Menurut Sediaoetama 2004 jumlah konsumsi kopi yang wajar setiap harinya adalah 1
– 3 gelas. Dalam penelitian ini dari 75 orang yang mengkonsumsi kopi ditemukan 74 orang 98,7 mengkonsumsi kopi dalam
jumlah yang wajar yaitu ≤ 3 gelas dan ada 1 orang 1,3 yang mengkonsumsi kopi dalam jumlah yang tidak wajar yaitu 3 gelas.
5.2 Gambaran Predisposing Factors
Faktor predisposisi predisposing factor adalah faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang. Faktor ini
termasuk karateristik, pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, nilai
– nilai, norma sosial-budaya, dan faktor sosio-demografi. Dalam penelitian ini yang menjadi faktor predisposisi adalah pengetahuan mahasiswa FKM USU
terhadap pencegahan penyakit gastritis dan sikap mahasiswa FKM USU terhadap
pencegahan penyakit gastritis. 5.2.1 Gambaran
Pengetahuan Mahasiswa
Fakultas Kesehatan
Masayarakat Universitas Sumatera Utara Terhadap Pencegahan Penyakit Gastritis
Pengetahuan responden dalam penelitian ini terkait dengan pengetahuan tentang pengertian gastritis, penyebab gastritis, gejala gastritis, dampak gastritis,
dan pencegahan gastritis. Berdasarkan tabel 4.3 hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden dalam kategori baik sebanyak 25 orang 27,2,
dalam kategori cukup sebanyak 62 orang 67,4, dan dalam kategori kurang sebanyak 5 orang 5,4.
Universitas Sumatera Utara
Pada pertanyaan pengertian gastritis semua responden menjawab gastritis sebagai peradangan dinding lambung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hirlan
dalam Suyono 2001 bahwa gastritis adalah inflamasi peradangan pada mukosa dan submukosa lambung. Sedangkan pada pertanyaan tentang gejala gastritis
sebagian besar responden yaitu sebanyak 87 orang 94,6 menjawab nyeri pada epigastrium ulu hati, mual, kembung, dan muntah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Wijoyo 2009 bahwa gejala gastritis adalah nyeri pada epigastrium ulu hati, mual, perut kembung, muntah, terasa sesak, nafsu makan menurun,
serta selalu bersendawa. Pada pertanyaan penyebab penyakit gastritis sebagian besar responden
yaitu 58 orang 63,0 menjawab makan tidak teratur, tidur larut malam, makan pedas dan manis. Berdasarkan pernyataan Brunner Suddarth dalam Pratiwi
2013 bahwa penyebab penyakit gastritis tidak hanya makan tidak teratur tapi ada beberapa hal lain yang dapat menyebabkan terkena gastritis yaitu konsumsi obat
– obatan penghilang rasa nyeri analgetik, terapi radiasi, kondisi stress, infeksi
bakteri, dan jamur. Jumlah responden yang menjawab benar pada pertanyaan ini sebanyak 32 orang 34,8. Hal ini menyatakan bahwa terdapat 60 orang 65,2
yang tidak mengetahui penyebab gastritis dengan benar. Sedangkan pada pertanyaan akibat gastritis jika tidak diobati atau pengobatan tidak secara tuntas
sebagian besar responden yaitu 80 orang 87,0 menjawab kanker lambung. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Suratum 2010 bahwa gastritis bila tidak
diobati akan mengakibatkan sekresi lambung semakin meningkat dan akhirnya membuat lambung luka
– luka ulkus yang dikenal dengan tukak lambung juga
Universitas Sumatera Utara
dapat menimbulkan peradangan saluran cerna bagian atas berupa hematemesis muntah darah, melena, perforasi dan anemia karena gangguan absorpsi vitamin
B12 anemia pernisiosa bahkan dapat menimbulkan kanker lambung. Pada pertanyaan tentang faktor beresiko yang harus dihindari agar dapat
mencegah terkena penyakit gastritis sebagian besar responden yaitu 42 orang 45,7 menjawab stress dan rokok. Menurut penelitian Saroinsong 2014 bahwa
ada hubungan yang signifikan antara stress dan rokok dengan kejadian gastritis. Sedangkan pada pertanyaan tentang jenis makanan yang harus dihindari untuk
mencegah terkena penyakit gastritis responden terbanyak yaitu 63 orang 68,5 menjawab makanan pedas dan asam, serta makanan berlemak dan menggunakan
bahan penyedap. Jawaban penelitian ini oleh responden sesuai dengan pendapat Sediaoetama 2004 bahwa mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan
merangsang system pencernaan, terutama lambung dan usus dan menurut Sherwood 2001 makanan asam, makanan yang digoreng, makanan berlemak,
dan makanan yang menggunakan bahan penyedap terbukti berhubungan dengan kejadian gastritis.
