Simbolon dan Jumiran, dimana golongan II memiliki 1 responden (1,47%), golongan III memiliki 2 responden (2,94%), dan golongan IV memiliki 2 responden (2,94%).Sedangkan di peringkat kelima terdapat pasangan calon Chairuman dan Fadly terdapat 4 responden (5,88%) dimana golongan II terdapat 1 responden (1,47%), golongan III memiliki 2 responden (2,94%) dan golongan IV memiliki 1 responden (1,47%).

Tabel III.8

Bentuk kampanye yang sering dilihat responden

No Bentuk Kampanye

GOLONGAN

Jlh Jlh (%)

II % III % IV %

1 Bertatap muka 1 1,47% 2 2,94% 6 8,82% 9 13,23%

2 TV, Iklan, Media 10 14,71% 23 33,82% 11 16,18% 44 64,71%

3 Tokoh masyarakat - 0% 1 1,47% 1 1,47% 2 2,94%

4 Partai pendukung 1 1,47% 7 10,3% 5 7,35% 13 19,12%

TOTAL 68 100%


(26)

Diagram III.8

Dari tabel III.7 diatas dapat dilihat bahwa kampanye yang paling sering dilihat atau didengar para responden adalah kampanye dari berita (tv, koran, ataupun media-media lain). Sosialisasi para calon dengan bertatap muka dengan mereka sangatlah minim, lihat saja hanya 9 responden yang mengaku melihat kampanye dengan bertatap muka dengan para calon kandidat. Kurangnya sosialisasi langsung dari para pasangan calon ke masyarakat yang membuat masyarakat tidak begitu tahu bagaimana sosok calon yang akan mereka pilih nantinya. Mereka hanya membaca janji-janji para pasangan calon tersebut melalui koran dan internet dan hanya mendangar melalui televisi dan radio. Semakin majunya teknologi membuat para pasangan calon ini malas untuk mensosialisasikan kinerja mereka jika terpilih nantinya.

Tabel III.9

Jumlah responden dalam keterlibatan kampanye

No Bentuk Kampanye

GOLONGAN

Jlh Jlh (%)

II % III % IV %

1 Pernah - 0% 1 1,47% - 0% 1 1,47%

2 Tidak 12 17,65% 32 47,06% 23 33,82% 67 98,53%

TOTAL 68 100%


(27)

Diagram III.9

Tabel diatas menunjukan bahwa dari para responden yang menggunakan hak pilihnya sama sekali hamper tidak terlibat langsung dalam proses kampanye para pasangan calon. Hanya 1 responden saja yang mengaku pernah ikut berpartisipasi dalam kampanye. Kesibukan diperkantoran dan kurangnya minat mereka dalam proses kampanye langsung menjadi alasannya. Dan tidak adanya dari mereka yang aktif di dalam kegiatan partai politik.

Tabel III.10

Motivasi responden dalam memilih

No Motivasi Memilih

GOLONGAN

Jlh Jlh (%)

II % III % IV %

1 Hati Nurani 3 4,41% 17 25% 8 11,77% 28 41,18%

2 Visi dan Misi 6 8,82% 8 11,76% 10 14,71% 24 35,30% 3 Ajakan orang lain 2 2,94% 3 4,41% 3 4,41% 8 11,76% 4 Iklan dan spanduk 1 1,47% 5 7,35% 2 2,94% 8 11,76%

TOTAL 68 100%


(28)

Diagram III.10

Dari Tabel III.9 diatas, dapat dilihat bahwa para responden berdarkan motivasi yang berbeda dalam memilih, diantaranya adalah: 41,18% memilih berdasarkan hati nurani yaitu golongan II (4,41%) 3 responden, golongan III (25%) 17 golongan, dan golongan IV (11,77%) 8 responden. Memilih berdasarkan Visi dan Misi yaitu 35,30% antara lain golongan II (8,82) 6 responden, golongan III (11,76) 8 responden, dan golongan IV (14,71%) 10 responden. Memilih berdasarkan karena adanya ajakan dari orang lain memiliki 11,76% antara lain, golongan II (2,94%) 2 responden, golongan III (4,41%) 3 reponden, dan golongan IV (4.41%) 3 responden. Sedangkan untuk yang memilih berdasarkan karena melihat iklan dan spanduk memiliki 11,76% antara lain, golongan II (1,47%) 1 responden, golongan III (7,53%) 5 responden dan golongan IV terdapat (2,94%) 2 responden.

Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa responden yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil Kantor Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara memiliki lebih banyak memilih calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur berdasarkan hati Nurani pribadi masing-masing. Karena setiap orang sudah memiliki calon-calon yang memang sudah mereka unggulkan.


(29)

III.4 Evaluasi tentang Peraturan Pemerintah

Berikut ini disajikan data dari jawaban responden terhadap keseluruhan pertanyaan melalui kuesioner yang telah disebarkan yaitu menyangkut evaluasi responden tentang pengetahuan terhadap Peraturan Pemerintah atau Peraturan-Peraturan lainnya yang menyangkut terhadap Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilukada.

Tabel III.11

Jumlah responden mengetahui Peraturan Pemerintah

No Peraturan Pemerintah

GOLONGAN

Jlh Jlh (%)

II % III % IV %

1 Tahu 12 17,65% 33 48,53% 23 33.82% 68 100%

2 Tidak Tahu - 0% - 0% - 0% 0 0%

TOTAL 68 100%

Sumber : Kuesioner Penelitian


(30)

Tabel III.10 diatas menunjukkan bahwa Seluruh responden yang berjumlah 68 responden mengatakan bahwa mengetahui adanya Peraturan Pemerintah yang mempengaruhi netralitas Pegawai Negeri Sipil terhadap Pemilukada 2013. Hal seperti ini sangat baik sekali untuk meningkatkan kedisiplinan terhadap Pegawai Negeri Sipil.

Tabel III.12

Jumlah repsonden yang mengetahui Undang-Undang No. 43 Tahun 1999

No Undang-undang GOLONGAN Jlh Jlh

(%)

II % III % IV %

1 Tahu 12 17,65% 33 48,53% 23 33,82% 68 100%

2 Tidak Tahu - 0% - 0% - 0% 0 0%

TOTAL 68 100%

Sumber : Kuesioner Penelitian

Diagram III.12

Dari Penelitian terhadap Tabel dan Diagram III.11 diatas bahwa 100% responden mengetahui tentang Undang-Undang Pegawai Negeri Sipil nomor 43 Tahun 1999 yang berisi tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Undang-Undang


(31)

tersebut adalah hal dasar yang dapat membangun netralitas Pegawai Negeri Sipil terhadap Pemilukada dan hal lain yang hubungan dengan perpolitikan.

Dengan 100% responden yang menyatakan mengetahui tentang Undangt-Undang tersebut merupakan hal yang sangat baik dalam meningkatkan sifat-sifat jujur, adil yang sebagaimana diterapkan dalam pokok-pokok Kepegawaian Tersebut.

Tabel III.13

Jumlah Responden yang mematuhi Peraturan Pemerintah

No Peraturan Pemerintah

GOLONGAN

Jlh Jlh (%)

II % III % IV %

1 Mematuhi 12 17,65% 33 48,53% 23 33,82% 68 100%

2 Tidak Mematuhi - 0% - 0% - 0% 0 0%

TOTAL 68 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian


(32)

berlaku. Hal ini dinilai baik karena Pegawai Negeri yang terdapat pada Kantor Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara, mengetahui pasti peraturan-peraturan yang berhubungan dengan sifat jujur dan setia sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Tabel III.14

Pelanggaran berat terhadap pelanggaran

No Dilarang kampanye

GOLONGAN

Jlh Jlh (%)

II % III % IV %

1 Tidak Tahu - 0% - 0% - 0% 0 0%

2 Tahu 12 17,65% 33 48,53% 23 33,82% 68 100%

TOTAL 68 100%

Sumber: Kuesioner Penelitian

Diagram III.14

Dari tabel diatas, sama seperti hasil-hasil sebelumnya, bahwa ke 68 responden mengakui mereka mengetahui tentang Undang-Undang yang menyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi peserta kampanye


(33)

terdapat pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Hal ini menunjukkan bahwa Pegawai Negeri Sipil di Kanwil Kemenagsu termasuk memiliki sifat yang berdisiplin dalam mematuhi dan mengerti tentang Netralitas maupun Disiplin yang diterapkan oleh Peraturan dan Perundang-Undangan.

