Persatuan Perjuangan Kelompok Oposisi di Surakarta

commit to user didasarkan pada pemberontakan masyarakat Indonesia dengan revolusi total bukan saja imperialisme dan penjajah yang diusir tapi juga mengikis habis sisa- sisa kebudayaan lama, seperti feodalisme. Hal ini dikarenakan, feodalisme menyuburkan mentalitas budak yang sarat dengan cerita-cerita takhayul dan mistik sehingga meyebabkan orang menyerah kepada alam. Keprihatinan Tan Malaka dituangkan dalam karyanya Madilog sebagai kritik terhadap mentalitas budak yang masih dimiliki bangsanya. 3 Baginya, kemerdekaan bukan hanya berarti politik tetapi juga ekonomi, sosial dan lebih dari itu mental. Revolusi total hanya bisa terjadi dan berhasil kalau; 1. Massa dapat digerakkan; 2. Ada organisasi yang kuat untuk menjaga disiplin dan jalan revolusi dengan cara hukum besi; dan 3. Ada pimpinan revolusi. Dari sinilah Tan Malaka menginginkan sebagai ”kemudi’ revolusi yang membawa revolusi menurut ”selera”nya. Tan Malaka ingin menjadi “pemimpin revolusi”, hingga berbenturan dengan kelompok lain terutama Syahrir. 4