Pada pertanyaan tentang apa saja yang dapat mencegah kekambuhan gastritis responden terbanyak yaitu 69 orang 75,0 menjawab mengatur pola
makan dan menghindari makanan serta minuman iritatif minuman bersoda, minuman beralkohol, minuman berkafein. Hal ini sejalan dengan penelitian
Pasaribu 2014 bahwa ada hubungan antara jenis makanan dan minuman iritatif dengan keluhan gastritis. Sedangkan pada pertanyaan tentang jenis minuman yang
harus dihindari untuk mencegah terkena penyakit gastritis sebagian besar
Universitas Sumatera Utara
responden 66 orang 71,7 menjawab kopi, alkohol, dan minuman bersoda. Menurut Sherwood 2001 kafein yang ada di dalam kopi dapat merangsang
sekresi getah lambung yang sangat asam walaupun tidak ada makanan. Sekresi asam yang meningkatkan dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa
lambung sehingga menjadi gangguan lambung. Dan pada minuman bersoda mengandung banyak gas, sehingga dapat memperberat kerja lambung oleh karena
itu orang yang memiliki gangguan pencernaan terutama pada lambung dianjurkan untuk tidak mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung banyak gas.
Minuman bersoda juga mengandung kafein Anggita, 2012. Pada pertanyaan tentang pencegahan yang dapat dilakukan untuk terhindar
dari penyakit gastritis sebagian besar responden yaitu 51 orang 55,4 menjawab manajemen stress yang baik serta makan teratur dan tepat waktu. Menurut Yuliarti
2009 salah satu cara untuk mencegah gastritis adalah makan teratur dan tepat waktu selain itu manajemen stress. Stress dapat meningkatkan produksi asam
lambung dan menekan pencernaan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Uripi 2001 bahwa stress dapat merangsang peningkatan produksi asam lambung dan
gerakan peristaltic lambung. Stress juga akan mendorong gesekan antara makanan dan dinding lambung menjadi bertambah kuat. Hal ini dapat menyebabkan
terjadinya peradangan di lambung. Sedangkan pada pertanyaan tentang pencegahan gastritis saat mengkonsumsi obat terdapat 31 orang 33,7
responden yang menjawab benar yaitu mengonsumsi obat setelah makan besar. Berdasarkan hasil jawaban responden pada pertanyaan ini dapat terlihat bahwa
sebagian besar responden yaitu 61 orang 66,3 tidak mengetahui pencegahan
Universitas Sumatera Utara
gastritis saat mengkonsumsi obat. Menurut penelitian Murjayanah 2010 terdapat hubungan antara riwayat mengkonsumsi obat yang mengiritasi lambung dengan
kejadian gastritis. Salah satu contoh obat yang dapat mengiritasi lambung adalah obat penghilang rasa nyeri sakit. Untuk mengurangi efek samping dari obat
tersebut sebaiknya mengkonsumsi obat setelah makan Tan Hoan Tjay, 2002. Menurut hasil penelitian Anggita 2012 menyatakan ada hubungan
tingkat pengetahuan dengan gangguan lambung. Dengan meningkatkan pengetahuan akan menurunkan risiko terkena gangguan lambung.
Pengetahuan responden berhubungan dengan tindakannya dalam pencegahan gastritis, hal ini sesuai dengan pendapat Green dan Kreuter 2005
bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposisi antara lain pengetahuan yang sejalan dengan pendapat Bloom dikutip oleh Notoatmodjo 2003 pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku nyata tindakan seseorang. Pengetahuan adalah bentuk tahu individu yang
diperolehnya dengan penalaran, perasaan dan akal pikiran tentang segala sesuatu yang dihadapinya. Ketika individu sudah tahu memahami kemudian melakukan
tindakan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah proses penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan itu sendiri sebahagian besar diperoleh
dari pendengaran dan penglihatan. Berdasarkan klasifikasi kategori pengetahuan menurut Arikunto 2007
yang dibagi menjadi 3 kategori yaitu pengetahuan baik 75 , pengetahuan cukup 40
– 75 , dan pengetahuan kurang 40. Pada penelitian ini dapat
Universitas Sumatera Utara
dilihat bahwa pengetahuan responden terhadap pencegahan penyakit gastritis tergolong pada kategori cukup 67,4.