Tabel III.15

Jumlah responden yang tertarik memilih Cagub dan Cawagub

No

Tertarik terhadap Imbalan

GOLONGAN

Jlh Jlh (%)

II % III % IV %

1 Ya 3 4,41% 2 2,94% 2 2,94% 7 10,29%

2 Tidak tertarik 5 7,35% 11 16,18% 3 4,41% 19 27,94%

3 Bisa Saja 4 5,89% 20 29,41% 18 26,47% 42 61,77%

TOTAL 68 100%

Diagram III.15


(34)

golongan II dengan 4 responden (5,89%), golongan II dengan 20 responden (29,41%) dan golongan III berjumlah 18 responden (26,47%). Hal seperti ini dapat dinilai cukup bagus, karena dapat meningkatkan kesadaran pribadi masing-masing Pegawai Negeri Sipil dalam memilih Kepala Daerah yang dirasa layak.

Menurut data tersebut juga menyatakan bahwa 19 responden (27,94%) mengaku tidak tertarik dengan Kepala Daerah yang memberikan imbalan terhadap masyarakat. Golongan II terdiri dari 5 responden (7,35%), golongan III terdiri dari 11 responden (16,18%) dan golongan IV memiliki 3 responden (4,41%). Angka ini tidak lebih banyak dari responden yang menjawab biasa saja. Responden yang memilih tidak tertarik terhadap imbalan-imbalan dari calon-calon Kepala Daerah, memiliki prinsip bahwa suara mereka tidak dapat dibeli ataupun diuangkan.

Sedangkan yang memilih Ya atau setuju diberikan imbalan-imbalan oleh Calon Kepala Daerah memiliki 7 responden (10,29%) yang terdiri dari 3 responden (4,41%) golongan II, 2 responden (2,49%) golongan III dan 2 responden (2,49%) golongan IV.

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah di lakukan pada Kantor Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara, Hampir semua responden yang menerima kuesioner dari peneliti, mengaku bahwa mereka telah mengetahui dan memahami mengenai peraturan-peraturan maupun Undang-Undang yang berlaku terhadap Disipin Pegawai Negeri Sipil dan Netralitas Pegawai Negeri Sipil. Mereka memahami bahwa netrralitas dalam setiap Pegawai Negeri Sipil adalah penting, karena mengingat Pegawai Negeri Sipil adalah aparatur Negara sebagai abdi dan pelayan masyarakat.

Mengenai pertanyaan yang sedikit lebih mendalam terhadap responden, bahwa penulis mendapatkan bahwa tidak sedikit juga responden yang benar-benar memahami tentang Peraturan maupun Undang-Undang yang berlaku terhadap netralitas Pegawai Negeri Sipil, terutama pada golongan II atau masih termasuk golongan rendah pada Pegawai Negeri Sipil. Misalnya saja, masih ada yang ikut membantu dalam kegiatan kampanye, meskipun mereka hanya menjelaskan bahwa, hanya sekedar membantu, tidak bermaksud untuk berpihak atau berat


(35)

sebelah terhadap Partai Politik atau organisasi apapun. Ataupun adanya pelanggaran-pelanggaran disiplin ringan yang mereka anggap tidak melanggar Undang-Undang atau Peraturan-Peraturan yang berlaku.

Hal-hal seperti itu lah yang penulis rasa bahwa adanya indikasi ketidak netralan para responden itu yang mengaku mengetahui tentang semua Peraturan maupun Undang-Undang yang berlaku, tetapi tidak sedikit juga yang belum benar-benar memahami Peraturan tersebut.

Dalam hal ini menurut seorang narasumber dari Pegawai Negeri Sipil Kanwil Kemenag Prov.SU dan dari data yang pernah saya lihat di website bahwa yang dimaksud mengikuti kampanye yang tidak melanggar peraturan adalah “hanya sekedar datang dan meramaikan” kampanye. Tidak memihak, tidak mempengaruhi orang lain, tidak menggunakan atribut-atribut kampanye, dan tidak juga mengikutsertakan diri dalam tim sukses calon pada kampanye. Jadi dari hasil yang saya dapat, bahwa semua aktivitas kampanye dan ikut serta membantu kampanye itu dilarang keras, sedangkan hanya mendatangi kampanye saja, itu tidak dilarang dan hal tersebut dilakukan harus diluar jam kerja.

Pada hasil penelitian berikutnya juga, bahwa banyaknya responden yang memilih calon Incumbent atau dalam hal ini ialah pasangan nomor urut 5 yaitu Gatot Pujonugroho dan T. Erry Nuradi. Penulis melakukan sedikit wawancara atau pertanyaan mendalam seputar hal tersebut terhadap salah satu orang penting dari Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Kementerian Agama Provinsi Sunatera Utara. Memang beliau mengatakan bahwa banyak Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Kementerian Agama Provsu ini memilih Gatot Pujonugroho dan T. Erry Nuradi. Beliau memilih pasangan Incumbent ini selain dari visi dan misi yang meyakinkan, pasangan ini dirasa telah memiliki lebih banyak pengalaman dalam memimpin Sumatera Utara ini. Meskipun beliau tidak membantah bahwa, belum terlalu memiliki perubahan yang signifikan terhadap Sumatera Utara ketika Gatot Pujonugroho itu menjabat sebagai Plt. Gubernur Sumatera Utara.


(36)

Beliau menjelaskan bahwa pernah menjadi sebuah tradisi dalam Pegawai Negeri Sipil memilih calon-calon dari Partai Golkar. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, hal tersebut dirasa kurang adil dan kurang berkembang. Sumatera Utara juga membutuhkan suatu perubahan yang mendukung kemajuan daerahnya. Indikasi lain yang juga penulis tangkap mengenai hal ini, bahwa beliau memaparkan bahwa Gatot Pujonugroho memiliki sosialisasi yang baik terhadap Pegawai Negeri Sipil, sehingga hal-hal tersebut lah yang meyakinkan beliau untuk ikut memilih Gatot-Erry.

Sedangkan pertanyaan lebih mendalam kepada salah seorang responden mengenai apa alasan mereka dalam memilih dan percaya kepada calon Incumbent, beliau menjawab bahwa memilih pasangan calon tersebut tidak lain adalah karena adanya kesamaan etnisitas. Terlebih lagi karena adanya arahan dari atasan-atasan untuk memiih. Hal-hal seperti ini juga merupakan adanya indikasi ketidak netralan terhadap Pemilukada Sumatera Utara karena termasuk adanya pemobilisasian Pegawai Negeri Sipil.

Dari hasil penelitian-penelitian inilah didapat bahwa ternyata meskipun Pegawai Negeri Sipil di Kantor Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara memiliki pengetahuan tentang peraturan dan undang-undang Disipilin Pegawai Negeri tetapi tidak dapat dipungkiri juga bahwa mereka memiliki indikasi-indikasi sebuah ketidaknetralan. Bentuk kepatuhan Pegawai Negeri Sipil ini sendiri juga dapat dinilai baik, karena meskipun tidak terlalu paham secara mendalam tentang peraturan-peraturan dan sanksi mengenai pelanggaran terhadap Netralitas, tetapi mereka mengikuti dan patuh terhadap peraturan tersebut karena mereka mengerti sekali terhadap sanksi-sanksi yang berlaku.

Harus diakui mungkin sedikit mewujudkan netralitas PNS mengingat PNS Indonesia selama 32 tahun menjadi pendukung utama partai politik yang berkuasa pada masa itu yang menyebabkan hancurnya tatanan politik yang demokratis. Ketidak netralan PNS dalam Pilkada bukan sepenuhnya pilihan mereka, tapi


(37)

karena kondisi real dari sistem birokrasi yang lebih berorientasi kepada loyalitas terhadap pimpinan dari pada negara. Keterlibatan PNS baik secara individu maupun institusional dalam Pilkada sudah pasti akan menyebabkan terjadinya konflik kepentingan yang bisa merusak tatanan bernegara dalam jangka panjang.


(38)

BAB IV PENUTUP

Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dari hasil penelitian mengenai Netralitas Pegawai Negeri Sipil Pada Pemilukada Sumatera Utara 2013. Kesimpulan ini juga merupakan hasil dari data sebagaimana yang telah di uraikan di bab tiga. Selain itu penulis juga akan memberikan saran-saran terkait opini dari para responden tersebut.

IV.1 Kesimpulan

Pegawai Negeri Sipil harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam tugasnya sebagai pelayan masyarakat, karena Pegawai Negeri Sipil dalam kedudukannya sebagai unsur aparatur negara, yaitu bertanggung jawab kepada negara dengan tugas memberikan pelayanana kepada masyarakat. Upaya menjaga netralitas dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan agar Pegawai Negeri Sipil dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaganya pada tugas yangdibebankan kepadanya.

Pegawai Negeri Sipil sebagai warga negara yang memiliki hak politik. Dalam hal ini, hak politik yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil tetap diberikan, akan tetapi Pegawai Negeri Sipil juga memiliki kewajiban dalam kedudukannya sebagai Aparatur Negara.