B. Kelompok Oposisi di Surakarta

a. Persatuan Perjuangan

Di Balai Agung, gedung Balaikota Surakarta pada tanggal 15 Januari 1946 pukul 10.00 dibuka Kongres Pendidikan Volksfront. Lima ratus orang pengunjung hadir atas nama 141 organisasi. Jenderal Soedirman beserta stafnya juga turut hadir, dengan diiringi tokoh tertinggi Angkatan Laut Atmadji. Soekarno, Hatta 3 Tan Malaka, 1951, Madilog: Materialisme, Dialektika, Logika, Jakarta: Wijaya, hal. 42 4 Anthony Reid, 1996, Revolusi Nasional Indonesia, ter. P.G Katoppo, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hal.72. commit to user dan kabinet juga diundang hadir, tapi mereka tidak datang. Sultan Yogyakarta dan Sunan Surakarta mewakilkan utusannya masing-masing. Soebardjo dan Gatot Taroenamihardjo yang jauh dari pusat kekuasaan, juga tampak hadir. Kongres tersebut dihadiri lebih dari seratus organisasi. Organisasi besar sudah hadir di Purwokerto di Kongres sebelumnya, organisasi-organisasi kecil regional dan lokal berdatangan dengan senang dan termasuk sebagai peserta. Seperti Partai Rakyat Djelata PRD dan Dewan Perdjoangan, badan-badan permusyawaratan antara tentara dan badan-badan perjuangan. Terutama yang didirikan di Jawa Barat, Tengah dan Timur sangat berpengaruh, tapi juga yang di tingkat lebih rendah, regional dan setempat semuanya aktif dengan kompetensi masing-masing yang berbeda-beda. 5 Seorang tokoh, Tan Malaka merangkum sidang petang hari itu. Dengan terkumpulnya 141 organisasi massa atau partai politik pada tanggal 4 Januari 1946 di Purwokerto, maka terbentuklah organisasi Persatuan Perjuangan yang menggambarkan tekad perjuangan yang anti-diplomasi dalam revolusi Indonesia. Ia menyerukan diadakan penerangan dan propaganda yang luas tentang tujuan perjuangan, perang sejati, yang harus berakhir dengan kekalahan musuh. Untuk kepentingan terbentuknya organisasi yang kokoh, dengan mengingat banyaknya partai maka hanyalah Volksfront merupakan jalan keluar. Tan Malaka berpidato selama satu setengah jam, ditekankannya bahwa: Volksfront soepaja mendjadi badan persatoean perdjoeangan jang menjelesaian pertikaian antara badan-badan, antara badan- 5 Harry A. Poeze, 2008, Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal. 233. commit to user badan dan pemerintah poesat, antara seseorang dan pemerintah poesat. Karena koerangnja persatoean akan menjebabkan bangsa kita kalah berdjoeang. ... Dimana-mana telah timboel partai jang soekar dikendalikan. Ini menerbitkan perpetjahan. 6 Salah satu paradoks di awal revolusi 17 Agustus 1945 adalah lahirnya oposisi yang cukup kuat terhadap kabinet Sjahrir. Ben Anderson melihat ada dua faktor utama yang memotivasi timbulnya oposisi tersebut : 1 Kabinet Sjahrir tidak mewakili semua golongan. 2 Program kabinet mengutamakan diplomasi kepada Belanda dibandingkan perlawanan bersenjata Salah satu tokoh nasional yang mengisi peranan sebagai oposisi yang cukup kuat adalah Tan Malaka. Tan Malaka sendiri diperkenalkan kepada beberapa tokoh nasional seperti Soekarno, Sjahrir, Iwa Koesoemasoemantri dan lainnya melalui Soebardjo anggota PPKI yang sudah dikenalnya ketika ia diasingkan di Belanda tahun 1922, pada bulan Agustus 1945. Pada awal bulan September 1945, Tan Malaka mengunjungi Soekarno di rumah dokter pribadinya, dr. Soeharto. Percakapan yang disaksikan oleh Sajuti Melik, Tan Malaka mendesak Presiden untuk mengundurkan diri ke pedalaman untuk mengatur perlawanan bersenjata yang lebih efektif. Hasil percakapannyanya dengan Tan Malaka itu membuat Soekarno terkesan sehingga Soekarno menyatakan jika terjadi sesuatu dengan dirinya maka Tan Malaka mengambil alih segala tanggung jawabnya. Penjelasan Soekarno 6 Ibid, hal. 235. commit to user tersebut kemudian diceritakan Tan Malaka kepada kawannya, Soebardjo, yang mana kemudian mereka berdua berinisiatif membuat surat wasiat. Akhirnya Tan Malaka meminta Soebardjo untuk mengundang Soekarno ke rumahnya, disitu rencana surat wasiat dibuat dan diajukan untuknya. Namun atas desakan Hatta, pewarisnya diusulkan tidak hanya Tan Malaka seorang namun ada empat orang yaitu : Tan Malaka, Sjahrir, Wongsonegoro Nasionalis dan Soekiman dari golongan Islam. Oleh karena Soekiman sedang berada di Jogjakarta maka kedudukannya digantikan oleh Iwa Koesoemasoemantri. 