commit to user
5 Jenderal Soedirman dari TKR 6 Atmadji dari TKR Laut
7 Soejono dari KNI-Surakarta 8 Usman dari PRI-Surabaya
9 Nyonya Mangoenkoesoemo dari Perwani; dan 10 Tan Malaka
Daya dorong PP kemudian semakin besar dan nampaknya kampanye yang dilakukan Tan Malaka mencapai puncak keberhasilan yang tinggi. Sejumlah besar
golongan yang berbeda-beda apakah karena keyakinannya, taktik atau bahkan oportunisme politik telah memutuskan untuk memasuki PP.
P ada tanggal 17 Februari 1946 Presiden Soekarno berpidato, “Pertjajalah
bahwa perdana menteri kita akan tetap dengan pendiriannya mempertahankan kemerdekaan 100 itu”. Dan pada bulan Maret 1946, Sjahrir merubah susunan
kabinetnya dengan memberikan jatah kursi kabinet kepada Masyumi dan Partai Sosialis yang hampir sama besar serta ditambah beberapa tokoh yang berpengaruh
dari Parkindo Leimena, PBI Sjamsu Hardja, PNI Herling Laoh dan Wikana BKPRI untuk mengantisipasi dominasi PP yang semakin membesar.
10
b. Barisan Banteng
Barisan Banteng merupakan nama baru dari Barisan Pelopor yang telah eksis sebelum perang. Dalam sebuah konferensi yang diadakan di Surakarta pada
10
Harry A. Poeze, op.cit., hal. 240.
commit to user
tanggal 14 dan 15 Desember 1945, diputuskan untuk mengganti nama dari Barisan Pelopor menjadi Barisan Banteng dengan markas besar di Surakarta di
bawah pimpinan Dr. Muwardi dan mbah Sudiro. Sejak permulaan, kekuatan Barisan Banteng terpusat di Surakarta, bahkan dilaporkan memiliki 10.000
anggota dan berlandaskan pada pengikut-pengikut pribadi Muwardi dan Sudiro serta teman-teman karib mereka. Dengan demikian barisan ini ditandai secara
menentukan oleh kepribadian pemimpinnya. Meskipun ia seorang dokter kesehatan yang terlatih baik dan pengabdi, Dr. Muwardi sama sekali bukan dokter
Jawa berpendidikan barat yang biasa, seorang yang berkemauan keras, pemarah, dan sangat berani meskipun tubuhnya kecil. Ia telah lama aktif dalam gerakan
pandu nasionalis sebelum perang, pandai silat, memiliki hubungan-hubungan yang dekat dengan berbagai “jago” dan taat kepada ilmu kebatinan. Nasionalisme
sangat berwatak Jawa, dalam berbagai segi sejajar dengan nasionalisme Sarmidi Mangunsarkoro. Suatu pertanda dari pandangan mengenai dirinya sendiri sebagai
pejuang dan bukan sebagai seorang politikus, maka ia tidak masuk PNI Sarmidi, meskipun bawahannya sendiri, yaitu Sudiro melakukannya.
Barisan banteng sering disamakan dengan PNI, dalam berbagai segi ia dekat dengan PETA Jawa Tengah, dan di sisi lain dekat dengan Presiden Sukarno.
Dengan adanya kepribadian Muwardi, Barisan Banteng sejak semula agak curiga dengan keanggotaan berhaluan internasional dan kabinet Syahrir, dan lama-lama
menarik ke sampingnya berbagai orang yang sama-sama memiliki kecurigaan-
commit to user
kecurigaan itu. Barisan Banteng kemudian menjadi komponen yang menonjol dari kelompok oposisi.
11
C. Keberadaan Daerah Istimewa Surakarta