Netralitas PNS sangat dibutuhkan bagi organisasi pemerintahan yang misi utamanya aadalah mengatur, melayani dan memberdayakan masyarakat agar terwujud kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut:

- Dengan netralitas, PNS tidak lagi terganggu dengan pekerjaan - pekerjaan yang diluar tugas dan tanggung jawabnya, sehingga lebih fokus pada pekerjaannya.

- PNS merasa lebih aman bekerja, punya kepastian masa depan dimana tergantung kepada hasil kerja dan prestasi kerjanya, tidak ada lagi faktor-faktor subjektif yang tidak punya standar yang pasti.


(39)

- Pemberian pelayanan akan lebih baik, karena tidak ada lagi sikap sikap yang diskriminatif ataupun adanya intervensi tertentu dalam memberikan pelayanan.

Seorang Pegawai Negeri Sipil berfungsi sebagai abdi negara yang memiliki tiga peran: sebagai alat/aparatur negara, sebagai pelayan publik dan sebagai alat pemerintah. Untuk menyadarkan diri akan fungsi dan peran sebagai Pegawai Negeri Sipil sebaiknya seorang Pegawai Negeri Sipil memahami betul aturan-aturan tentang Pegawai Negeri Sipil dan pilkada. Beberapa ketentuan yang terkai tdengan eksistensi Pegawai Negeri Sipil dalam pemilukada diantaranya :

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang pokok-pokok Kepegawaian.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang larangan Pegawai Negeri Sipil menjadi Anggota Partai Politik. 3. Peraturan Mendagri Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai

Negeri Sipil.

4. Surat Edaran Menpan Nomor 7 Tahun 2009 tentang Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilihan Umum.

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

6. Peraturan Pemerintah RI Nomor 47 Tahun 2005 tentang Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan rangkap.

7. Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Tahun 2004 tentang Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.

8. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD.

Jadi secara jelas, menurut ketentuan-ketentun tersebut, bukan melarang Pegawai Negeri Sipil dalam berpolitik, tetapi melarang dengan segala


(40)

jelas, karena Pegawai Negeri Sipil masih memiliki hak pilih, tentunya untuk menentukan hak pilih dalam mewujudkan Pemimpin Pilihan rakyat, seorang Pegawai Negeri Sipil akan memberikan dan mempoengaruhi nilai suara yang akan diberikan, tentunya Pegawai Negeri Sipil diberi hak untuk mengetahui figur bakal calon yang memenuhi sebagai Pemimpin Pilihan Rakyat

Dari hasil penelitian tentang netralitas ini dapat disimpulkan bahwa secara normatif para Pegawai Negeri Sipil di Kantor Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara secara peraturan normatif memahami sosialiasasi aturan tentang perlunya netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam ajang politik seperti Pemilu.

Dan dari hasil penelitian didapati bahwa secara mayoritas Pegawai Negeri Sipil Kantor Kemenag Provsu melakukan netralitas dalam Pemilukada Sumatera Utara tahun 2013 dengan persentase 98% yang tidak ikut mendukung secara real dalam usaha pemenangan salah satu calon walikota Medan atau tidak ikut dalam kegiatan kampanye.

Tetapi ada satu hal yang mungkin perlu di teliti lebih dalam adalah bahwa tidak bisa menemukan data yang valid tentang keterlibatan mereka secara pasti dengan metode kuisioner seperti penelitian yang penulis lakukan. Karena mendukung atau tidak mendukung itu terkait dengan kerahasian mereka pribadi.

IV.2 Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan maka penulis merasa perlu memberikan saran kepada pihak-pihak yang terkait dengan Netralitas Pegawai Negeri Sipil Pada Pemilukada Sumatera Utara 2013:

1. Bagi Pemerintah dalam hal ini Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara perlu meningkatkan pengawasan terhadap masalah-masalah keterlibatan Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara. Selain pengawasan, tindakan atau sanksi yang diberikan harus tegas, juga harus konsisten dan tidak pandang bulu.


(41)

2. Bagi Pegawai Negeri Sipil, PNS walaupun bisa mengikuti kampanye tapi juga harus memperhatikan tugas pokok dan fungsinya sebagai Aparatur Negara yang harus netral dalam arti tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Upaya ini untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan agar Pegawai Negeri Sipil dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaganya pada tugas yang dibebankan kepadanya. Oleh karena itulah seorang Pegawai Negeri dituntut harus bersikap Netralitas dalam Politik

3. Untuk menjamin netralitas PNS, Pegawai Negeri Sipil tidak hanya dilarang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik namun juga ikut terlibat dalam ajang-ajang pemilu apapun kontribusinya.


(42)

BAB II

DESKRIPSI PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROV. SUMUT

II.1 PEGAWAI NEGERI SIPIL

Pegawai Negeri merupakan pekerja di sektor publik yang bekerja untuk pemerintah pada suatu negara. Pekerja di badan publik non-departemen terkadang juga dikategorikan sebagai pegawai negeri. Pegawai negeri di Indonesia menggunakan perpaduan antara sistem karir dan system prestasi kerja. Sistem karir merupakan suatu sistem kepegawaian, dimana untuk pengangkatan pertama didasarkan atas kecakapan yang bersangkutan, sedang dalam pengembangannya lebih lanjut, masa kerja, kesetiaan, pengabdian dan syarat-syarat obyektif lainnya. Sedangkan sistem prestasi kerja adalah suatu sistem kepegawaian, dimana pengangkatan seseorang untuk menduduki suatu jabatan atau untuk naik pangkat didasarkan atas kecakapan dan prestasi yang dicapai oleh pegawai yang diangkat. Mereka dipilih dalam ujian seleksi tertentu untuk mendapatkan gaji dan tunjangan khusus, serta memperoleh pensiun. Namun demikian, terdapat jabatan-jabatan tertentu yang tidak diduduki oleh pegawai negeri, misalnya:

a. Presiden, Gubernur, Bupati, dan Walikota- dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu

b. Menteri ditunjuk oleh Presiden.

Camat dan Lurah adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS), sedangkan Kepala Desa bukan merupakan PNS karena dipilih langsung oleh warga setempat.

Berdasarkan pengertian pegawai negeri dalam perundang-undangan yang mengatur tentang pokok-pokok kepegawaian, dapat dilihat bahwa adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi dari seseorang untuk dapat diangkat sebagai pegawai negeri, yaitu Warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Ketentuan mengenai persyaratan tentang syarat-syarat seseorang dapat diangkat menjadi pegawai negeri di atur dalam peraturan pemerintah No. 11 tahun 2002 tentang perubahan


(43)

atas peraturan pemerintah Nomor 89 Tentang Pengadaan Pegawai Negeri sipil, yang menentukan persyaratannya sebagai berikut:

1. Warga Negara Indonesia

2. Berusia serendah-rendahnya 18 (delapan belas) tahun dan setinggi-tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun.

3. Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan.

4. Tidak pernah diberhentikan dengan hormat, tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta.

5. Tidak berkedudukan sebagai calon/ Pegawai Negeri

6. Mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian dan keterampilan yang diperlukan.

7. Berkelakuan baik.

8. Sehat Jasmani dan Rohani

9. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau negara lain yang ditentukan oleh pemerintah.

10. Syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan

Berdasarkan kenyataan dan pengalaman sejarah ternyata bahwa kedudukan dan peranan Pegawai pada setiap negara sangatlah penting dan menentukan, karena Pegawai adalah unsur aparatur negara dan aparatur pelaksana pemerintah dalam mencapai tujuan nasional suatu Negara. Di Indonesia Pegawai Negeri Sipil mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dan menentukan serta merupakan penyelenggara tugas-tugas pemerintah dan pembangunan.


(44)

Dalam birokrasi Pemerintahan, dikenal jabatan karier yaitu jabatan dalam lingkungan birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS). Jabatan karier dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :

1. Jabatan Struktural

Yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi, kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang terendah yaitu Eselon IVb hingga tertinggi dari level Eselon Ia, contoh jabatan struktural di PNS adalah Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro dan Staf Ahli, sedangkan contoh jabatan struktural di Pemda adalah Sekretaris Daerah, Kepala Dinas Kepala Badan dan Kepala Kantor, Kepala Bagian, Kepala Bidang, Kepala Seksi, Camat, Sekretaris Camat, Lurah dan Sekretaris Lurah.

