lambung. Kurangilah makanan yang dapat mengiritasi lambung, misalkan makanan yang pedas, asam, digoreng, dan berlemak.
c. Hilangkan kebiasaan mengkonsumsi alkohol.
d. Jangan merokok.
e. Ganti obat penghilang rasa sakit. Jika memungkinkan, jangan gunakan
obat penghilang rasa sakit dari golongan NSAIDs, seperti aspirin, ibuprofen, dan naproxen. Obat
– obatan tersebut dapat mengiritasi lambung.
f. Berkonsultasi dengan dokter. Jika menemui gejala sakit maag maka
sebaiknya berkonsultasi dengandokter untuk mendapatkan solusi terbaik.
g. Manajemen stress. Stress dapat meningkatkan produksi asam lambung
dan menekan pencernaan. Tingkat stress pada setiap orangnya berbeda. Untuk menurunkan tingkat stress disarankan banyak mengkonsumsi
makanan bergizi, cukup istirahat, berolahraga secara teratur, serta menenangkan pikiran Yuliarti, 2009
2.5.8 Gastritis Pada Mahasiswa
Penyakit gastritis pada awalnya hanya diderita oleh orang tua, tetapi dengan seiring perubahan zaman penyakit gastritis sekarang juga banyak diderita
pada kalangan remaja Soetjiningsih, 2004. Carson membagi remaja menjadi 3 fase, yaitu remaja awal 11-14 tahun, remaja pertengahan 15-18 tahun, remaja
akhir 19-22 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Potter 2005, masa remaja adalah masa mencari identitas diri, adanya keinginan untuk dapat diterima oleh teman sebaya dan mulai tertarik oleh
lawan jenis menyebabkan remaja sanggat menjaga penampilan. Semua itu sangat mempengaruhi pola makan, termasuk pemilihan bahan makanan dan frekuensi
makan. Remaja takut merasa gemuk sehingga menghindari sarapan dan makan siang atau hanya makan sehari sekali. Hal itu menyebabkan remaja rentan terkena
penyakit gastritis. Penyakit gastritis meningkat pada kalangan mahasiswa yang merupakan
golongan remaja akhir. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sebayang 2011, dalam penelitiannya jumlah penderita gastritis dari 88 orang responden mayoritas
berusia antara 18 sampai 23 tahun yaitu 74 orang 84,1. Pola makan mahasiswa salah satunya dipengaruhi oleh isu yang sedang
marak dikalangannya yaitu body image. Hasil penelitian Kusumajaya, dkk 2007 menjelaskan bahwa persepsi remaja terhadap body image dapat menentukan pola
makan serta status gizinya. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara persepsi body image terhadap frekuensi makan, dimana semakin negative persepsi
body image menganggap diri gemuk maka akan cenderung mengurangi frekuensi makannya. Diketahui bahwa 41,1 responden merasa memiliki berat
badan yang lebih dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya, yaitu merasa diri gemuk tapi sebenarnya kurus, merasa normal tapi sebenarnya kurus dan
merasa gemuk tapi sebenarnya normal. Kejadian ini cenderung terjadi pada remaja putri, yaitu sekitar 45,2. Sedangkan pada remaja putra sekitar 35.
Universitas Sumatera Utara
Keinginan untuk menurunkan berat badan lebih banyak terjadi pada remaja putri 37,6 dibandingkan remaja putra 37.
Kebanyakan dari mahasiswa sering menunda waktu makan demi penyelesaian tugas
– tugas perkuliahan, sehingga waktu yang seharusnya digunakan untuk makan tidak menjadi rutinitas penting, akibatnya lambung
menjadi sakit Sebayang, 2011. Selain frekuensi makan, jenis makanan juga dapat memicu terjadinya penyakit gastritis. Menurut Okviani 2011 dalam
penelitiannya, mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan meransang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan
mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu makannya.
Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali dalam seminggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus
– menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis.
Gaya hidup dikalangan mahasiswa juga sangat mempengaruhi kejadian penyakit gastritis. Menurut penelitian Angkow 2014 ada hubungan faktor
merokok, faktor minum alkohol dan faktor minum kopi terhadap kejadian penyakit gastritis. Kebiasaan merokok sepertinya sudah menjadi hal yang biasa
dikalangan mahasiswa. Padahal efek rokok pada saluran gastrointestinal antara lain melemahkan katup esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks, mengubah
kondisi alami dalam lambung, menghambat sekresi bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan cairan lambung, dan menurunkan pH duodenum.
Sekresi asam lambung meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau
Universitas Sumatera Utara
asetilkolin. Selain itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan cimetidine obat penghambat asam lambung dan obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam
lambung pada malam hari, dimana hal tersebut memegang peranan penting dalam proses timbulnya peradangan pada mukosa lambung. Rokok dapat mengganggu
faktor defensif lambung menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran darah di mukosa, memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan komplikasi
tambahan karena infeksi H. pylori Bayer dalam Angkow, 2014. Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang mengakibatkan
bagi perokok menderita penyakit lambung gastritis sampai tukak lambung. Penyembuhan berbagai penyakit di saluran cerna juga lebih sulit selama orang
tersebut tidak berhenti merokok Nurminda, 2010. Di kalangan mahasiswa banyak yang mulai mencoba meminum alkohol,
dan tak sedikit yang pada akhirnya menggemari minuman beralkohol. Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah lambung dan hati,
oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan lambung.
Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual, sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat
mengiritasi mukosa lambung dan duodenum. Konsumsi alkohol berlebihan dapat merusak mukosa lambung, memperburuk gejala tukak peptik, dan mengganggu
penyembuhan tukak peptik. Alkohol mengakibatkan menurunnya kesanggupan mencerna dan menyerap makanan karena ketidakcukupan enzim pankreas dan
Universitas Sumatera Utara
perubahan morfologi serta fisiologi mukosa gastrointestinal Bayer dalam Angkow, 2014.
Sebagian besar mahasiswa gemar meminum kopi karena dipercaya dapat menghilangkan rasa kantuk. Padahal mengkonsumsi kopi dapat merangsang
lambung sehingga menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung. Ada dua unsur yang bisa memicu tingginya asam lambung, yaitu kafein
dan asam chlorogenic Warianto dalam Riesca, 2007 Mahasiswa juga memiliki kerentanan terhadap stress yang dapat
disebabkan oleh aktivitas perkuliahan, pergaulan, bahkan masalah yang datang dari keluarga. Menurut Murjayanah 2010 dalam penelitiannya mengatakan
bahwa ada hubungan antara riwayat stress psikis dengan kejadian penyakit gastritis. Hal ini terlihat dari jumlah penderita gastritis yang stress sebanyak
64,3 18 orang, sedangkan jumlah penderita gastritis yang tidak stress sebanyak 35,7 15 orang.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Vera Uripi 2001:19 menyatakan bahwa stres dapat merangsang peningkatan produksi asam lambung
dan gerakan peristaltik lambung. Stres juga akan mendorong gesekan antara makanan dan dinding lambung menjadi bertambah kuat. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya peradangan di lambung.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Landasan Teori