Konflik Sosial Politik Masa Revolusi Fisik 1945

commit to user pada tanggal 1 November 1945 dengan pangkat Letnan Jenderal, merupakan bentuk pengakuan perjuangan Sunan Paku Buwono XII dalam membela republik. Pada masa awal revolusi terjadi kesalahpahaman antara KNID Komite Nasional Indonesia Daerah Surakarta dengan pemerintah kerajaan yang sudah mendapat pengakuan dari pemerintah pusat yang menyebabkan double bestuur pemerintahan ganda. Komitmen pemerintah untuk menjadikan Surakarta menjadi daerah istimewa ditunjukkan dengan diangkatnya Panji Suroso tanggal 19 Oktober 1945 sebagai komisaris tinggi untuk Surakarta yang bersifat istimewa. Suroso membentuk direktorium untuk mengatasi double bestuur di Surakarta dengan diketuai Sunan PB XII, wakil Mangkunegoro VIII, dan anggota 5 orang KNID Surakarta. Suroso berharap sebagai daerah istimewa, kekuasaan dipegang oleh pihak kraton. Pada tanggal 27 November 1945 Suroso membentuk Panitia Tata Negara yang bertugas menyusun peraturan tentang Daerah Istimewa Surakarta. Peraturan Daerah Istimewa Surakarta dibicarakan oleh pihak Kasunanan, Mangkunegaran dan 27 organisasi di Surakarta baik laskar rakyat, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi politik representatif untuk mewakili masyarakat Surakarta 13 .

D. Konflik Sosial Politik Masa Revolusi Fisik 1945

Kelompok-kelompok atau kelas-kelas sosial dalam masyarakat mudah menjadi basis timbulnya konflik-konflik sosial politik. Kelas-kelas sosial ini dapat mendasari pertentangan, pergolakan maupun konflik yang cenderung bersifat 13 Ibid. commit to user menonjolkan primordialisme dan faksionalisme. Unsur kepentingan kelas atau kelompok sering mempengaruhi jalannya suatu peristiwa sejarah yang terjadi. Konflik-konflik sosial politik pada masa revolusi dapat muncul antara kaum konservatif dengan progresif, sosialis-komunis dengan nasionalis-agama, politisi dan militer, kaum tua dan kaum muda, dan aristokrat feodal dengan demokrasi kerakyatan. Dalam pola atau struktur konflik itu, ideologi juga berperan penting untuk mempertajam jurang perbedaan dan kepentingan antar kelompok yang bertikai. 14 Konflik sosial politik di daerah Surakarta sebenarnya telah ada sejak awal kemerdekaan. Kevakuman kekuasaan pada awal revolusi mengundang terjadinya konflik kepentingan kelompok yang ada. Hukum sebab akibat berlakulah teori, ada aksi menimbulkan reaksi. Sejak ditetapkannya Surakarta sebagai Daerah Istimewa atau Swapraja oleh pemerintah RI di pusat pada 19 Agustus 1945, maka segera timbul reaksi dari para pejuang kemerdekaan di Surakarta dari berbagai kelompok. Ketetapan tersebut yang kemudian diperkuat oleh adanya maklumat raja di Surakarta tertanggal 1 September 1945 tentang seruan kepada seluruh penduduk Surakarta untuk loyal menerima ketentuan status Daerah Istimewa bagi kedua kerajaan di Surakarta itu. Hal ini tampaknya dianggap bersifat bertolak belakang dengan semangat kemerdekaan atau revolusi. Sejak awal 1945 secara nyata mulailah periode konflik sosial politik, berupa gerakan-gerakan anti-Swapraja untuk menghapus Daerah Istimewa, gerakan untuk mengganti Susuhunan Pakubuwono XII, dan gerakan untuk 14 Suyatno Kartodirdjo, 1989, Revolusi Nasional di Tingkat Lokal, Jakarta: Depdikbud, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, hal. 47. commit to user merubah peraturan Daerah Istimewa Swapraja yang tidak cocok dengan zamannya. 15 Gerakan-gerakan ini juga berdampak luas, misalnya perebutan pengaruh, penculikan, dan insiden bersenjata. Daerah Surakarta berkali-kali didatangi Menteri Dalam Negeri, Dr. Sudarsono untuk menemui Paku Buwono XII. Tujuannya tidak lain untuk menciptakan stabilitas di Surakarta secara sosial politik. Pada suatu pertemuan dengan Menteri Dalam Negeri tersebut seorang bangsawan kraton Surakarta, Woeryaningrat selaku ” Bupati Nayaka”, mengusulkan suatu pendapat yang menyangkut persoalan Daerah Istimewa itu. Pertama, agar Daerah Istimewa dipegang oleh Pemerintah Pusat, bila sudah ada peraturan yang mengatur Daerah Istimewa,maka dikembalikan seperti semula. Kedua, gerakan-gerakan yang disebut ”revolusi sosial” agar diberi pengertian bahwa gerakan tersebut memperlemah persatuan dan kesatuan untuk menghadapi musuh dari luar yang ingin menjajah bangsa Indonesia. Namun demikian usul ini ditolak Dr. Sudarsono. 