2. Jabatan Fungsional

Yaitu jabatan yang tidak tercantum dalam struktur organisasi tetapi dari sudut pandang tugas dan fungsi (tusi) pekerjaannya tidak bisa terlepas dari struktur organisasi dan sangat diperlukan oleh organisasi dan pelaksanaannya merupakan satu kesatuan, misalnya auditor (Jabatan fungsional Auditor JFA) guru,dosen pengajar, arsiparis, perancang peraturan perundang-undangan dan lain-lain

Dalam rangka kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintah dan pembangunan nasional seperti yang tertulis dalam penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 alinea 1Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yaitu: Kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintah dan pembangunan nasional sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur Negara khususnya Pegawai Negeri Sipil. Karena itu, dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional yakni mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi, diperlukan Pegawai Negeri yang merupakan unsur aparatur Negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang harus menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat


(45)

dengan dilandasi kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pegawai Negeri Sipil terdiri atas:

1. Pegawai Negeri Sipil Pusat (PNS Pusat), yaitu PNS yang gajinya dibebankan pada APBN, dan bekerja pada departemen, lembaga non departemen, kesekretariatan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, instansi vertikal di daerah-daerah, serta kepaniteraan di pengadilan. 2. Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNS Daerah), yaitu PNS yang bekerja di

Pemerintah Daerah dan gajinya dibebankan pada APBD. PNS Daerah terdiri atas PNS Daerah Provinsi dan PNS Daerah Kabupaten/Kota. Pada penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 43 Tahun 1999 aline ke 2 bahwa dalam pelaksanaan desentralisasi kewenangan pemerintahan kepada Daerah, Pegawai Negeri berkewajiban untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan harus melaksanakan tugasnya secara professional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme21

Dalam perwujudannya PNS hanya dapat menjalankan pekerjaan kalau pekerjaan tersebut untuk kepentingan bangsa dan negara dan kepentingan kelancaran pemerintahan sesuai dengan peraturan perundangan, bukanlah untuk

.

Untuk membentuk sosok Pegawai Negeri Sipil sebagaimana tersebut diatas, diperlukan upaya meningkatkan manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri. Manajemen Pegawai Negeri Sipil perlu diatur secara menyeluruh, dengan menerapkan norma, standar, dan prosedur yang seragam dalam penetapan formasi, pengadaan, pengembangan, penetapan gaji, dan program kesejahteraan

Seorang PNS dituntut untuk loyal, namun dalam pengertian ini loyalitas bukan ditujukan pada kelompok tertentu apalagi pada orang tertentu, tetapi loyalitas hanyalah kepada pemerintah, bangsa dan negara yang berdasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945.


(46)

kepentingan subjektif dari seseorang walaupun yang bersangkutan adalah pimpinannya. Dalam hal ini, loyalitas tidaklah hanya diukur dari segi kepatuhan seseorang pada pribadi pimpinan, tetapi kepatuhannya menjalankan tugas-tugas pemerintahan yang dibebankan kepadanya, serta ketaatannya dalam menjalankan dan menegakkan peraturan perundangan.

Netralitas PNS sangat dibutuhkan bagi organisasi pemerintahan yang misi utamanya adalah mengatur, melayani dan memberdayakan masyarakat agar terwujud kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut:

- Pertama, dengan netralitas, PNS tidak lagi terganggu dengan pekerjaan pekerjaan yang di luar tugas dan tanggung jawabnya, sehingga lebih fokus pada pekerjaannya.

- Kedua, PNS merasa lebih aman bekerja, punya kepastian masa depan dimana tergantung kepada hasil kerja dan prestasi kerjanya, tidak ada lagi faktor-faktor subjektif yang tidak punya standar yang pasti.

- Ketiga, PNS akan berkompetisi secara sehat dalam menghasilkan prestasi, sehingga akan muncul inovasi baru dalam menyelesaikan suatu persoalan ataupun guna melancarkan penyelenggaraan pemerintahan. - Keempat, pemberian pelayanan akan lebih baik, karena tidak ada lagi

sikap yang diskriminatif ataupun adanya intervensi tertentu dalam memberikan pelayanan.

Dalam hal ini, Pegawai Negeri adalah aparatur Negara sehingga dituntut untuk memiliki rasa bertanggung jawab, profesionalisme dan memiliki kesetiaan pada masing-masing individu. Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan pemerintah juga tidak luput dari keseharian Pegawai Negeri Sipil. Seperti peraturan-peraturan Pemerintah tentang larangan Pegawai Negeri Sipil untuk masuk kedalam dunia politik, seperti larangan Pegawai Negeri Sipil menjadi anggota Partai Politik. Karena Pegawai Negeri Sipil memang diwajibkan harus netral.

Seperti pada alinea ke 6 Undang-Undang RI nomor 43 Tahun 1999, bahwa dalam upaya menjaga netralitas Pegawai Negeri Sipil dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakkan dan persatuan Pegawai Negeri serta


(47)

dapat memusatkan segala perhatian, pikiran dan tenaganya pada tugas yang dibebankan kepadanya, maka Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus Partai Politik. Oleh karena itu, Pegawai Negeri yang menjadi anggota dan/atau pengurus parti politik harus diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian tersebut dapat dilakukan dengan hormat maupun dengan tidak hormat.

Hal diatas tersebut sesuai dengan penjelasaan Janji Pegawai Negeri Sipil PP No. 21 Tahun 1975 disebutkan bahwa sumpah/janji Pegawai Negeri adalah kesanggupan untuk menaati keharusan atau untuk tidak melakukan larangan-larangan yang ditentukan dan diikrarkan dihadapan atasan yang berwenang menurut agama dan kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan mengucapkan sumpah/janji, diharapkan Pegawai Negeri Sipil akan melaksanakan tugas amanah dengan penuh kesadaran, keikhlasan sesuai dengan hati nurani individu22

Kementerian Agama disingkat Kemenag yang dahulu adalah Departemen Agama (Depag) merupakan

.

II.2 PROFIL KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROV. SUMATERA UTARA

membidangi urusa seperti yang diteliti oleh penulis adalah Kantor Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara.

Kantor Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara terletak di. Jl. Jendral. Gatot Subroto No. 261, yaitu sebuah jalan besar menuju Binjai., dikepalai oleh Ka.Kanwil bapak Drs. H. Abd Rahim, M.Hum sejak 26 Oktober 2011. Kanwil


(48)

Kementerian Agama ini tepatnya berada di depan Komando Daerah Militer (Kodam) Bukit Barisan Medan.

Kantor Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara memiliki 3 Gedung. Gedung pertama adalah gedung yang isinya bidang Kesekretariatan. Seperti, Bagian Umum, Bagian Kepegawaian, Bagian Keuangan dan sebagainya. Sedangkan untuk gedung kedua dan ketiga Kanwil Kemenag Provsu ini adalah gedung yang isinya bidang – bidang pendidikan seperti, Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam, Pendidikan Madrasah dan Pendidikan-Pendidikan lainnya.

II.2.1 Sejarah Kementerian Agama Prov. Sumatera Utara

Pada saat berdirinya Kementerian Agama pada tahun 1946, Sumatera masih merupakan satu provinsi dengan Gubernurnya yang berasal dari Aceh yaitu Mr. T. Moch. Hasan. Jawatan Agama Sumatera oleh Pemerintah dipercayakan kepada H. Muchtar Yahya, kedudukannya masih berada di bawah Gubernur.

Pada Tahun 1964, Sumatera dibagi menjadi 3 Provinsi, yakni Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan, H. Muchtar Yahya ditunjuk sebagai menjadi koordinator jawatan-jawatan Agama tersebut, bertempat di Bukit Tinggi23

Sementara itu, pada tahun 1953, Provinsi Sumatera Utara merupakan gabungan dari Daerah Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli berkedudukan di

.

Kepala – Kepala Jawatan Agama di ketiga wilayah Sumatera waktu itu, Tengku Moch. Daud Beureuh Provinsi Sumatera Utara, Nazaruddin Thoha Sumatera Tengah dan K. Azhari Sumatera Selatan. Mereka diangkat oleh Gubernur Sumatera Utara yang mewakili Presiden untuk mengurus Pemerintahan di wilayahnya. Setelah Kantor – Kantor Jawatan Agama Provinsi Sumatera Utara ada hubungan dengan Kementerian Agama, yang berkedudukan di Yogyakarta, H. Muchtar Yahya dipindahkan ke Pusat bertindak sebagai Kepala Urusan Keagamaan Wilayah Sumatera.

23

Buku Kanwil Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara, “Sejarah Departemen Agama Provsu”.


(49)

Kotaraja (Banda Aceh). Jawatan Agama Provinsi Sumatera Utara dipimpin oleh Tengku Abdul Wahab Silimeun, sedang koordinator untuk keresidenan Sumatera Utara H.M Bustami Ibrahim.