7 Surat wasiat tersebut segera mengalami kadaluwarsa ketika Jenderal Christison menjamin bahwa Inggris akan menghormati pemerintahan Soekarno dan membuka jalur perundingan dengan pihak sekutu dan Belanda. Pasukan sekutu kemudian mendarat di Jakarta sekitar akhir September dan awal bulan Oktober 1945, Tan Malaka mendekati Sjahrir dan mendesak suatu persekutuan untuk menyingkirkan pemerintahan Soekarno-Hatta dengan semacam perebutan kekuasaan dan untuk menjalankan kebijaksanaan yang lebih radikal menghadapi sekutu. Kepada Sjahrir ditawarkan jabatan baik sebagai Perdana Menteri maupun sebagai presiden, dengan Tan Malaka memegang jabatan baik sebagai Presiden maupun sebagai menteri tertentu seperti Menteri Perburuhan atau Menteri Dalam Negeri. Namun demikian Sjahrir menolak ide Tan Malaka dan menasehatinya untuk pergi ke daerah-daerah dan melihat apakah ia atau Soekarno yang benar- benar memperoleh dukungan. 7 Ben Anderson, 1988, Revoloesi Pemoeda. Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa, 1944- 1946, Terjemahan: Jiman Rumbo, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hal. 58. commit to user Setelah pertempuran Surabaya di awal November 1945 hubungan Sjahrir dan Tan Malaka mengalami puncaknya akibat jumlah korban pertempuran Surabaya yang begitu besar. Sjahrir dengan keyakinannya yang kuat menempuh jalan diplomasi, sementara itu Tan Malaka dengan fanatisme yang sama menyakini jalan perjuangan bersenjata melawan tentara sekutu. Maka itu pada tanggal 3 Desember 1945, Tan Malaka menerbitkan suatu brosur yang diberi judul, “Moeslihat”. Salah satu tokoh dalam brosur yang bersifat dialogis tersebut yaitu Godam mengusulkan perlunya pembuatan “Volksfront” Front Perjuangan yang dibagi menjadi 3 bagian : politik, militer dan ekonomi. God am menekankan bahwa “Volksfront” itu bukanlah suatu pemerintahan, melainkan suatu organisasi untuk mengerahkan segala tenaga untuk memenangkan perang. Ia harus memasukkan sebanyak mungkin golongan dan diorganisasikan atas dasar yang paling demokratis dan terpusat. Setelah pembuatan “Moeslihat”, nama Tan Malaka semakin berkibar di dunia pergerakan pemuda waktu itu ditambah beberapa tokoh seperti Muhammad Yamin ikut melambungkan namanya. Ketika ia berpidato pada konggres pemuda yang diadakan di Purwokerto pada tanggal 3 Januari 1946 atas prakarsa Sukarni ia memperkenalkan “Minimum Program” yang berisi : 1 Beroending atas pengakoean kemerdekaan 100 2 Pemerintahan Rakjat 3 Tentara Rakjat 4 Meloetjoeti Tentara Djepang commit to user 5 Mengoeroes tawanan bangsa Eropah 6 Mensita dan menjelenggarakan pertanian moesoeh 7 Mensita dan mengoeroes perindoestrian 8 Sementara itu ide Tan Malaka tentang “Front Perjuangan” mendapat tanggapan yang cukup baik dari Partai Sosialis dan elemen pergerakan lainnya, namun bagi pemerin tahan saat itu “Front Perjuangan” dianggap sebagai oposisi. Pada konferensi perjuangan rakyat kedua yang dilaksanakan di Surakarta pada tanggal 15 dan 16 Januari 1946 dari pihak pemerintah yang juga seperti Presiden, Wakil Presiden dan seluruh menteri kabinet hanya Panglima Besar Soedirman yang hadir sambil mengucapkan suatu perkataan yang terkenal, “Lebih baik di bom atom sama sekali daripada tidak merdeka 100 ” 9 Kon gres di Surakarta itu menghasilkan “Front Perjuangan” yang diberi nama “Persatuan Perjuangan” PP yang mengambil nama dari pidatonya Tan Malaka di konggres tersebut. Panitia kecil yang ditunjuk untuk membuat usulan- usulan kongkrit dari Persatuan Perjuangan adalah : 1 Ibnu Parna dari Pesindo 2 Wali al Fatah dari Masyumi 3 Sakirman dari Dewan Perjuangan Jawa Tengah 4 Abdulmadjid dari Partai Sosialis 8 Kedaulatan Rakyat, 16 Januari 1946. 9 Ben Anderson, op. cit., hal. 62. commit to user 5 Jenderal Soedirman dari TKR 6 Atmadji dari TKR Laut 7 Soejono dari KNI-Surakarta 8 Usman dari PRI-Surabaya 9 Nyonya Mangoenkoesoemo dari Perwani; dan 10 Tan Malaka Daya dorong PP kemudian semakin besar dan nampaknya kampanye yang dilakukan Tan Malaka mencapai puncak keberhasilan yang tinggi. Sejumlah besar golongan yang berbeda-beda apakah karena keyakinannya, taktik atau bahkan oportunisme politik telah memutuskan untuk memasuki PP. P ada tanggal 17 Februari 1946 Presiden Soekarno berpidato, “Pertjajalah bahwa perdana menteri kita akan tetap dengan pendiriannya mempertahankan kemerdekaan 100 itu”. Dan pada bulan Maret 1946, Sjahrir merubah susunan kabinetnya dengan memberikan jatah kursi kabinet kepada Masyumi dan Partai Sosialis yang hampir sama besar serta ditambah beberapa tokoh yang berpengaruh dari Parkindo Leimena, PBI Sjamsu Hardja, PNI Herling Laoh dan Wikana BKPRI untuk mengantisipasi dominasi PP yang semakin membesar. 10

b. Barisan Banteng