5.2.2 Gambaran Sikap Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masayarakat Universitas Sumatera Utara Terhadap Pencegahan Penyakit Gastritis
Sikap responden dalam penelitian ini terkait dengan sikap tentang pencegahan gastritis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap responden
dalam kategori baik sebanyak 41 orang 44,6, dalam kategori cukup sebanyak 51 orang 55,4, sedangkan tidak ada responden yang memiliki sikap dalam
kategori kurang. Hal ini menggambarkan bahwa sikap mahasiswa FKM USU tergolong cukup.
Pada penelitian ini ada 15 pernyataan yang berkaitan dengan sikap responden terhadap pencegahan gastritis. Pernyataan pertama tentang sikap
responden terhadap makan tepat waktu untuk mencegah penyakit gastritis sebagian besar responden yaitu 70 orang 76,1 sangat setuju. Menurut
Ikawwati 2010 orang yang memiliki pola makan tidak teratur contohnya makan tidak tepat waktu mudah terserang penyakit gastritis. Sedangkan pada pernyataan
jadwal makan harus 3 kali sehari sebagian besar responden yaitu 42 orang 45,7 sangat setuju. Menurut hasil penelitian Angkow 2014 bahwa ada
hubungan yang bermakna antara frekuensi makan dengan kejadian gastritis. Dimana responden dengan frekuensi makan beresiko 3 kali sehari lebih
banyak menderita gastritis dibandingkan dengan responden tidak beresiko. Pada pernyataan tidak merokok dapat mencegah terkena penyakit gastritis
sebagian besar responden yaitu 46 orang 50,0 setuju. Kebiasaan merokok
Universitas Sumatera Utara
menambah sekresi asam lambung, yang mengakibatkan bagi perokok menderita penyakit lambung gastritis sampai tukak lambung. Penyembuhan berbagai
penyakit di saluran cerna juga lebih sulit selama orang tersebut tidak berhenti merokok Nurminda, 2010. Sedangkan pada pernyataan mengurangi makanan
pedas dapat mencegah iritasi lambung sebagian besar responden yaitu 56 orang 60,9 setuju. Menurut Sediaoetama 2004 mengkonsumsi makanan pedas
secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari 1x dalam seminggu
selama minimal 6 bulan dibiarkan terus menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis.
Pada pernyataan manajemen stress yang baik dapat membantu pencegahan terkena penyakit gastritis sebagian besar responden yaitu 55 orang 59,8 setuju.
Menurut Murjayanah 2010 dalam penelitiannya mengatakan bahwa ada hubungan antara riwayat stress psikis dengan kejadian penyakit gastritis. Hal ini
terlihat dari jumlah penderita gastritis yang stress sebanyak 64,3 18 orang, sedangkan jumlah penderita gastritis yang tidak stress sebanyak 35,7 15 orang.
Sedangkan pada pernyataan tidak minum minuman beralkohol dapat mencegah iritasi lambung sebagian besar responden yaitu 48 orang 52,2 setuju.
Berdasarkan penelitian Angkow 2014 terdapat hubungan bermakna antara alkohol dengan kejadian gastritis. Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis
mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada kondisi normal Sediaoetama,2004.
Universitas Sumatera Utara
Pada pernyataan tidak makan makanan asam dapat mencegah terkena gastritis sebagian besar responden yaitu 47 orang 51,1 setuju. Menurut
penelitian Murjayanah 2010 terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat mengkonsumsi makanan yang merangsang peningkatan asam lambung dengan
kejadian gastritis. Salah satu jenis makanan yang merangsang peningkatan asam lambung adalah makanan pedas dan makanan asam. Sedangkan pada pernyataan
tidak minum kopi dalam jumlah banyak dapat mencegah iritasi lambung sebagian besar responden yaitu 61 orang 66,3 setuju. Hasil penelitian Suniarti 2013
menyatakan terdapat hubungan antara konsumsi cafein dengan kejadian gastritis. Menurut Inayah 2008 jika mengkonsumsi cafein berlebihan dapat meningkatkan
produksi asam lambung, sehingga terjadi iritasi mukosa lambung yang berakibat seseorang menderita gastritis.