Pada tahun 1956 struktur Pemerintahan berubah lagi, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, sebagai gabungan dari Keresidenan Sumatera Timur dan Tapanuli berkedudukan di Medan dan Daerah Aceh dijadikan Daerah Istimewa Aceh yang berkedudukan di Kotaraja (Banda Aceh). Untuk memimpin Jawatan Agama Provinsi Sumatera Utara ditunjuk K.H Muslich dan Pimpinan Jawatan Agama Daerah Istimewa Aceh tetap ditangan Tengku Wahab Silimeun.

Sejak saat itulah Jawatan Agama kedua Provinsi tersebut berdiri sendiri-sendiri dan untuk perkembangan selanjutnya diatur berdasarkan peraturan-peraturan yang ditetapkan Kementerian Pusat. Sejak Provinsi Sumatera Utara berdiri sendiri, pernah menjabat Kepala (dengan beberapa kali mengalami perubahan struktur) adalah:

1. K.H Muslich

2. H. Miskuddin A. Hamid 3. H.M Arsyad Thalib Lubis 4. Prof. Dr. T.H Yafizham, SH 5. Drs. H.A Djalil Muhammad 6. Drs. H.A Gani

7. Drs. H.M Adnan Harahap 8. Drs. H.A Bidawi Zubir 9. Drs. Nurdin Nasution 10. Prof. Dr. H. Mohd. Hatta

11. Drs. H.Z Arifin Nurdin, SH. Mkn 12. Drs. H. Syariful Mahya Bandar, MAP 13. Drs. H. Abd Rahim, M.Hum (sekarang).


(50)

II.2.2 Perkembangan Organisasi Departemen Agama Pada Tahun 1965-1974

Berdasarkan Keputusan Menteri Agama 91 Tahun 1965 sampai dengan 1976, tentang struktur Organisasi, Tugas dan wewenang Instansi Departemen Agama di Daerah. Terdiri dari:

1. Perwakilan Departemen Agama Provinsi

2. Perwakilan Departemen Agama Kabupaten/Kota 3. Kantor Urusan Agama Kecamatan

Perwakilan Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara terdiri dari : - Jawatan Urusan Agama

- Jawatan Pendidikan Agama - Jawatan Penerangan Agama

- Jawatan Peradilan Agama dan Pengadilan Agama - Jawatan Tinggi Agama dan Pesantren Luhur - Jawatan Urusan Haji

- Jawatan Agama Kristen - Jawatan Agama Katholik

- Jawatan Agama Hindu dan Buddha

Perwakilan Departemen Agama Kabupaten/Kota terdiri dari: - Dinas Urusan Agama

- Dinas Pendidikan Agama - Dinas Penerangan Agama - Pengadilan Agama - Dinas Urusan Haji

- Dinas Urusa Agama Kristen - Dinas Urusan Agama Katholik

- Dinas Urusan Agama Hindu dan Buddha Kantor Urusan Agama Kecamatan Meliputi :


(51)

- Urusan Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk serta bimbingan kesejahteraan keluarga.

- Urusan rumah Peribadatan, Ibadah Sosial dan Urusan Haji - Urusan Penerangan dan Penyuluhan Agama

Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 53 Tahun 1971 tentang Pembentukan Kantor Perwakilan Departemen Agama Provinsi serta Kantor Departemen Agama Kabupaten dan Inspektorat Perwakilan, susunannya terdiri:

1. Perwakilan Departemen Agama Provinsi 2. Perwakilan Departemen Agama Kabupaten 3. Kantor Urusan Agama Kecamatan

4. Urusan Pengawas adalah Inspektorat Perwakilan.

Perwakilan Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara terdiri dari: 1. Unsur Pimpinan adalah Kepala Perwakilan

2. Unsur Pembantu Pimpinan adalah Sekretariat Perwakilan 3. Unsur Pelaksanaan ialah :

- Inspeksi Urusan Agama - Inspeksi Pendidikan Agama - Inspeksi Penerangan Agama - Inspeksi Peradilan Agama.

II.2.3 PERKEMBANGAN PADA TAHUN 1975-1981

1. Keputusan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 1975 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara terdiri atas:

- Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi - Kantor Departemen Agama Kabupaten / Kota


(52)

2. Keputusan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 1975 (Disempurnakan) tanggal 16 April 1975, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara sesuai dengan Typologi IV, maka Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara terdiri dari:

- Bagian Tata Usaha

- Bagian Urusan Agama Islam - Bidang Pendidikan Agama Islam - Bidang Penerangan Agama Islam - Bidang Urusan Haji

- Pembimbing Masyarakat (Kristen) Protestan - Pembimbing Masyarakat Katholik

- Pembimbing Masyarakat Hindu dan Buddha - Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota - Kantor Urusan Agama Kecamatan

Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 45 Tahun 1981 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara termasuk pada Typologi I terdiri atas:

- Bagian Sekretariat

- Bidang Urusan Agama Islam - Bidang Penerangan Agama Islam - Bidang Urusan Haji

- Bidang Pembinaan Masyarakat (Kristen) Protestan - Pembimbing Masyarakat Katholik

- Pembimbing Masyarakat Hindu - Pembimbing Masyarakat Buddha.

Selanjutnya terjadi perubahan struktur sesuai Keputusan Menteri Agama No. 373 Tahun 2002. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kanwil Departemen


(53)

Agama Provinsi Sumatera Utara termasuk pada Typologi I B. Struktur Typologi Kanwil Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara:

1. Bagian Tata Usaha

2. Bidang Urusan Agama Islam

3. Bidang Penyelenggaraan Haji, Zakat dan Wakaf

4. Bidang Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada sekolah umum

5. Bidang Pendidikan keagaam, pondok pesantren, pendidikan agama islam pada masyarakat dan pemberdayaan masjid.

6. Bidang Bimbingan masyarakat Kristen 7. Pembimbing masyarakat Katholik 8. Pembimbing masyarakat Hindu 9. Pembimbing masyarakat Buddha 10. Kelompok jabatan fungsional


(54)

Bagan II.1

II.2.4 Kode Etik PNS Dan Visi Misi Kanwil Kementerian Agama Prov. Sumatera Utara

Dalam kelancaran tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional, sangat dipengaruhi olh kesempurnaan pengabdian aparatur Negara. Pegawai Negeri Sipil merupakan unsur aparatur Negara yang bertugas memberikan pelayanan yang terbaik, adil dan merata. Pembinaan jiwa Korps atau pegawai akan berhasil dengan baik apabila diikuti dengan pelaksanaan dan penerapan kode etik dalam kehidupan sehari-hari Pegawai Negeri Sipil. Dengan adanya kode etik bagi Pegawai Negeri Sipil, dimaksudkan sebagai bagian dari


(55)

upaya meningkatkan kualitas Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Pegawai Negeri Sipil yang baik pun tidak terlepas dari pedoman Visi dan Misi Kantor Wilayah Kementerian Agama.

Adapun Kode etik PNS dan Visi Misinya adalah sebaqgai berikut:

A. Kode Etik Pegawai

“Kami Pegawai Kementerian Agama yang Beriman dan Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa:.

1. Menjunjung Tinggi Pesartuan dan Kesatuan

2. Mengutamakan Pengabdian dan Pelayanan Kepada Masyarakat 3. Bekerja dengan Jujur, Adil dan Amanah

4. Melaksanakan Tugas dengan Disiplin, Profesional dan Inovatif

5. Setia Kawan dan Bertanggungjawab atas Kesejahteraan Korps (Pegawai)

B. Visi dan Misi

VISI : Terwujudnya msyarakat agamis yang berakhlak mulia, rukun dan damai.

MISI :

1. Meningkatkan bimbingan dan pelayanan kehidupan beragama

2. Meningkatkan pemahaman, penghayatan, pengamalan dan pengembangan nilai-nilai agama.

3. Memperkokoh kerukunan umat beragama

4. Mengembangkan lembaga social keagamaan dan lembaga social keagamaan

5. Meningkatkan kualitas pendidikan agama pada seklah umum dan madarasah


(56)

II.2.5 Tugas Dan Pokok-Pokok Kebijakan Kanwil Kementerian Agama Prov. Sumatera Utara

Tugas dan fungsi Kantor Kementerian Agama ini adalah berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota Pasal 2.

A. Tugas dan Fungsi Kanwil Kementerian Agama

1. Perumusan Visi dan Misi dan Kebijakan Teknis dibidang pelayanan dan bimbingan kehidupan beragama kepada masyarakat di Provinsi.

2. Pembinaan, Pelayanan dan bimbingan, Masyarakat islam pelayanan haji dan umroh, Pengembangan zakat dan wakaf pendidikan agama dan keagamaan pondok pesantren, Pendidikan agama islam pada masyarakat dan pemberdayaan masjid, serta urusan agama, Pendidikan agama, Bimbingan masyarakat Kristen, katolik, hindu dan Buddha sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. Perumusan kebijakan teknis di bidang pengelolaan administrasi dan informasi.