16 Akhirnya di kemudian hari timbul berbagai peristiwa revolusioner di Surakarta akibat suhu revolusi yang terus memanas yang sulit dikendalikan. Pada 15 April 1946 terjadi penculikan-penculikan, terutama dilakukan oleh kesatuan-kesatuan kelaskaran dan pemuda-pemuda militan. Penculikan terhadap pepatih dalem dan wakilnya di Kasunanan, sehingga kekosongan jabatan ini diisi Woeryaningrat yang diangkat Paku Buwono XII, berstatus pejabat ”Ymt” atau sementara. Selain itu banyak pegawai ditahan dan selanjutnya menimbulkan 15 Suara Merdeka, 20 Februari 1983. 16 Ibid. commit to user ketakutan pegawai lainnya sehingga banyak yang memutuskan untuk mengundurkan diri. Penculikan lain ditujukan kepada R. Mulyadi Joyomartono eks Peta dan wakil ketua KNID Surakarta, dengan alasan karena dianggap kurang tegas. Di lingkungan keluarga keraton juga diculik, misalnya Kanjeng Ratu Paku Buwono Ibu Sri Paku Buwono XII, Ray. Sunami kerabat Istana Mangkunegaran, R. Sukarjo Wiryopranoto eks anggota Volksraad, Duta Besar RI di Vatikan dan RRC yang datang dari luar Surakarta. Mereka diculik dan ditempatkan di Kandang Menjangan, Kartosuro. Mereka diculik dengan tuduhan sebagai mata- mata Belanda. Setelah Sudiro menjadi wakil Residen Surakarta, mereka dibebaskan. 17 Komandan Pasukan Intel 0001, Zulkifli Lubis dan beberapa orang pengawalnya diculik kemudian ditempatkan di Gembongan, Kartosuro. Sudiro memerintahkan Barisan Banteng untuk membebaskan mereka, tetapi harus memenuhi syarat tidak boleh menginjakkan kaki di Surakarta sebelum persoalan swapraja dapat diselesaikan. 18 Pada 1 Mei 1946 Mangkunegoro VIII mengeluarkan pengumuman bahwa Mangkunegoro adalah sebagai Kepala Distrik Khusus Mangkunegaran yang berada di bawah langsung Presiden RI. Berdasarkan pada pengumuman itu berarti daerah Mangkunegaran tetap dipertahankan pihak konservatif sebagai swapraja. Status ini tidak ingin terjadi perubahan, apalagi yang bertentangan dengan kepentingan golongan konservatif itu. 17 Karkono Kamajaya, 1993, Revolusi di Surakarta, Makalah Temu Ilmiah, Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, hal. 12. 18 Ibid. commit to user Hal itu mempertajam timbulnya gerakan anti-swapraja atau revolusi sosial. Gerakan revolusioner muncul di Surakarta untuk menentang keinginan golongan konservatif tersebut. Sebagai langkah awal dari kaum revolusioner mengadakan rapat besar pada 9 Mei 1946 yang dihadiri oleh 36 organisasi politik yang dipimpin Dr. Muwardi. 19 Tujuan rapat besar ini untuk membentuk dengan segera badan legislatif secara demokratis dan melalui pemilihan langsung untuk menentukan anggotanya. Pada kesempatan itu pihak konservatif di Surakarta, Susuhunan dan Mangkunegoro mendapat kritik keras dari mereka. Akibatnya Dr. Muwardi beserta 11 tokoh politik lainnya ditangkap unsur tertentu, yang juga termasuk ditangkap ialah anggota KNID Surakarta. Dengan ditangkapnya para tokoh progresif tersebut, maka sebagai rentetannya, di Surakarta segera timbul demonstrasi-demonstrasi pada 28 Mei 1946 yang dilancarkan secara bersama untuk menentang aksi penangkapan tokoh- tokoh rakyat itu. Para pelaku demonstrasi berasal dari kelompok Barisan Banteng, Hizbullah, dan Polisi Khusus. Bulan April dan Mei 1946 rupanya cukup panas suasana politik di Surakarta terutama dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat itu. Pada satu sisi gerakan anti-swapraja berkembang luas hingga ke masyarakat desa. Misalnya tindakan badan-badan pekerja KNID, Surakarta maupun daerah-daerah luar kota, berusaha melepaskan diri dari kekuasaan swapraja Surakarta yang diikuti berbagai kesatuan perjuangan lainnya. Di Klaten, Badan Pekerja KNI yang didukung sekitar 60 organisasi misalnya PBI, BTI, 19 Mawardi, 1995, Dinamika Revolusi Sosial di Surakarta, Sukoharjo: Universitas Veteran Bangun Nusantara, hal. 53. commit to user Laskar Rakyat, Laskar Buruh, Pesindo, Barisan Banteng, Masyumi, Hizbullah, GPII, Parkindo, dan Pangreh Praja lokal menyatakan keputusan untuk membentuk pemerintahan rakyat, terlepas dari swapraja Kasunanan. 