85
sehingga hal ini membuat responden mayoritas memilih pilihan argumen sangat setuju SS.
5.3 Perbandingan SMA Swasta Mulia Medan dan SMA Swasta Muhammadiyah 2 Medan
Berdasarkan pembahasan diatas diketahui bahwa SMA Mulia memiliki dua variabel yang berpengaruh terhadap sikap remaja sedangkan pada SMA
Muhammadiyah 2 memiliki Satu variabel yang berpengaruh terhadap sikap remaja. Variabel yang berpengaruh sangat berbeda, pada SMA mulia variabel
pencantuman peringatan bergambar yang memberi pengaruh terhadap sikap remaja adalah variabel symbolic action dan human intervention sedangkan pada
SMA Muhammadiyah 2 variabel pencantuman peringatan bergambar yang memberi pengaruh adalah variabel presence of an audience. Hal ini menjelaskan
bahwa responden pada SMA Mulia menunjukkan ketakutan akan gambar seram yang tercantum pada bungkus rokok hal ini dapat dikaitkan bahwa responden
merasa gambar pada bungkus rokok telah mewakili resiko yang dapat timbul akibat merokok. Responden pada SMA Mulia Medan juga beranggapan bahwa
adanya pencantuman peringatan bergambar bermanfaat untuk menekan resiko akibat merokok dan dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Sedangkan pada Respoden SMA Muhammadiyah 2 Medan beranggapan bahwa gambar pada bungkus rokok belum mampu mewakili untuk menunjukkan resiko
akibat merokok dan responden beranggapan bahwa peringatan bergambar tersebut tidak mampu menekan resiko akibat merokok maupun meningkatkan kualitas
kesehatan pada masyarakat. Responden pada SMA Muhammadiyah beranggapan
Universitas Sumatera Utara
86
bahwa adanya gambar pada bungkus rokok ditujukan oleh seluruh masyarakat tidak hanya bagi konsumen rokok saja. Hal ini dapat diartikan bahwa responden
pada SMA Muhammadiyah beranggapan bahwa pencantuman peringatan bergambar akan memberikan pengaruh kepada seluruh masyarakat.
Pada SMA Mulia terdapat 9 responden yang memiliki kebiasaan merokok, dimana 1 diantaranya adalah seorang wanita sedangkan pada SMA
Muhammadiyah 2 Medan dari 78 responden tidak ada yang memiliki kebiasaan merokok. Menurut Kartono 2010 perilaku kenakalan remaja dapat berasal dari
lingkungan keluarga dengan status social ekonomi yang rendah, pada umumnya sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan menurut Sears dkk 1994
pada seorang yang berstatus ekonomi atas, perilaku nakal dan agresif yang ditampilkan biasanya akan dipikirkan dahulu bagaimana dampak kedepannya,
sebab
perilaku tersebut dapat merusak reputasi dalam kehidupan bermasyarakat.
Menurut kusmiran 2012, remaja akan melalui fase mencari identitas diri yang mana sering dibarengi dengan sikap menjauhi orangtua. Menurut Gunarsa
2003 ada dua faktor-faktor penting dalam pembentukan identitas remaja yaitu 1 Identifikasi, hampir dapat disamakan dengan peniruan, akan tetapi sifatnya lebih
mendalam dan menetap dan 2 Eksperimentasi mencoba-coba, berpetualangan, para remaja harus memperoleh kesempatan untuk eksperimentasi atau mencoba
beberapa peranan sosial sebelum ia menentukan peranan sosial yang akan diambilnya untuk masa dewasa. Hal ini erat kaitannya dengan kemungkinan
remaja dapat terjerumus ke hal-hal negatif. Dengan sikap rasa ingin tahu yang
Universitas Sumatera Utara
87
besar, remaja akan mencoba-coba untuk melakukan hal-hal yang dianggapnya menarik.
Berdasarkan latar belakang responden diketahui bahwa responden SMA Mulia merupakan remaja dari kalangan menengah kebawah dimana SMA Mulia
merupakan sebuah yayasan yang banyak menampung remaja yatim sedangkan responden SMA Muhammadiyah 2 Medan diketahui dari kalangan menengah
keatas atau kalangan atas hal ini diketahui dari hasil wawancara singkat dengan salah satu guru di SMA tersebut. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menyimpulkan
bahwa responden pada SMA Mulia kurang mendapatkan pemahaman akan bahaya merokok hal ini sesuai dengan pendapat kusmiran 2012 yang
menyebutkan bahwa ciri-ciri kejiwaan dan psikososial remaja salah satunya adalah perilaku labil dan berubah-ubah. Apalagi hal ini terjadi tanpa adanya
pengawasan dari orangtua bagi remaja SMA Mulia yang diketahui merupakan anak yatim. Maka berdasarkan hasil penelitian, solusi yang tepat ialah diperlukan
peran lembaga pendidikan bekerjasama dengan pemerintah untuk menginformasikan akan bahaya resiko akibat merokok.
5.4 Aspek Sikap