4. Pembinaan kerukunan umat beragama.

5. Pengkoordinasian perencanaan, pengendalian dan pengawasan program, daerah, instansi terkait dan lembaga masyarakat dalam rangka pelaksanaan tugas Departemen di Provinsi.

6. Pelaksanaan hubungan dengan pemerintah daerah, instansi terkait dan lembaga masyarakat dalam rangka pelaksanaan tugas departemen di Provinsi.

B. Pokok-Pokok Kebijakan Kanwil Kementerian Agama Prov. Sumatera Utara

1. Menciptakan iklim yang kondusif bagi proses pemantapan peran, fungsi dan kedudukan agama sebagai landasan moral spiritual dalam pembangunan di daerah Sumatera Utara.


(57)

2. Mengupayakan peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama sebagai usaha memberikan kemudahan bagi umat beragama melaksanakan ibadah dan mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan kehidupan beragama.

3. Mengupayakan peningkatan pelayanan dan mutu pendidikan agama dan pendidikan keagamaan dengan menitikberatkan kepada peningkatan partisipasi masyarakat.

4. Mengupayakan pemberdayaan lembaga-lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan untuk semakin memantapkan kehidupan beragama serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dalam kehidupan beragama.

5. Mengupayakan peningkatan kualitas pemahaman penghayatan dan pengamalan agama dan kerukunan umat beragama sebagai upaya meningkatkan harmonis social dan integrasi bangsa.

6. Menata organisasi kegamaan di Lingkungan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara sebagai respon terhadap adanya perubahan structural di tingkat pusat.

7. Meningkatkan kualitas sumber daya di Lingkungan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara sehingga dapat meningkatkan kinerja untuk menghasilkan output dan outcome sesuai dengan yang diharapkan.

8. Efisiensi pemanfaatan sumber daya di Lingkungan Kanwi Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara sebagai respon terhadap berbagai keterbatasan sehingga dapat dilakukan antisipasi kemungkinan terjadinya tidak efisien.

9. Menjalin koordinasi dan kerjasama dengan isntansi-instansi baik di lingkungan pemerintah maupun swasta serta umat beragama.

10.Meningkatkan kehidupan kerukunan umat beragama baik intern antar dan Antara umat beragama dengan pemerintah.


(58)

II.2.6 Logo Kementerian Agama

Pada logo Kementerian Agama terdapat gambar Al-Qur’an yang terbuka yang dibawahnya terdapat kata-kata “Ikhlas Beramal”, lalu gambar kapas, padi dan ada 1 bintang diatasnya. Gambar-gambar tersebut memiliki makna-makna tersendiri. Adapun makna lambang tersebut adalah:

1. Bintang bersudut lima yang melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila, bermakna bahwa karyawan Kementerian Agama selalu menaati dan menjunjung tinggi norma-norma agama dalam melaksanakan tugas Pemerintahan dalam Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila

2. 17 kuntum bunga kapas, 8 baris tulisan dalam Kitab Suci dan 45 butir padi bermakna Proklamasi Kemerdekaan republic Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, menunjukkan kebulatan tekad para Karyawan Kementerian Agama untuk membela Kemerdekaan Negara Kesatuan republik Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. 3. Butiran Padi dan Kapas yang melingkar berbentuk bulatan bermakna

bahwa Karyawan Kementerian Agama mengemban tugas untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur dan merata.


(59)

4. Kitab Suci bermakna sebagai pedoman hidup dan kehidupan yang serasi Antara kebahagiaan duniawi dan ukhrawi, materil dan spirituil dengan ridha Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa

5. Alas Kitab Suci bermakna bahwa pedoman hidup dan kehidupan harus ditempatkan pada proporsi yang sebenarnya sesuai dengan potensi dinamis dari Kitab Suci.

6. Kalimat “Ikhlas Beramal” bermakna bahwa Karyawan Kementerian Agama dalam mengabdi kepada masyarakat dan Negara berlandaskan niat beribadah dengan tulus dan ikhlas.

7. Perisai yang berbentuk segi lima sama sisi dimaksudkan bahwa kerukunan hidup antar umat beragama RI yang berdasarkan Pancasila dilindungi sepenuhnya sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

8. Kelengkapan makna lambang Kementerian Agama melukiskan motto : Dengan Iman yang teguh dan hati yang suci serta menghayati dan mengamalkan Pancasila yang merupakan tuntutan dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, karyawan Kementerian Agama bertekad bahwa mengabdi kepada Negara adalah ibadah.

II.3 Penjelasan tentang Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. a. Penjelasan Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 1999 (Pokok-Pokok

Kepegawaian)

Undang-Undang RI Nomor 43 tahun 1999 adalah perubahan dari undang-undang sebelumnya yaitu Undang-Undang RI Nomor 47 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian. Penjelasan umum dari Undang-Undang ini adalah Kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintah dan pembangunan nasional sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur Negara khusunya Pegawai Negeri. Karena itu, dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional yakni mewujudkan masayarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern,


(60)

merupakan unsur aparatur Negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang harus menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat yang dilandasi kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan UUD 1945.

Pada butir ke 6 penjelasan Undang-Undang RI No. 43 Tahun 1999, menjelaskan hubungan Antara Pegawai Negeri Sipil dan Netralitas. Yaitu dalam upaya menjaga netralitas Pegawai Negeri dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakkan dan persatuan Pegawai Negeri serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran dan tenaganya pada tugas yang dibebankan kepadanya, maka Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Oleh karena itu, Pegawai Negeri yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik tersebut haruslah diberhentikan sebagai pegawai negeri. Pemberhentian tersebut dapat dilakukan dengan hormat dan tidak hormat. Hal tersebut sudah termasuk melanggar kesetiaan dan aturan Pegawai Negeri Sipil.

b. Penjelasan Peraturan Pemerintah RI Nomor 47 Tahun 2005 (PNS yang menduduki jabatan Rangkap)

Peraturan Pemerintah RI Nomor 47 Tahun 2005 adalah perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan rangkap. Pegawai Negeri yang menduduki jabatan fungsional perancang peraturan perundang-undangan diutamakan untuk dapat menduduki jabatan struktural pada unit organisasi yang tugas dan fungsinya berkaitan dengan peraturan perundang-undangan sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan tugas dan tanggung jawab jabatan fungsionalnya.

Netralitas Pegawai Negeri juga sangat terlihat dalam Peraturan Pemerintah ini. Karena pada dasarnya Pegawai Negeri Sipil yang telah diangkat dalam jabatan strukutral tidak dapat merangkap dalam jabatan struktural lain atau jabatan fungsional. Hal ini dimaksudkan agar Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat memusatkan perhatian dan kemampuannya dalam melaksanakan tugas jabatannya sehingga dapat menghasilkan kinerja yang optimal.


(61)

Adapun aturan Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dari jabatan struktural karena:

1. Mengundurkan diri dari jabatannya 2. Mencapai batas usia pensiun 3. Diberhentikan sebagai PNS

4. Diangkat dalam jabatan struktural lainnya atau jabatan fungsional

5. Cuti diluar tanggungan negara, kecuali cuti diluar tanggungan negara karena persalinan

6. Tugas belajar lebih dari enam bulan

7. Adanya perampingan organisasi pemerintah

8. Tidak memenuhi persyaratan kesehatan jasmani dan rohani 9. Hal lain yang ditetapkan perundangan yang berlaku

Pegawai Negeri Sipil memang dituntut untuk bersifat netral, adil dan setia. Sehingga untuk optimalisasi kinerja, disiplin dan akuntabilitas pejabat struktural serta menyadari akan keterbatasan kemampuan manusia, PNS yang menduduki jabatan struktural tidak dapat menduduki jabatan rangkap, baik dengan jabatan struktural lain maupun jabatan fungsional. Rangkap jabatan hanya diperbolehkan apabila ketentuan perangkapan jabatan tersebut diatur dengan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah.

c. Penjelasan Peraturan Pemerintah RI Nomor 37 Tahun 2004 (Larangan PNS menjadi anggota Partai Politik)

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, Pegawai Negeri sebagai unur aparatur Negara harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik, tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan dilarang menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik. Dan dalam Penjelasan umum Undang-Undang tersebut, Antara lain disebutkan bahwa Pegawai Negeri yang menjadi Anggota


(62)

Dalam menegakkan Supremasi hukum dan wibawa Pegawai Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri, perlu diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai Larangan Pegawai Negeri Sipil menjadi anggota Partai Politik. Peraturan Pemerintah ini pada umumnya untuk mengatur prosedur pengunduran diri dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/atau Pengurus Partai Politik.