Pada pernyataan jarak waktu makan ≤ 6 jam dapat mencegah iritasi
lambung sebagian besar responden yaitu 55 orang 59,8 setuju. Menurut Sediaoetama 2004 secara alami lambung terus memproduksi lambung setiap
waktu dalam jumlah yang kecil. Setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan
merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulus. Bila seseorang telat makan 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin
banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri disekitar epigastrium. Sedangkan pada pernyataan tidak
makan makanan berlemak dan mengandung garam yang berlebihan dapat mencegah iritasi pada lambung sebagian besar responden yaitu 52 orang 56,5
Universitas Sumatera Utara
setuju. Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan penyakit naiknya asam lambung. Salah satunya adalah konsumsi garam yang terlalu banyak. Selain
meminum alkohol, kafein, dan merokok yang semua dapat menambah risiko naiknya asam lambung, ternyata garam dapat menyebabkan dan memperburuk
penyakit tersebut. Temuan ini sesuai dengan penelitian para peneliti dari Swedia. Mereka menemukan dari gaya hidup orang-orang yang dijadikan sampel,
konsumsi garam meja yang berlebih dapat meningkatkan risiko mengalami penyakit naiknya asam lambung hingga 70. Hal ini mengkhawatirkan karena
sudah tersirat bahwa konsumsi garam meja berlebih lebih berbahaya daripada alkohol dan kafein. Sebuah studi terkait yang dilakukan oleh Roshini Rajapaksa
tahun 2009 dari New York University Medical Center membuktikan hasil yang sama mengenai risiko terlalu banyaknya konsumsi garam meja, selain itu penyakit
lambung diyakini dipicu oleh stres dan gaya hidup. Tetapi setelah dilakukan penelitian menyebutkan bahwa luka pada lambung dan radang usus terutama
disebabkan oleh serangan bakteri bernama Helicobacter pylori. Marshall dalam Sebayang, 2011.
Pada pernyataan makan 1x dalam sehari tidak meningkatkan asam lambung sebagian besar responden yaitu 51 orang 55,4 tidak setuju. Pada
pernyataan makanan pedas tidak mengiritasi lambung sebagian besar responden yaitu 58 orang 63,0 tidak setuju. Pada pernyataan gastritis dapat sembuh
dengan sendirinya tanpa diobati sebagian besar responden yaitu 62 orang 67,4 tidak setuju. Pada pernyataan merokok, minum kopi, dan minum alkohol tidak
mengiritasi dinding lambung sebagian besar responden yaitu 63 orang 68,5
Universitas Sumatera Utara
tidak setuju. Pada pernyataan waktu makan yang terlambat tidak berpengaruh terhadap penyakit gastritis sebagian besar responden yaitu 54 orang 58,7 tidak
setuju. Secara teoritis sikap mempengaruhi tindakan seseorang dalam mengambil
suatu keputusan. Menurut Green dalam Notoatmodjo 2007, bahwa sikap merupakan faktor penentu perubahan perilaku, sikap menggambarkan suka atau
tidak suka seseorang terhadap objek dan struktur sikap seseorang merupakan komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Namun ketiga komponen tersebut tidak selalu saling berinteraksi untuk membentuk sikap yang utuh total attitude dan sikap biasanya didasarkan
atas pengetahuannya. Jika individu hanya mempunyai satu atau dua komponen saja, maka sikap untuk menghasilkan perilaku yang diharapkan belum tentu
terbentuk. Thurstone, Likert dan Osgoold dalam Azwar 2003 menyatakan bahwa
sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak favorable, maupun
perasaan tidak mendukung atau tidak memihak unfavorable pada objek tersebut. Menurut Allport dalam Dayakisni dan Hudaniah 2003 sikap memiliki tiga
komponen yaitu kognitif yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan terhadap obyek sikapnya, afektif yaitu berhubungan dengan rasa senang dan tidak
senang dan konatif yang merupakan kesiapan untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan klasifikasi kategori sikap menurut Arikunto 2007 yang dibagi menjadi 3 kategori yaitu sikap baik 75 , sikap cukup 40
– 75 , dan sikap kurang 40. Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa sikap responden
terhadap pencegahan penyakit gastritis tergolong pada kategori cukup 55,4.
5.3 Gambaran Enabling Factors