20 Demikian pula daerah Karanganyar dan Wonogiri melepaskan diri dari swapraja Mangkunegaran. Kota Surakarta dan pihak Kepolisian Daerah Surakarta juga menyatakan diri terlepas dari swapraja, pihak kepolisian menjadi Kepolisian Republik Indonesia. 21 Namun demikian di sisi lain pihak swapraja tampaknya tetap bertahan dengan pendiriannya untuk mempertahankan status keistimewaannya. Berkenan dengan itu daerah Sragen juga melepaskan diri. Konflik-konflik di Surakarta dipertajam pula dengan adanya kelompok oposisi. Kelompok ini menempatkan diri sebagai oposan pemerintah RI pusat. Pada permulaan tahun 1946 Perdana Menteri Syahrir merintis perundingan diplomatis dengan Belanda. Pihak Persatuan Perjuangan PP yang dipimpin Tan Malaka dengan beberapa tokoh pendukungnya, Mr. Iwa Kusumasumantri, Mr. Muhammad Yamin, Mr. Achmad Soebarjo, Chaerul Saleh, Sukarni, Adam Malik menuntut agar kabinet Syahrir segera dibubarkan. Namun demikian tuntutan PP tidak diterima Soekarno-Hatta. Oleh karena itulah kemudian terjadi konflik di pusat pemerintahan RI yang ketika itu telah berada di Yogyakarta dan selanjutnya menjalar ke Surakarta. Seperti diketahui bahwa PP yang dipimpin Tan Malaka merupakan kelompok 20 Ibid. 21 Wisnu Widodo, 1987, Surakarta Genap 41 tahun: Pada Awal kemerdekaan RI pernah menolak sebagai Daerah Istimewa, Suara Merdeka, 16 Juni 1987. commit to user oposisi yang cukup besar pengaruhnya dalam lingkungan sipil maupun militer dengan program-programnya yang radikal. 22 Pada bulan Juni 1946 ketegangan politik di Surakarta menimbulkan aksi penculikan terhadap tokoh-tokoh Pemerintah RI. Pada 27 Juni 1946 malam, Perdana Menteri Syahrir beserta rombongannya yaitu Dr. Sudarsono Menteri Dalam Negeri, Ir. Darmawan Mangunkusumo Menteri Kemakmuran, Mr. Maria Ulfah Sekretaris Kabinet, yang baru saja dari perjalanan ke Mojokerto dan kemudian menginap di Javasche Bank Surakarta diculik oleh Mayor AK. Yusuf atas dasar surat tugas dari Mayor Sudarsono. 23 Penculikan terhadap Syahrir dan kawan-kawannya ini terdengar hingga ke Jawa Timur, akhirnya kelompok Pesindo Jawa Timur pendukung Syahrir menyerbu Surakarta dan menduduki kantor di depan Javasche Bank tersebut dan Markas Polisi Tentara. Namun mereka tak kuasa apa-apa karena penculiknya adalah Mayor AK. Yusuf. Perdana Menteri Syahrir dan rombongannya kemudian dibawa ke Pesanggrahan milik Sunan di Paras Boyolali. Selain itu di Kantor Pemerintahan Rakyat dan Tentara pada 28 Juni ternyata kosong. Pemimpin-pemimpin pemerintahan ini diamankan di Resimen XXV jalan Jebres yang dipimpin Suadi Suromiarjo. Adanya perintah Presiden Soekarno untuk segera mengembalikan Perdana Menteri Syahrir melalui RRI akhirnya para pemimpin pemerintahan itu baru meninggalkan resimen XXV untuk pulang ke rumah masing- masing. Soekarno juga mengumumkan ”Negara dalam 22 Taufik Abdullah dkk, 1983, Manusia dalam kemelut Sejarah, Jakarta: LP3ES, hal. 165. 23 Karkono Kamajaya, op.cit., hal. 16. commit to user keadaan Darurat Perang” dan menyerukan agar Syahrir segera dikembalikan para penculik. Untuk sementara waktu pemerintahan diambil alih Presiden Soekarno. Peristiwa penculikan Perdana Menteri Syahrir tersebut merupakan dampak kekuatan kelompok oposisi dalam menghadapi Pemerintah RI di pusat yang ternyata masih berlanjut hingga timbulnya apa yang disebut sebagai ”Peristiwa 3 Juli”. 24 24 Mawardi, op.cit., hal. 55. commit to user 59 BAB IV PEMBENTUKAN KNID SURAKARTA DAN PERANNYA DALAM PERGERAKAN POLITIK DI SURAKARTA

A. Terbentuknya Komite Nasional Indonesia Daerah KNID Surakarta