Dalam Pasal 2 Ayat 2 Peraturan Pemerintah RI Nomor 37 Tahun 2004 menegaskan bahwa ‘Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil”. Pada ketentuan Pasal 3 ayat 1 “menegaskan bahwa sebelum seorang Pegawai Negeri Sipil menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, yang bersangkutan terlebih dahulu harus mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil”.

Pada prinsipinya, Pegawai Negeri Sipil yang mengundurkan diri harus diberhentikan sebagai Pegawai Negeri. Dalam jangka waktu 20 hari setelah diserahkannya pengunduran diri kepada atasan tidak ada pertimbangan dari Pegawai yang bersangkutan, maka dianggap dikabulkan. Pegawai Negeri Sipil tersebut sudah dapat menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik tanpa harus menunggu keputusan pemberhentiannya, dan proses administrasi pemberhentian dengan hormat tetap haruslah dilakukan.

Faktanya, tidak sedikit juga Pegawai Negeri Sipil mengikuti hal ini. Dalam arti, Pegawai Negeri Sipil tersebut masuk ke dalam sebuah kepengurusan maupun tim sukses sebuah partai politik. Meskipun tanpa sadar Pegawai yang bersangkutan itu sudah bersikap tidak netral dan melanggar aturan-aturan yang dilarang oleh peraturan Pegawai Negeri Sipil tersebut.

d. Penjelasan Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Tahun 2004 (Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS)

Dalam Peraturan Pemerintah ini Jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil adalah rasa Kesatuan dan Persatuan, kebersamaan, kerja sama, tanggung jawab, dedikasi, disiplin, kreativitas, kebanggaan dan rasa memiliki organisasi Pegawai Negeri Sipil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.


(63)

Adapun pembinaan jiwa koprs Pegawai Negeri Sipil ini bertujuan untuk mendorong etos kerja Pegawai Negeri Sipil untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang bermutu tinggi dan sadar akan tanggungjawabnya sebagai unsur aparatur Negara sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 3 butir b pada PP nomor. 42 Tahun 2004.

Nilai-Nilai dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Pegawai Negeri Sipil meliputi:

1. Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

2. Kesetiaan dan Ketaatan kepada Pancasila dan UUD 1945 3. Semangat Nasionalisme

4. Mengutamakan kepentingan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan 5. ketaatan hukum dan peraturan perundang-undangan

6. Penghormatan terhadap hak asasi manusia 7. Tidak diskrimnatif

8. Profesinalisme, netralitas, dan bermoral tinggi 9. Semangat Jiwa Korps.

e. Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 (Disiplin Pegawai Negeri Sipil)

Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin. Sedangkan Pelanggaran Disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun diluar jam kerja24

Adapun kewajiban Pegawai Negeri Sipil terutama Menaati segala peraturan perundang-undangan. Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan Pegawai Negeri Sipil dengan penuh pengabddian, kesadaran, tanggung jawab


(64)

dan mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan pribadi atau kelompok/golongan.

Larangan-Larangan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang berhubungan dengan sebuah netralitas Antara lain adalah :

- melakukan kerjasama dengan atasan, teman sejawat, bawahan atau orang lain didalam maupun diluar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara

- Ikut serta dalam kampanye partai-partai politik. - Menggunakan atribut-atribut kampanye.

Pada dasarnya, masih banyak Pegawai Negeri Sipil yang tahu akan Peraturan-Peraturan dilarang bergabung kedalam kegiatan partai politik, tetapi masih tetap melakukan pelanggaran tersebut. Itulah sebabnya mengapa Pegawai Negeri Sipil diberikan sanksi pengunduran diri dan pemberhentian secara hormat maupun secara tidak hormat karena Pegawai tersebut dianggap tidak netral dan tidak memiliki kesetiaan terhadap Kementerian Agama.

f. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 (Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD)

Menurut Undang-Undang tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD dipertegas bahwa persyaratan menjadi anggota Pemilu harus mengundurkan diri sebagai Kepala Daerah, Pegawai Negeru Sipil, anggota TNI, Kepolisian, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan BUMN, yang telah dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali.

Dalam hal ini sudah jelas sekali bahwa Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur Negara harus dipaksa untuk memiliki netralitas yang tinggi. Jika melanggar Peraturan tentang itu, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus menerima sanksi. Sedangkan sanksi hukuman disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil yang melanggar netralitas ( Pasal 13 PP Nomor 53 Tahun 2010 butir ke 11, 12, dan 13), yakni penjatuhan hukuman disiplin berat, berupa :


(65)

- Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun; - Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; - Pembebasan dari jabatan;

- Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, dan


(66)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Pegawai Negeri Sipil adalah Unsur Aparatur Negara dalam mengadakan dan menyelenggarakan pemerintahan maupun pembangunan dalam rangka usaha untuk dapat mencapai tujuan Nasional. Adapun usaha dalam mencapai tujuan Nasional tersebut diperlukan adanya pegawai Negeri Sipil yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah.

Peran Pegawai Negeri Sipil merupakan subyek utama dalam suatu birokrasi yang mempunyai peran tertentu untuk dapat menjalankan tugas negara dan pemerintahan. Dalam hal ini pola kerja Pegawai Negeri Sipil merupakan suatu unsur utama dalam terciptanya pelayanan kepada masyarakat secara profesional, adil dan merata. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil sebagai suatu unsur aparatur negara yang abdi masyarakat dan memiliki mental loyalitas terhadap negara. Hal ini secara tidak langsung Pegawai Negeri Sipil dituntut harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif terhadap pelayanan masyarakat.

Sehubungan dengan persoalan netralitas Pegawai Negeri Sipil tersebut, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang mengatur dengan tegas mengenai Netralitas Pegawai pada pemerintahan sebagaimana tercantum dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan masyarakat. Untuk


(67)

menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.1

Larangan terhadap Pegawai Negeri Sipil menjadi anggota partai politik dapat dilihat secara rinci dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 tentang larangan Pegawai Negeri Sipil dalam menjadi Anggota ataupun Pengurus Partai Politik

2

yang mengatur bahwa Pegawai Negeri Sipil dituntut untuk netral dan dilarang menjadi anggota atau pengurus partai politik tertentu. Apabila ada seorang Pegawai Negeri Sipil ingin menjadi anggota dalam suatu partai politik ataupun ingin duduk sebagai pengurus partai politik, maka yang bersangkutan diharuskan melaporkan kepada atasan langsungnya dan tidak membuat permohonan pengunduran diri sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan secara langsung akan diberhentikan secara tidak hormat. Hal ini bisa dibilang berhubungan dengan pendapat Wilson dan Godnow yang menyatakan bahwa perlunya memisahkan antara administrasi dengan politik yang arahnya untuk menjaga agar tugas dan fungsi masing-masing yang sebagaimana mestinya diterapkan larangan ikut keanggotaan suatu partai politik kepada Pegawai Negeri Sipil3. Adapun pendapat Hegel mengatakan bahwa birokrasi haruslah berposisi di tengah sebagai perantara antara kelompok kepentingan umum (negara) dengan kelompok kepentingan khusus (pengusaha dan profesi)4

Dalam hal ini, Netralitas Pegawai Negeri Sipil berkaitan dengan adanya Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dimana Undang-Undang ini mengenai Pemerintahan Daerah. Adapun agenda reformasi yang digulirkan dengan tujuan untuk dapat mewujudkan iklim yang lebih demokratis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal seperti ini dapat diwujudkan dengan mengembalikan

.

1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 pasal 3 tentang pokok-pokok kepegawaian.

2


(68)

kedaulatan ketangan rakyat. Karena yang kita ketahui selama ini adalah kedaulatan yang seakan-akan berada di tangan partai politik. Dimana satu-satunya hak politik yang dimiliki oleh rakyat adalah dengan memilih orang yang akan mewakili mereka dalam Dewan perwakilan Rakyat. Lalu setelah itu, kedaulatan beralih kepada mereka yang menyebut diri mereka sebagai wakil rakyat yang pada kenyataannya justru lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan partainya, daripada memperjuangkan kepentingan rakyat yang memilih mereka.

