commit to user 8
lembaga ini dibentuk tidaklah mudah untuk dijalankan mengingat situasi sosial dan politik di Surakarta pada masa revolusi fisik cukup menegangkan, maka bentuk-
bentuk eksistensi dan peran dari lembaga ini dalam pergerakan politik di Surakarta yang ditulis sebagai judul skripsi.
B. Perumusan Masalah
Atas dasar Latar Belakang Masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan antara Komite Nasional Indonesia KNID Surakarta
dengan kekuatan pergerakan politik di Surakarta tahun 1945-1946? 2.
Bagaimana peran Komite Nasional Indonesia Daerah KNID Surakarta dalam pergerakan politik di Surakarta tahun 1945-1946?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah tersebut, adapun tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui hubungan antara Komite Nasional Indonesia KNID Surakarta dengan kekuatan pergerakan politik di Surakarta tahun 1945-1946.
2. Mengetahui peran Komite Nasional Indonesia Daerah KNID Surakarta dalam pergerakan politik di Surakarta tahun 1945-1946.
D. Manfaat Penelitian
1. Memberikan pengetahuan tentang sejarah Surakarta pada awal
kemerdekaan terutama tentang peran Komite Nasional Indonesia Daerah
commit to user 9
Surakarta dalam pergerakan politik di Surakarta. 2.
Dengan mengkaji Komite Nasional Indonesia Daerah KNID Surakarta, maka dapat direkonstruksi Sejarah Revolusi yang terkait dengan kota
Surakarta.
E. Kajian Pustaka
Dalam buku karya Julianto Ibrahim yang berjudul Bandit Pejuang di Simpang Bengawan, Kriminalitas dan Kekerasan Masa Revolusi di Surakarta
dengan penerbit Bina Citra Pustaka Wonogiri, banyak menggambarkan tindak kekerasan di Surakarta yang diwarnai dengan peristiwa penggedoran, pencurian,
hingga penculikan yang terjadi di Surakarta. Kekacauan di Surakarta yang menjadi wilayah anarki tidak terlepas dari peran serta badan-badan perjuangan
yang menginterpretasikan makna daulat dalam khasanahnya masing-masing sehingga terjadi perubahan makna dari kedaulatan menjadi mendaulat.
Sejarah Revolusi Indonesia sering kali ditulis dan hanya berisikan kisah tentang perjuangan bersenjata ataupun perjuangan diplomasi saja. Sementara
gejolak yang terjadi di kalangan para pejuang atau di antara laskar dalam masa yang penuh heroik itu tak banyak diceritakan dalam buku-buku sejarah. Salah satu
soal dalam revolusi Indonesia dan berlanjut pada masa berikutnya adalah keberadaan dan aktivitas para bandit, yang sebagian di antaranya pejuang dan
tergabung dalam beberapa kesatuan laskar. Dalam zaman yang terkadang disebut zaman gegeran, serobotan, gedoran ataupun pendaulatan itu, para bandit justru
harus berhadap-hadapan dengan bangsa sendiri atau dengan para pejuang yang pernah bersama-sama mereka di arena pertempuran. Sehingga berbagai tindakan
commit to user 10
kriminal pun sering kali tidak dapat dihindari oleh mereka. Membaca karya ini, dalam usaha membangun sejarah dari bawah
grassroots history, kian bermakna terutama jika kita melihat revolusi Indonesia dari sisi yang lain. Bandit yang menjadi pejuang atau pejuang yang menjadi bandit
adalah bagian dari dinamika revolusi itu sendiri dan seharusnya tidak diabaikan begitu saja dalam sejarah Indonesia. Buku ini menunjukkan bahwa para bandit,
orang-orang yang tersingkirkan, dan orang-orang biasa lainnya ternyata bukan hanya ikut menentukan arah dan jalannya revolusi Indonesia, mereka juga
sekaligus memberi watak pada revolusi itu sendiri. Penulisan ini lebih menekankan terhadap gerakan rakyat dan pemuda dalam badan-badan perjuangan
sehingga mengabaikan peran bangsawan dan kerajaan yang pada masa sebelum kemerdekaan merupakan kelompok politik terkuat.
Sebuah buku yang berjudul Dasar-dasar Teori Sosial karya James S. Coleman dijelaskan bahwa dalam menyelidiki persoalan revolusi, para ilmuwan
sosial memusatkan perhatian pada masyarakat tempat revolusi benar-benar terjadi dan memeriksa periode di masyarakat itu sebelum konflik. Tidak seperti biasanya,
jawaban-jawaban disusun dalam hubungannya dengan kondisi-kondisi struktural stabil yang mengawali sistem-sistem sosial tertentu, bukan sistem-sistem sosial
yang lain, yang akan mengalami perubahan wewenang lewat revolusi atau pemberontakan. Banyak teori revolusi memandang titik kritis dalam sebuah
perjuangan revolusioner sebagai titik ketika sistem-sistem wewenang yang ada kehilangan legitimasi di mata rakyat atau segmen-segmen penting rakyat.
Ben Anderson dalam karyanya, Revolusi Pemoeda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946 1988, mengatakan bahwa konflik di
commit to user 11
Surakarta terjadi karena adanya perpaduan antara konflik politik nasional dan konflik politik lokal yang ditandai dengan peningkatan kegiatan sosialis, komunis
hingga sindikalisme di Surakarta yang berujung pada perang antar kelas. Selain itu Ben Anderson menggambarkan dengan baik situasi revolusioner yang melanda
kaum pemuda. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia karya George Mc.T. Kahin juga
banyak menjadi referensi dalam penulisan penelitian ini. Dalam karyanya, di Bab IV Kahin mengutarakan bagaimana dalam masa pendudukan Jepang 1942-1945,
suatu kesadaran politik yang kuat berkembang dalam masyarakat, dan terutama di antara pemuda dan pelajar yang sebelumnya banyak yang bersifat apolitis. Sebelas
bab berikutnya secara rinci membahas revolusi Indonesia sampai dengan saat kedaulatan Indonesia diakui pada bulan Desember 1949 dan terbentuknya Negara
Kesatuan pada 17 Agustus 1950. Bab tentang Revolusi, Kahin menulis bahwa Soekarno memilih seorang
Gubernur untuk masing-masing Provinsi dari kalangan penduduk setempat, dan KNIP memberi mandat kepada salah seorang anggota dari masing-masing daerah
untuk membentuk KNI Komite Nasional Indonesia di setiap provinsi guna membantu para gubernur menjalankan pemerintahan. Terbentuklah KNI setempat
secara spontan di tingkat distrik maupu kotapraja. Selama suatu periode yang lama, komite-komite setempat yang revolusioner bekerja menurut kekuatan
pemerintah yang sebenarnya di daerah masing-masing. Semula daerah-daerah itu diatur menurut kehendak pemimpin setempat yang diakui, tetapi kemudian sejak
akhir bulan November diatur menurut suatu pola peraturan yang seragam. Menjelang tahun 1946, keadaan dianggap memungkinkan, KNI dibentuk
commit to user 12
berdasarkan pemilihan setempat.
F. Metode Penelitian