Dalam praktiknya, tercatat ada tiga bentuk pelanggaran yang dilakukan PNS dan pejabat pemerintahan dalam pemilu. Pertama, penyalahgunaan kewenangan yang dimiliki, antara lain menerbitkan aturan yang mewajibkan kampanye kepada bawahan, pengumpulan dana bagi parpol tertentu, pemberian izin usaha disertai tuntutan dukungan kepada parpol/caleg tertentu, penggunaan bantuan pemerintah untuk kampanye, mengubah biaya perjalanan dinas, dan memaksa bawahan membiayai kampanye parpol/caleg dari anggaran negara. Kedua, penggunaan fasilitas negara secara langsung, misalnya penggunaan kendaraan dinas, rumah dinas, serta kantor pemerintah dan kelengkapannya. Ketiga, pemberian dukungan lain, seperti bantuan sumbangan, kampanye terselubung, memasang atribut parpol/caleg di kantor, memakai atribut parpol/caleg, menghadiri kegiatan kampanye dengan menggunakan pakaian dinas dan kelengkapannya, serta pembiaran atas pelanggaran kampanye dengan menggunakan fasilitas negara dan perlakuan tidak adil/diskriminatif atas penggunaan fasilitas negara kepada parpol/caleg.

Sebenarnya yang harus mendapat titik tekan pelarangan Pegawai Negeri Sipil terlibat dalam penyelenggaraan Pilkada Langsung adalah dalam konteks sebagai peserta, baik sebagai calon Kepala Daerah maupun tim kampanye pendukung Kepala Daerah. Mereka memposisikan diri mereka pada salah satu pihak, keberpihakan merekalah yang sebenarnya harus “diharamkan”. Karena ketika mereka memutuskan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) keberpihakan mereka hanyalah kepada kepentingan rakyat. Mereka haruslah mengabdi demi rakyat, bukanlah demi satu atau dua kelompok atau satu atau dua kepentingan


(69)

saja. Jadi, jika mereka terlibat menjadi panitia penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah itu di bolehkan5

Dalam pemerintahan Otonomi Daerah, Pegawai Negeri Sipil banyak terjadi penyalahgunaan wewenang. Misalnya saja dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Langsung, penyalahgunaan wewenang kerap kali terjadi. Birokrasi disini dijadikan sebagai mesin politik untuk dapat memenangkan Incumbent. Menurut Lembaga Survey Indonesia dari 460 calon incumbent yang menang dalam Pemilukada kurang lebih 62,7%, sedangkan yang kalah kurang lebih 37,83%.

.

Mengacu kepada surat Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor : K.26-30/V.31-3/99, tanggal 12 Maret 2009, untuk mencegah terjadinya pelanggaran masalah netralitas PNS dalam pemilukada, pemilu calon legislatif (DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota), anggota DPD, dan calon Presiden/Wakil Presiden, maka Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat, dan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, bertanggungjawab untuk :

a. Mensosialisasikan mengenai netralitas PNS dalam Pemilihan Umum Calon Legislatif dan Calon Presiden/Wakil Presiden;

b. Mengecek dan mengawasi implementasi mengenai netralitas PNS dalam Pemilihan Umum Calon Legislatif dan Calon Presiden/Wakil Presiden; c. Memberikan hukuman apabila terdapat PNS di lingkungannya yang

melakukan pelanggaran terhadap netralitas PNS.

6

Berdasarkan penjelasan dari latar belakang, Penulis mengangkat judul Skripsi tentang “Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilukada Sumatera Utara 2013” Studi Kasus terhadap Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara.


(70)

I.2 PERUMUSAN MASALAH

Adapun Perumusan Masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah dalam penelitian ini dipandang menarik dan perlu untuk diteliti. Dengan kata lain, Perumusan Masalah merupakan isi dari pertanyaan lengkap dan rinci mengenai lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah.7

1. Untuk mengetahui sejauh mana peranan Pegawai Negeri Sipil sebagai Aparatur Negara dalam abdi masyarakat.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam Latar Belakang Masalah, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

- Bagaimana Netralitas Pegawai Negeri Sipil di Kantor Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara dalam Pemilukada 2013.

- Faktor – faktor apa yang mempengaruhi netral atau tidak netralnya terhadap Pegawai Negeri Sipil.

I.3 PEMBATASAN MASALAH

Dalam sebuah penelitian, dibutuhkan adanya pembatasan masalah terhadap masalah yang akan diteliti. Penulis perlu membuat pembatasan masalah juga agar hasil penelitian yang diperoleh tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai menjadi karya tulis yang sistematis. Adapun batasan masalah yang akan diteliti penulis adalah penelitian ini hanya mencakup kepada Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara. Hal-hal diluar pembahasan Pegawai Negeri Sipil pada Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara tidak dibahas disini.

I.4 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah:

7

Husaini Usman dan Purnomo, Metodologi Penelitian Sosial, Bandung: Bumi Aksara, 2004, Hal: 26.


(1)

14.Kepada seluruh Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara terima kasih banyak sudah berpartisipasi dalam pengisian kuesioner dan wawancara.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat sederhana dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfat bagi kita semua, terima kasih.

Medan, April 2014 Penulis

Rian Indah Syafitri 090906081


(2)

DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR BAGAN DAFTAR TABEL DAFTAR DIAGRAM

BAB I PENDAHULUAN 1

I.1 Latar Belakang Masalah 1

I.2 Perumusan Masalah 5

I.3 Pembatasan Masalah 5

I.4 Tujuan Penelitian 5

I.5 Manfaat Penelitian 6

I.6 Kerangka Teori 6

I.6.1 Teori Birokrasi 6

I.6.2 Teori Sistem Pemilu 6

I.6.3 Teori Kebijakan 14

I.6.4 Netralitas Birokrasi 16 I.6.5 Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah 18

I.7 Metode Penelitian 21

I.7.1 Jenis Penelitian 21

I.7.2 Lokasi Penelitian 22

I.7.3 Populasi dan Sampel 22

I.7.4 Teknik Pengumpulan Data 24

I.7.5 Teknik Analisis Data 24

I.8 Sistematika Penulisan 25

BAB II DESKIPSI PNS KANWIL KEMENAG. PROVSU 27

II.1 Pegawai Negeri Sipil 27


(3)

II.2 Profil Kanwil Kementerian Agama Prov.SU 32 II.2.1 Sejarah Kementerian Agama Prov.SU 33 II.2.2 Perkembangan Depag tahun 1965 – 1974 35 II.2.3 Perkembangan Depag tahun 1975 – 1981 36 II.2.4 Kode Etik PNS dan Visi Misi Kanwil 39 II.2.5 Tugas dan Pokok-Pokok kebijakan Kanwil 41 II.2.6 Logo Kementerian Agama 43 II.3 Penjelasan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah 44

BAB III ANALISIS DATA 51

III.1 Identitas Responden 51

III.2 Evaluasi Perilaku Pemilih 56 III.3 Evaluasi tentang Kampanye 61 III.4 Evaluasi tentang Peraturan Pemerintah 68

BAB IV PENUTUP 76

IV.1 Kesimpulan 77

IV.2 Saran 79

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(4)

DAFTAR BAGAN

II.1 Struktur Kantor Wilayah Kementerian Agama Provsu 39


(5)

DAFTAR TABEL

III.1 Responden berdasarkan agama dan usia 51 III.2 Ressponden berdasarkan jenis kelamin 54

III.3 Responden berdasarkan suku 55

III.4 Responden terdaftar dan menggunakan hak pilih 57 III.5 Alasan responden yang menggunakan dan tidak menggunakan

hak pilih 59

III.6 Responden yang pernah atau tidak melihat kampanye 61 III.7 Pasangan calon yang dipilih 63 III.8 Bentuk kampanye yang dilihat 64 III.9 Responden yang terlibat kampanye 65 III.10 Motivasi responden dalam memilih 66 III.11 Responden yang mengetahui Peraturan Pemerintah 68 III.12 Responden yang mengetahui UU no. 43 Tahun 1999 69 III.13 Responden yang mematuhi Peraturan Pemerintah dan UU 70 III.14 Pelanggaran berat terhadap keterlibatan kampanye 71 III.15 Alasan responden tertarik memilih calon pasangan 72


(6)

DAFTAR DIAGRAM

III.1 Responden berdasarkan agama dan usia 52 III.2 Responden berdasarkan jenis kelamin 54

III.3 Responden berdasarkan suku 56

III.4 Responden terdaftar dan menggunakan hak pilih 57 III.5 Alasan responden yang menggunakan dan tidak menggunakan

hak pilih 59

III.6 Responden yang pernah atau tidak melihat kampanye 62 III.7 Pasangan calon yang dipilih 63 III.8 Bentuk kampanye yang dilihat 65 III.9 Responden yang terlibat kampanye 66 III.10 Motivasi responden dalam memilih 67 III.11 Responden yang mengetahui Peraturan Pemerintah 68 III.12 Responden yang mengetahui UU no. 43 Tahun 1999 69 III.13 Responden yang mematuhi Peraturan Pemerintah dan UU 70 III.14 Pelanggaran berat terhadap keterlibatan kampanye 71 III.15 Alasan responden tertarik memilih calon pasangan 72